Lelaki itu tidak tahu, kalau ditakdirkan menjadi orang miskin adalah sebuah kenistaan di mata setiap manusia yang merasa paling mulia.
Tapi, bukan berarti dia ingin menjalani hidup sebagai orang yang dipecundangi oleh dunia, sedangkan sekeras apa pun berusaha, semua telah ditakdirkan untuknya dan tidak pernah berubah.
Apakah ini salah Tuhan...?.
Tidak. Dia tidak bisa menghakimi takdir dari sang pencipta, hanya karena masyarakat menolak keberadaannya sebagai orang miskin.
Atau ini adalah kesalahanku sendiri ?.
Dia pun tidak yakin tentang hal itu.
Tapi dia sadar bahwa masyarakat selalu melihatnya sebagai orang tidak berguna, tidak pernah diharapkan dan tidak pula menjadi gambaran baik bagi kehidupan sosial mereka.
Tatapan jijik, senyuman sombong dan perkataan menghina, itu selalu dia dapatkan setiap hari, bahkan terasa aneh jika dalam satu hari tidak ada satu orang pun yang menghujatnya.
Miris... Sungguh sangat miris...
Dia adalah Ashkar, seorang manusia dengan jenis kelamin laki-laki, paling tidak itu tertulis di KTP, bukan dalam bentuk gambar. Usia 21 tahun, bekerja sebagai pengangguran, jika pun pengangguran termasuk sebuah pekerjaan.
Tapi Ashkar termasuk salah satu orang yang harusnya mendapat beasiswa hingga tingkat sarjana di universitas. Walau ada banyak hal terjadi, hingga mengharuskan Ashkar melepas keinginan untuk tetap bersekolah.
Sepuluh tahun lalu, dikala usianya baru menginjak sebelas tahun, ibunya meninggal, ayahnya ikut menyusul satu tahun kemudian di dalam penjara.
Dia pun dikirim oleh kerabat jauh dari keluarga ibu ke panti asuhan, lantaran mereka sama-sama hidup dibawah garis kemiskinan, hanya sekedar tidak ingin menambah mulut untuk diberi makan sebagai beban keluarga.
Namun tempat yang menampung Ashkar, tidak lebih dari sebuah sindikat gelap berkedok yayasan yatim piatu 'Gunamandiri' dalam kasus ekploitasi perdagangan manusia.
Anak-anak yang telah kehilangan keluarga mereka, tanpa tempat tinggal serta tidak ada lagi cita-cita, kini harus menjadi alat pencari uang demi keuntungan pribadi para oknum berkedok 'Panti Asuhan'.
Hingga di usia Ashkar yang ke enam belas tahun, tempat yayasan tersebut ditutup oleh pihak berwajib dan membuat dirinya bebas. Di sisi lain, Itu juga mengharuskan anak-anak panti kurang beruntung kembali hidup di jalanan.
Sejak awal, Ashkar sudah menganggap hidupnya sebatang kara, lupa soal sanak atau saudara, karena setelah kedua orang tuanya tiada, tidak ada lagi tali silaturahmi dari setiap kerabat.
Tidak ada pekerjaan, tidak ada keluarga, tidak ada kekasih, tidak ada sahabat dan tidak ada hal spesial. Harga diri yang bisa dibanggakan semua orang tidak membuat dirinya kenyang.
Jika bisa digadaikan, maka sudah pasti dia tukar dengan dua bungkus nasi Padang.
Sadar dengan kondisi serba kekurangan, karena itu dia tidak perduli jika harus bekerja serabutan dan mencari sampah untuk menukarnya dengan sebungkus makanan.
Harga diri orang seperti Ashkar, terlalu murah untuk disombongkan dan tidak laku untuk diperjualbelikan.
Ashkar sudah terbiasa melihat semua sifat manusia dalam lingkungan masyarakat. Mereka yang menganggap dirinya sendiri sebagai sosok mulia, tapi mengekspose semua kebaikan lewat sosial media dan berharap pujian dari orang lain.
Semua hanya untuk menunjukkan bahwa orang-orang melarat jauh lebih rendah dan perlu dikasihani, bahkan jika memberi selembar uang seribuan yang bawa golok, berlagak bahwa mereka adalah penyelamat dunia.
Tapi Ashkar tidak perduli akan hal itu.
Hingga saat ini,
Ashkar tidak mampu merasakan kaki atau pun tangan, hanya bisa berbaring dan menatap langit kusam yang sedang mendung dari trotoar jalan.
Dia merasa kalau detik terlalu lama untuk beranjak, semua bergerak lambat, bergoyang-goyang, sedikit melengkung dan tampak samar.
Semua orang melihat, ekspresi yang bingung, mata terkejut, mulut terbuka dan mengangkat ponsel dengan cahaya flash mulai memotret kearahnya.
Apa yang mereka lakukan, apa aku terlihat seperti spesies langka, bukankah kalian sama saja.
Tolong jangan lakukan itu, ini memalukan, aku bahkan belum mandi.
Apa kalian tidak tahu memotret sembarangan itu melanggar privasi dan hak asasi.
Orang-orang di negara ini benar-benar membuatku kesal.
Ah sudah lah, mereka hanya sekumpulan makhluk bodoh yang tidak peduli urusan orang lain...
Keluh kesah itu membuat Ashkar semakin pusing dan mati rasa.
Mata semakin buram, kepala terasa begitu berat, sedangkan semua orang tetap tidak peduli.
Ya, aku ingat...
Beberapa waktu yang lalu, aku berlari melewati jalan raya.
Apa yang aku lakukan sehingga harus berlari begitu panik...
Otak Ashkar terasa berat untuk berpikir tentang kejadian beberapa saat lalu. Trotoar penuh dengan kendaraan yang macet tanpa bisa bergerak dan dia mendengar suara ambulan.
Ah.. bocah itu, bocah nakal yang selalu menggangguku. Aku menyelamatkannya sebelum dia tertabrak mobil.
Apa dia selamat, semoga saja.
Ini melelahkan, tapi apa peduliku ?, dia hanya bocah nakal, jadi untuk apa aku menyelamatkannya.
Hahahaha....
Dia menertawakan dirinya sendiri.
Hahaha ha ha ha...
Aku masih bertanya-tanya untuk apa menyelamatkan bocah itu, pada akhirnya tidak ada satu pun orang yang pernah menyelamatkanku.
Semua kejadian ini hanya akan terpajang di beranda status Facebook dari manusia mulia disana. Menjadi berita tidak berguna dan tidak bermanfaat tentang seorang pengangguran yang tewas ditabrak mobil. Selesai.
Sungguh aku benci diriku sendiri.
Tidak ada satu pun hal baik datang hingga sekarang...
Biarkan aku beristirahat...
Hidup ini membuatku lelah....
Sekilas pandangan mata Ashkar berubah, dia kini berada di sebuah kekosongan serba putih, silau dan tidak berujung.
Melihat kedua tangan dan seluruh tubuh kini tanpa busana, itu tidak lagi penting, bahkan dia tidak perlu menyembunyikan apa pun, karena fisiknya bukan lagi sebagai manusia.
Melainkan wujud putih seperti patung anatomi tubuh dalam peragaan ilmu biologi.
Apa yang sebenarnya terjadi, Dimana aku sekarang ?.
"Tuan anda berada di persimpangan akhirat, antara surga dan neraka." Suara itu datang menjawab pertanyaan Ashkar.
Sesosok makhluk bercahaya serupa manusia dengan sayap putih memberi kesan mulia.
Jadi aku sudah mati yah ?... syukurlah kalau begitu.
Aku tidak perlu lagi menjalani hidup dengan kesengsaraan.
"Silakan tuan, kami akan mengantar anda menuju persidangan." Ucap makhluk yang bisa Ashkar pahami bahwa dia adalah malaikat.
Ashkar tidak perlu berjalan, dia melayang mengikuti sosok malaikat dari belakang menuju satu-satunya titik cahaya di antara luas samudera langit.
Namun sejenak Ashkar berhenti, muncul suatu gambaran di dalam pikiran ada hal yang membuatnya ragu-ragu. Itu adalah perjalanan hidup sebelum kematian.
Hidupnya tidak pernah baik-baik saja, orang tuanya tiada, ibu meninggal karena kelelahan bekerja, ayah mabuk-mabukan, judi online, maling ayam, kemudian dipenjara, tidak berselang lama pula dia ikut-ikutan meninggal.
Sungguh tidak bertanggung jawab meninggalkan ku sendirian...
Setelah itu dia diasuh oleh saudara jauh dari ibunya selama beberapa bulan, karena kondisi Ekonomi yang serba susah, pada akhirnya dibawa ke pantai asuhan, disana Ashkar harus bekerja sebagai pengemis jalanan.
Merasakan masa-masa pahit di sekolah akibat perundungan, kisah asmara dengan sosok wanita pun sirna oleh status sosial.
Dia tidak berdaya melawan nasib, hidup yang selalu terinjak-injak, mencoba melawan namun percuma. Hingga pada titik balik kehidupan setelah panti asuhan ditutup, dia terlantar di jalanan sebagai orang tidak berguna, mengemis demi menyambung hidup dan tewas demi menyelamatkan orang lain.
Tapi entah kenapa aku merasa masih ada penyesalan.
Ya, aku tidak pernah sekali pun membuat hidupku sendiri bahagia.
Apa pada akhirnya semua akan berakhir sekarang.
Tapi...
Tapi... Jika aku mendapat kesempatan lain, aku ingin hidup kembali dan memperbaiki semua...
Sekejap mata, Ashkar lenyap ketika melewati titik cahaya diatas sana...
(note : cerita ini hanya kisah fiksi dan karangan semata, bukan untuk mendeskripsikan sebuah agama atau bentuk kepercayaan, apa lagi membuat agama baru. Jadi mohon bijak dalam membaca.)
Berada di ruang kekosongan yang dinamakan persidangan akhirnya, kemunculan ribuan makhluk bersayap cahaya melayang mengitari keberadaan Ashkar disana.
Bisa dikatakan mereka adalah para malaikat, makhluk yang bertugas menilai kelayakan manusia tentang kehidupan mereka selama di dunia dan membawa jiwa-jiwa ke dalam surga atau neraka.
Ashkar tidak bisa berkata-kata, dia menatap ke atas penuh rasa kagum menyaksikan kemegahan ada di hadapannya.
Hingga satu dari ribuan malaikat datang membawa sebuah buku di tangan dan neraca penimbang.
"Ashkar Argandika, 23 tahun masa hidup yang sudah anda lalui dengan kesabaran atas segala penderitaan tanpa henti dan menerima akhir dari kehidupan untuk menyelematkan orang lain. Akankah semua itu layak sebagai bukti bahwa kau pantas di surga." Ucap malaikat itu dengan penuh kemuliaan.
Meletakan buku tersebut di satu sisi, sedangkan sisi lain hanya ada sehelai bulu putih yang menjadi perbandingan.
Perlahan dan sedikit demi sedikit, buku yang berisi daftar riwayat hidup milik Ashkar atau pun kisah biografi dirinya, bergeser ke bawah menjadi lebih berat dari sebuah bulu.
Malaikat tersenyum..."Dengan ini kami menyatakan, bahwa kau pantas mendapat kunci surga sebagai balasan atas kesabaran dalam hidupmu selama ini."
Ashkar merasa lega, dia tidak bisa membayangkan, setelah kesengsaraan di dunia semasa hidupnya, harus ditambah siksaan neraka meski pun sudah mati, tentu sangat menyakitkan.
Setelah menerima kunci emas di telapak tangan, makhluk bersayap hitam dengan tanduk panjang melengkung, turun dari langit.
Sosok tersebut kini berdiri tepat di hadapan Ashkar.
Bingung dan takut, karena berbeda dari para malaikat yang menunjukkan aura mulia penuh kesucian, makhluk satu itu membawa hal tidak menyenangkan, seakan dia adalah wujud dari gelapnya dosa.
"Kau Ashkar Argandika ?." Tanya makhluk itu saat menatap secara langsung.
Mengangguk Ashkar karena gugup ..."Ya benar."
"Baiklah, ikut aku."
Tidak tahu harus melakukan perlawanan atau bertanya alasannya, Ashkar merasa sesuatu yang buruk akan terjadi, mana kala dia mengikuti makhluk serupa iblis untuk pergi.
Satu malaikat mendatangi mereka..."Tuan dewa jahat, Mordred. Kami tidak bisa membiarkan anda membawa seorang pemilik kunci surga."
Ketika ada satu malaikat datang untuk menghentikan makhluk itu, Ashkar berharap bahwa semua hanya salah paham atau semacamnya.
Dia tidak ingin masuk neraka hanya karena nama yang mirip dengan Ashkar lain.
"Kenapa tidak ?, Aku sudah mendapat persetujuan dari tuhan sejati." Jawab sang iblis memperlihatkan lembar kertas di depan malaikat.
"Baiklah kalau begitu." Malaikat dengan paham membiarkan mereka lewat.
Tu... Tunggu, kenapa kau tidak berusaha lebih banyak untuk menjelaskannya.
Sosok makhluk iblis itu membuka sebuah portal dan membawa Ashkar pergi ke tempat lain.
Pada dasarnya Ashkar ragu, dia takut kalau iblis itu memasukkan dia ke neraka walau sudah mendapat kunci surga.
Ashkar diam tidak berani melawan, hanya berjalan mengikuti dari belakang.
Tempat yang Ashkar singgahi setelah melewati portal adalah land of God, tanah para dewa atau bisa disebut juga Surga.
Dimana sepanjang mata melihat, surga memiliki banyak istana mewah yang terbuat dari emas dan permata, langit cerah serta tidak terbatas, terdapat pula pulau-pulau melayang dengan segala hal menakjubkan di atasnya, seperti telaga biru, air terjun, hutan hijau, pegunungan dan masih banyak lagi di setiap tempat.
Masing-masing pulau dan istana adalah tempat tinggal para dewa.
Seperti halnya Mordred, sang dewa rakus. Dia termasuk dalam kelompok dewa jahat, bukan berarti dia memiliki perilaku jahat atau tindakan kasar, melainkan sudah menjadi job desk dari tuhan sejati.
Dewa jahat adalah status untuk sebuah kelompok yang mengatur sifat kejahatan suatu makhluk dalam skenario takdir. Seperti nafsu, tamak, angkuh, malas, marah, dengki dan rakus.
Masing-masing dari mereka menggambarkan sifat yang hadir sebagai dosa, itulah sebabnya ketujuh dewa itu seakan-akan menjadi musuh alami sifat kebaikan manusia.
Tapi pada dasarnya, sifat 'Adil' muncul karena adanya sifat 'Jahat', tanpa adanya kejahatan, tidak akan pernah ada yang namanya penegak keadilan.
Dua sifat saling bertentangan dan saling melengkapi pula, itu adalah sebuah keseimbangan yang hadir dalam takdir alam semesta.
Selama perjalanan menuju satu istana di pulau yang Ashkar datangi sekarang, dewa jahat Mordred mulai membuka percakapan.
"Kau sudah mengalami banyak kesengsaraan dalam hidupmu, apa kau tidak ingin semua berubah ?."
"Jika kau menganggap hal itu adalah penyesalan karena hidup yang berantakan, tentu aku ingin mengubahnya. Tapi sekarang aku sudah di surga, jadi untuk apa aku mengubah kehidupan ku sebelumnya." Jawab Ashkar mengingat semua kejadian dalam perjalanan hidup.
"Bagaimana kalau aku berikan kau kesempatan untuk hidup kedua di dalam hidup baru." Mordred memberi penawaran.
"Apa maksudnya ?."
"Kau akan hidup sebagai sosok baru dan kau akan memiliki kesempatan mendapat kekuasaan, kekuatan, dan kemuliaan... Para wanita akan datang kepadamu, orang-orang tidak lagi menghinamu dan kau bisa menjadi raja untuk menguasai dunia..." Itu yang dijelaskan oleh Mordred.
Tapi Ashkar tidak menganggapnya serius...."Jangan bercanda, itu konyol."
"Aku tidak bercanda, dan itu tidak konyol, aku bahkan tahu, jika hati mu belum menerima kematian ini, kau memiliki harapan untuk memperbaiki hidup." Tatapan mata Mordred membuat Ashkar diam seketika.
Tidak bisa Ashkar membantah anggapan Mordred dan bukan berarti dia tidak senang karena mendapatkan kunci surga. Tapi sejak kecil dia telah kehilangan banyak hal, ketika anak-anak lain bisa menikmati waktu bermain dengan orang tua mereka, Ashkar harus berjuang keras sendirian untuk bertahan hidup.
Ketika teman-teman sekolah menjalani masa muda penuh kesenangan dan hal romantis, dia mendapat perlakuan tidak menyenangkan dan menyerah oleh perbedaan status sosial.
Dia tidak pernah merasakan apa artinya kebahagiaan, setiap orang yang dia cintai pun pergi.
Hingga di ujung penderitaan, dia menyelamatkan hidup seseorang, tapi tidak ada seorang pun datang menyelematkan hidupnya.
Tentu setitik hati di dalam dada Ashkar menginginkan hidup yang lebih baik.
"Apa itu mungkin ?..."
Senyum di wajah Mordred, seakan berhasil membuka keraguan Ashkar agar tertarik dengan tawarannya.
"Aku bisa berjanji, tapi dengan satu syarat, kau harus mengalahkan sepuluh pahlawan yang akan bangkit dalam 7 tahun di masa depan." Ucap Mordred sebagai bentuk persetujuan.
"Pahlawan ?, Apa maksudmu ?."
"Aku akan membangkitkan mu kembali ke dunia lain, dunia Dios dengan kekuatan tanpa batas, di sana kau bisa menggunakan sihir untuk mengalahkan setiap musuh dan ...."
Ketika Mordred menjelaskan lebih lanjut, Ashkar menghentikan ucapannya...."Tunggu, tunggu sebentar, aku masih gagal paham disini, bagaimana mungkin kau bisa melakukannya, siapa sebenarnya kau ?."
"Bukankah kau sudah mendengarnya, aku adalah satu dari ketujuh dewa jahat, dewa rakus, Mordred, atas persetujuan tuhan sejati aku bisa melakukan semuanya." Jawab Mordred penuh kebanggaan.
Ashkar sadar bahwa apa yang dia ucapkan bukan omong kosong, dan bertanya-tanya apakah semua ini adalah takdirnya untuk dipertemukan dengan Mordred.
(note : cerita ini hanya kisah fiksi dan karangan semata, bukan untuk mendeskripsikan sebuah agama atau bentuk kepercayaan, apa lagi membuat agama baru. Jadi mohon bijak dalam membaca.)
Kini Ashkar memasuki istana para dewa jahat, penuh kekaguman mana kala semua ornamen dan perabotan disana terbuat dari emas yang berkilauan.
Tidak hanya itu, lantai terbuat dari batu marmer, bersih, tanpa noda atau pun debu, pahatan tujuh patung emas berdiri megah di tengah-tengah kolam ikan di dalam aula.
Bagi Ashkar yang hidup di jalanan, memandangi gedung bertingkat seratus lantai di kota sudah menjadi hal menakjubkan.
Namun jika dibandingkan dengan istana surga, semua gedung-gedung itu, kini tidak lebih dari serpihan rengginang semata.
Hingga dalam kekaguman Ashkar, dia mengingat ucapan Mordred sebelumnya...
"Bisa aku bertanya ?." Ucapnya.
"Tentu, aku akan menjawab semua pertanyaan mu." Cukup santai Mordred menanggapi Ashkar, walau ekspresi wajahnya tidak tergambar keramahan.
Sedikit hati Ashkar merasa tawaran Mordred tentang tujuannya adalah hal menarik, karena mendapat hidup kedua seakan menjadi kesempatan memperbaiki semua penyesalan di kehidupan masa lalu.
"Tapi aku sudah mendapat kesempatan untuk pergi ke surga, jadi katakan alasannya kenapa aku harus menerima permintaan mu dan apa aku mendapat keuntungan ?." Ucap Ashkar sebagai bentuk perbandingan.
Mordred menepuk kening, dia tertawa keras terbahak-bahak, seakan semua yang Ashkar katakan adalah lelucon terlucu untuk di dengar olehnya.
"Kenapa kau tertawa ?, Apa kau gila ?."
"Tidak sopan menyebut dewa itu gila, kau bisa sial nanti." Balas Mordred lepas lelah selesai tertawa.
Ya bisa dibilang, aku sudah merasakannya sepanjang hidup...
Ashkar tidak mengerti...." Kalau begitu maaf jadi, katakan apa yang lucu dari pertanyaan ku."
"Hei, asal kau tahu, di Surga itu tidak menyenangkan, biar aku ceritakan sedikit tentang surga. Disana kau hidup nyaman, aman dan tenang." Jawab Mordred.
Semakin Ashkar tidak mengerti, atau mungkin jalan pikiran antara dia dan dewa memang terbalik...."Itu terdengar bagus, jadi apa yang salah ?."
Mordred kembali tenang dan bersikap seperti biasa, sebelum dia menjawab pertanyaan Ashkar jentikan jari di tangannya yang berkuku tajam, memanggil para pelayan serupa malaikat namun bersayap hitam untuk membawa meja dan kursi.
Ashkar dipersilahkan duduk sebelum Mordred bercerita, beberapa buah-buahan, secangkir anggur dan kudapan lain dengan tampilan mewah pun datang.
"Apa aku bisa minta kopi panas ?." Saut Ashkar kepada pelayan.
"Pikirkanlah, segala hal di surga sudah tersedia tanpa perlu bersusah payah, hidup tenang tanpa masalah, semua orang berperilaku baik tanpa ada yang salah. Dan kau berpikir itu menyenangkan ?." Ucapnya serius.
Gimana ?, Gimana ?...
Benar sekali ada yang salah dengan logika Mordred..."Hmmm aku masih bingung ?."
Mordred berpikir sejenak untuk menjelaskan lebih rinci...."Dalam hidup segalanya akan terasa menyenangkan kalau kita berjuang mencapai tujuan. Bukankah itu benar ?."
"Itu tidak salah..." Jawab Ashkar.
Dia menerima kopi panas dari pelayanan malaikat bersayap hitam.
"Tapi di surga tidak ada Pengorbanan, tantangan, pengalaman, pertarungan, kesenangan, penderitaan, rasa sakit, rasa sedih, kecewa, bahkan perut mulas pun tidak ada." Ucap Mordred sembari menggebrak meja.
Ashkar terkejut hingga kopi yang dia tiup pun tumpah ...
"Kau harusnya sadar, bahwa itu semua adalah harga dari perjuangan yang membuat manusia menikmati kehidupan, benar kan ?."
"Ya, aku sedikit setuju." Entah kenapa Ashkar mengangguk lagi dan merasa paham.
"Kalau begitu, aku menawarkan perjanjian, akan aku beri kesempatan hidup kedua dengan kekuatan yang membawamu dalam perjuangan mencapai tujuan." Tegas Mordred menunjuk hidung Ashkar selagi meniup kopi panas di cangkirnya.
Satu teguk kemudian... "Tapi kenapa kau ingin aku mengalahkan pahlawan ?."
Bagi Ashkar ini aneh, karena bagaimana pun juga dia adalah manusia dan tentu berpihak kepada norma Pancasila sila ke lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Kau itu banyak tanya...."
"Aku hanya tidak ingin tertipu... Sekali saja aku di tipu oleh bisnis MLM." Ungkap Ashkar.
"Itu salah mu sendiri, karena percaya cara mudah untuk bisa kaya." Sindir Mordred.
"Maaf saja kalau begitu, setelahnya aku merasa pesugihan jauh lebih masuk akal." Balas Ashkar dengan menggerutu.
"Hmmm baiklah, jadi gini. Di cerita mana pun, dalam film, dalam novel bahkan buku pelajaran sejarah. Iblis akan selalu kalah melawan pahlawan, iblis adalah makhluk jahat dan harus di basmi dan menjadi hal wajib, jika tidak, maka tidak akan seru." Ucap Mordred berekspresi mendramatisir.
"Itu pun aku tahu."
"Apa kau tidak kasihan dengan kami, bangsa iblis. Selalu dan selalu menjadi kambing hitam sejarah, kami disalahkan, kami merasa terhina dan kami dianggap jahat, bahkan melihatnya saja aku seperti ingin menangis. Walau memang sudah menjadi gambaran iblis dalam skenario takdir, tapi itu adalah cara kami menjalankan tugas dan mereka semua tidak mau tahu." Perjelas Mordred berekspresi sedih.
Itu seperti memberi pertunjukan drama, sebagaimana seorang suami memohon ampun, saat di usir istri karena terlalu lama menganggur, hobi memancing dan lupa kewajiban mencari nafkah.
Hati Ashkar terketuk..."Lalu kau ingin aku mengubah takdir itu, supaya bangsa iblis menang melawan pahlawan dan image iblis tidak lagi dilihat sebagai antagonis."
"That right, kau cepat tanggap." Mordred mengacungi jempol.
"Ok, ok, aku paham perasaan mu, tapi bagaimana denganku, jika aku berada di pihak iblis, bukankah kesempatan ku masuk surga akan hilang, kemudian aku dihukum di neraka, rugi dong." Kembali Ashkar meminta konfirmasi lebih lanjut.
"Tidak, tidak, aku sudah mengajukan proposal kepada tuhan sejati. Kalau aku ingin mengubah takdir iblis untuk kesempatan terakhir sebelum kiamat datang, dan kau terpilih menjadi subjek yang mendukung program ku. Jadi tindakan di kehidupan kedua ini tidak akan berpengaruh terhadap surga yang kau dapatkan sebelumnya." Perjelas Mordred saat menunjukkan kertas proposal di hadapan Ashkar.
Setelah membacanya Ashkar semakin paham..."Itu membuatku sedikit tenang."
Sejenak Ashkar memikirkan segala kemungkinan yang terjadi untuk pilihan menjadi subjek dewa jahat.
Dia tidak menganggap bahwa itu adalah hal buruk, meskipun dari sudut pandangnya bangsa iblis tetap tergambar sebagai wujud dari makhluk penuh dosa. Tapi di sisi lain dia pun merasa iba ketika tahu alasan Mordred untuk bisa membahagiakan pengikutnya demi sebuah kemenangan.
Ashkar kini memiliki jawaban pasti... "Baiklah aku setuju, akan aku lakukan, aku ingin merasakan hidup baru yang penuh tantangan dan perjuangan."
Mordred tersenyum lebar, baginya adalah ekspresi kebahagiaan karena rencananya berjalan lancar, tapi untuk Ashkar dia tidak senang melihat gigi-gigi runcing itu tepat di depan mata.
"Terimakasih, setelah ini kau akan aku bertemu dengan semua dewa jahat untuk mendapat berkah mereka." Mordred berdiri dan bersiap pergi.
"Satu pertanyaan lagi." Kembali Ashkar bertanya.
"Apa itu ?." Mordred tidak menolak untuk menjawabnya.
Ashkar tidak melupakan pertanyaan mendasar ini..."Kenapa harus aku ?."
Kembali lengkungan bibir dengan senyum penuh gigi runcing itu tampak menyeramkan, dan memang bentuk wajah Mordred memang tidak pantas untuk tersenyum.
"Tidak ada manusia yang lebih menderita dan berjuang lebih keras seperti dirimu." Jawab Mordred.
Ya, aku sudah berjuang keras, aku tidak merasa menjadi paling menderita, tapi aku tahu bahwa semua yang aku lakukan selama ini adalah untuk bertahan hidup.
"Sepertinya tahu segalanya tentangku."
"Ya aku melihat daftar riwayat hidup yang kau miliki." Itu alasannya.
Aku lebih merasa ini seperti perekrutan karyawan pabrik dari pada dunia para Dewa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!