Hujan deras menutupi kaca jendela kafe tempat dua wanita duduk berhadapan. Agnes Cleopatra meremas cangkir kopinya, bibirnya tampak kaku, seperti sedang memikirkan cara yang tepat untuk berbicara. Di hadapannya, Alexa Shavonne bersandar santai, menatap Agnes dengan mata tajam seperti pemangsa.
"Sudah lama sekali kita tidak bertemu," kata Alexa membuka pembicaraan. Nada suaranya terdengar ramah, tetapi ada kesan dingin yang tidak dapat disembunyikan.
Agnes mengangguk pelan. "Hampir lima tahun, ya? Aku bahkan tidak menyangka kau mau meluangkan waktu untuk bertemu."
Alexa menyeringai kecil. "Aku selalu ada waktu untuk sahabat lama, Agnes. Tapi biasanya, kalau ada yang tiba-tiba menghubungiku setelah sekian lama, pasti ada sesuatu yang penting."
Agnes menatap Alexa, mencari tanda- tanda ketulusan dalam ucapannya, tetapi sulit membaca ekspresi Alexa yang selalu terkontrol. Akhirnya, dia menghela napas panjang dan memutuskan untuk langsung ke intinya.
"Kau benar. Aku butuh bantuanmu," kata Agnes pelan, nada suaranya penuh tekanan.
Alexa mengangkat alis. "Bantuan? Dalam hal apa?"
Agnes meneguk kopinya, mencoba menenangkan diri. " Apa aku bisa meminjam uang Padamu?”
Alexa terdiam sejenak, lalu menyandarkan tubuhnya lebih santai. " Dalam hal apa kau berani meminjam padaku?”
"Aku ingin bercerai dengan suami ku, dia begitu banyak berhutang pada rentenir. Untuk melunasinya Aku ingin menjual rumah kami. Tapi itu atas nama suamiku, dan aku tidak tahu bagaimana cara meyakinkannya menyerahkan rumah itu. Karena dia bersikekeh tidak ingin menjualnya. Aku pikir, mungkin kau bisa membantuku." jelas Agnes, nada suaranya per harap.
Alexa menatap Agnes lama tanpa berkata apa-apa, membuat suasana semakin tegang. la tidak langsung menanggapi, tetapi dalam kepalanya, ia sudah menyusun rencana.
Tawaran ini adalah peluang emas yang tidak pernah ia bayangkan akan datang begitu saja.
"Kau ingin menceraikan hanya karena itu saja? Tidak mungkin kan. " tanya Alexa akhirnya, meski nadanya terdengar seperti formalitas belaka.
Agnes mengangkat bahu dengan santai. "Dia tidak berguna bagiku. Hidup dengannya hanya membuatku terjebak.”
“Aku ingin bebas." ucap Agnes.
Alexa tersenyum tipis, senyum yang sulit diartikan. "Jadi kau menjual rumahnya untuk melunasi hutang?"
"Ya," jawab Agnes tanpa ragu.
Hening sejenak. Alexa mengetuk- ngetukkan jarinya ke meja, matanya menatap Agnes seperti sedang menilai apakah ini transaksi yang menguntungkan. Akhirnya, dia bersandar ke depan, tatapannya serius.
"Aku punya tawaran yang lebih baik," katanya singkat.
Agnes menatap Alexa, terkejut. "Apa maksudmu?" Ucap Agnes tampak terkejut.
Alexa tersenyum kecil, penuh percaya diri. "Aku ingin suamimu." Jawab Alexa.
Agnes mengerutkan kening, bingung. "Suamiku?" ulang Agnes.
"Ya," jawab Alexa tanpa basa-basi. "Aku akan membayar penuh. Tiga miliar, tunai. Begitu kalian bercerai, dia menjadi milikku." ucap Alexa.
Agnes menatap Alexa dengan ekspresi tak percaya. "Kau serius? Kau bahkan tidak mengenalnya!" ucap Agnes.
"Apa itu penting?" Alexa menyeringai. "Aku tidak butuh alasan. Anggap saja aku tertarik. Yang jelas, aku bisa memberimu apa yang kau mau-uang, kebebasan, dan rumah itu. Kau hanya perlu menyelesaikan pernikahanmu secepat mungkin." jelas Alexa sinis.
Agnes terdiam sejenak, berpikir. Tawaran ini jauh lebih baik pada apa pun yang ia rancanakan sebelumnya Tidak ada Agnes terdiam sejenak, berpikir.
Tawaran ini jauh lebih baik daripada apa pun yang ia rencanakan sebelumnya.
Tidak ada keraguan di mata Alexa, dan itu cukup membuatnya yakin.
"Baiklah," kata Agnes akhirnya, suaranya mantap.
"Ambil saja dia. Aku tidak peduli lagi. Tapi jangan pernah menyesali keputusanmu ini." sambung Agnes.
Alexa tersenyum puas. "Deal. Aku akan mengirim pengacara untuk membantumu. Begitu semuanya selesai, cek tiga miliar itu milikmu."
Mereka berjabat tangan, sebuah kesepakatan yang akan mengubah hidup ketiganya-Agnes, Alexa, dan Kenneth- dalam cara yang tidak pernah mereka duga.
DI SISI LAIN.
Kenneth Bernardo, berdiri di bengkel kecil yang hampir sepi. Tangannya yang kotor oleh oli masih sibuk memperbaiki mesin mobil yang rusak, meski jam kerja telah usai. Keringat bercampur debu mengalir di dahinya, tetapi tidak ada keluhan keluar dari bibirnya.
Ponselnya bergetar di saku. Dengan enggan, dia melepas sarung tangan dan mengangkat telepon. Suara dingin Agnes terdengar di ujung sana.
"Kenneth, kita harus bicara. Segera pulang setelah selesai kerja," katanya tanpa basa- basi.
Kenneth hanya menggumamkan jawaban sebelum memutuskan panggilan. Dia tahu nada itu-nada perintah, tanpa ada sedikit pun respek. Pernikahan mereka, yang dulunya ia pikir bisa menyelamatkan hidupnya, kini terasa seperti beban tak berujung.
Malam itu, ketika dia tiba di rumah kecil yang mulai lapuk, Agnes sudah menunggunya di ruang tamu. Di meja, ada setumpuk dokumen dan wajahnya yang sinis membuat Kenneth tahu apa yang akan terjadi.
"Kenneth, kita bercerai," katanya langsung tanpa jeda, tanpa emosi.
Kenneth tidak menjawab. Dia hanya menatap Agnes, mencoba mencari alasan atau penjelasan di balik keputusan ini. Tapi Agnes melanjutkan dengan nada dingin, seolah yang ia ucapkan hanyalah formalitas belaka.
"Rumah ini akan jadi jaminan untukku. Kau tidak akan rugi, karena ada seseorang yang mau membelimu. Dan aku mendapat tawaran 3 miliar untuk itu."
Kalimat terakhir itu seperti hantaman keras di wajah Kenneth.
“Membeliku?" tanyanya pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Agnes mendengus. "Jangan sok drama, Kenneth. Kau tahu hubungan kita ini sudah tidak ada artinya. Kau akan menikahi Alexa Shavonne. Dia butuh suami, dan kau... kau cukup beruntung dia mau membayar untukmu."
Kenneth terdiam, napasnya berat. Tatapan dinginnya menatap Agnes tanpa emosi, tapi dalam hatinya, api kemarahan mulai membakar.
“Jadi aku ini barang dagangan sekarang?" tanyanya dengan suara rendah, penuh kekecewaan.
Namun, tidak ada jawaban dari Agnes selain senyum sinis yang membuat Kenneth semakin muak. Di saat itu, dia sadar, pernikahan mereka bukanlah fondasi kebahagiaan, melainkan sebuah perangkap yang perlahan menghancurkan hidupnya.
Kenneth Bernardo, adalah seorang pria dengan kisah hidup yang penuh dengan tantangan dan ketabahan, usia yang memasuki angka 35 tahun, ia bekerja disebuah bengkel yang terkenal dan sudah beroperasi cukup lama, meskipun bengkel tersebh terbilang biasa bukan bengkel mewah. gajinya sangat minim jauh dari kata UMR. namun Kenneth tidak pernah mengeluh. dia menjalani hari-harinya dengan kesabaran, karena baginya pekerjaan ini adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup.
Sejak kecil, Kenneth tidak memiliki banyak keberuntungan. ia tinggal dipanti asuhan sejak usia 3 tahun orang tua nya meninggalkan nya disana tanpa mengatakan apapun. meskipun diadopsi oleh sepasan suami istri, kehidupan nya tidak pernah berubah menjadi lebih mudah.
Orang tua angkatnya telah meninggal dunia, saat usianya menginjak 18 tahun meninggalkan mereka berdua dengan saudara tiri nya bernama Leah Belleza. semua harta kedua orang tua angkatnya jatuh pada Leah Belleza meskipun berhak atas warisan tersebut Kenneth memilih tidak mengambil sepeser pun karena ia merasa bukan bagian dari keluarga tersebut. Ia hanya anak adopsi bukan dilahirkan dari keluarga itu, dan merasa tidak pantas untuk mewarisi apapun.
Kepribadian nya sangat mandiri, mesikpun hidupnya jauh dari kata mewah. Kenneth bekrja serabutan selama berpuluh-puluh tahun melakukan pekerjaan kasar dan berat hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, berkat ketekunan nya akhirnya dia mendapatkan pekerjaan tetap dibengkel tersebut. meskipun gajinya rendah, ia merasa bersyukur karena bisa bertahan hidup. dia tidak terlalu ambisius, hanya ingin hidup sederhana tapi dengan harga diri yang tidak bisa ditawar.
Sifat Kenneth Cenderung dingin, datar dan penuh rahasia. pandangan tajam dan terkesan mengerikan bagi orang lain apalagi bagi mereka yang tidak mengenalnya. dia bukan orang yang mudah terpengaruh oleh orang lainm dan tidak suka dikendalikan masikpun baik hati dan sabar dia sangat menjaga jarak. dia juga sangat menjaga harga dirinya terutama dalam hubungan dengan wanita.
Kenneth tidak suka disentuh oleh wanita yang sengaja menggoda atau mencari sebuah kepuasan karena wajahnya yang cukup tampan.
Alexa Shavonne Graham, adalah seorang wanita muda dan kaya raya di usianya menginjak 25 tahun dengan pandangan hidup yang pragmatis dan berorientasi pada uang. baginya, uang bukan hanya alat untuk memenuhi kebutuhan, tetapi juga kekuatan untuk mengendalikan segala situasi. dia percaya bahwa uang, semua masalah bisa diselesaikan, bahkan jika itu berarti mengorbankan moral atau menghalalkan cara-cara yang tidak selalu sesuai dengan norma.
Alexa memiliki sifat keras kepala, dan sangat independen. dia tidak suka ada yang mengatur atau memberi saran tentang cara menjalani hidupnya. saemua keputusan yang diambilnya adalah hasil dari pemikiran nya sendiri, dia akan melawan siapapun yang mencoba mengubah pendiriannya. dalam hidupnya, prinsip nya adalah kebebasan dan kekuasaan yang datang dari kekayaan. jika sesuatu bisa diselesaikan dengan uang, maka itulah solusi yang dipilih.
Sifat Alexa sangat pembangkan, dia tidak suka membuka diri kepada orang lain atau membiarkan orang lain mengetahui urusan pribadinya. sebagai seorang yang sangat pribadi, dia lebih memilih menyimpan perasaan, luka dan kesediahan dalam diam, menjauh dari keramaian dan pergi ketempat yang bisa menenangkan perasaan nya.
Bagi Alexa, menunjukkan kelemahan adalah hal yang tidak di inginkan karena dia selalu dilihat sebagai wanita yang tangguh dan tak berpengaruh oleh apapun.
Kepribadian yang keras dan dominan sering kali membuatnya terisolasi dari orang-orang disekitarnya. namun, dibalik semua keteguhan dan ketangguhannya, ada luka dan kekecewaan yang ia sembunyikan rapat-rapat. Alexa tak pernah membiarkan orang lain melihat sisi rapuhnya, meskipun dalam hati sering emrasa tertekan dan kesepian.
Agnes Cleopatra, lahir dala keluarga miskin dengan ayah yang kecanduan judi dan ibu yang terjerat hutang. saat berusia 17 tahun, orang tua nya yang terdesak oleh hutan besar menjualnya kepada seorang pria yang bekerja didunia gelap untuk memenuhi kewjiban finansial mereka.
Agnes bertahan di dunia yang sangat sulit, menjalani kehidupan yang penuh kesulitan dan rasa tidak dihargai. namun, ia menggunakan kecerdasannya untuk keluar dari kehidupan yang penuh penderitaan ini. setelah beberapa waktu berlalu ia berhasil memperoleh sedikit kebebasan dan uang yang ia kumpulkan dari hasil kerjanya. meski berat Agnes terpaksa menjual barang-barang yang dia miliki untuk bertahan hidup meskipun membuatnya merasa terhina.
Setelah beberapa tahun, Agnes berhasil keluar dari lingkungan tersebut dan memulai hidup baru, meskipun dengan banyak luka emosional dan finansial yang masih membekas.
Sifat Agnes sangatlahnya Egois, sering meremehkan orang lain, menghina dan berkata -kata kasar ia tidak pernah menghargai usaha orang lain untuk membantunya. tak luput pada suaminya sendiri.
Sebuah Villa megah dipedalaman Hacienda Oscura. Villa tua bergaya Kolonial di kawasan terpepencil San Miguel, Mexico. tempat itu berdiri diatas bukit tandus dengan pemandangan lembah yang sepi. meski bangunan itu terlihat seperti warisan kuno, seluruh interiornya dilengkapi teknologi modern, mencerminkan kekayaan dan kekuasaan keluarga Graham.
Alexa Shavonne Graham turun dari mobil hitam yang membawa dirinya ke halaman Hacienda Oscura. langkahnya mantap meski dalam hati ia menyimpan rasa enggan. matahari sore yang terik membuat hawa disekitar semakin panas, tapi bukan itu yang membuat darah Alexa mendidih-melainkan undangan mendadak dari kakeknya, Carlson Leaman Graham, yang katanya ingin berbicara hal penting.
Saat melangkah kedalam Villa, Alexa disambut oleh pelayan tua yang membawanya langsung keruang kerja Carlson. diruangan itu, Lelaki tua itu duduk dengan santai dikursinya mengenakan setelan linen putih yang membuatnya tampak seperti bangsawan. tidak ada tanda-tanda orang sakit-kulitnya segar, wajahnya berseri, dan cerutunya menyala terang dijemarinya.
" Kau kelihatan sehat, kakek. apa kau sengaja membohongiku hanya untuk membuatku datang jauh-jauh kesini?" Alexa langsung menyerang tanpa basa-basi.
" Kenap harus aku yang datang kesini? kau tahu aku begitu banyak urusan. " ujar Alexa kembali tersirat dingin tapi penuh wibawa.
Carlson tertawa pelan, suaranya berat tapi penuh ironi." Alexa, tidak bisakah kau percaya bahwa aku hanya ingin melihat cucu kesayanganku?karena aku sedang sekarat dan aku ingin memastikan sebelum aku pergi warisan ku tidak jatuh ketangan yang salah. "
Alexa mendengus, matanya menyipit curiga. " Kesayanagn? aku tidak ingat kapan terakhir kali kau bersikap seperti itu padaku."
" Duduklah dulu, ada yang ingin Kakek bicarakan padamu." lirikan matanya bagaikan perintah yang harus Alexa turuti.
Mereka saling berhadapan dalam tatapan dingin dan sikap yang saling dominan, Carlson menggeser sebuah dokumen ke arah Alexa diatas meja.
" Dengar baik-baik, aku mungkin tidak akan ada selamanya. sebelum waktu ku habis, aku inign memastikan bahwa warisan keluarga ini jatuh ketangan yang tepat." ucap Carlson menghisap cerutunya dalam-dalam menatap cucu perempuannya.
Alexa mendengus kecil, tapi ekspresinya berubah ketika Carlson menambhkan.
" Ada satu syarat sebelum semua ini menjadi milikmu, kau harus menikah ku beri waktu dalam satu bulan."
Alexa langsung meledak. " Pernikahan? kau bercanda kan? aku tidak butuh seorang suami untuk menjalankan semua ini. aku bisa melakukan sendiri. apa kau pikir aku perempuan lemah yang harus bergantung hidup pada pria untuk bertahan hidup?"
Carlson menyalakan kembali cerutunya, asapnya membunbung ke udara. ia tersenyum dingin melontarkan satu kalimat yang menusuk. " Semua yang kau miliki sekarang berasal dari nama keluargamu, Alexa. jangan pura-pura tidak tahu dari mana kekuatamu berasal. ini tentang kelangsungan nama keluarga. satu bulan, jika kau tidak menemukan suami dalam waktu itu, warisan ini akan jatuh ke tangan orang lain."
" Siapa? sepupu-sepupu tiriku? atau anak kesayangan Kakek yang tidak berguna itu? yang tidak bisa menguru hidup mereka sendiri."
Carlson tidak menjawab, hanya menatap dengan tatapan dingin yang membuat Alexa langsung terdiam. tetapi kemarahan jelas terlihat dia tahu melawan kakeknya bukan perkara mudah. di sisi lain, dia juga sadar bahwa warisan itu terlalu penting untuk dilepaskan, tetutama jika jatuh ke tangan rivl keluarga nya.
Dengan kemarahan yang mulai membakar dada nya, Alexa berdiri. " Aku tidak akan mengikuti permainan mu, Kakek. "
Namun, sebelum Alexa sempat meninggalkan ruangan, Calrson berkata dengan nada rendah.
"Aku sudah punya calon untukmu seseorang yang bisa membuat hidupmu berubah. " ucap Carlson.
" Aku tidak butuh, saran darimu. aku bisa mencari sendiri seseorang yang layak untuk ku. " ucap Alexa tanpa menoleh sedikitpun menatap Carlson ia meneruskan langkah kakinya sampai diambang pintu Carlson kembali berkata.
" Kau akan melakukannya, Alexa. karena aku tahu bagiamana memaksa mu untuk tidak menolak. " ucap Carlson yang semakin samar saat Alexa melangkah kan kakinya keluar ruangan tanpa mendengar ocehan Carlson yang semakin tidak masuk akal.
Sepanjang langkahnya, Alexa menggerutu dan mendumel. " Aku berharapa dia cepat mati dan dikubur di bawah tanah."
Alexa melangkah lebar menuju mobilnya yang sudah tersedia didepan pintu masuk rumah utama dan menghilang ditelan jalanan yang ditumbuhi pepohonan lebat disisi kanan dan kiri, Carlson memandang jendela menatap kepergian cucu perempuan nya dari ruangan nya di lantai 4.
...────୨ৎ────...
Sebuah kamar hotel mewah dilantai lima, penuh kemewahan namun dingin, dengan suasana yang terasa penuh rahasia.
Agnes Cleopatra, melangkah masuk ke kamar beruliskan angka 1507, suara langkah hak tingginya menggema dilantai marmer. dia menemukan Rery Gerffey sedang berdiri didekt minibar, menuangkan minuman ke dua gelas kristal. lelaki itu tampak santai dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku, tetapi soro matanya tajam menyambut kehadiran Agnes tersenyum sinis memandangnya.
" Kau datang lebih cepat dari biasanya. " ujar Rery, menyerahkan segelas Coktail padanya.
Agnes menerima gelas itu tanpa berkata apa-apa. dia berjalan menuju sofa besar di tengah ruangan, duduk dengan anggun, lalu mengangkat alis sambil memanang Rery.
" Apa kau benar-benar berpikir aku akan menolak undanganmu?"
Rery tersenyum miring, mendekat dan duduk disampingnya. " Kau memang tak pernah bisa menolak aku."
Agnes tertawa ekcil, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang berbeda, keletihanm kebosanan atau mungkin rasa takut yang tak ingin ia akui. " Aku bosa di rumah, suamiku semakin menyedihkan setiap harinya. dia bahkan tidak bisa memenuhi satu permintaku tanpa mengeluh. "
Rery mengangkat gelasnya, menyesap anggurnya perlahan sebelum menjawab. " Mungkin kau salah memilih suami. tapi aku tidak menyalahkanmu. kau hanya ingin hidup nyaman dan itu bukan dosa. "
Agnes menyipitkan matanya, ekspresi wajahnya berubah serius." Hentikan omong kosong itu, Rery. aku disini bukan untuk medengar ceramahmu."
Rery tertawa kecil, meletakkan gelasnya, lalu mendekat hingga jaraknya hanya beberapa inci dari Agnes. " Kau benar, aku disini untuk sesuatu yang lain."
Namun, sebelum Rery sempat menyentuhnya, pintu kamar mandi dibelakang mereka terbuka, dan seorang wanita muda keluar-Veanna Caroline.
Agnes tertegun, matanya melebar saat Veanna, dengan pakaian sederhana namun terlihat anggun, berjalan menuju minibar tanpa berkata sepatah kata apapun.
" Siapa dia?" tanya Agnes dengan nada dingin, meski jelas ada nada kecurigaan.
Rery tersenyum tipis, berdiri dari sofa. " Dia...... teman, aku pikir kau tidak keberatan berbagi sedikit, Agnes. bukankah kita semua butuh Variasi? "
Wajah Agnes memerah, entah karena marah atau terhina. namun, dia tahu lebih baik dari pada membuat keributan di tempat seperti ini. dia menggenggam erat gelas anggurnya mencoba menjaga ketenangan.
...────୨ৎ────...
DI SISI LAIN.
Malam itu, hujan turun dengan derasnya, menggenangi jalan-jalan diluar dan menciptkan suara gemuruh yang mengiringi kilatan petir yang menyambar langit. didalam bengkel yang sempit dan penuh dengan aroma oli dan besi, Kenneth bekerja dengan keras. suasan suram di luar seakan tidak memengaruhi fokusnya. hanya suara dentingan alat yang dipakai dan mesin yang berdengung memenuhi ruangan.
Pakaian kerja Kenneth sudah basah kuyup oleh keringat, tubuhnya yang kekar tampak terbungkus dalam baju kotor yang penuh dengan noda oli hitam. ia tidak menghiraukan betapa kotor dan lengketnya tubuhnya, atau bagaimana sisa-sisa minyak dan keringat mengalir diwajahnya yang tegang. yang ada dalam pikirannya adalah satu hal.
Menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai, mesin rusak yang harus diperbaiki, dan uang yang didapatkan dari pekerjaan ini akan digunakan untuk membayar tagihan milik istri nya yang semakin menumpuk.
Tangan Kenneth bergerak cepat, memutar alat-alat dengan keterampilan yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun bekerja dibengkel ini. ia terbiasa dengan segala jenis kotoran dan bau bahkan sudah tiba bisa membedakan lagi antara keringat dan oli yang menempel pada bajunya.
Diluar sana, hujan semakin deras dan petir terus menyambar dengan keras, namun Kenneth tidak perduli. tubuhnya lelah namun pikirannya tetap terfokus pada pekerjaan yang ada didepannya. pekerjaan yang ia lakukan tak pernah berakhir. tak perduli seberapa keras ia bekerja, tak pernah ada kata cukup untuk memenuhi kebutuhan istrinya.
Tapi, ditengah kegelisahan itu, wajah Agnes muncul dalam benaknya. wanita yang seharusnya menunggu dirumah setelah ia bekerja keras sepanjang hari. wanita yang seharusnya menghargai setiap usaha yang ia berikan. namun kenyataan nya jauh berbeda.
Dirumah yang gelap dan sunyi, Agnes tidak pernah menunggu. ia tidak pernah duduk diruang tamu yang seharusny mereka nikmati berdya setelah hari yang melelahkan.
Tanpa Kenneth ketahui, wanita itu bersama dengan orang lain. pria yang sudah beberapa kali mencuri perhatian Agnes tanpa sepengetahuan Kenneth.
DI hotel mewah, jauh dari pandangan Kenneth, Agnes sedang berbicara dengan Rery sambil tertawa, ia melepaskan segala kekhawatirn menikmati perhatian yang selama ini ia cari dari Kenneth yang selalu sibuk bekerja. wajahnyha yang semula cerah saat berada bersama Kenneth kini terlihat begitu bebas dan penuh kebahagiaan, meski itu hanya sesaat.
Agnes tidak memikirkan Keneth yang kini terbaring lelah dibengkel. ia tidak memikirkan bagaimana tubuh Kenneth yang penuh kotoran, berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Reru dengan segala pesonanya, menggoda Agnes dengan kata-kata manis dan perhatian yang tidak ia dapatkan dari Kenneth. suasana kamar hotel itu hangat dan jauh berbeda dengan dinginnya bengkel tempat Kenneth terjebak.
Agnes menikmati setiap detik yang berlalu, sementara Kenneth hanya bisa bertahan dengan kegelisahan dan terus bekerja dengan tubuh yang semakin lelah mencoba menahan rasa sakit ditubuhnya.
Dia tahu pernikahannya dengan Agnes semakin terasa asing. namun ia tetap berjuang berharap suatu hari ia akan mendapatkan pengakuan atas kerja kerasnya dan kebahagiaan akan datang padanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!