NovelToon NovelToon

Demi Menjaga Kewarasan

Episode 1 Pindahan

Minggu pagi itu tampaklah Jelita dan Rico baru saja menyelesaikan kegiatan sarapan bersama di ruang makan.

"Dik, boleh gak kedua orang tuaku dan adikku tinggal di sini? Soalnya kontrak rumahnya seminggu lagi habis. Di rumah ini kan masih ada 2 kamar yang masih kosong, sayang kan kalau lama gak kepake. Sekalian itung-itung mereka bisa ikutan jaga kamu," kata Rico dengan jantung agak deg-deg an takut permintaannya ditolak.

"Boleh saja mereka tinggal di sini tapi dengan syarat aku gak mau mereka ikut ngatur-ngatur aku dan berbuat seenaknya di sini. Dan untuk barang-barang mebeuler nya sementara waktu letakkan saja dulu di gudang," ucap Jelita tegas.

"Ya Dik makasih banyak ya, kalau begitu Mas tak langsung menghubungi mereka."

Dengan perasaan lega campur senang, pria berumur 30 tahun itu pun langsung menelpon bapaknya.

"Pagi, Pak," Rico mengawali panggilannya.

"Gimana, Ric? Istrimu ngijinin kita tinggal di rumahnya gak?" tanya suara di seberang sana dengan nada tidak sabaran.

"Boleh Pak, tapi Jelita ngasih syarat. Selama kalian tinggal di sini kalian gak boleh ikut ngatur-ngatur dia dan gak boleh berbuat seenaknya. Dan untuk barang-barang mebeuler nya disuruh ngletakkan dulu di gudang," jawab pria berumur 30 tahun itu terus terang.

"Halah, itu soal gampang, yang penting kita boleh tinggal di rumahnya," kata Baskoro dengan perasaan senang.

"Tapi Bapak gak punya cukup uang untuk biaya pindahan lo Ric, gimana? Bapak minta duit sama kamu ya?" lanjut suara di seberang sana.

"Gimana ya Pak, sekarang tanggal tua lo, Rico tinggal punya duit 300 ribuan di dompet," pria tampan tersebut sengaja berkata seperti itu di depan istrinya agar mendapat simpati padahal sebenarnya dia masih punya uang 700 ribuan.

"Ya kamu minta atau pinjam dulu ke istrimu lah, kan dia ditinggali warisan banyak sama Papanya," ucap Baskoro dengan entengnya.

"Iya Pak, Rico tak minta ijin dulu sama Jelita."

"Mereka butuh duit untuk pindahan?" sebelum Rico menyampaikan niatnya, Jelita sudah mendahului.

"Iya Dik... Bapak gak punya cukup uang untuk pindahan," sahut pria itu dengan nada bicara sengaja dibuat memelas.

"Aku hanya bisa bantu 1 juta," tambah perempuan cantik berumur 27 tahun tersebut.

"Ya sudah Dik, gak apa-apa, trimakasih banyak ya."

Dengan segera, Jelita pun menstranfer uang 1 juta ke nomer rekening suaminya.

"Kalau begitu Mas tak langsung ke ATM ya Dik, sekalian pulang untuk bantu-bantu mereka."

Setelah berkata demikian, Rico pun beranjak dari tempat duduknya lalu melangkah menuju ke kamarnya yang ada di lantai 2 untuk mengambil tas kecil dan dompetnya, kemudian segera meluncur ke ATM naik sepeda motornya untuk mencairkan uang, sesudah itu dia pergi ke rumah kontrakan keluarganya untuk membantu mereka yang akan pindahan.

"Keluarga Mas Rico mau pindah ke sini, Mbak?" Bik Sumi yang sedari tadi memotong sayuran di dapur dan mendengar percakapan antara Jelita dan Rico pun bertanya.

"Iya, Bik. Nanti kalau seumpama ada yang mrintah-mrintah Bik Sum seenaknya jangan diladeni, kan yang nggaji Bik Sum aku. Sekalian tolong beritahu juga Pak Seno dan Wati ya, Bik," sahut perempuan cantik itu sambil mencuci perkakas bekas makannya dan suaminya.

"Iya, Mbak."

Jelita Putri Maharani, adalah putri semata wayang dari Bapak Adi Wijaya Putra dan Ibu Kumala Sari. Sejak awal, keluarga mereka sudah lumayan kaya karena memiliki beberapa toko seperti : toko bahan-bahan bangunan, toko elektronik, toko kelontong, toko sepatu dan tas.

Ibu Kumala Sari meninggal saat Jelita masih duduk di bangku kelas V SD karena terkena penyakit kanker serviks, sedangkan Adi Wijaya Putra baru saja meninggal karena serangan jantung.

Sebelum Adi Wijaya Putra menghembuskan nafas terakhir dan meminta putrinya agar menikah dengan Rico, karena Jelita adalah perempuan pintar, dia membuat kesepakatan tertulis dan bermeterai dengan keluarga calon suaminya jika mereka tidak akan meminta bagian harta warisan peninggalan kedua orang tuanya tanpa seizin Jelita.

Selain itu, diantara sekian toko peninggalan kedua orang tuanya, Jelita mengaku hanya punya 3 buah toko pada keluarga suaminya. Perempuan cantik tersebut sengaja berbuat demikian karena dia belum terlalu mengenal bagaimana sifat Rico dan anggota keluarganya itu.

Sejak awal menikah sampai sekarang Jelita dan Rico tidur di kamar terpisah karena perempuan itu memang belum siap untuk tidur seranjang. Jelita tetap di kamarnya yang ada di lantai bawah, sedangkan Rico dia suruh menempati salah satu kamar yang ada di lantai atas.

*

"Dia cuma ngasih 1 juta? Pelit banget sih istrimu itu," sungut Baskoro ketika diberitahu anak lelakinya kalau Jelita hanya bisa bantu biaya pindahan 1 juta.

"Rico gak enak sama Jelita, Pak. Kan kita baru nikah 2 bulanan. Lagipula kalian sudah diijinin tinggal di rumahnya kan sudah bersyukur," Rico berusaha memberi pengertian pada bapaknya.

"Haish. Ya sudah, kamu cepetan ikutan bantu-bantu kita."

Tanpa banyak cakap lagi, keluarga itu pun melanjutkan kegiatan kemas-kemas barang lalu mengangkut ke atas mobil pick up semuatnya.

"Bik Sumiii!! Watiii!! Bantu kita angkut baraaang!!" teriak Dewi, istri Baskoro begitu masuk ke dalam rumah Jelita.

Karena saat itu Jelita sedang berjaga di toko, Bik Sumi dan Wati pun takut menolak perintah ibu mertua majikannya tersebut. Dengan gegas mereka menuruti perintah Dewi untuk mengangkut barang dari mobil pick up ke 2 kamar yang masih kosong. Sisca, adik Rico memilih menempati kamar lantai atas, sedangkan Baskoro dan Dewi menempati kamar lantai bawah.

Yang pertama kali diangkut mobil pick up adalah barang-barang non mebeuler. Begitu kegiatan pengangkutan selesai, Dewi, Baskoro dan Sisca masih menyuruh Bik Sumi dan Wati untuk membongkar kardus sekalian menatanya. Aktifitas menata barang berlangsung hampir 3 jam.

"Ada makanan gak, Bik? Habis kerja berat perutku rasanya kok laper banget," kata Dewi selesai menata-nata barang di kamar.

"Ada Buk, saya tadi masak sayur sop dan goreng tahu tempe," ucap wanita berumur 54 tahun itu.

"Lauknya cuma tahu tempe goreng? Gak ada ayam atau minimal telur goreng gitu?" tanya Dewi keheranan campur kesal.

"Gak ada Buk, tadi Mbak Jelita sudah pesen masak lauknya tahu tempe goreng saja," balas Bik Sumi apa adanya.

"Ya sudah. Kalau begitu Bik Sumi beritahu Sisca untuk turun dulu dan makan siang," Dewi memerintah ART itu dengan nada bicara seolah-olah dia lah pemilik rumah tersebut.

"Iya, Buk," tanpa berani membantah, Bik Sumi pun langsung naik ke lantai atas untuk memberitahu Sisca.

Episode 2 Bertingkah Seperti Majikan

Ketika Sisca sampai di ruang makan, kedua orang tuanya baru saja mulai menikmati makanan mereka.

"Lauknya kok cuma tahu tempe goreng sih. Kelihatannya orang kaya tapi kok pelit banget sama keluarganya sendiri," gerutu gadis berumur 20 tahun itu sambil mencedok nasi.

Bik Sumi yang mendengar perkataan Sisca hanya bisa berdiam diri seraya membuatkan es jeruk pesanan Dewi dan Baskoro.

"Heh pembantu! Awas ya kalau kamu sampai berani ngadu ke Jelita tentang semua omongan kita. Sekalian buatkan es jeruk untuk Sisca juga!" kata wanita berumur 48 tahun tersebut sambil mengunyah makanannya.

"Iya Buk."

Tak butuh waktu lama, sayur sop dan tahu tempe goreng yang tersedia di meja makan tinggal sedikit saja setelah disantap oleh mereka bertiga begitu juga dengan buah-buahannya, tanpa peduli dengan Bik Sumi dan Wati yang sebenarnya juga merasa lapar setelah disuruh ini itu oleh mereka.

"Heh pembantu! Nanti malam kita pingin makan pakai ayam goreng, kamu masakin ya, awas kalau gak!" untuk kedua kalinya Dewi memanggil Bik Sumi dengan kata 'pembantu', padahal selama ini majikannya belum pernah memanggilnya seperti itu.

"Maaf Bu, saya tidak berani mengambil keputusan sendiri. Saya harus minta ijin ke Mbak Jelita dulu," sahut wanita berumur 54 tahun tersebut terus terang.

"Kamu itu kebanyakan cing cong ya, Sum! Inget ya, kamu itu pembantu! Sudah kewajibanmu nuruti kemauan majikan!" sengak istrinya Baskoro dengan perasaan jengkel.

Sesudah merasa kenyang, pasangan suami istri dan anak perempuannya tersebut langsung main pergi begitu saja tanpa mau mencuci perkakas bekas makan mereka dan membersihkan meja makan yang tampak kotor oleh kulit jeruk dan tisu yang berserakan.

Melihat kenyataan seperti itu, Bik Sumi hanya bisa bersabar dan mencuci semua perkakas bekas makan penghuni baru di rumah tersebut serta membersihkan meja makan tanpa berani mengeluh.

Tanpa mereka sadari, hampir 10 menitan yang lalu, Jelita sengaja duduk di belakang rumah yang lokasinya memang dekat dengan dapur sekaligus ruang makan, yang hanya terhalang oleh tembok, jadi perempuan cantik itu bisa mendengar sebagian percakapan terakhir antara ibu mertuanya dan Bik Sumi.

Jelita yang ingin tahu bagaimana sifat asli keluarga suaminya, sengaja pulang lebih awal dari toko lalu masuk lewat pintu belakang yang sebenarnya jarang digunakan. Seperti firasatnya selama ini, keluarga suaminya ternyata memang punya tabiat buruk, namun entah bagaimana ceritanya papanya kok sampai bisa dekat dengan Baskoro.

Dengan pelan, Jelita pun membuka pintu belakang dapur lalu memberi isyarat pada Bik Sumi agar tidak bersuara.

"Mereka tadi nyuruh-nyuruh Bik Sumi dan Wati?" tanya perempuan cantik itu dengan suara berbisik yang dibalas anggukan kepala oleh Bik Sumi tanpa ragu.

"Bik Sumi dan Wati sudah makan siang belum?" lanjut Jelita yang dijawab dengan gelengan kepala oleh ART nya tersebut.

"Wati ada di mana, Bik?" tambah perempuan cantik itu.

"Ada di kamar Mbak Sisca," sahut Bik Sumi dengan berbisik.

"Kalau begitu Bik Sumi cepetan makan siang dulu, biar Wati agak nantian saja. Kalau lauknya kurang, jangan sungkan-sungkan goreng lauk lagi, Bik," kata perempuan berumur 27 tahun itu dengan tetap mempertahankan volume suaranya agar tidak kedengaran yang lain.

"Bik Sumii!! Cepat kemarii!!"

Baru saja Bik Sumi mencedok nasi mau makan siang, sudah terdengar lagi teriakan Dewi. Namun karena dicegah Jelita, wanita berumur 54 tahun itu tidak menggubris panggilan Dewi, justru Jelitalah yang berjalan ke arah pintu kamar mertuanya yang tertutup dan berdiri di situ selama sekian detik.

Karena Bik Sumi tidak juga datang, Dewi yang merasa kesal pun beranjak dari kasurnya lalu membuka pintu dengan maksud mencari keberadaan ART itu yang niatnya dia suruh mijiti. Namun, begitu pintu kamarnya dia buka, wanita tersebut sangat kaget karena melihat Jelita sedang berdiri di depan pintu kamarnya.

"Suara Ibuk kenceng juga ya, kayaknya cocok jadi penyanyi seriosa," sindir perempuan cantik tersebut.

"Loh Jelita, kamu sudah pulang?" kata Dewi berbasa-basi sambil menetralkan detak jantungnya.

"Ibuk manggil Bik Sumi kenceng kayak gitu kenapa? Ibuk mau nyuruh-nyuruh Bik Sumi gitu?" tanya Jelita terang-terangan.

"Ah, enggak kok Ta. Ibuk cuma mau minta tolong sebentar ke Bik Sumi untuk buka almari pakaian, soalnya kuncinya seret," jawab wanita berumur 48 tahun itu berbohong.

"Bik Sumi baru saja makan siang Buk, setelah itu saya suruh istirahat, jangan diganggu, soalnya nanti sore Bik Sumi harus masak untuk makan malam," tegas Jelita.

"Ya sudah Ta, kalau begitu Ibu tak istirahat juga ya, soalnya capek pindahan. Ini saja baru sebagian," kata Dewi.

"Iya Buk, silahkan istirahat."

Setelah ibu mertuanya menutup pintu kamarnya, Jelita kembali ke dapur.

"Lauknya kok sedikit sih, Bik? Gak goreng lagi? Jelita gorengin telur ya?" seperti biasa, perempuan cantik itu tidak tega kalau melihat ART nya makan dengan lauk sedikit. Apalagi isi sayur sop nya tinggal sedikit juga.

"Gak usah Mbak, ini juga sudah cukup kok," tolak Bik Murni dengan halus sambil mengunyah makanan.

"Kalau begitu tahu tempe gorengnya Bik Sumi habisin saja, nanti Wati biar aku gorengin telur," tanpa minta persetujuan ART nya, Jelita meletakkan sisa tahu tempe goreng ke piring makan Bik Sumi.

"Trimakasih, Mbak," kata wanita berumur 54 tahun itu.

"Trimakasih apa sih Bik, nyantai saja lagi."

Setelah selesai membuatkan telur dadar untuk Wati, Jelita pun melangkahkan kakinya menuju ke lantai 2 untuk mencari Wati, salah satu ART nya yang berumur 22 tahun yang sudah dia anggap seperti adik sendiri.

"Watii!" panggil Jelita sebelum sampai di depan pintu kamar Sisca.

"Iya Mbaak!" sahut Wati dari dalam kamar Sisca.

"Eh, Mbak Jelita sudah pulang?" tanya Sisca sesudah membuka pintu kamarnya.

Tanpa peduli pertanyaan adik iparnya, Jelita langsung masuk ke dalam kamar Sisca lalu melihat Wati sedang menyeterika beberapa potong baju adik iparnya.

"Ngapain kamu nyetrika bajunya Sisca, Wati? Tugas rumahmu saja sudah banyak kan. Ayok, sudah waktunya makan siang dan istirahat. Kalau kecapekan kamu nanti sakit lo," kata Jelita sekaligus menyindir Sisca.

Karena ada majikannya, Wati pun langsung menghentikan aktifitasnya menyeterika baju lalu mengikuti Jelita ke luar dari kamar Sisca dengan diiringi tatapan mata Sisca yang merasa sebal dengan kakak iparnya.

"Nanti sore masak tumis sawi putih sama goreng telur saja ya Bik, porsinya dibanyakin," kata Jelita sambil memeriksa isi kulkas.

"Iya, Mbak," sahut Bik Sumi seraya mencuci perkakas makan dan masak yang kotor.

"Setelah ini Bik Sumi dan Wati istirahat beneran ya. Kalau ada yang manggil gak usah digubris, biarkan saja," lanjut perempuan cantik itu.

"Iya, Mbak," dengan serempak kedua ART tersebut menjawab majikannya.

Episode 3 Pikiran Licik

Kegiatan pindahan dilanjutkan keesokan harinya karena keluarga Baskoro sudah merasa lelah, ditambah lagi barang-barang yang diangkut tinggal jenis mebeuler.

Sore itu tampaklah Bik Sumi dan Wati sedang menyiapkan makan malam di dapur, sementara Jelita sedang menulis daftar belanjaan yang akan dibeli di pasar esok harinya karena persediaan di kulkas sudah menipis, apalagi sekarang penghuni di rumahnya sudah bertambah 3 orang.

"Besok pagi ikut aku belanja di pasar ya, Wat," kata Jelita.

"Jam berapa, Mbak?" tanya Wati sambil mengiris wortel tipis-tipis untuk campuran sayur tumis sawi putih yang akan dimasak nanti.

"Kalau jam 4 gimana? Kamu bisa kan?" lanjut perempuan cantik berumur 27 tahun itu.

"Iya Mbak, bisa."

"Kamu lagi di sini, Ta? Kamu sedang nulis apa itu?" Dewi yang baru datang di dapur sekaligus ruang makan menghampiri menantunya.

"Besok kamu mau belanja Ta? Belanja di mana?" lanjut wanita berumur 48 tahun tersebut setelah tahu jika yang ditulis Jelita adalah daftar belanjaan yang jumlahnya lumayan banyak.

"Iya Buk, biasa di pasar," sahut perempuan cantik itu.

"Belanjanya sama Ibuk dan Rico saja ya, kebetulan Ibuk juga sudah lama gak belanja ke pasar. Paling-paling belanjanya kalau gak di penjual sayur keliling ya di toko dekat rumah," Dewi menawarkan diri karena ada maksud tersembunyi.

"Memangnya Ibuk dan Mas Rico gak capek?" Kan boyongannya masih belum selesai," ucap Jelita.

"Besok tinggal ngangkut barang-barang mebeuler Ta, itu pun kita juga ngupah 2 orang untuk bantu angkat-angkatnya," jelas ibu mertuanya.

"Terserah Ibuk saja. Coba tanya sama Mas Rico dia bisa apa gak, soalnya besok berangkat jam 4 pagi, biar Bik Sum masak sarapannya gak kesiangan," kata perempuan berumur 27 tahun tersebut.

"Aku bisa kok, Dik," tahu-tahu Rico sudah muncul di ruang makan lalu duduk di kursi yang ada di sebelah kanan istrinya.

"Besok aku gak jadi ngajak kamu ya, Wat. Kamu kerjakan saja tugasmu seperti biasa," Jelita meralat ajakannya tadi.

"Iya, Mbak."

"Malam ini gak ada lauk ayam goreng, Ta?" tanya ibu mertuanya setelah sepasang matanya tidak melihat ada daging ayam di dapur.

"Gak ada Buk, besok saja goreng ayamnya, soalnya persediaan ayam di kulkas sudah habis," jawab perempuan cantik itu apa adanya.

"Kamu sama Rico sudah 2 bulan nikah kok masih tidur di kamar terpisah sih, Ta?" Dewi mengubah pembicaraannya ke topik yang lebih serius.

"Aku masih belum sreg, Buk," kata Jelita terus terang.

"Makanya kalian berdua itu harus sering melakukan kegiatan berdua. Jalan-jalan ke mana kek, makan malam bareng, liburan bareng atau apa gitu. Biar kalian makin akrab," ucap istrinya Baskoro yang tidak direspon oleh menantunya karena Jelita sudah tahu niat tersembunyi keluarga suaminya, apalagi kalau bukan soal harta.

"Buk, besok hari Rabu aku butuh uang untuk kegiatan kuliah lo," Sisca yang baru bergabung di ruang makan sengaja berkata seperti itu karena ada kakak iparnya. Peka dengan situasi, Jelita pun langsung bangkit berdiri.

"Mau kemana, Dik?" tanya Rico.

"Aku capek Mas, mau rebahan sebentar," jawab perempuan cantik itu lalu langsung meninggalkan ruang makan.

"Mau Mas pijitin?" lanjut Rico dengan mengikuti langkah istrinya yang berjalan menuju ke kamarnya.

"Gak usah Mas, aku gak biasa dipijit sama laki-laki," sahut Jelita yang langsung menutup pintu kamarnya kembali dan menguncinya dari dalam tanpa mempedulikan ekspresi suaminya yang terbengong menghadapi sikap dinginnya.

Sementara itu, Dewi dan Sisca semakin dongkol hatinya ketika melihat Jelita yang sengaja menghindar saat mereka butuh dukungan keuangan, tanpa tahu sebagian besar biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan rumah itu termasuk gaji pembantu dari siapa.

Karena Rico dan Jelita sudah meninggalkan ruang makan, ibu dan anak perempuannya itu pun juga ikutan demikian karena tentu saja mereka merasa tidak nyaman jika ngobrol masalah privasi keluarga dan terdengar oleh ART.

"Kamu beneran butuh biaya untuk kegiatan kuliah?" tanya Dewi dengan suara agak pelan setelah berada di kamar anak perempuannya.

"Beneran lo Buk, Sisca gak bohong," jawab gadis berumur 20 tahun itu.

"Memangnya kamu butuh duit berapa?" lanjut wanita tersebut.

"Sekitar 1 jutaan, Buk," sahut Sisca berbohong karena biaya untuk kegiatan kuliahnya sebenarnya tidak sampai 600 ribu.

"Nanti kalau Mas mu sudah gajian, minta saja ke dia. Kalau Mas mu gak mau ngasih ya minta saja ke Jelita," ucap Dewi dengan berbisik.

"Memangnya Bapak gak punya uang to, Buk?" tanya gadis itu.

"Untuk saat ini kamu jangan minta duit ke Bapakmu dulu, kebutuhan kita bulan ini lumayan banyak," wanita tersebut mengingatkan anak perempuannya.

"Tapi minta duit ke Jelita itu gak gampang lo, Buk," ucap Sisca terus terang dengan suara pelan.

"Makanya kita berusaha agar bisa dekat dengan Jelita, biar dia gak pelit sama kita," usul Dewi.

"Kenapa gak kita guna-guna saja dia, Buk?" tiba-tiba saja pikiran gadis itu ngelantur.

"Kamu kalau ngomong jangan ngawur lo, Sis. Kamu pikir biaya ke dukun itu murah? Bisa ratusan juta tahu," tegur wanita berumur 48 tahun tersebut seraya mendorong kepala anak perempuannya dengan jari telunjuk kanannya.

"Ya cari dukun yang murah saja Buk, yang penting Jelita jadi nurut sama kita," Sisca masih saja ngotot dengan idenya.

"Sudah sudah, jangan bahas soal dukun lagi, yang penting kita harus berusaha bagaimana caranya agar Jelita bisa simpati sama kita," ujar Dewi.

Jam 7.13 malam...

Setelah keluar dari kamar, Jelita pun lalu melangkah menuju ke ruang makan dan melihat menu makan malam sudah siap tersaji di atas meja.

"Bik Sumi sudah ngambil nasi, sayur dan lauk untuk 3 orang?" tanya perempuan cantik itu.

"Belum Mbak, saya gak berani ngambil duluan. Takut dibilang nyisani tuan rumah," jujur Bik Sumi dengan polosnya.

Memaklumi prinsip Bik Sumi yang menjunjung adab ketimuran, Jelita pun lalu mengambil tempat nasi, mangkok dan piring dari rak perkakas makan.

Saat perempuan cantik itu sedang memindah nasi dari magic com ke tempat nasi, datanglah bapak dan ibu mertuanya lalu langsung duduk di 2 kursi yang mengelilingi meja makan.

"Kamu ngambilkan nasi untuk siapa, Ta?" tanya Baskoro penasaran dengan masih setengah ngantuk.

"Saya kan punya 3 ART Pak, mereka juga butuh makan malam," jawab Jelita terus terang.

"Kenapa kamu yang mesti repot-repot ngambilkan sih, Ta? Mereka kan bisa ngambil sendiri," sela Dewi yang akhirnya malu sendiri karena tidak direspon oleh menantunya.

"Sedari tadi Bapak kok gak lihat Pak Seno sama sekali, dia kemana, Ta?" lanjut bapak mertuanya.

"Pak Seno saya mintai tolong untuk nggantikan Bagas di toko bahan material Pak, soalnya hari ini waktunya Bagas dapat jatah libur kerja," terang perempuan cantik itu yang kali ini gantian mencedok sayur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!