Seorang gadis cantik, bersama rekannya sedang menjalankan misi rahasia. Dengan kemampuan terbaiknya, gadis cantik itu mampu menyusup ke sebuah tempat terpencil.
Namun, sesampainya disana. Ternyata dirinya telah di kepung oleh puluhan orang dengan menodongkan pistol ke arahnya.
“Sialan! Kenapa mereka bisa tahu?” desis gadis cantik itu dengan wajah geram, dia melirik ke arah rekannya yang terlihat biasa saja.
“Hahaha ... kau tidak akan bisa lari Nona manis!” terlihat seorang pria keluar membela kerumunan pria berbaju hitam itu.
Gadis cantik itu menodongkan pistol ke arah pria itu, matanya terlihat tak gentar sedikitpun seolah hal itu bukanlah masalah besar untuknya.
“Ck,ck, ternyata kau tidak takut rupanya, meskipun telah di ujung tanduk! Aku benar-benar kagum denganmu agen Danvers!” pria itu mengacungkan jempolnya melihat keberanian gadis didepannya itu.
Kemudian pria itu menatap rekan gadis cantik itu dan berkata, “Apa kau akan terus berpura-pura menjadi rekan yang baik, Dennis?” tanya pria itu menatap rekan gadis cantik itu, membuat gadis cantik itu terkejut.
Pria itu tersenyum mengejek. “Kenapa terkejut, heh?!” rekan gadis itu berdiri di samping pria itu.
“Jadi semua ini hanya jebakan?” tanya gadis cantik itu dengan marah yang memerah karena marah.
Sang rekan tertawa terbahak-bahak, setelah menghentikan tawanya. Pria itu berkata, “Maafkan aku, Kara Danvers. Tapi hari ini kau harus mati! Aku tidak ingin ada penghalang untuk karirku yang cemerlang!” ucap Dennis seorang pria berusia 28 tahun.
Dennis memang iri dengan Kara, gadis cantik itu bisa meraih kesuksesan meski dia hanya seorang wanita. Bahkan kemampuan beladiri Kara, masih kalah jauh dengannya.
Kara bahkan akan mendapatkan penghargaan setelah misi ini, namun ternyata Dennis sudah merencanakan membunuh Kara. Dia tak ingin kara mendapatkan penghargaan itu lagi untuk kesekian kalinya.
Rahang Kara mengeras, dia menggertakkan giginya. Dia tak menyangka, jika pria yang di anggapnya rekan dan sahabat, bekerja sama dengan seorang mafia untuk membunuhnya.
“Dasar bajingan kau Denis! Pengkhianat!” desis Kara.
Dengan kecepatan tinggi, Kara menarik pelatuknya. Tapi sebuah t*mbakan mengarah pada dirinya.
Dor!
Dor!
Kara tersungkur ke lantai, dengan memegangi per*tnya. Gadis cantik itu mendongak menatap Dennis yang juga terkena tembakannya meski bukan di tit*k f*tal.
“Kurang ajar kau Kara!” teriak Dennis murka.
D*rah s*gar mengalir di bibir gadis cantik itu, bibir gadis itu menyunggingkan senyum sinis. "Kau berkhianat, hanya karena iri dengan seorang wanita! Itu tandanya kau hanyalah laki-laki pengecut, yang tidak mampu melampaui aku!" ejek Kara.
Darah Dennis mendidih mendengar ejekan itu, tangannya mengepal kuat. Sedangkan Kara, semakin memprovokasi pria itu. Dia sedang menyiapkan sesuatu agar semua terkena dampaknya.
"Gadis sialan! Tembak wanita itu!" murka Dennis
Dor!
Dor!
Dor!
Puluhan peluru meluncur ke arah Kara, namun kara tidak ingin mati sendiri, dengan cepat mengeluarkan bom yang sudah di ambil dari kantongnya.
Mata Dennis bersama pria mafia itu melotot. Mereka segera berlari keluar tanpa menghiraukan pengawal itu, bagi keduanya nyawa mereka harus lebih utama.
Boom!
Duar!
Tempat terpencil itu meledak, membuat orang-orang yang ada di dalamnya tentu t*was. Termasuk Kara Danvers, seorang agen ganda berbakat.
Kobaran api melalap tempat tersebut, terlihat Dennis dan pria mafia itu terhempas dengan terkena p*cahan serta r*ntuhan bangunan itu.
"Mari menundukkan kepala sejenak untuk mengenang Agen Kara Danvers!" ucap Dennis menunduk sebentar lalu menyeringai puas.
"Kerja bagus! Dengan ini, aku leluasa bisa menjalankan bisnisku. Karena kau berada di pihak ku, dan jadilah mata-mata!" Pria mafia yang bernama Orlando itu menepuk pundak Dennis, kemudian berbalik pergi dalam keadaan pincang begitupun dengan Dennis.
Di sebuah rumah sakit besar, terlihat sepasang suami istri menunggu cemas keadaan sang putri. Terlihat sangat suami terus menyalahkan sang istri, karena kelalaiannya.
"Ini semua karena kamu! Seandainya kamu tidak ceroboh, Vara tidak akan celaka seperti ini!" tunjuk seorang pria bernama Arvin Mahardika kepada sang istri bernama Selvira Prameswari.
Sang istri hanya diam, sembari berdoa dalam hati. Agar sang putri selamat, dia merasa bersalah karena meninggalkan sang putri walau hanya sejenak.
"Mas Arvin! Sudahlah ... mungkin Mbak Selvira gak sengaja!" sahut seorang wanita berpakaian glamor, mengelus punggung pria itu.
"Kamu jangan belain dia Amara! Dia memang tidak becus jadi ibu!" balas Arvin semakin membuat luka di dalam hati sang istri.
"Sabar Mas ... kita berdoa saja, semoga Vara selamat dan kembali pada kita," ujar Amara lembut, mencoba menenangkan pria dihadapannya itu.
Semoga saja anak itu mati! batin Amara.
"Kamu benar Amara!" ucap Arvin sudah bisa merasa menguasai emosinya.
Kini ketiga orang itu menunggu di depan pintu gawat darurat, tak lama seorang dokter keluar dengan wajah yang tidak bisa di artikan. Membuat Amara dan Arvin harap-harap cemas dengan keadaan sang putri.
"Bagaimana keadaan Putri saya, Dok?" tanya Amara bangkit dari kursi tunggu.
Dokter pria yang berusia 35 tahun itu menghela nafasnya. "Maafkan kami Tuan dan Nyonya Mahardika, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun, takdir berkata lain ..." sahut sang dokter merasa ikut bersimpati.
Deg!
Selvira luruh ke lantai, dia tidak bisa menopang tubuhnya setelah mendengar ucapan sang dokter. Wanita cantik berkulit putih itu menangis tergugu.
"Tidak ... itu tidak mungkin 'kan, Dok?!" Arvin memegang bahu sang dokter, untuk memastikan ucapan sang dokter.
"Mas ... lepaskan!" Amara menarik tangan Arvin.
"Maaf Tuan, Nona Zylvara tidak bisa diselamatkan karena benturan keras di kepalanya!" ucap sang dokter semakin membuat Amara dan Arvin terluka.
"Tidak ... putriku tidak mungkin tiada!" teriak Arvin berjongkok, pria berusia 29 tahun itu menangis.
"Mas! Sabar yah! Aku juga sangat bersedih!" ucap Amara mencoba menguatkan Arvin dan berpura-pura ikut menangis.
Akhirnya! Selamat tinggal anak sialan, tunggu ibumu juga. Kalian akan bersama-sama disana! batin Amara bersorak gembira.
"Tidak! Putriku Vara ... " suara Selvira terdengar sangat memilukan.
Sang dokter menatap iba kedua pasangan itu, tak lama seorang suster keluar dengan wajah terkejut.
"Dok! Jantung pasien kembali berdetak!" ucap suster itu dengan wajah terlihat lega.
"Benarkah?" sang dokter itu terkejut, apalagi melihat suster didepannya mengangguk yakin.
"Ayo kita periksa! Tuan dan Nyonya Mahardika, silahkan menunggu!" sang dokter segera berjalan dengan langkah cepat bersama sang suster.
Terlihat Selvira menghapus air matanya, dia kembali bangkit dan berdoa agar sang putri benar-benar selamat, begitu juga dengan Arvin.
Berbeda dengan Amara yang terlihat geram, tapi dia sangat mampu menyembunyikan raut wajahnya. Kilat kemarahan sekilas terlintas di matanya, lalu kembali seperti semula.
Sialan! Bagaimana anak itu bisa hidup kembali?! batin Amara geram.
“Selamatkan Putriku yaa Tuhan!” ucap Selvira.
Seorang bocah perempuan cantik, tertidur pulas di brankar rumah sakit dengan kamar khusus VIP. Setelah sempat dikatakan henti jantung, bocah kecil itu berhasil di selamatkan.
Meskipun dia sempat koma beberapa hari, bocah kecil itu berhasil melewatinya. Bahkan para dokter tercengang melihat keajaiban ini.
Bocah perempuan itu, membuka matanya perlahan, dunia sekelilingnya tampak kabur. Sebuah suara samar terdengar, namun tubuhnya terasa berat dan kaku.
Tiba-tiba, mulutnya mengeluarkan suara pelan, sebuah keluhan yang memecah keheningan.
"Uhhh ... apa yang teljadi?" suara itu keluar serak, seolah-olah dia baru saja bangun setelah tidur sangat lama.
Sang ibu yang berada disampingnya terkejut, melihat sang putri telah sadar. "Sayang! Kamu sudah bangun Princess?!"
Terlihat mata wanita cantik itu berkaca-kaca, dia segera menyentuh pipi sang putri. Namun, hal selanjutnya terjadi membuatnya terkejut.
"Maaf! Anda ciapa Nyonya?" bocah perempuan berusia 3 tahun itu menepis tangan sang wanita sambil bertanya.
Eh! Kenapa suaraku berbeda? batin bocah kecil itu terkejut.
"Ini Mama sayang! Vara lupa sama Mama?!" wanita cantik itu sangat terpukul, saat melihat tatapan datar sang putri.
"Nama caya bukan Vala, tapi Kala!" ucap bocah perempuan itu terkejut lagi, lalu menutup mulutnya sendiri dengan tangan.
Astaga! Kenapa suaraku seperti bocah?! batin Kara.
Yah, dia adalah Kara Danvers. Seorang agen ganda yang berbakat, dia jenius dan cantik. Namun, harus mati di tangan rekannya sendiri.
Mengingat rekannya, membuat Kara ingin menuntut balas dendam. Sepertinya Kara belum menyadari jika dia bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik berusia 3 tahun.
Selvira segera memencet tombol darurat di samping brankar sang putri, terlihat bocah perempuan itu berpikir sesuatu membuat Selvira semakin khawatir.
Tak lama, dokter datang bersama dengan Arvin. Wajah mereka terlihat sangat khawatir, takut-takut jika terjadi sesuatu pada Zylvara.
"Ada apa Vira?" tanya Arvin, tiba-tiba matanya tertuju pada sang putri yang terdiam merenung.
Selvira segera bangkit, lalu menatap suaminya. "Mas! Vara lupa sama aku," ujar wanita cantik itu terlihat terpukul.
"Apa maksud mu?" tanya Arvin bingung.
"Aku juga belum tahu pasti, Mas!" jawab Vira.
Kesadaran Kara kembali tertarik, saat mendengar percakapan orang-orang didekatnya. Bocah perempuan itu menatap tiga orang itu, dengan mengerutkan keningnya.
"Kalian ciapa?" tanya Kara yang telah berada di tubuh Zylvara.
Anjir! Suaraku benar-benar berubah, apa jangan-jangan karena aku baru bangun tidur yah? mata bulat nan cantik itu terlihat terkejut sekaligus bingung.
Kedua orang tua bocah itu terkejut, begitupun dengan sang dokter. Arvin segera menghampiri sang putri.
"Sayang! Kamu gak kenal Papa? Ini Pak Nak!" sahut Arvin menatap dalam mata sang putri.
Vara mengerutkan keningnya. "Tapi aku cudah gak punya olangtua Om, aku yatim piatu," jawab bocah itu jujur.
Perkataan itu tentu membuat ketiga orang dewasa itu terkejut, sedangkan Vara menatap mereka dengan heran.
Apa yang salah sih? Bukannya aku memang tidak punya orangtua! batin Kara.
Kara Danvers memang anak yatim piatu, dia dibesarkan di panti asuhan sejak dia masih bayi. Kenapa dia memiliki kemampuan luar biasa? Itu karena dia pernah di adopsi oleh seorang kakek tua.
Kakek tua itu mengajarkan Kara seluruh kemampuan yang dia punya selama bertahun-tahun. Namun, setelah Kara menguasainya, kakek tua itu meninggal karena penyakitnya yang sudah kronis.
"Dok! Apa yang terjadi pada putriku?" tanya Arvin cemas.
Sang dokter menghela nafasnya dan berkata, "Biar saya periksa dulu Tuan Arvin!" pria berusia 35 tahun itu segera memeriksa bocah kecil.
"Doktel mau apa?" tanya Vara ( sekarang kita panggil Kara dengan Vara yah )
Bocah itu menatap sang dokter dengan penuh kewaspadaan, membuat sang dokter menghela nafasnya.
"Dokter hanya mau memeriksa kondisi Nona!" ucap sang dokter lembut.
Bocah perempuan cantik itu mengangguk polos. "Baiklah!"
Sang dokter mulai pemeriksaan, sang dokter bahkan membawa Vara untuk melakukan CT scan atau MRI untuk memeriksa kondisi bocah kecil itu.
Kedua orangtua Vara, harap-harap cemas. Mereka hanya bisa menunggu sambil berdoa. Meski mereka memiliki hubungan yang sedikit renggang karena orang ketiga. Tapi untuk anak, mereka harus tetap akur.
Setelah pemeriksaan selesai, sang dokter menemui orang tua bocah perempuan cantik dan imut itu.
"Bagaimana Dok?" tanya Selvira. Pasangan itu sedang berada di ruangan sang dokter.
"Setelah kami melakukan serangkaian tes, saya menyimpulkan Nona Vara mengalami amnesia akibat benturan keras di kepalanya," jelas sang dokter.
Deg!
Mata pasangan suami istri itu terbuka lebar, mereka tidak menyangka jika sang putri akan hilang ingatan.
Setelah mendengarkan penjelasan sang dokter, suami-istri itu melangkah ke arah ruang inap sang putri. Sedangkan Kara yang berada di tubuh Vara masih bingung.
"Custel! Ini tahun belapa?" tanya Vara, menatap suster yang sedang menemaninya.
Anjir! Nyebut R dan S saja aku gak bisa! maki Vara dalam hati merasa malu.
Meski bingung dengan bocah perempuan dihadapannya ini, sang suster tetap menjawab, "Ini tahun 2024 Nona!" jawab sang suster.
Vara mengangguk, lalu kembali menatap suster itu. "Custel, boleh ambilkan aku celmin?" tanya Vara.
"Sebentar yah!" suster itu mengeluarkan cermin kecil miliknya yang berada di saku, lalu memberikannya pada gadis kecil di sampingnya ini.
Vara menerimanya, lalu segera melihat wajahnya di cermin. Mata bulat gadis cantik itu terlihat melotot lucu, saat melihat wajah orang lain di cermin.
"Custel, ciapa anak ini?" tanya Vara terkejut menatap suster tersebut.
Suster wanita itu terlihat terkekeh lucu, bisa-bisanya anak kecil ini tidak tahu wajahnya sendiri, pikir suster itu.
"Itukan Nona! Masa Nona tidak kenal wajah Nona sendiri?!" jawab sang suster sabar.
Kara Danvers terkejut, lalu menggeleng cepat. Dia meraba-raba wajah itu. Lalu mencubit pipi gembul gadis itu membuatnya meringis.
"Lah benal! Ini wajahku, tapi kenapa bica belubah?" gumam Vara terkejut.
Sebentar! Tidak mungkin bukan, aku bertransmigrasi ke tubuh bocah? batin Kara menerka-nerka.
Vara kemudian meraba-raba tubuh kecilnya, dan ternyata benar. Gadis cantik yang sekarang di tubuh anak kecil itu semakin terkejut.
Tidak mungkin! Transmigrasi adalah hal yang mustahil! bantah Kara dalam hati.
Tapi melihat apa yang ada di depan matanya, mau tak mau. Dia harus mempercayai, dia benar-benar bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan.
Anjir! Aku bertransmigrasi, wah daebak! batin Kara merasa kagum.
Tentu sebagai orang yang mempercayai pemikiran rasional, tentu ini membuat Kara merasa mustahil. Bahkan, rata-rata orang yang ada di muka bumi ini juga berpikiran sama dengannya.
Perilaku Vara tentu tidak luput dari sang suster dan juga orangtuanya yang ternyata sudah ada di ambang pintu. Mereka terlihat sangat heran dan khawatir.
Vara kini mulai memahami situasi, dia harus terjebak di dalam tubuh bocah perempuan cantik.
"Mama minta maaf yah sayang! Gara-gara Mama, Vara hilang ingatan!" ucap Selvira mengelus rambut sang putri yang hanya diam.
Aku tidak hilang ingatan cuk! Aku memang bukan Vara! teriak Kara dalam hati merasa frustasi.
Vara hanya mengangguk polos, mendengar apa yang dikatakan wanita didepannya ini. Dia menutup matanya, menikmati elusan di rambutnya itu. Hal, yang tidak pernah didapatkannya dulu.
"Coba panggil Mama, sayang!" ucap Selvira lembut.
Vara membuka matanya, menatap wanita cantik yang menjadi ibunya itu. "Ma—mama!" Vara berucap kaku.
Selvira tersenyum menatap sang putri. "Putri Mama memang cerdas!" ucap wanita itu.
Cup!
Mata Vara berkedip-kedip, saat mendapatkan ciuman di pipi gembul nya, membuat Selvira terkekeh kecil. Vara menatap wanita berkulit putih itu.
Ternyata mama bocah ini sangat cantik! Apa ini karena permintaan ku, sebelum aku mati?! batin Vara.
Mata Vara menerawang, teringat dirinya sebelum meninggal. Dia sempat berdoa agar memiliki orang tua, dan ternyata di kabulkan dengan cara yang tak pernah dia sangka.
"Vara sayang! Kamu kenapa Nak? Ngantuk? Kalau begitu Vara tidur saja yah!" ucap Selvira lembut.
"Vala tidak mau tidul! Vala mau nonton, boleh?!" mata bulat bocah itu terlihat menggemaskan.
"Baiklah! Mama nyalakan tv-nya yah!" Selvira mengambil remot yang berada di atas meja dekat tv tersebut.
"Ini sayang!"
Selvira memberikan remot pada sang putri, dengan jari jemarinya yang gembul. Vara menekan tombol power, tiba-tiba berita tentang kebakaran di sebuah tempat terpencil, di siarkan.
Vara fokus pada tontonan nya, hingga Selvira mengganti chanel tv tersebut. Vara sepertinya ingin mengumpat.
Sialan! Kenapa di ganti? maki Vara dalam hati.
"Sayang! Kamu tidak boleh nonton seperti itu, tidak baik untuk anak kecil seperti Vara ..."
Aku bukan anak kecil lagi woy! teriak Vara dalam hati merasa frustasi.
Di lorong rumah sakit, Arvin bertemu dengan istri keduanya. Yaitu, Amara, terlihat wanita itu mengejar Arvin yang berada di depannya.
"Mas Arvin!" panggil Amara, dengan heelsnya Yang terdengar di lantai rumah sakit.
Arvin berhenti, lalu menoleh menatap istri keduanya itu. "Kamu darimana saja Amara?" tanya pria itu.
Dengan tenang Amara menjawab, "Aku dari mansion Mas! Bukannya Mas tahu, ada Lunaira yang membutuhkan aku," jawab Amara.
Arvin mengangguk percaya, ya dia memang memiliki dua istri sekaligus. Pertama, Selvira ibu dari Vara. Dan Amara, cinta pertamanya.
Amara telah memiliki anak dari suami pertamanya dulu, mereka awalnya berselingkuh di belakang Selvira. Namun, saat ini Arvin terang-terangan membawa cinta pertamanya ke mansion miliknya bersama sang istri.
Tentu Arvin tidak bisa melupakan cinta pertamanya, dulu mereka berpisah karena Amara di jodohkan oleh orangtuanya pada seorang pengusaha kaya.
Namun suami Amara bangkrut, mereka bercerai. Amara yang tahu, jika Arvin telah sukses kini kembali mendekati pria itu meski telah beristri.
"Bagaimana keadaan Vara Mas?" tanya Amara berpura-pura peduli.
Arvin menghela nafasnya, sambil melangkah kakinya diikuti oleh Amara. "Dia hilang ingatan!" ucap pria itu sedih.
"Loh! Bagus dong Mas!" celetuk Amara keceplosan.
"Apa maksud mu?" Arvin menatap dalam wanita yang menjadi cinta pertamanya itu.
Amara gelagapan, dia mencoba tenang. "Begini ... Mas! Maksud aku tuh, bagus kalau Vara lupa ingatan. Biar dia tidak trauma dengan kejadian yang menimpanya itu," ujar wanita glamor itu memberi alasan.
Arvin terlihat mengangguk, mempercayai omongan istri keduanya itu. Amara menghela nafas lega, saat Arvin percaya padanya.
Sialan! Untungnya Mas Arvin percaya! maki Amara dalam hati, dia merutuki mulutnya yang keceplosan.
Sebenarnya Amara mengatakan hal itu, karena tidak ingin Vara mengingat kejadian itu. Dia tak ingin Vara mengungkapkan sesuatu yang membuatnya terancam posisinya.
"Mas! Bagaimana kalau aku saja yang mengasuh Vara? Biar mbak Selvira bisa beristirahat dulu," ujar Amara lembut, dia memiliki rencana lain untuk bocah perempuan itu.
"Aku juga sudah menganggap Vara sebagai putriku Mas! Mau bagaimana pun, aku juga ibunya. Meski hanyalah ibu tiri," sambung Amara bersandiwara.
Arvin terlihat berpikir sejenak, kemudian mengangguk setuju. Dia berpikir jika Vara akan lebih dekat dengan ibu tirinya juga.
"Kamu benar sayang! Mas setuju!" ucap Arvin.
Amara tersenyum manis, dalam hatinya dia bersorak gembira. Dengan begini, dia bisa menyiksa Vara secara perlahan serta mengawasi bocah perempuan itu agar ingatannya tidak kembali.
"Terimakasih Mas!" Amara bergelayut manja di lengan kekar Arvin.
"Hmm ... sama-sama sayang! Nanti aku akan berbicara dengan Selvira!" sahut Arvin mengusap pucuk kepala sang istri kedua.
Keduanya tiba di ruangan VIP, tempat Vara di rawat. Saat membuka pintu, mereka melihat ibu dan anak sedang menonton acara kartun anak-anak.
Sedangkan Vara terlihat sangat bosan melihat, kartun anak-anak itu. Tapi dia sangat mampu mengendalikan ekspresinya.
Film macam apa ini? Ini hanya untuk anak-anak woy, bukan seperti aku yang sudah dewasa! teriak Vara frustasi.
Baru sehari menjadi bocah kecil, dirinya sudah sangat frustasi. Entah apa yang ada terjadi padanya lagi.
"Princess! Papa datang!" ucap Arvin lembut.
Kedua wanita beda generasi itu menoleh, jika Selvira menatap penuh luka sang suami. Vara hanya menatap datar pria dan wanita glamor didepannya ini.
"Sayang! Kamu pasti tidak ingatkan, dia siapa?" Arvin menghampiri sang putri diikuti oleh Amara. Terlihat Selvira sedikit menjauh, dan memalingkan wajahnya.
Vara mengangguk polos, dia memang tidak mengenal wanita yang terlihat seperti ulat bulu itu.
"Halo sayang! Perkenalkan, aku adalah ibumu juga. Istri Papa kamu!" ucap Amara lembut.
Vara hanya mengangguk, tapi dalam hati dia mulai mengerti sesuatu. Wah! Ternyata ada pelakor disini, lumayan bisa beri dia pelajaran. Hehehehe! Vara tertawa dalam hati.
"Halo Tante!" ucap Vara polos.
"Kok Tante sih sayang! Panggilnya Mami dong!" sahut Arvin menegur lembut sang putri.
"Mas gak apa-apa kok! Mungkin Vara masih belum terbiasa, lebih baik Mas bicara dengan Mbak Selvira!" ujar Amara tersenyum manis.
"Baiklah!"
Setelah Arvin dan Selvira keluar dari ruangan itu, terlihat wajah Amara berubah menjadi garang.
"Ternyata kamu masih bisa bertahan hidup! Aku pikir, setelah kecelakaan kamu sudah mati!" ucap Amara menatap tajam bocah perempuan itu.
Kara dalam tubuh Vara, menaikkan salah satu alisnya. "Oh, Tante calah becal. Justlu kecelakaan itu membuatku tambah kuat. Dulu aku hanya bocah biaca, sekalang aku udah ... upglade," balas Vara menatap sinis wanita didepannya itu.
Amara terkejut, saat bocah perempuan didepannya ini membalas perkataannya. Biasanya bocah ini sangat takut dengannya, tapi sekarang dia mampu membalas perkataannya. Dan apa tadi ... upgrade. Kata-kata itu dia dapat darimana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!