Malam ini purnama bersinar dengan terang terdengar lolongan anjing saling bersahutan,seorang perempuan tua duduk bersama seorang laki-laki berpakaian serba hitam disalah satu makam.
"Gimana mbah,apa bisa kita lakukan?"perempuan itu bertanya pada lelaki disebelahnya yang sedang menyalakan dupa terdapat sesajen dan ayam hitam didepannya.
"Sabar sebentar lagi,"lelaki itu melihat kearah sinar bulan.
Setelah beberapa saat lelaki itu mulai menyembelih ayam hitam dan menadah darahnya kedalam mangkuk kecil.
Tiba-tiba angin bertiup sangat kencang,terlihat didepan mereka sosok harimau putih menatap mereka dengan marah,harimau itu kemudian menjelma menjadi sosok manusia.
"Apa yang sedang kalian lakukan,pergilah,"sosok berwujud manusia itu mengeram dan menatap dengan mata merahnya.
"Kalau kami tidak mau,kamu mau apa,pergilah jangan campuri urusanku,"lelaki berpakaian hitam balas menatap tajam kearah sosok didepannya.
"Aku sudah memperingatkan kalian,aku diperintah untuk menjaga tempat ini,siapapun yang datang dengan maksud tidak baik,akan berhadapan denganku,haummmmm....,"sosok lelaki itu berlari dan kembali menjelma menjadi harimau dan menyerang kedua orang didepannya.
"Mbah Sugeng aku takut,"perempuan disebelah lelaki perpakaian hitam mundur ketakutan.
"Tenang,aku bisa mengatasinya,"lelaki yang dipanggil mbah Sugeng berdiri mencabut keris,dan menyabetkan keris itu kedepan.
"Haummmm...Akhhhh,"sosok harimau jatuh ketanah dengan luka dikakinya.
"Menyerah lah,pergilah orang yang menyuruhmu sudah mati,kamu bebas tidak terikat apapun,"lelaki bernama mbah Sugeng mengacungkan keris yang mengeluarkan sinar merah pekat.
"Aku sudah berjanji pada pak kyai akan menjaga tempat ini dengan nyawaku,"harimau itu bangun kembali dengan satu kaki mengeluarkan darah.
"Kamu yang minta,"lelaki itu komat kamit membaca mantra, kemudian menerjang kedepan.
"Hiatttt.....,musnah lah makhluk rendahan,"mbah Sugeng melompat,menerjang kearah harimau itu.
Dan harimau itu berkelit kekanan dan menerkam dari arah samping.
"Sreetttt....,"ia berhasil melukai tubuh mbah Sugeng bagian pinggang.
"Akhhhh...,sialan dasar makhluk rendah hina,"setelah memaki mbah Sugeng kembali menerjang, luka dipinggangnya terasa perih membuatnya sangat marah,ia terus menyerang dan menyerang sehingga sosok harimau terdesak.
"Sreetttt....,Brukhhh,"harimau putih itu jatuh bersimbah darah perutnya terkoyak,ia diam tidak berdaya.
"Sudah aku bilang jangan campuri urusanku,"mbah Sugeng mendekati harimau putih itu dan tersenyum mengejek,ia mengangkat kerisnya tinggi-tinggi,lalu ia hujamkan ke arah sosok harimau putih,tapi tiba-tiba sosok harimau seperti ada yang menarik dan kemudian menghilang.
"Sialan siapa yang sudah mencampuri urusanku,"kemudian mbah Sugeng menyimpan kembali keris kesarungnya,ia kembali duduk didepan sesaji setelah mengusap luka dipinggangnya,kemudian memangil perempuan tua yang bersembunyi dibalik pohon.
"Cepat sini,waktunya akan habis dan kita tidak akan bisa membangkitkannya,"mbah Sugeng kembali menyalakan dupa dan membacakan mantra,perempuan tua itu kembali duduk disebelahnya.
"Wahai arwah yang....,bangkit lah,aku memanggilmu,tuntaskan apa yang belum kamu tuntaskan, kejar mereka semua,"mbah Sugeng menyiramkan darah disekitar makan dan kemudian membaca mantra.
Seketika angin kencang bertiup dan lolongan anjing semakin kencang bersahutan,suasana di sekitar berubah mencekam.
Tiba-tiba asap tebal membumbung tinggi dan asap itu berubah menjadi sosok perempuan dengan luka bakar disekujur tubuhnya,bau gosong dan busuk sangat menyengat tercium disekitar tempat itu.
"Sari Neng,ini Emak,"perempuan disebelah mbah Sugeng ternyata adalah Emaknya Sari,ia maju dan ingin mendekati sosok didepannya.
"Mak,sakit Mak,perih,"sosok itu menatap perempuan didepannya.
"Iya Emak tahu,Emak tidak rela kamu mati seperti itu,pergi dan balaskan dendammu,Emak ingin mereka merasakan apa yang kamu rasakan."wanita tua itu menatap wajah Sari dengan sedih.
Sementara itu dikamar Akhmad tidur dengan gelisah,ia berteriak-teriak memangil nama Nek Ipah.
"Nek jangan pergi Nek,aku kangen sama Nenek,Nek....."
Teriakkan Akhmad terdengar oleh Imran yang sedang melaksanakan sholat tahajud.
"Mad,bangun,Akhmad bangun, "Imran menggoyangkan tubuh Akhmad yang masih memangil nama Nek Ipah sambil menangis.
Akhmad terbangun,"ia melihat kesekeliling,tadi aku bertemu Nenek Mran,itu seperti nyata dia bilang menyuruhku hati-hati."
"Sudahlah itu hanya mimpi,besok kita sambangi makam Nenek dan kakek kehutan,kita doakan mereka,udah sana ambil wudhu sholat,"Imran menepuk-nepuk tangan Akhmad,kemudian ia keluar dan pergi memeriksa sekitar rumah.
Imran terkejut begitu melihat keluar rumah kabut seperti menyelimuti seluruh rumah dan sekitarnya,Imran mengambil senter dan memeriksa sekeliling dan ternyata bukan hanya ditempatnya tapi menyelimuti hampir seluruh desa.
"Apa ini,Ya Allah apa ini,ada kejadian apa?"Imran masih terus memeriksa sekitar,ia terus berjalan menyusuri rumah-rumah warga,ketika ia sedang mengarah kan senternya kesekeliling,tiba-tiba ia melihat seperti bayangan terbang.
"Siapa itu,"dengan langkah cepat ia mengikuti arah perginya sosok bayangan itu,ia terus berjalan dan ketika sampai dipersimpangan jalan Imran terkejut ada beberapa cahaya yang terarah padanya,ia terkejut dan berteriak.
"Akhhhh....setan,"Imran berteriak karena terkejut.
Dari arah depan juga terdengar suara teriakan,"Akhhhh..setan,"terdengar suara beberapa orang dan cahaya-cahaya itu seperti tak beraturan kesana kemari.
Imran berbalik dan berteriak,"siapa disitu,aku Imran,"Imran berteriak pada mereka,karena jarak pandang yang tertutup kabut hanya hanya 1 sampai 2 meter jadi ia tidak bisa melihat kesekeliling karena tertutup kabut semua.
Terdengar suara percakapan dan kemudian,sinar-sinar itu kembali dan mendekatinya.
"Benarkah kamu Imran,"terdengar suara yang sepertinya Imran kenal.
"Kang Usup yah,"teriak Imran.
"Iya,kamu Imran ya,"sinar-sinar dari senter mendekatinya dan setelah deket terlihat ia melihat ada kang Usup beserta 3 warga lainnya.
"Iya kang,loh kang Usup lagi ronda kang?"
"Iya Mran,kami sedang ronda keliling kampung,tapi setelah ada suara lolongan anjing bersahutan tiba-tiba kabut muncul dan ternyata seluruh desa ditutup kabut semua."Sahut kang Usup.
Akhirnya Imran ikut bergabung dengan mereka keliling desa.
Paginya suasana desa seperti biasa,mereka beraktivitas kesawah dan ladang,kejadian semalam tidak banyak yang tahu.
Dibatas desa terlihat sebuah mobil masuk,dan didalamnya terlihat Kang Azam,Dewi dan maharani yang dipanggil Rani (9 tahu) anaknya memasuki desa mereka.
Rani terlihat senang,sepanjang jalan ia selalu berceloteh,tapi begitu melewati pohon-pohon besar kanan kiri jalan Rani terdiam,tapi kemudian ia tersenyum dan melambaikan tangan.
Dewi yang sedang melihat kearah Rani terkejut,"Rani sayang kamu lihat apa Neng?"Dewi melihat arah tatapan Maharani.
"Itu Bu,ada kakak cantik sekali,ia melambaikan tangan pada Rani."
Deg,jantung Dewi berdegup kencang,"Kang,"Dewi menatap Kang Azam.
"Kita bicarakan nanti,biarkan saja dulu,kita sebentar lagi sampai."Kang azam berusaha menenangkan Dewi.
Mereka sampai didepan rumah kang Azam yang dulu,dan sekarang sudah dibangun,Bapaknya Dewi,pak Darso sudah menunggu didepan rumah.
"Kakek...."Maharani berlari memeluk Kakeknya.
"Rani cucu kakek,pak Darso langsung memeluk cucunya dengan erat.
Dewi menghampiri mereka dan mengalami bapaknya dan memeluknya,begitu pun dengan Azam.
"Masuk,masuk,"Bapak Darso mengendong Maharani masuk.
Setelah mereka duduk Bapak memangil Inah anak tetangga yang membantu Bapak dirumah,"Inah siapkan minum dan makanan."
"Iya pak,"beberapa saat kemudian Inah datang dari belakang membawa minuman dan makanan.
"Teteh,kok baru kesini lagi,kasian tuh Bapak setiap hari liat kejalan berharap Teteh pulang."
"Ya Nah,Kang Azam sibuk,lagian kan Rani juga sekolah,ini mumpung Rani libur sekolah jadi kita kesini,"kata Dewi,lalu Dewi mengeluarkan bingkisan dari tas bajunya dan memberikannya pada Inah.
"Buat saya Teh,"Inah terlihat sangat senang.
"Iya,makasih selama ini udah rawat Bapak."
"Ah Teteh bisa aja,kan saya juga suka dikasih duit sama Teteh."
"Udah sana masuk Inah,Bapak masih kangen sama Dewi mau gobrol,kalau kamu nimbrung bisa enggak kebagian ngomong,"Bapak Darso mengusir Inah pergi.
"Iya pak,"sambil cemberut Inah berlalu kebelakang.
"Minumlah dulu tehnya,terus istirahat Bapak mau ngajak Rani kebelakang melihat burung-burung,dan jago peliharaan Bapak,oh ya nanti malam ada acara dibalai Desa,rombongan kang Jejen yang ngisi acara dan besok juga ada wayang kulit."
"Acara apaan Pak?"Dewi yang mau beranjak berhenti melihat kearah Bapaknya.
"Itu bongkar Bumi,nanti sekalian Bapak kenalkan sama kades baru, ia menantunya komar,suaminya Mumun."
"Oh,"Dewi mangut-mangut lalu mengajak Kang Azam kekamar,"ayo Kang aku mau istirahat capek,Rani biar sama bapak."
Malam itu suasana di Balai desa sudah ramai beberapa tamu undangan sudah datang dan duduk dikursi masing-masing.
Terlihat Kang Azam datang beserta Dewi,Bapak dan Rani anaknya,mereka disambut Ica.
"Ya Allah Teteh kapan datang,"Ica memeluk Dewi dan kemudian ia beralih ke Rani anaknya,"ini Rani ya,udah besar ya."Ica berjongkok dan menatap maharani,"cantik seperti Ibunya."
"Tante juga cantik, pintar nari lagi."
"Pintar sekali anakmu Dewi,aku juga pengen punya anak tapi Allah belum ngasih,"Ica terlihat sedih.
Dewi yang baru mau bicara sudah keduluan sama Rani.
"Sabar ya Tante,nanti juga Allah ngasih,"Maharani memeluk dan mengelus punggung Ica.
Ica takjub menatap Dewi,"siapa yang ngajarin dia Dewi,pikirannya seperti orang dewasa."
"Aku sendiri juga tidak tahu,aku juga kadang bingung,"kata Dewi.
"Ayo duduk,Kang Azam gimana kabarnya,"Ica menyalami Kang Azam.
"Baik Ca,gimana sanggarnya,aku lihat sekarang bertambah maju," tanya kang Azam.
"Alhamdulillah kang,sekarang sering dipanggil sampai jauh,sampai keluar daerah juga,"sahut Ica.
"Wah,hebat sekali Ca,"sahut kang Azam.
"Ayo sini aku sudah sediakan tempat untuk kalian,"mereka dibawa ke tempat tamu undangan didepan.
Disebelah terlihat pak komar mantan kades dan Mumun,juga menantunya yang sekarang menjadi kades bernama Gugun, mereka semua bersalaman dan saling menyapa.
Tibalah acara yang dinanti,setelah pak kades memberikan sambutan,kang Jejen membuka acara satu persatu para penari mulai menunjukkan kebolehannya,Maharani terlihat sangat menikmati acara itu,tapi ketika ia menoleh kesebelah kanan,diantara penonton yang berdiri,dia melihat seorang perempuan berpakaian penari tersenyum padanya,perempuan itu melambaikan tangan dan mengajak Rani menghampiri nya.
Rani balas melambai dan tersenyum,"Bu,kok penari itu enggak naik kepanggung ya,enggak kayak yang lain,dia malah berdiri disana dan melambaikan tangan sama Rani."
Dewi terkejut begitu juga dengan Kang Azam,mereka melihat kearah yang ditunjuk Rani,tapi mereka tidak melihat ada orang berpakaian penari diantara penonton.
"Dimana Neng,Ibu enggak lihat apa-apa,"Dewi melihat kesana kemari mencari tapi tetap tidak ada.
"Itu loh Bu,disana dia tersenyum dan melambai kearah Rani,"Rani menunjuk ketengah-tengah kerumunan warga yang sedang menonton.
Kang Azam dan Dewi coba menajamkan mata mereka kembali berusaha mencari,tapi tetap dia tidak melihat apapun,hanya barisan orang yang sedang menonton dan tidak ada perempuan memakai baju penari.
"Kang,aku takut,apa mata batin nya terbuka lagi?"Terlihat kecemasan diwajah Dewi.
"Entahlah,nanti coba tanya Imran,kenapa ia bisa melihat makhluk halus lagi,padahal dulu waktu ke kyai Basir,kita udah menutupnya.
"Rani,itu tariannya bagus,ayo coba lihat,apa Rani bisa menari seperti itu?"Dewi mencoba mengalihkan perhatian Maharani.
Maharani mengalihkan pandangan kearah panggung,dan ia kembali menunjuk ke arah panggung,"nah,itu orangnya Bu."
"Oh iya,coba Rani hitung berapa jumlah penari disana?"Dewi coba meyakinkan dirinya kalau apa yang dikatakan Rani tidak bohong.
"Ada empat Bu,"sahut Maharani,padahal disana cuma ada 3 penari.
"Ayo Kang,kita pulang saja,ini sudah enggak bener,"Sebelum acara selesai,Dewi dan kang Azam pun pamit pulang karena mereka khawatir dengan keadaan Rani.
Mereka menyusuri jalanan desa yang sepi,udara dingin mulai menyelimuti desa.
"Rani,jaketnya kancingin sayang,udaranya udah dingin."Ujar Dewi.
"Iya,Bu,"Maharani mengancingi jaketnya satu persatu,tapi ketika ia melihat kesamping di antara pepohonan matanya melotot dan tubuhnya mengigil.
Kang Azam berhenti dan berbisik pada Dewi,"pindahkan Rani ditengah dan dipeluk tutup matanya,ia sepertinya melihat sesuatu,Dewi kita berdoa yah,Akang merasa kok merinding,"Kang azam mengangkat tubuh Maharani dan dipindahkan ketengah.
"Iya Kang,"Dewi menutup tubuh Maharani dengan jaketnya,ia memeluk dan menutupi kepalanya agar tidak bisa melihat apapun.
Kang Azam mempercepat laju motornya,ia berusaha fokus ke jalan dan berharap cepat sampai dirumah,tanpa mereka sadari ada sepasang mata merah besar yang terus memeperhatikan mereka.
Malam kian larut,suara-suara lolongan anjing dikejauhan mulai terdengar,ada empat warga yang meronda sudah bersiap-siap dan mereka sudah ada dipos ronda ada yang sedang bermain catur,membakar singkong sambil membuat kopi mereka adalah,Kang Ikin,Kang Nano,kang Jaya,dan kang Rusin.
"Eh kalian merasakan tidak,kok sepertinya malam ini sangat dingin tidak seperti biasanya ya,"kata Kang Nano yang sedang membakar singkong dan menyeduh kopi.
"Iya ya,padahal biasanya juga dingin tapi enggak seperti ini,ini sih kayak gimana gitu,"kata kang Ikin yang sedang bermain catur bersama kang Jaya sedangkan kang Rusin sedang menyeduh kopi.
Suara lolongan anjing saling bersahutan dari kejauhan,membuat mereka saling padang.
"Kok,suara lolongan anjing nya seperti melihat hantu yah,"kata Kang Nano yang sedang membakar singkong,ia segera naik ke pos ronda,Kang Nano memang terkenal penakut.
"Alah,dasar penakut kamu,badan aja gede,nyali ciut,"sahut Kang Jaya yang sedang bermain catur, padahal hati nya juga ketar ketir.
"Kamu tuh sok berani,sok aya jurig lumpat sia (ada setan nanti kamu lari),"kata Kang Nano yang ketakutan.
"Hah,aku lari,enggaklah sok mana jurig na (setannya),sini datang aku enggak takut,"sahut Kang Jaya sambil terus bermain catur.
"Hihihihi....."
"jurig (setan),"Kang Jaya terkejut,ia mundur dan memeluk temannya.
"Hahahaha...."katanya enggak takut,hihihihi...,"kata Kang Rusin sambil berbisik meledeknya, mereka tertawa terbahak-bahak melihat kang Jaya ketakutan.
"Udah,mending kita ngopi,"Kang Rusin menuangkan kopi kegelas dan mengambil singkong yang masih didalam bara.
"Hik hik hik....,"terdengar suara tangisan perempuan, suaranya begitu lirih.
"Wah,ini udah enggak lucu, bercandanya keterlaluan,udah ah,"Kang Jaya kesal merasa terus diledekin.
"Loh,apa maksudnya,saya diam saja Kang,"sahut kang Rusin.
"Hik hik hik......"
"Tolong tolong......"
"Tuh,denger bukan aku,enak aja,"kata kang Rusin, sambil melihat sekelilingnya.
"Ayo kita periksa,"ajak kang Ikin.
"Ayo,tapi samaan ya,"sahut kang Nano.
Mereka berempat pun turun dan memeriksa sekitar,terlihat dibawah sebuah pohon ada seorang perempuan menangis.
"Eh,itu lihat ada yang menangis di bawah pohon,"kata kang Rusin menunjuk keseberang jalan.
"Ayo kita samperin kesana,"kata yang lain.
"Takut kang,masa tengah malam begini ada perempuan sendirian,jangan-jangan, kuntilanak,"kata Kang Nano.
"Udah kita samaan,siapa tahu ia berantem dengan suaminya lalu pergi,"ujar kang Jaya.
"Benar juga,"sahut yang lain.
Akhirnya mereka menghampiri sosok perempuan yang sedang membelakangi mereka sambil menangis.
"Neng lagi ngapain,kok malam-malam begini ada disini,"Kang Rusin memberanikan diri bertanya pada sosok perempuan didepan mereka.
Tidak ada jawaban,tapi perempuan itu berhenti menangis,ia bangun dan berbalik menatap keempat warga didepannya wajanya rusak meleleh dan penuh belatung.
"Tolong aku kang sakit,sakit,"sosok itu melayang,selendangnya berkibar ditimpa angin.
"Se se setannnn,"keempatnya kocar kacir berlari ketakutan,mereka sudah tidak memperdulikan kopi dan singkong bakar yang belum sempat mereka cicipi.
"Hihihihi..hihihi, mau kemana kalian,"sosok perempuan itu tertawa sangat kencang,kemudian tubuhnya melayang dan sudah berdiri didepan mereka.
"Mau pergi kemana kalian,kalian harus membayar perbuatan kalian,"sosok itu menatap keempat warga yang ketakutan.
"Sari!!Ampun Sari,ampun kami hanya diajak sahut keempat warga tersebut,"keempat orang itu semakin ketakutan begitu melihat sosok hantu didepannya.
"Hihihihi....,kalian meminta ampun,kenapa waktu itu aku meminta ampun kalian tetap membakar tubuhku,"mata Sari menatap tajam kearah mereka.
Mereka semakin ketakutan,begitu sosok Sari mendekati mereka, tubuh mereka sama sekali tidak bisa digerakkan.
"Tolong ampuni kami,kami hanya diajak oleh juragan Karta,kami tidak tahu apa-apa,"kata seorang warga.
"Hihihihi..,kalian harus merasakan apa yang aku rasakan,"Sari mengibaskan selendangnya,dan melilit selendang ke tubuh mereka lalu menghempaskan ke pohon.
"Brukhhh...."
"Akhhhh....,ampun Sari,ampun,maafkan kami,kami hanya ikut-ikutan,"ujar salah seorang dari mereka,mereka beringsut karena hempasan itu membuat tubuh mereka tidak bisa bergerak.
"Sudah terlambat,kini rasakan apa yang sudah aku rasakan,"Sari mengibaskan selendangnya kembali,dan keempat orang tersebut diangkat dan dilemparkan kedalam api yang sedang menyala dan tiba-tiba menjadi besar.
"Ampun Sari lepaskan kami,kami tidak bersalah,juragan Karta yang mengajak kami."
Teriakkan warga tidak digubris,ia hanya menatap keempat orang yang sedang terlalap api dengan wajah penuh dendam.
"Akhhhh.......,panas,panas,ampun."tubuh mereka yang tidak berdaya terlalap api.
"Hihihihi...,"sosok Sari tertawa lalu menghilang.
"Tolong ada mayat,ada mayat...."dua orang warga berlari ketakutan,wajahnya pucat pasih tubuhnya gemetar,sepanjang jalan mereka berteriak.
Seorang Bapak-bapak yang akan kesawah menghentikan mereka,"tenang,ada apa?"warga itu mendekati kedua orang yang sedang gemetar.
"Ada mayat Mang,ada mayat,"karena shock kedua warga tersebut hanya bisa bicara seperti itu.
"Iya dimana coba,tenang dulu,warga yang tinggal deket situ keluar mendengar keributan dan mereka ikut menenangkan 2 warga tersebut memberikan mereka air minum.
"Coba sana kalian lapor sama pak kades,"kata salah satu warga pada yang lain.
Sementara dua warga yang tadi ketakutan dan berteriak mulai tenang mereka menceritakan tempat mereka menemukan mayat-mayat itu dan bagaimana keadaannya.
Akhirnya semua warga yang berkumpul menuju tempat mayat-mayat itu berada,mereka penasaran,benarkah apa yang diceritakan kedua orang tersebut.
Ketika sampai disana semua warga terkejut,"MasyaAllah,"para warga berteriak kaget,keempat tubuh tergeletak dengan keadaan yang mengenaskan,para warga tidak ada satupun yang berani menyentuhnya mereka menunggu kedatangan pak Kades.
Setelah beberapa saat pak Kades dan pak Komar mantan kades,mereka terkejut melihat kondisi mayat tersebut.
"Awas minggir pak Kades datang," warga yang tadi diminta memangil pak kades berteriak pada warga yang mengerumuni mayat-mayat itu.
Para warga mundur,mereka memberi ruang untuk pak kades dan pak Komar yang baru datang.
"MasyaAllah,kok bisa begini,kenapa bisa terbakar secara bersamaan,"Jana pak kades melihat kearah mertuanya.
"Laporkan saja kepolisi dulu,biarkan polisi menyelidikinya, ini tidak wajar,kita tunggu saja polisi dulu dan tadi malam bagian siapa saja yang ronda,"kata pak komar pada warga.
Salah satu warga maju,"Itu pak,Kang Jaya,kang Ikin,Kang Nano dan kang Rusin pak."
"Cepat salah satu dari kalian pergi kabari keluarga mereka,"Pak kades Jana memerintahkan satu orang untuk menghubungi keluarga para korban,sementara pak kades Jana sendiri pergi bersama salah seorang aparat desa melaporkan kejadian ke kecamatan.
Semakin siang semakin banyak warga berkerumun ingin mengetahui kondisi mayat,disana ada Kang Azam,kang Jejen juga.
Kang Azam bergidik melihat kondisi mayat,ia lalu berbisik pada Kang Jejen,"Kang kok aneh ya kematiannya,masa bisa empat-empatnya terbakar,aku tidak habis pikir bagaimana bisa begitu,mengerikan sekali."
"Iya Zam,aku juga merasa aneh,beberapa tahun ini desa kita aman,kok tiba-tiba ada kejadian begini,apa ada orang yang membunuh mereka,terus biar menghilangkan jejak,mereka semua dibakar ya,"ujar Kang Jejen.
"Bisa jadi Kang,eh Kang Jejen,tapi apa motifnya?kan tadi malam kita tidak mendengar ada warga yang kerampokan,"sahut kang Azam.
"Iya juga Zam,kita harus hati-hati Zam,sepertinya ada sesuatu yang janggal,aku merasa ini seperti permulaan saja,"sahut kang Jejen lagi.
"Kenapa Kang,apa kang Jejen mengetahui sesuatu,"kata kang Azam bingung dengan ucapan kang Jejen.
"Sudahlah,ayo kita pulang nanti dijalan kita lanjutkan pembicaraan kita,"Kang Jejen menarik kang Azam untuk segera pergi.
Ketika mereka hendak beranjak,Kang Azam melihat kearah perempuan tua yang sedari tadi menatapnya,"itu siapa sih kang Jejen,kang Jejen kenal enggak,kok liatin saya terus,kok matanya nakutin yah,"kata kang Azam sambil berbisik dan menunjuk dengan ekor matanya.
Terlihat Emaknya Sari melihat kearah Kang Azam dengan tatapan tajam,sorot matanya penuh dendam.
Ketika Kang Jejen melihat kearah Emaknya Sari,Emaknya sari sedang menuju kearah mereka,ia terlihat tersenyum pada kang Jejen dan kang Azam,senyum yang sulit diartikan menurut kang Jejen.
"Apa kabar Jen,Azam,aku dengar kamu tidak tinggal disini Azam?"Emaknya Sari menyapa kang Azam dan kang Jejen.
"Eh iya Mak,saya tinggal dikota,sekarang lagi liburan anak sekolah,sekalian nengokin Bapak."
"Oh,sudah senang rupanya hidupmu,harusnya Sari juga sudah menikah dan punya anak,tapi sayangnya anakku malah mati dengan cara mengenaskan,berbahagialah selagi masih bisa sebelum kebahagiaanmu direnggut darimu,"kemudian Emaknya Sari meninggalkan mereka.
Kang Azam dan kang Jejen terkejut dengan ucapan Emaknya Sari,Azam merasa ucapan Emaknya Sari seolah-olah kematian anaknya karena dirinya.
Kang Azam diam mematung melihat kepergian Emaknya Sari,hatinya berdebar-debar apakah ini sebuah ancaman,ia mulai khawatir dengan keselamatan keluarganya.
"Sudahlah enggak usah dipikirkan,kita pulang saja,"Kang Jejen menarik tangan kang azam untuk pergi dari tempat itu.
Setelah mereka jauh kang Jejen bertanya pada Kang Azam,"Zam kamu ingat tidak peristiwa 10 tahun silam."
"Peristiwa apa Kang?"kang azam semakin bingung dengan ucapan kang Jejen.
"Itu loh peristiwa malam Sari dibakar oleh warga?"
"Oh,kalau itu aku masih ingat, kenapa kang,kenapa kang Jejen tiba-tiba menanyakan itu."
"Kamu tahu tidak,keempat orang yang meninggal tadi,aku lihat mereka ikut dalam peristiwa itu,"sahut kang Jejen.
"Apa?Yang betul kang,Kalau begitu kita harus hati-hati,tapi kang Jejen apa sebelumnya Emaknya Sari tinggal disini,didesa ini?"
"Justru itu,sebelum kejadian ini aku tidak pernah melihatnya,kenapa aku curiga Zam,tapi kenapa baru sekarang, kita harus selidiki itu,tiba-tiba Emaknya Sari muncul terus ada kematian warga dan semua yang meninggal sekarang adalah orang yang ikut waktu peristiwa itu,"ujar kang Jejen lagi.
"Masuk akal sih kang,tapi apa mungkin dia membunuhnya,lihat fisiknya sepertinya tidak mungkin,apa nanti malam kita ikut ronda saja biar sekalian kita selidiki,"usul Kang Azam.
"Usul bagus Zam,kita coba bicarakan dengan pak ustadz, siapa tahu dia mau ikut."
Malamnya suasana desa sangat mencekam mereka takut untuk keluar rumah,warga menyakini kalau orang yang mati tidak wajar maka arwahnya akan gentayangan,warga yang kebagian untuk ronda tidak ada yang mau datang,mereka takut datang ke pos ronda,malam itu yang ronda hanya Kang Azam, kang Jejen dan Imran.
Sementara itu dirumah pak Komar,kades Jana sedang berbincang mengenai kematian keempat warga yang tidak wajar.
"Pak,menurut bapak kenapa keempat warga itu bisa meninggal dengan cara mengenaskan begitu?"
"Tidak tahu Jan,kita tunggu hasil dari kepolisian aja,lebih baik sekarang kita tidur,Jan Bapak kok merinding yah dari tadi."Pak komar memegang tengkuknya.
"Kok sama pak,kirain saya saja yang begitu,"ujar kades Jana.
Tiba-tiba diluar terdengar suara tangisan yang memilukan.
Tolongggg....,panas,sakit,hik hik hik...."
"Pak,itu siapa yang menangis,Mumun kan lagi tidur dikamar,"kata Jana sambil berdiri dan mengintip dari balik gorden jendela."
"Ada orang Jan?"Pak komar,sudah berdiri disamping kades Jana.
"Masya Allah,Pak nakutin aja,"kades Jana sampai hampir terjatuh karena terkejut.
"Maaf,bapak kira kamu tahu bapak disamping kamu,gimana?
"Itu pak dibawah pohon petai,lihat ada orang seperti perempuan tapi menghadap kesana,apa kita samperin pak?"
"Kamu saja,Bapak enggak berani."
"Ya sama pak,aku juga enggak berani,kita keluar berdua,siapa tahu itu warga yang sedang kesusahan,mau kesini takut mengganggu."
"Terserah kamulah,ayo,"Pak komar akhirnya setuju dengan usulan Jana menantunya.
Mereka perlahan membuka pintu dan mendekati sosok perempuan yang sedang duduk sambil menangis.
"Punten,ceceu,Eneng,Teteh(maaf,mba,panggilan anak perempuan,kakak perempuan),kenapa duduk disini dan menangis,ada apa?"Kades Jana coba mendekati dan bertanya sementara pak Komar hanya berdiri agak jauh.
"Sakit kang,tolong,"sosok perempuan itu masih menangis dan membelakangi Kades Jana.
"Iya,apa yang bisa saya tolong?"sahut Kades Jana.
Sosok itu berbalik wajahnya meleleh bau busuk dan gosong tiba-tiba muncul sangat menyengat,sosok itu melotot dan menatap tajam pada keduanya.
"Se se setannnn...,"kades Jana hendak berlari,tapi tiba-tiba tubuhnya kaku matanya melotot kearah sosok perempuan didepannya.
Sementara pak Komar mertuanya terkejut,ia gemetar,"Sariii.."hanya kata itu yang keluar dari mulutnya.
Sosok Sari mendatangi pak komar,"Aku sakit Mang,kenapa Mamang tidak mau menolongku,Mamang membiarkan mereka membawaku."
Pak komar terkejut,selendang Sari telah dikalungkan dilehernya,matanya melotot ia tidak bisa bergerak dan bernafas.
"Hek hek hek....,tangan pak Komar memegang selendang yang melilit dilehernya.
Kades Jana hanya menatap mertuanya tidak berdaya,tubuhnya pun tidak bisa digerakkan.
"Tong tong tong tong...,"terdengar suara kentongan para peronda.
Seketika lilitan leher pak Komar terlepas,dan tubuh Jana pun mulai bisa digerakkan.
"Heh heh heh heh...."pak Komar memegang lehernya yang sakit sambil menarik nafas berusaha meraup udara sebanyak-banyaknya.
"Bapak enggak apa-apa?"Pak Kades Jana memeriksa keadaan mertuanya.
"Enggak,ayo masuk sebelum warga yang ronda melihat kita,Bapak masih bingung bagaimana menjelaskannya."
Mereka bergegas masuk kerumah,tanpa mereka tahu di balik gorden Emaknya Sari melihat semua kejadian diluar,dia hanya tersenyum sinis,kemudian ia bergegas masuk kedalam kamar melihat pak Komar dan menantunya masuk rumah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!