NovelToon NovelToon

Jeandra

Satu

Seorang gadis cantik mengerjapkan matanya,ia terbangun karena merasakan sesuatu yang bawah di bawahnya.Sandra menegakkan tubuhnya,ia lalu beranjak dari tempat tidurnya.Matanya terbelalak saat mendapati bercak merah di ranjangnya yang memang dilapisi seprai warna biru muda.

Matanya terpejam,suara decakan keluar dari bibir gadis itu.

Hari ini adalah tahun ajaran baru.Hari dimana semua siswa baru yang akan menjadi murid SMA bergembira.Sandra pun awalnya merasakan hal yang sama,tapi ketika mengetahui dirinya datang bulan,semua rasa senang itu lenyap begitu saja.

Menurut perhitungannya,ia harusnya datang bulan satu Minggu lagi.Tapi sialnya,tamu bulanan ini malah datang lebih awal.

Dari luar ia mendengar pintu kamarnya terbuka,mamahnya terkejut ketika melihat anak gadisnya sudah bangun dengan wajah cemberut.

"Mamah kira kamu belum bangun,ayok siap-siap papah kamu udah mau berangkat tuh!" ujar mamahnya.

"Mah,aku lagi datang bulan.Sakit banget,"ujar Sandra lalu ia membalikkan tubuhnya membelakangi mamahnya. "Tuh,liat mah kalau gak percaya."

Mamahnya menghela napas lalu menggelengkan kepalanya."Ya sudah,nanti kamu bisa minum pereda nyeri setelah sarapan,"kata mamahnya berusaha membujuk Sandra untuk berangkat ke sekolah.Tidak mungkin kan di hari pertama sekolah Sandra harus bolos dengan alasan datang bulan.

"Mah,tapi..."

"Sandra,sudah sekarang kamu mandi dan bersihkan darahnya saja,biar nanti pakaiannya kamu cuci setelah sekolah,"ujar mamahnya lalu pergi.

Jika mamahnya sudah memanggil namanya dengan lembut seperti ini,dia tidak lagi bisa membantah.

"Dan satu lagi,jangan bersihkan darah di seprainya juga ya.Cepat ya nak."ujar mamahnya lalu benar-benar pergi.

Sandra menghela napasnya,ia lalu melepas seprai dari ranjangnya dan melangkah gontai ke arah kamar mandi yang memang berada di dalam Sandra memang sedikit manja tapi orang tuanya tidak pernah memanjakannya,mereka ingin Sandra menjadi anak yang mandiri.Meski terkadang ia mengeluh,tapi ia juga cukup bersyukur memiliki orang tua seperti mereka.

Sandra menjadi satu-satunya harapan papah dan mamahnya,ia juga menjadi satu-satunya yang bisa mereka banggakan dan juga menjadi satu-satunya alasan mereka bertahan.

Semenjak kepergian sang kakak, Bramasta.Keluarganya selalu mengandalkannya tentang banyak hal.Jadi,Sandra seperti menanggung lebih banyak beban lagi.Bukan berarti Sandra menganggap kedua orang tuanya sebagai beban.Tetapi,Sandra yang menyimpulkan sendiri kalau dia harus menjadi seseorang yang lebih kuat diantara mereka bertiga.

Dia harus lebih kuat dari papahnya yang selalu bangun jam 3 pagi setiap ada pertandingan sepak bola,untuk mengenang kebersamaannya dengan sang kakak.

Dia juga harus lebih kuat dari sang mamah yang selalu membeli sepatu untuk bermain futsal,padahal diantara mereka bertiga tidak ada yang suka bermain futsal selain kakaknya.

Laki-laki itu sudah pergi.Laki-laki yang masih menyisakan banyak tanya dalam kepalanya.

 

Pukul tujuh lebih lima belas menit,Sandra sudah sampai di depan kelasnya.Di lihatnya teman sekelasnya satu-persatu,diantara mereka ada yang tersenyum dan beberapa juga ada yang menyapanya.Sandra juga selalu membalas sapaan mereka,setiap kali ada yang memanggil namanya,Sandra hanya membalas mereka dengan sapaan 'Hai',lalu dirinya kembali berjalan sambil menunduk menuju ke bangku yang berada di sudut paling belakang kelas.

"Mungkin duduk di sini jadi pilihan yang pas."monolognya lalu tatapannya beralih ke luar jendela.

"Hai."

Sandra tersentak ketika seorang laki-laki yang duduk di depannya menyapa.

"Hai.."balas Sandra lalu tersenyum tipis.

"Gue Farhan,nama Lo siapa?" ujar Farhan mengulurkan tangannya ke arah Sandra.

Sandra membalas uluran tangan itu."Gue Sandra,"balas Sandra.

"Di samping gue ini namanya Galih,"ujar Farhan menunjuk ke teman di sampingnya yang sedang bermain ponsel.Melihat Galih yang masih bergeming,membuat Farhan menyenggol lengan Galih.

Galih menaikkan sebelah alisnya,seakan bertanya kenapa Farhan menyenggol dirinya.Farhan menunjuk Sandra dengan dagunya,seakan memberi kode agar dia memperkenalkan diri pada Sandra.

Galih membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Sandra, laki-laki itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya."Gue Galih."

"Sandra,"balas Sandra berniat mengakhiri percakapan.Namun,laki-laki bernama Farhan itu malah berbicara banyak hal padanya,bahkan sampai menanyakan nomor teleponnya.

Jujur saja,Sandra merasa risih.Tapi,ia tidak memberikan kesan pertama yang buruk pada seseorang yang baru ia kenal.Setidaknya ia harus bersikap baik untuk saat ini.

"Jadi,kenapa Lo milih ambil jurusan IPA? Ya meskipun gue tau sebagain besar cewek pasti ambil jurusan ini,"ujar Galih.

"Hmm,gak ada alasan khusus di,cuma mamah gue nyaranin gue masuk jurusan ini,"jawab Sandra.

Farhan dan Galih mengangguk secara bersamaan.

"Kalau gue si,menganggap anak IPA itu spesial."Jawaban dari Farhan berhasil membuat Sandra dan Galih menatapnya heran.

"Maksudnya gimana?",tanya Sandra penasaran.

"Ya gue liat di film kebanyakan yang ceritain tentang SMA itu yang di bahas,pasti jurusan IPA.Terus dari dulu anak IPA itu pasti dikenal sebagai anak yang pintar dan selalu jadi contoh buat jurusan lain,sedangkan IPS selalu di kenal sebagai jurusan anak bandel.Coba deh orang yang gak pinter sekalipun kalau masuk jurusan IPA pasti mereka berpikir kalau orang itu pinter.Makanya gue bilang kalau jurusan IPA itu spesial." Jelas Farhan panjang lebar.

Galih menganggukkan kepalanya."Bener juga,padahal gak semua anak IPS itu bandel.Tapi,entah kenapa stigma orang-orang tentang orang yang masuk IPS itu kalau gak bandel ya pemalas.Bahkan,gak sedikit dari mereka yang beranggapan kalau anak IPS itu adalah mereka yang gak tau tujuan kedepannya mau kemana."sahut Galih.

Pembahasan mengenai anak IPA dan IPS terus berlanjut,bahkan tak terasa mereka membahas itu sampai bel istirahat pertama berbunyi.

Sandra,Galih dan Farhan masih asyik duduk di bangku mereka masing-masing, sedangkan teman-temannya yang lain sudah berhamburan ke kantin untuk mengisi perut.

"Eh,udahan dulu ngobrolnya,kita ke kantin.Emangnya kalian gak laper apa?" tanya Galih.

Ketiganya lalu beranjak dan berjalan secara bersamaan menuju kantin.Sandra yang tadinya risih,mulai merasa nyaman berteman dengan kedua teman barunya itu.Mungkin karena pembawaan mereka yang ceria dan banyak bicara sehingga mudah bagi orang lain untuk merasa nyaman berteman dengan mereka.

"San,Lo cerita dong tentang diri Lo.Dari tadi Lo diem mulu,malah Lo gak berbaur sama temen-temen kelas yang lain,"ujar Farhan.

Memang benar sedari awal Sandra hanya diam.Bahkan ketika yang lain saling menyapa dan berkenalan,Sandra hanya duduk diam di bangkunya.Kalau saja tadi Farhan tidak mengajaknya berkenalan,mungkin sampai saat ini ia sendirian dan tidak melakukan apapun di kelas.

Ketika sampai di kantin,suasana begitu ramai.Bahkan mereka bertiga sudah tidak bisa lagi mencari tempat yang nyaman untuk duduk dan menikmati makanan mereka.

"Sandra!" Dari kejauhan sosok laki-laki datang menghampirinya mereka.

"Itu siapa,San?" Tanya Farhan pada Sandra.

"Itu kak Marvin, sepupu gue."

Saat Marvin sudah berada di depan mereka,tanpa aba-aba laki-laki itu menarik tangan Sandra."Kalian ikut gue."

Farhan dan Galih saling bertatapan,lalu mereka pun mengikuti langkah Sandra dan Marvin.

Setelah cukup lama berjalan melewati beberapa meja di kantin yang cukup luas ini, akhirnya mereka sampai di sebuah meja panjang yang sudah terisi beberapa siswa di sana.

"Lo sama dia temen Lo gabung sama kita aja,sini duduk."ujar Marvin pada sepupu dan kedua temannya.

Galih dan Farhan mengangguk,mereka langsung mengambil posisi duduk.

Sandra menatap oramg-orang di meja itu."Gak usah,gue cari tempat lain aja."

"Gak ada tempat lain Sandra,udah pada penuh.Udah duduk di sini aja." Ujar Marvin sembari menepuk tempat kosong di sampingnya.

Malas berdebat, akhirnya Sandra memilih untuk duduk di samping Marvin, meskipun ia sedikit risih karena di depannya ada orang yang tidak ia kenal.

"Hai,Sandra.Jangan takut gitu,gue sama yang lain gigit kok."ucap siswa dengan sedikit bergelombang dan seragam yang sedikit terbuka sehingga menampilkan kaos hitam didalamnya.

Sandra hanya tersenyum menanggapinya.

"Gue udah pesanin,mie goreng sama es teh manis buat Lo,"ucap Marvin,lalu tatapannya beralih pada kedua teman Sandra."Kalau kalian dua persen sendiri aja."

"Han,Lo aja yang pesen,gue nasi goreng sama es teh jeruk ya."

Sandra melirik sekilas laki-laki di depannya.Menyadari itu Marvin memperkenalkan laki-laki itu pada Sandra.

"Yang di depan Lo namanya Jeandra,Lo bisa panggil dia Jean.Dia Katua OSIS di sini.Kalau Lo mau kenalan,nanti aja setelah makan." Ujar Marvin yang hanya di tanggapi anggukan oleh Sandra.

Suasana Kantin semakin ramai, sayup-sayup ia mendengar seseorang berbisik-bisik menyebut nama Jean.Ia melirik sekilas,terlihat jelas beberapa siswi menatap ke arahnya.Ia kembali memalingkan wajahnya.

"Itu cewek di depan Jean.siapa?"

"Gak tau,kok bisa sih gabung sama Jeans dan teman-temannya."

"Tau,gue iri banget.Mana dia duduk sampingan sama Marvin."

Sandra menatap oramg-orang yang satu meja dengannya.Ia baru menyadari jika hanya dirinya, perempuan yang duduk di sana.Pantas saja dia dibicarakan.Sandra juga sedikit mengerti,alasan orang-orang itu menatapnya.Ternyata kakak sepupu dan teman-temannya adalah siswa yang populer di sekolah.

Tapi apa untungnya menjadi siswa yang populer? Ah entahlah,tidak udah dipikirkan.Lebih baik ia segera menghabiskan makanannya dan segera pergi dari sini.

Kembali ke kelas sepertinya adalah pilihan yang baik.

Dua

Setelah jam pelajaran sebelumnya tak ada guru yang hadir,Sandra kira setelah istirahat pertama pun tak akan ada lagi guru yang hadir di kelasnya.Nyatanya dugaannya meleset,ketika jam istirahat pertama usai,ada guru yang masuk dan memperkenalkan diri.Namun kehadiran guru itu tak lama,wajar saja ini baru Minggu pertama mereka menjalani tahun ajaran baru.

Setelah memberikan beberapa soal sederhana yang pernah mereka pelajari semasa sekolah menengah pertama, guru yang mengajar itu kembali ke kantor dan hal itu membuat kelasnya menjadi berisik.

Karena kelas sedang tidak ada pembelajaran,semua murid di kelas Sandra sibuk dengan kegiatan masing-masing.Ada yang bermain ponsel,ada yang bermain game,ada yang sedang bergosip dan juga ada yang sedang tidur di belakang kelas.

Sedangkan Sandra sendiri hanya terdiam di bangkunya,menatap para temannya yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing.Sandra mengalihkan pandangannya ke arah jendela,ia melihat apa saja yang bisa ia lihat.

Rupanya sakit perut yang dia alami tadi pagi tidak berlanjut seperti dugaannya.Awalnya Sandra mengira jika hari ini,akan menjadi hari yang buruk karena mengalami sakit perut akibat datang bulan,sama seperti datang bulan sebelumnya.

Nyatanya ia merasa aman-aman saja,tidak mengalami sakit perut ataupun keram.Tapi tetap saja ia merasa risih dengan keadaan seperti ini,apalagi hari ini ia terlalu banyak duduk.

Lamunannya terhenti ketika merasakan ponselnya bergetar,pertanda ada pesan masuk.Sandra mengambil ponselnya,benar saja ada pesan masuk dari Marvin.

Marvin|

San,nanti balik bareng gue ya,tapi ada syaratnya.Anter gue ke Gramedia dulu ya,sekalian Lo juga mau cari novel baru kan?

Anda|

Iya,tapi jangan lama-lama ya.Kita ke Gramedia cuma berdua,kan?

Marvin|

Iyalah,emang Lo maunya kita ke Gramedia sekampung?

Anda|

Apa sih? Gak jelas Lo.

Pesan itu sudah tidak terbalas lagi,Kanaya meletakkan ponselnya kembali dan melanjutkan aktivitasnya.Menatap keluar jendela dan memperhatikan beberapa siswa yang sedang bermain basket di luar sana.

Dulu saat masih SMP,Sandra sering kali mendapati Bramasta bermain Basket.Ia juga sering menemani kakaknya itu bermain Basket di taman,bahkan sesekali mereka bermain bersama.Meskipun Sandra sering kali kalah,tapi ia tetap merasa senang karena bisa tertawa bersama sang kakak.

Biasanya Bramasta juga mengajaknya bermain futsal,tapi ia tidak suka bermain bola seperti itu.Meski begitu,ia selalu siap bersedia menemani kakaknya pergi bersama teman-temannya untuk bermain futsal.

Itu dulu,kini tidak ada lagi basket atau futsal.Sejak dua tahun terakhir ia sudah tidak lagi menjalani aktivitas itu,karena sekarang Sandra sendirian.

Kematian Bramasta masih begitu membekas,dua tahun masih belum bisa membuat Sandra mengikhlaskan kepergian kakaknya.

Semua butuh proses,kan?

Tapi,entah kenapa Sandra merasa proses itu tidak dirasakan olehnya.Ia seolah sengaja dijebak dalam rasa sakit yang dalam akan kesedihan dan kesepian.

Apalagi berada di sekolah ini.Rasa sakit itu seolah menyeruak.Menguasai isi hati Sandra, mengotak-atik hatinya dan membuatnya jauh lebih sakit lagi.

SMA Nusa Bangsa,di sini,Sandra menemukan kakaknya terduduk lemas tak berdaya,berlumur darah menahan rasa sakit.

Ia bersekolah di sini bukan tanpa alasan,tujuan utamanya sekolah disini untuk mencari kebenaran atas kematian kakaknya yang ia rasa ditutup-tutupi.

___

Sandra mendelik sesekali menoleh ke belakang."Kak,bohong banget si Lo.Katanya kita ke Gramedia cuma berdua doang.Ini kenapa Lo bawa pasukan sih?" Diatas motor selama perjalanan Sandra mengoceh tentang banyak hal,salah satunya adalah protes kenapa teman-teman Marvin juga ikut serta ke Gramedia.

"Kita semua butuh buku buat referensi Sandra,jadi sekalian aja gue ajak mereka.Bentar lagi gue sama temen-temen kelas 12 jadi harus ambis."

Sandra berdecak,tidak habis pikir dengan tingkah laku kakak sepupunya ini.

Sesampainya di parkiran Gramedia, mereka semua turun dari motor, beriringan berjalan masuk.

Jika ini sebuah film,mungkin akan ada efek slow motion dan angin sepoi-sepoi untuk memperindah adegan ini,adegan membuka pintu yang di perankan oleh Marvin Wijaya.

"Lo mau nyari buku apa,San?" Diantara tak buku besar dalam ruangan itu,Marvin masih sibuk memilih buku referensi mana yang ingin ia beli.

"Gue ke lantai atas dulu,mau cari novel,"pamit Sandra langsung melesat pergi,gadis itu memisahkan diri ke lantai atas.

Sebenarnya Sandra tidak terlalu suka membaca buku,hanya saja dia ingin melengkapi koleksi buku mendiang kakaknya,karena sebelum Bramasta pergi dia selalu bilang."Gue mau koleksi semua buku Tere Liye,keren semua soalnya."

Dengan begitu,Sandra mencatat buku yang mana saja yang belum dimiliki oleh kakaknya.

Sandra mengelilingi satu rak besar yang berisi berbagai buku fantasi dan romansa,diujung tak ia melihat buku Tere Liye dengan judul "Janji".Sandra mengambil buku itu lalu membaliknya,ia membaca kalimat panjang di bagian belakang.

Satu kalimat tanya yang hadir di sana membuat Sandra juga ikut berpikir.

"Tapi sesungguhnya,dimanakah kebahagiaan itu hinggap?"

Pertanyaan yang Sandra sendiri pun masih pertanyakan.

"Tapi sesungguhnya,dimanakah kebahagiaan itu hinggap?" Ucap Sandra mengulang pertanyaan yang sama dan berusaha mencari jawaban.

"Di hati.."

Seseorang tiba-tiba datang dari balik rak buku,membuat Sandra menatapnya heran.Laki-laki itu terkekeh,berjalan mendekat sampai jarak diantara mereka cukup tipis.

"Nama gue Candra," ucap laki-laki itu sambil mengulurkan tangan padanya.

"Sandra,"balas Sandra menyambut uluran tangan laki-laki bernama Candra.

"Suka karya Tere Liye juga?"

Sandra menggeleng,lalu kembali meletakkan buku ditangannya ke rak."Buat kakak gue,"jawab Sandra.

Candra mengangguk paham,lalu keduanya sama-sama diam.Candra kembali fokus pada buku yang sedang dia baca,sedangkan Sandra hanya menatap buku berjudul "Janji" itu tanpa berniat mengambilnya lagi.

"Itu buku apa,kak?" Tanya Sandra mencoba mencairkan suasana dingin di sekitar mereka.

"Shine,karya Jessica Jung,"jawab Candra memperlihatkan cover buku itu.

"Novel bahasa inggris?" tanya Sandra takjub.

Candra mengangguk."Keluarga gue ada yang dari luar negeri,gue juga udah lumayan lama tinggal di sana sebelum akhirnya pindah ke Indonesia.Jadi cukup fasih bahasa inggris,"jelas Candra tanpa di minta.

"Lo..mau baca?" Candra mencoba menawarkan buku lain,ia mengambil sebuah buku berjudul Serangkai karya Valerie Patkar. "Isi dari buku ini menarik,gue yang cowok aja sampai nangis bacanya,"ucap Candra lagi.

Sebenarnya Sandra malas menanggapi,namun rasa penasarannya membuat Sandra kembali bertanya."Isi bukunya tentang apa?"

Belum ada jawaban dari Candra,namun saat Sandra ingin bertanya kembali,Candra mengajaknya duduk di kursi kayu dekat tangga."Kita duduk di sana aja."

Sandra mengikuti langkah laki-laki itu,lalu ikut duduk di sampingnya." Ini adalah salah satu buku favorit gue,"ujar Candra.

Sandra tidak menjawab,ia masih menanti kalimat lain yang akan terucap dari Candra.

"Buku ini isinya lengkap,mulai dari masalah percintaan, mimpi,luka,masa lalu dan juga keluarga."

"Ini buku gue,kalau Lo mau pinjem boleh aja.Tapi gue saranin si waktu baca ini Lo harus siapin tisu,"ujar laki-laki itu sembari tersenyum.

Senyuman indah,Sandra akui itu.Candra terlihat seperti laki-laki baik,dia juga humble,mudah bergaul dan juga asik.

Sandra menyetujui untuk meminjam buku milik Candra.Setelahnya mereka berbicara banyak hal, termasuk hubungannya dengan Marvin.

"Jadi Lo sepupunya Marvin? Gue kira Lo pacarnya."

Sandra menggeleng cepat."Gue gak tertarik sama cinta,"ujar Sandra dihadiahi tatapan heran dari Candra.

"Lo,belum pernah pacaran?" Tanya Candra,berusaha untuk tidak menyinggung perasaan Sandra.

Sandra menggelengkan kepalanya sambil tersenyum,sebagai jawaban dari pertanyaan Candra.

"Bagus,pertahanin.Masalah cinta gak harus terburu-buru,lebih baik menunggu lama tapi dengan orang yang tepat dan memang di takdirkan oleh Tuhan.Daripada terburu-buru tapi dengan orang yang salah." Ucap Candra,lalu setelah itu laki-laki itu beranjak.

"Kita ke bawah yuk,mereka pasti udah nunggu kita."

Mereka menuruni tangga secara beriringan,entah kenapa dalam posisi seperti ini membuat Sandra sedikit gugup.Ada rasa yang membuat Sandra juga tidak tahu harus menyebutnya apa.

Sampai pada anak tangga terakhir,mereka menemukan yang lainnya duduk menunggu yang artinya mereka sudah mendapat buku yang mereka mau.

"San? Kok buku Lo kucel gitu?" Tanya Marvin.Mungkin dia berpikir jika buku yang dipegangnya adalah buku yang ingin dia beli.

"Gak apa-apa,"jawab Sandra,tak ingin menjelaskan apapun,karena memang menurutnya tak perlu ada yang di jelaskan.

Tak berhenti di Gramedia saja, Marvin dengan sengaja membawa Sandra ke tempat mereka biasa berkumpul.Di saja ada satu rumah berukuran cukup kecil yang terdapat tulisan besar di sebuah baliho yang tertempel pada pagar.

Jangan masuk sembarangan!!! Yang punya rumah punya anjing galak!

Begitulah kira-kira tulisan yang tertera di baliho itu.

"Lo kenapa ajak gue ke sini,kak?",tanya Sandra karena lagi-lagi Marvin mengajaknya ke suatu tempat tanpa persetujuan.

"Makan lah.Ini mau makan di mana coba?"jawab Marvin sembari mengangkat tentengan plastik berisi nasi bungkus yang mereka beli ketika perjalanan pulang.

Sandra merasa heran,kenapa gak makan di tempat aja tadi?

Tapi, tanpa protes lebih,Sandra ikut masuk ke dalam.Ia malas berdebat dengan orang modelan Marvin,apalagi di tempat seperti ini,agak seram sebenarnya.

Di dalam mereka hanya menikmati makanan tanpa banyak bicara.Sesekali Candra akan bertanya mengenai Sandra, seperti kesukaan Sandra atau mengenai kakaknya,Bramasta.Sementara yang lain asik bergelut dengan nasi bungkusnya masing-masing.

"San,Abang Lo udah lulus?" Satu pertanyaan lolos dari mulut Langit tanpa di duga.Sandra sendiri cukup terkejut,bahkan karena itu Marvin menginjak kaki Langit,sehingga laki-laki itu meringis kesakitan.

"Apa sih?!" Protes Sandi yang tak terima perlakuan Marvin.

"Kak Bram,putus sekolah.Gak lanjut SMA,"jawab Sandra apa adanya.

Marvin tau,ada sesak yang di rasakan Sandra saat ini.Terlibat dari caranya menatap nasi bungkus di depannya tanpa melanjutkan untuk di habisi.

"San,Lo baik-baik aja?",tanya Candra menyadari perubahan raut wajah dari Sandra.

Sandra hanya tersenyum tipis sebagai jawaban.

Sandra sendiri bingung,kenapa dia harus terjebak dengan kumpulan orang yang tidak dia kenal dengan baik.Kenapa juga ia tidak protes dan meminta Marvin untuk segera mengantarnya pulang.

Tidak ada yang Sandra kenal di sini,terlepas dari Marvin atau Candra.Tapi bagi Sandra, perkumpulan ini asing dan sedikit menakutkan,ia merasa lebih aman ketika bersama Farhan dan juga Galih.Apalagi jika matanya bertemu dengan Jeandra yang tidak pernah berbicara.Rasanya Sandra ingin menghilang saja dari sana.

Tiga

Suasana rumah begitu sepi karena mamah dan juga papahnya masih berada di kantor.Sandra memilih untuk berdiam diri di kamarnya,ia hanya termenung membiarkan lagu-lagu berputar di ponselnya.

Sandra menatap dalam-dalam pigura foto yang terpajang rapi di kamarnya,lagi yang diputar seakan selaras dengan suasana hatinya."Apa kabar kak?", monolog Sandra pada seseorang di pigura foto yang ia harap berada di surga.

"Kenapa aku malah bilang kamu putus sekolah si kak? Kenapa aku gak bilang aja soal keadaan kamu sebenarnya?",tanya Sandra yang tak akan pernah di jawab oleh orang yang ada di foto.

Sandra sendiri bingung,ia tak tau kenapa ia memilih untuk menyembunyikan fakta pada orang lain mengenai kematian sang kakak? Dia bingung,tapi ada satu hal yang mungkin jadi jawabannya.Sandra hanya takut tersakiti.

Tapi sesungguhnya dimanakah kebahagiaan itu hinggap?

Pada hari yang semakin petang,Sandra kembali mengingat sepenggal kalimat dari buku Tere Liye yang dia temui di toko buku,kalimat itu terus terngiang di kepalanya.

"Gramedia jam segini kira-kira masih buka gak ya? Harusnya si masih buka."

Tanpa menunda lebih lama,Sandra beranjak lalu mengambil ponselnya untuk memesan ojek online menuju ke Gramedia yang tadi siang ia kunjungi.

Beruntung Ojek online yang Sandra pesan datang lebih cepat dari dugaannya."Maaf mas,bisa lebih cepat gak? Soalnya takut Gramedia-nya tutup."

Selama di perjalanan mata Sandra memperhatikan jalanan.Jakarta hari ini tidak terlalu macet,padahal kalau di pikir biasanya jam segini jalanan ibukota akan penuh dengan orang-orang egois yang terus membunyikan klakson kendaraannya.Padahal,klakson yang dibunyikan tidak akan berpengaruh pada jalanan yang memang sudah macet.

Sandra masih terus mencoba menemukan jawaban dari pertanyaan yang ada pada buku "Janji" itu.

Di hati..kata Candra tadi siang.

Sandra tidak mendapatkan kejelasan dari jawaban itu.Ia enggan bertanya,selain itu otaknya tidak bisa memproses makna kata yang di sampaikan oleh Candra.

Bahagia? Apakah Sandra pernah merasa bahagia selama di dunia ini? Tentu saja sudah,lantaskenapa ia tidak bisa menjawab pertanyaan sesederhana itu? Ia sendiri tidak tahu.

Setelah sampai di gedung Gramedia,Sandra mempercepat langkahnya.

"Mbak,gak mau saya tungguin?",teriak Abang ojol yang mengantarnya.

Sandra menoleh."Gak usah bang, makasih,"ucapnya sembari tersenyum.

Sandra mempercepat langkahnya,ia menaiki satu persatu anak tangga dengan langkah terburu-buru.Sesampainya di tangga paling atas,ia melihat seseorang yang sempat berkenalan dengannya tadi siang.

Candra Pratama.

"Eh? Hai, Sandra,"ucap Candra sembari tersenyum ketika menyadari kehadiran Sandra di sampingnya.

"Iya,kak.." keduanya lalu terdiam

Sandra beranjak mencari buku "Janji" yang seingatnya di letakkan di atas meja di hadapannya.Tapi,buku itu sekarang tidak ada.Apa mungkin buku itu sudah diambil oleh orang lain? Sandra tidak tahu,apakah buku yang ia mau hanya tinggal satu atau masih ada yang lain.

"Nyari ini?"

Candra yang berada di depannya berdiri sembari memegang buku bersampul putih,buku yang ia maksud tadi.

"Kak Candra beli bukunya?",tanya Sandra.

Candra menggeleng."No,tadi ada yang mau ambil buku ini,but i think kamu akan kembali untuk mencari ini,"ujar laki-laki itu sambil tersenyum.

Laki-laki aneh,namun menyenangkan,pikir Sandra.

"Terimakasih kak,udah jagain bukunya buat gue."

"Sama-sama."

Keduanya lalu turun,membayar buku masing-masing di kasir.Sandra melirik sekilas ke arah Candra,ingin rasanya ia meminta penjelasan mengenai kata-kata itu.Tapi entah kenapa lidahnya terasa kelu.

"Lo pulang sama siapa?"

"Ojol,"ucap Sandra seadanya.

Tidak ada yang melucu,tapi Candra tertawa lepas dengan suara yang melengking.Sandra sendiri bahkan sempat terkejut mendengar tawa itu.Tawa itu sangat terdengar nyata.Seakan Candra begitu puas menertawakan keadaan yang tidak ada lucunya.

"Emmh, maaf,maaf,"ujar Candra berusaha menghentikan tawanya.Laki-laki itu mengelus pelan dadanya saat berhenti dari tawanya.

"Bareng gue aja.Kebetulan gue bawa mobil, tapi mungkin akan butuh waktu sedikit lama sampai rumah karena ketahan sama macet,"tawarnya pada Sandra.

"Gak usah kak.Rumah gue jauh soalnya."

Candra menepuk pundak Sandra."Justru itu,Lo Lo harus balik sama gue,"tegas Candra.Sansra tidak bisa membantah lagi.Apalagi ketika melihat jam,hari sudah semakin petang.

Sepanjang jalan,keduanya saling diam.Hanya ada alunan musik dari radio mobil Candra,sebagai alat agar keadaan tidak terlalu sepi.

Sandra menoleh ke arah Candra ragu.

"Ada yang mau dibicarain?",tanya Candra menyadari Sandra yang sedari tadi melirik ke arahnya.

"Anu..kak, maksud jawaban Lo tadi siang apa ya?"

Candra menautkan alisnya,tidak bisa menangkap maksud pertanyaan dari Sandra.

"Maksud gue jawaban dari kalimat ini",ujar Sandra sembari menunjuk pada kalimat yang berada di buku yang sedari tadi ia pegang.

Melihat itu,Candra mengangguk.Ia mulai mengerti,inti pertanyaan dari Sandra.

"Coba deh dengerin baik-baik.Dimana kebahagiaan itu hinggap? Jawabannya dari hati.Mudah kok untuk memahami jawaban gue."

Candra menjeda Kalimatnya.Di depan sana macet,bahkan ketika lampu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau,mobil mereka belum bisa bergerak.Laki-laki itu menurunkan kaca mobilnya dengan memanggil penjual bunga yang terlihat masih sangat muda.

"Dek,harga satu bunganya berapa?",tanya Candra.

Penjual bunga itu menghampiri Candra lalu tersenyum,melihat itu Candra ikut tersenyum.

"Dua puluh ribu aja kak,yang agak kecil lima belas ribu,"ucap penjual bunga itu.

"Mau lima yah,"ucap Candra lalu ia memberi selembar uang pecahan seratus ribu pada penjual bunga itu.

"Bunganya mau yang mana kak?"

"Yang mana aja,pilih yang menurut kamu bagus "

Bergegas,penjual itu memilih bunga yang agak besar dan terlihat indah."Ini kak,makasih ya kak udah mau beli bunga saya,"ucap penjual itu.

Candra mengangguk sambil tersenyum hangat.

Dalam keadaan seperti ini,Sandra dapat melihat sisi lain dari seorang Candra.Dibalik kerandoman dan humornya,terdapat sisi peduli dari laki-laki itu.Sikap Candra yang tadi membuat Sandra tersenyum dengan sendirinya.

Setelah kemacetan melonggar,mobil Candra mulai maju perlahan."Intinya seperti ini,ketika Lo memulai sesuatu dengan hati.Lo akan merasakan efeknya.Contohnya,ketika hati Lo merasa aman,damai,gak merasa sakit dan baik-baik saja,maka Lo akan bahagia.Gitu aja si,"jelas Candra, melanjutkan kalimatnya yang sempat terhenti.

"Emmh,mungkin gue ngomongnya agak ribet ya.Tapi,gue yakin Lo pasti ngerti maksud dari ucapan gue.Jadi,kalau Lo cari tau dimana bahagia itu hinggap.Maka jawabannya ada di hati.Tapi kalau Lo gak nemuin kebahagiaan itu di sana,berarti Lo sedang tidak baik-baik saja."

Sandra terdiam,menatap jalanan yang ada di depan sana sembari mencerna satu persatu perkataan Candra

Kalimat laki-laki itu menghantam dadanya.Seolah seperti ada luka yang kembali terbuka.

"Sekarang gue tanya,Lo baik-baik aja kan?"

Entahlah.Yang dikatakan Candra adalah sebuah perkataan, tapi Sandra harap itu adalah pernyataan,supaya ia tidak usah susah payah untuk mencari jawaban.

Karena dirinya sendiri tidak tau,apakah dia sedang baik-baik saja atau sedang terluka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!