Bumi. Dengan segala masalahnya. Ketika manusia mulai melupakan keberadaan Dewa Dewi yang pernah mereka sembah. Ketika ras reptilian yang disebut Liz-ert mulai merajalela dan bahkan dengan kemampuan kamuflase mereka. Mereka menempati posisi penting dalam struktur pemerintahan.
Manusia terancam punah dengan rencana terselubung mereka, sebab yang mereka inginkan adalah melenyapkan umat manusia!
Para Dewa Dewi menyaksikan kondisi yang memprihatinkan itu dan mereka pun mulai turut campur mengatasi hal itu dengan memberikan kekuatan istimewa yang mereka punya kepada beberapa manusia yang terpilih.
...*****...
Benua Kangguru,Trau'asila.
Terlihat seekor Kangguru berukuran besar sedang melompat dengan tergesa karena sedang diburu Liz-ert.
Liz-ert yang kelaparan itu memburu kangguru besar itu dengan tergopoh-gopoh di sabana yang luas.
Namun tiba-tiba, sesuatu meluncur berputar dengan kencang menghantam kepala Liz-ert itu.
Uing Uing Uing...Duak!
Bruk!
Liz-ert itu tersungkur jatuh ke rerumputan. Detik berikutnya, terlihat seorang bocah berlari cepat menuju Liz-ert itu dan menghunjamnya dengan tombak ke jantung Liz-ert itu.
Jlep! jlep! jlep!
Bocah itu menusuk Liz-ert itu berulang kali memastikan kematiannya.
Mabo Yunupingu seorang anak kepala suku Aborigin, menolong temannya sang kangguru besar itu dari Liz-ert yang mencoba memangsanya.
Mabo memungut bumerangnya, anak itu mencabut tombak yang masih tertancap dengan cairan darah berwarna hijau yang masih menempel di ujung tombaknya.
"Astaga, makhluk buas apa ini yang muncul di tempat ini? Aku harus melaporkan ini pada ayah," dengan cekatan Mabo Yunupingu memenggal kepala reptil itu dengan mata tombaknya.
Setelah itu Mabo Yunupingu mengikat kepala Liz-ert itu dan berlari pulang ke kampungnya. Debu beterbangan, beberapa burung nazar mulai terlihat berputar-putar melihat bangkai Liz-ert yang tertinggal di sabana itu.
...Mabo Yunupingu...
Ayah Mabo Yunupingu yang bernama
Gurrumul Yunupingu. Sangat terkejut melihat apa yang dibawa Mabo Yunupingu.
"Liz-ert!" seru ayah Mabo Yunupingu.
"Demi Roh Agung Semesta Alam! Mereka masih ada yang bertahan? Setelah puluhan tahun yang lampau."
"Apakah mereka dulu pernah ada di tempat kita ini, Yah?" tanya Mabo Yunupingu merasa heran dengan kata-kata ayahnya itu.
"Ya, dulu waktu ayah masih seusiamu, ayah menyaksikan ratusan dari mereka dibasmi para dewa dewi, bahkan ada satu dewa yang merubah ukuran tubuhnya menjadi sangat besar."
"Jadi, jejak kaki yang amat besar yang ada di sabana selatan kampung kita itu milik sang Dewa? tanya Mabo Yunupingu penuh keingintahuan.
" Benar, sekali injak, lima dari mereka tumbang, ayah menyaksikan dari bukit Merah itu."
"Mungkin sebaiknya kita melakukan permohonan pada Roh Agung Semesta Alam agar mereka mengutus kembali para dewa dewi kemari." gumam Gurrumul Yunupingu.
"Malam ini kita harus melakukan ritual permohonan," lanjutnya sambil berdiri dan membawa kepala Liz-ert itu untuk diperlihatkan pada warganya.
...*****...
Negeri Tirai Bambu, Cani.
Seorang gadis terlihat sedang bersembunyi di balik semak-semak. Gadis itu bernama Jing-Xiao Xi. Anak itu sedang mengamati tiga ekor Liz-ert yang sedang mencabik-cabik kerbau miliknya yang tadi siang dia gembalakan di sebuah padang rumput dekat rumahnya.
...Jing-Xiao Xi...
Jing-Xiao Xi adalah cucu dari seorang Assasin terkenal bernama Lee Kwan Xi.
Dia curiga, kerbaunya tiba-tiba menghilang begitu saja. Namun dia melihat bercak-bercak darah yang berceceran begitu banyak di tanah lapang. Dan dia pun mengikuti jejak ceceran darah itu. Menggunakan teknik seorang pembunuh handal, Jing-Xiao Xi berkelebat di balik bayang pohon dimana darah itu mulai memasuki hutan kecil.
"Astaga, makhluk apa itu? Apakah mereka itu naga? mengerikan sekali!" dalam batin gadis itu bertanya-tanya.
"Mungkin sebaiknya aku melaporkannya pada kakek," Jing-Xiao Xi memutuskan hendak kembali ke rumahnya, namun kali ini dia kurang hati-hati. Gaun sutranya tersangkut di ranting semak-semak menimbulkan suara robekan yang halus tapi, terdengar oleh para Liz-ert itu.
"Oh, celaka mereka melihatku!!"Jing-Xiao Xi menarik agak paksa gaun sutranya yang sedikit terkoyak.
Dan dengan menghunus pedangnya dia pun memasang kuda-kuda hendak menghadapi ketiga Liz-ert yang mulai mengepungnya sambil mendesis. Para Liz-ert yang bercakar tajam itu meremehkan Jing-Xiao Xi yang hanya seorang gadis. Mereka seolah menemukan santapan baru.
Tak memberi kesempatan menyerang Jing-Xiao Xi memulai duluan dengan gerakan memutar dan lincah seraya menebas langsung ketiga kepala Liz-ert itu begitu cepat.
Ketiga Liz-ert itu seperti menertawakan Jing-Xiao Xi mereka merasa serangan tebasan pedang Jing-Xiao Xi luput, namun detik berikutnya bersamaan Jing-Xiao Xi menyarungkan pedangnya, kepala mereka berjatuhan dan dari pangkal leher mereka menyemburkan darah berwarna hijau yang sangat deras.
"Eeewww... bajuku jadi berubah warna, menjijikan!" Jing-Xiao Xi segera beranjak dari tempat itu bermaksud memberitahu kakeknya. Suara jangkrik yang tadinya sepi kini riuh kembali, seolah meramaikan kemenangan Jing-Xiao Xi.
Bersambung...
Negeri Padang Pasir, Bara.
Di suatu waktu. Terjadi huru hara berkecamuk di sebuah perkampungan yang disebut kampung Khiabar, perkampungan yang dihuni dua etnis yang berbeda etnis Quriashi dan etnis Hudiya.
Kampung itu didatangi gerombolan perampok sambil meneriakkan nama dewa mereka, "Toar Maha Besar!!!
Gerombolan itu menjarah unta dan keledai milik seorang saudagar Hudiya, setelah memenggal kepalanya.
Bahkan perkebunan kurma yang siap dipanen milik seorang saudagar Quriashi dibakar dengan hebatnya.
Penyerangan itu begitu mendadak warga kampung Khiabar tak sempat membela diri dan melakukan perlawanan.
Pemimpin gerombolan itu menutup mulutnya dengan cadar hitam dan hanya memperlihatkan kedua matanya yang aneh.
Ada pun mata dari Pemimpin gerombolan itu berwarna kuning dengan pupil seperti mata ular. Nama pemimpin gerombolan itu adalah Tama'Q. Sesuai dengan namanya orang itu sangat tamak dan serakah.
Tak hanya sekali dua kali Tama'Q merampok,menjarah dan merampas Kafilah pedagang yang melintas menuju ibukota negeri Bara, Mah'kek.
Tama'Q sendiri sebenarnya adalah ras Liz-ert yang mengaku-aku sebagai utusan Dewa Toar, dewa terbaru yang dia elu-elukan. Tama'Q mempelajari sifat manusia yang sangat mudah dikendalikan jika diteror dengan kematian dan neraka.
Dengan cara itu dia menghimpun banyak pengikut, dia bahkan membuat aturan-aturan konyol yang harus dipatuhi pengikutnya.
Dan demi meneruskan generasi Liz-ert Tama'Q membuat aturan poligami pada pengikutnya, mereka diperbolehkan mempunyai istri empat, tapi bagi dirinya sendiri, sebuah harem dipenuhi lebih dari sebelas wanita ada di dalamnya, ya! Itu semua bertujuan untuk memperbanyak keturunannya.
Seorang saudagar kurma yang kaya raya dengan terburu-buru mengungsikan istri dan putranya menunggangi dua ekor unta. Melalui pintu belakang rumah mereka yang besar.
"Cepat, pergilah menuju rumah Kakakku di kota Mehdani bawalah surat ini, dan tinggalah di sana sampai kekacauan di sini berakhir." kata Amir Ghazi pada istrinya Fatimah. Sedang putranya yang masih kecil bernama Faizal Ghazi.
"Suamiku, kenapa kau tak menyertai kami," Fatimah terisak. Faizal Ghazi yang masih kecil masih tak memahami situasi genting itu.
"Cepat pergi Fatimah, selamatkan putra kita!" seru Amir Ghazi pada istrinya itu. Tak lama terdengar kegaduhan dan teriakan para pekerjanya di dalam rumah mereka.
Amir Ghazi menghelakan unta istrinya dengan paksa dan mencambuk pinggul unta itu agar bergegas pergi dengan berlari diikuti unta Faizal Ghazi.
"Ayaaahh!!" teriak anak itu ketika melihat seorang laki-laki garang mencoba menyerang Amir Ghazi.
Amir Ghazi melakukan perlawanan tetapi malang laki-laki anak buah Tama'Q itu lebih fasih menggunakan pedangnya.
Tass!
Amir Ghazi terpenggal lehernya. Dan Faizal Ghazi kecil menyaksikan kejadian itu tak sanggup berkata apa-apa tetapi air matanya mengalir deras.
Singkat cerita Fatimah dan putranya itu telah sampai di rumah kakak Amir Ghazi. Mereka ditampung dan diterima dengan baik oleh Ammar Ghazi kakak Amir Ghazi.
Waktu terus berlalu Faizal Ghazi tumbuh sebagai pemuda gagah nan rupawan. Namun mimpi buruk yang menimpa pada ayahnya tak pernah dia lupakan. Dan dia bermaksud membalas kematian ayahnya.
...Faizal Ghazi...
"Umi, aku ingin sekali pulang ke Khiabar dan menengok rumah kita dulu," kata Faizal Ghazi pada ibunya.
Ibunya hanya mendesah menarik nafas dalam-dalam dan dengan mata berkaca-kaca menjawabnya.
"Faizal, Umi rasa keadaan di sana masih tidak aman, urungkan niatmu itu..."
"Tapi Umi, Aku ingin membalas kematian ayah!" dengan nada sedikit ditinggikan Faizal Ghazi menyela ucapan ibunya.
"Faizal, Umi sudah kehilangan ayahmu, Umi tidak mau kehilanganmu juga, Nak," Fatimah mengusap matanya dengan sapu tangan. Percakapan itu terhenti, Faizal Ghazi semakin membulatkan tekadnya untuk membalaskan dendamnya.
...*****...
Tak jauh dari Negeri Padang Pasir, di Negeri Piramida, Misre
Seorang gadis cantik sedang duduk bersantai di sebuah taman tepi Sungai Nil. gadis itu bernama Nefetari Azeneth dia merasa resah mendengar kabar dari kakaknya Cleopatra Nema.
...Nefetary Azeneth...
Bahwa negeri mereka akan diserang bangsa Ramowi, dulu negeri mereka begitu jaya menaklukan bangsa-bangsa lain. Kini situasinya sudah berubah, semenjak kakaknya memerintah negeri itu. Bangsa-bangsa lain melihat kemunduran yang terjadi pada negeri Piramida itu.
Semenjak mereka didera sepuluh tulah dari Dewa kaum El-Sira yang mengerikan. Apalagi tulah terakhir yang membinasakan semua anak sulung yang ada di negerinya, Misre. Ya, semua anak sulung, tak memandang itu anak manusia ataupun ternak mereka.
Pihak Kerajaan Ramowi mengutus seorang diplomat yang menyatakan Misre harus tunduk di bawah pemerintahan kerajaan Ramowi. Dia pun beranjak menemui kakaknya di kamar.
Suara Nefetary pecah, nadanya yang biasanya penuh percaya diri bergetar, “Kak, kau menyerah kepada Ramowi? Setelah semua strategi kita, aliansi kita…”
Nefetary Azeneth bertanya dengan cemas ketika berada di ruang kerja Cleopatra Nema yang mewah, permadani Ramowi kini menghiasi dinding Misre.
Cleopatra Nema tersenyum penuh teka-teki, menyesuaikan gesper permata pada gaunnya yang dipengaruhi gaya Ramowi, "Nefetary, ahli strategiku sayang. Menyerah bukan berarti kekalahan. Anggap ini sebagai... reposisi strategis."
"Ramowi adalah kekuatan yang sedang bangkit, Nefetary. Kekuatan yang dapat melindungi kita dari... bayangan yang mengintai."
Nefetary Azeneth berhenti mondar-mandir, kecurigaan mengaburkan wajahnya.
Bayangan mengintai? Apa maksud kakaknya?
Nefetary memberi isyarat secara dramatis, jubah Misrenya berputar-putar di sekelilingnya, "Bayangan? Bayangan apa, Kak? Kau berbicara penuh teka-teki!"
"Apakah kakak bermaksud melakukan pengkhianatan? Seseorang berkomplot melawan Misre?”
Tatapan Cleopatra melembut, tangannya terulur menyentuh lengan Nefetary, "Bukan Misre, Nefetary. Kita. Kau dan aku."
"Aku telah... menyaksikan hal-hal yang meresahkan baru-baru ini. Hal-hal yang tidak mudah untuk dijelaskan."
Mata tajam Nefetary mengamati wajah kakaknya. Ini tidak seperti kakaknya; sikap tenangnya yang biasa digantikan oleh rasa gugup yang meresahkan.
Nefetary Azeneth menyipitkan matanya, mencari jawaban dalam tatapan mengelak Cleopatra, "Meresahkan? Seperti apa, Kak?"
Suara Cleopatra merendah menjadi bisikan, matanya mengamati sekeliling ruangan seolah tak ingin melihat sesuatu yang mengintai di balik bayangan, "Itu... sulit untuk dijelaskan. Perasaan, kehadiran... seolah-olah kita sedang diawasi."
Nefetary, yang selalu skeptis, tetap tidak yakin, namun ketakutan Cleopatra sangat jelas. "Diintai? Oleh siapa? Orang Ramowi?"
Cleopatra memijat pelipisnya, alisnya berkerut sambil berpikir, "Bukan, bukan orang Ramowi... sesuatu... yang lain."
"Aku melihat seorang tentara Ramowi... Aku bersumpah dia... berubah. Kulitnya menjadi bersisik, matanya seperti reptil... seperti..."
Nefetary menatap kakaknya, kilatan rasa tidak percaya di matanya. "Berubah? Reptil? Kak, apakah kamu baik-baik saja? Mungkin tekanan aliansi telah berdampak buruk..."
Cleopatra Nema bangkit dengan cepat, mondar-mandir lagi, permata di gaunnya berdenting pelan, "Aku tahu apa yang kulihat, Nefetary! Itu adalah salah satu Liz-ert! Mereka seharusnya punah! Tapi itu hanya sebuah mitos!"
Liz-ert, ras reptil yang dikabarkan memiliki kekuatan melakukan perubahan bentuk. Ras yang dianggap Nefetary sebagai legenda belaka.
Mata Nefetary melebar, percikan keterkejutan bercampur ketakutan berkobar dalam dirinya, "Liz-ert? Tapi... itu tidak mungkin!"
"Jika itu benar... jika mereka menyusup ke Ramowi... itu bisa jadi menjelaskan segalanya. Keputusan penyerbuan mereka, ketertarikan mereka yang tiba-tiba terhadap wilayah kita..." desis Nefetary Azeneth.
Mata Cleopatra Nema mengeras karena tekad, suaranya mengandung nada mendesak, "Tepatnya. Mereka sedang memainkan permainan panjang, Nefetary. Menggunakan Ramowi sebagai pion untuk mengacaukan semua wilayah, untuk memicu perang antar negara."
"Kita harus segera menguak kenyataannya, Nefetary. Sebelum semuanya terlambat."
Bersambung...
Negeri Sakura, Ponin.
Di sebuah kuil Shonti seorang gadis Miko merasa gelisah. Pasalnya api lilin yang ada di kuilnya bergerak tidak tenang meskipun tidak ada angin yang berhembus di dalam kuil itu.
Mitsuko Izumi, gadis itu tetap bergeming dalam meditasinya. Mencoba memasuki dunia astral para Dewa Dewi, berharap mendapat jawaban dari suasana hatinya yang penuh kekhawatiran dan kecemasan tanpa mengetahui sebabnya.
...Mitsuko Izumi...
Setelah beberapa saat, akhirnya rohnya pun berada di dunia astral.
Dalam dunia roh itu Mitsuko ditemui Dewi Mizuha, sang Dewi menuntunnya ke sebuah danau kecil.
...Dewi Mizuha...
"Mitsuko Izumi, perhatikanlah permukaan danau itu baik-baik dan lihatlah!"
Mitsuko Izumi melakukan apa yang diperintahkan Dewi Mizuha.
Tak berapa lama permukaan danau itu seperti menampilkan suatu gambaran yang bergerak.
Mitsuko Izumi melihat serangkaian intrik dalam istana Kaisar yang berakhir pada perang besar yang melibatkan banyak Kerajaan di negerinya. Tiba-tiba danau itu menampilkan sesosok manusia yang berubah wujud menjadi manusia reptil.
Dan dilihatnya pula reptil itu tengah memangsa seorang prajurit Kaisar. Manusia kadal itu memakannya hidup-hidup. Membuat hati Mitsuko Izumi terasa miris, sekaligus terheran melihat manusia kadal itu.
"Dari mana makhluk itu berasal?* pikir Mitsuko Izumi.
Dewi Mizuha tahu apa yang dipikirkan Mitsuko Izumi, " Mereka, dari luar duniamu, Mitsuko Izumi."
"Mereka itu musuh semua yang hidup di alam semesta, parasit, pemusnah peradaban, pemangsa yang rakus, bahkan kami para Dewa Dewi tak memahami kenapa mereka diciptakan Sang Roh Suci Yang Agung."
Mitsuko Izumi mengerutkan alisnya, penjelasan Dewi Mizuha tidak memuaskan rasa keingintahuannya, namun kemudian di dalam danau itu muncul bayangan baru seperti pasukan manusia kadal yang bergerak menyerang di hampir semua penjuru dunia termasuk negerinya.
Kemudian Mitsuko Izumi melihat wajah-wajah muda mudi penuh semangat melawan makhluk-makhluk bersisik itu. Seperti para ksatria muda yang mempunyai kekuatan unik masing-masing dan dirinya pun ada di antara mereka.
"Owh.. a-aku ada bersama mereka?"
"Ya, Mitsuko Izumi mereka yang terpilih dari kami semua untuk melindungi kaummu juga kau yang terpilih dariku," ucap Dewi Mizuha.
"Terimalah, ini...." Dewi Mizuha memberikan sebuah batu seperti mutiara yang berwarna biru bening.
"Apa ini?" tanya Mitsuko Izumi penasaran.
"Itu adalah Víz, Nerkhuzogh yang akan menemanimu dan melindungimu nantinya jika kau berhadapan dengan para reptilian itu."
"N-nerkhuzogh?"
"Kenapa harus kami yang mendapat tugas untuk memusnahkan mereka, kenapa bukan kalian saja para Dewa Dewi yang melakukannya," tanya Mitsuko Izumi menatap tajam Dewi Mizuha.
"Manusia sudah banyak melupakan bahkan meninggalkan kami, kau mengharapkan hal yang sia-sia." Dewi Mizuha berbalik menatap Mitsuko Izumi dengan tegas, sebuah isyarat agar Mitsuko Izumi merenungkannya.
"Alasan kedua, kekuatan kami yang dahsyat bisa jadi justru akan turut memusnahkan umat manusia, apakah kau paham maksudku?" Kembali Mizuha memandang Mitsuko Izumi tapi kali ini dengan tatapan lembutnya.
Mitsuko Izumi merenungkan jawaban Dewi Mizuha dan membayangkan jika sebuah tsunami dahsyat menerpa negerinya, tentu akan memakan banyak korban di kedua belah pihak.
"Lalu tentang Ner.. benda ini?" Mitsuko Izumi membuka genggaman tangannya dan memperlihatkan mutiara biru bening.
"Nerkhuzogh, mereka sebenarnya juga bentuk kehidupan seperti halnya manusia namun mereka lebih ke bentuk kasat mata yang mempunyai energi besar yang berbeda tiap masing-masing dari mereka."
"Mereka membutuhkan inang untuk melakukan hal yang mereka inginkan," Mizuha pun menjelaskan panjang lebar mengenai Nerkhuzogh yang gemar bertarung satu sama lain. Dan bahkan bisa menjadi ancaman kehancuran suatu dunia jika inangnya bersifat jahat. Namun ketika mereka tiba di bumi dan menyatu dengan jiwa manusia, para Nerkhuzogh itu takluk dengan roh yang ada di dalam tubuh manusia. Mereka tak bisa seenaknya mengendalikan jiwa manusia oleh karena roh yang penuh hikmat justru mengurung mereka.
"Dan Nerkhuzogh milikmu itu mampu memanipulasi air, kau akan bisa mengendalikan atau pun mengubah wujud air sekehendak hatimu, kau bahkan bisa bernafas bagai ikan di dalam air," ucap Dewi Mizuha.
"Mereka pendiam, sangat jarang berbicara pada inangnya. tetapi sebut namanya jika kau membutuhkan bantuannya," lanjut Dewi Mizuha sambil menjamah tangan Mitsuko Izumi dan menutup telapak tangannya kembali menggenggam Víz, Nerkhuzogh biru bening.
"Baiklah, Mitsuko Izumi aku sudahi pertemuan ini, selanjutnya kau akan dipertemukan mereka yang terpilih seiring perjalanan hidupmu."
Ucapan terakhir Dewi Mizuha itu membuyarkan dunia astral memaksa roh Mitsuko Izumi kembali sepenuhnya ke dalam tubuhnya yang saat itu berada di depan puluhan lilin yang kembali tenang nyalanya.
...*****...
Negeri Para Matador, Sponyal.
Hingar bingar ramai sorak sorai orang-orang yang melihat pertunjukan Matador seorang torero muda bernama Ignacio Salvatore terdengar riuh membahana memeriahkan suasana.
Ignacio Salvatore untuk kedua kalinya melakukan kemahirannya bermain-main dengan banteng ganas. Namun saat itu dia merasakan ada yang aneh dengan banteng besar yang ada di depannya.
...Ignacio Salvatore...
Ignacio Salvatore memperhatikan sepasang mata banteng itu sangat aneh.
"Matanya... seperti mata ular... aneh!" pikir pemuda bertubuh atletis itu.
"Selain itu gerakannya tidak seperti banteng pada umumnya, yang satu ini... lihai !" Dia berbicara pada dirinya sendiri memperhatikan keanehan pada banteng yang dihadapinya itu.
Penonton makin riuh menyaksikan kengerian pertunjukan itu, mereka menyaksikan hampir beberapa kali Ignacio Salvatore terkena serudukan tanduk tajam sang banteng.
Tiba-tiba lenguhan banteng itu berubah suaranya menjadi geraman binatang buas yang berbeda.
Groaaarrr!!
Sontak Ignacio Salvatore terkejut bukan main, dan semakin terlonjak kaget ketika melihat banteng itu berdiri dengan dua kakinya, tak hanya di situ banteng tersebut mulai merubah kedua kaki depannya menjadi dua lengan yang bercakar tajam.
Melihat hal itu penonton makin riuh, beberapa ada yang menyuruh Ignacio Salvatore untuk langsung menghabisinya. Yang lainnya memberi peringatan agar Ignacio Salvatore menyelamatkan diri. Beberapa penonton keluar dari arena karena merasa takut dengan banteng yang berubah aneh itu.
"Tusuk jantungnya sekarang Salvatore!"
"I-itu itu Minotaur!" Beberapa yang lainnya mengira banteng itu adalah Minotaur.
"Bunuh.. bunuh.. bunuh.. " Penonton kini memberi semangat pada Ignacio Salvatore, dua torero yang lain turun ke arena naluri mereka merasakan Ignacio Salvatore dalam bahaya besar, masing-masing menghunus pedang tusuk mereka.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!