"Aku ingin kita berakhir Gabriella." kata Kairi.
"Kau yakin dengan keputusanmu Kai?" tanya Ella.
"Aku yakin." jawab Kairi sambil menghela nafas panjang.
"Baiklah, jika itu memang keputusanmu, aku hargai Kai. Tapi satu hal yang harus kau ingat, aku tidak akan pernah memilih Andra. Kau bilang kebersamaan kita membuat Andra terluka, lalu apa menurutmu kebersamaanku, dan Andra akan membuat kita bahagia. Tidak Kai, hanya Andra yang bahagia. Tapi kau, dan aku terluka. Jadi sekarang, kita berpisah, tapi aku tidak memilih Andra. Agar kita bertiga sama-sama terluka, bukankah itu lebih adil Kai." ucap Ella sambil menatap lurus ke depan, ia tak menatap Kairi yang berada di sebelahnya.
Kairi terdiam, ia tidak menjawab ucapan Ella, ia hanya menatapnya lekat-lekat.
"Satu hal yang harus selalu kau tahu Kai, yang dulu sudah pernah kukatakan padamu. Saat aku sudah memutuskan untuk pergi, aku tidak akan pernah kembali. Dulu aku sudah menyerah, aku tak mau lagi berharap pada Andra. Aku sudah memutuskan untuk pergi darinya, jadi sampai kapanpun aku tidak akan pernah kembali padanya." ucap Ella sambil melirik Kairi sekilas, lelaki itu masih saja terdiam.
"Dan itu juga berlaku untukmu Kai. Saat kau sudah melepaskan aku, dan aku sudah mengiyakan permintaan kamu, aku tidak akan pernah kembali lagi padamu Kairi, tidak akan pernah." sambung Ella sambil menatap Kairi dengan tajam.
Hatinya sangat sakit menerima kenayataan pahit ini. Ia sangat mencintai Kairi, namun lelaki itu malah memilih perpisahan.
***
Semilir angin pagi berpadu dengan semburat sinar sang surya yang mulai menyapa. Buliran embun yang sebening kristal, menetes dan pecah, menguarkan aroma basah. Seorang gadis sedang melangkah di ujung jalan. Dengan berbalut seragam putih abu-abu gadis itu tampak anggun dan manis, kulitnya yang putih dan tubuhnya yang mungil membuat ia terlihat sangat cantik.
Jarum jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 06.30, langkahnya sedikit tergesa karena jarak antara rumahnya dengan sekolah cukup jauh, dan hari ini adalah hari pertamanya menjadi siswa kelas XII. Gabriella Tamara nama yang telah dia sandang selama 16 tahun.
Dari arah depan tampak mobil ferari berwarna merah perlahan berhenti di sampingnya.
"Udah gue bilang gue jemput, gak sabar banget sih." ucap Andra sambil membuka kaca mobilnya.
Dia adalah Andra Dwi Anggara, sahabat yang telah Ella kenal sejak SMP, sikapnya yang tidak sombong membuat Ella betah menjadi sahabatnya. Kehidupan Ella bisa dikatakan serba pas-pasan. Ayahnya telah meninggal saat ia masih kecil, sedangkan ibunya, beliau hanya membuat kue dan Ella yang menjualnya lewat online. Hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Kedua kakaknya sudah menikah, sedangkan Ella sendiri harus berprestasi untuk mendapatkan beasiswa, dia juga mencari kerja sampingan agar bisa menabung untuk biaya kuliahnya nanti.
"Lo lama banget, keburu telat tau gak." gerutu Ella sambil duduk di samping Andra, mobil perlahan melaju membelah jalanan yang mulai ramai.
"Masih pagi El, lagian sekarang kita kan senior, telat sedikit gak papa lah." ucap Andra diiringi senyum di bibirnya.
"Kebiasaan lo itu Ndra, justru udah senior itu belajar disiplin, belajar yang rajin, biar jadi contoh buat adik kelas." jawab Ella sambil menatap sahabatnya.
"Kapan sih lo itu bisa santai gitu El, gue aja yang lihat capek tiap hari belajar mulu." ucap Andra sambil membalas tatapan Ella.
"Gue bukan elo Ndra, gue butuh otak buat bertahan hidup. Kalau beasiswa gue dicabut gimana, kalau gue gak bisa kuliah gimana, gue gk mau ngecewain Ibu. Elo itu harusnya bersyukur Ndra , lo udah punya segalanya tinggal belajar aja yang rajin biar jadi orang bener." kata Ella.
"Gue udah bener El, kurang bener apa lagi coba, semua cewek aja bilang kalau gue yang paling sempurna, ya gak?" ucap Andra diselingi tawanya, memperlihatkan giginya yang putih dan rapi.
Keberuntungan memang berpihak pada Andra, wajahnya yang tampan dan terlahir ditengah keluarga yang kaya raya membuat dia menjadi idola. Banyak para gadis yang mengaguminya, dan dia memanfaatkan keadaan hingga predikat playboy tersemat apik dalam dirinya.
"Mereka aja yang bodoh, bisa suka sama cowok kayak elo." ucap Ella sambil menatap lurus ke depan.
"Termasuk juga gue." batin Ella.
Terasa sedikit sakit di dalam hatinya, mengingat cintanya bertepuk sebelah tangan. Dia jatuh cinta pada Andra sejak pertama kali pertemuan mereka di bangku SMP. Menyimpan perasaan untuk Andra bukanlah hal yang mudah, Andra adalah lelaki playboy yang suka bergonti-ganti pacar, bahkan sangat sering Andra meminta bantuan Ella untuk mengejar gadis incarannya.
"Lebih bodoh lagi elo El, yang gk ngerti pacaran." kata Andra sambil mengacak rambut Ella yang digerai begitu saja.
"Andra kebiasaan deh." teriak Ella.
"Hubungan lo sama Dimas gimana, ada kemajuan gak?" tanya Andra.
"Hubungan apa sih Ndra, dia gue anggep seperti kakak gue sendiri, lagian Kak dimas juga udah punya pacar kok," jawab Ella dengan kesal.
"Dasar tidak peka." gumam Ella dalam hatinya.
"Lo gk cemburu?" tanya Andra.
"Ngapain coba, gue aja gk suka sama dia." jawab Ella.
"Semua cowok elo bilang gak suka, jangan-jangan lo suka sama cewek ya?" goda Andra.
"Gak usah sembarangan deh.'' jawab Ella sambil memanyunkan bibirnya.
Dan Andra tersenyum manis menanggapi ucapan Ella.
"El." panggil Andra, setelah hening beberapa detik.
"Hmm." gumam Ella sambil menoleh menatap Andra.
"Bantuin gue dong." balas Andra dengan ekspresi wajah yang memelas.
"Apa lagi. Gebetan baru?" tanya Ella sambil mencibir.
"Elo emang ngerti gue El, lo tau gak Vani anak kelas XI. Itu inceran gue." jawab Andra dengan tersenyum lebar.
"Terus Adela lo kemanain?" sindir Ella sambil memutar bola matanya dengan jengah.
"Gue udah gak jalan sama dia, terlalu cerewet." jawab Andra dengan santainya.
"Kebiasaan lo Ndra, kalau udah bosen ada aja alasannya." kata Ella.
"Bukan gitu El, emang dia berubah kok, jadi semakin cerewet. Tapi kali ini beda, kayaknya gue beneran jatuh cinta sama Vani deh El, dia itu gak kayak cewek-cewek kebanyakan." terang Andra dengan panjang lebar.
"Tiap kali ada gebetan baru omangan lo ya kayak gini, udah hafal gue Ndra. Gue gak mau bantu." ucap Ella dengan cepat.
"Gak asyik lo El, bantuin dong!" kata Andra memohon.
"Gue sibuk Ndra." jawab Ella dengan cepat.
"Gue bantuin deh kesibukan lo." ucap Andra.
"Emang elo bisa, yang bener aja kalau ngomong." sambil tangannya memukul bahu Andra.
"Gue serba bisa El, lo ngremehin gue ya." ucap Andra sambil menoleh menatap Ella.
"Ibu ada pesenan kue untuk hajatan, mumpung ada rejeki, gak mungkin kan gue biarin Ibu capek sendirian. Syukur deh kalau lo mau bantu."
Ella tampak tersenyum miring, dan menatap Andra yang terkejut.
"Gue kira cuma ngurir, pasti gue bantuin, kalau bikin yahh nyerah gue El." jawab Andra sambil tertawa nyengir.
"Lo sendiri tadi yang bilang, kalau gak mau bantuin ya udah, gue juga gak mau bantuin lo." ucap Ella dengan santainya.
"Reseh lo El." teriak Andra.
"Biarin, jadi gimana, mau gak?'' goda Ella.
"Gak ada pilihan.'' jawab Andra pasrah.
Mobil perlahan memasuki gerbang SMA Harapan. SMA Harapan adalah salah satu SMA terbaik di Kota Surabaya. Siswa di sana mayoritas dari kalangan atas, tak terkecuali Andra dan Nadira, sahabat Ella.
Sedangkan Ella, dia hanya mengandalkan otaknya untuk mendapatkan beasiswa prestasi, agar ia dapat menempa pendidikan di sana.
"Hai Ndra." sapa seorang gadis dengan rambut coklat sebahu. cantik, satu kata yang pas untuk menggambarkan gadis yang sedang berdiri di depan Andra.
Felisya adalah nama gadis itu, salah satu anak dari pengusaha besar di Surabaya. Postur tubuhnya yang sexi membuat banyak lelaki yang mengejarnya, namun sayang lelaki di depannya ini sama sekali tak tertarik dengannya.
"Gue kasian deh Ndra sama lo, mau aja dimanfaatin cewek matre kayak dia." ucap Felisya sambil memandang Ella dengan sinis.
"Jaga ucapan lo." jawab Andra sambil menunjuk muka Felisya.
"Ucapan gue bener kok Ndra. Semua orang juga tahu kalau dia cuma manfaatin lo.
Lo nya aja yang gak nyadar, dengan berpura-pura jadi sahabat dia jadi parasit dalam hidup lo." kata Felisya.
"Gue duluan Ndra." ucap Ella sambil berlalu pergi. Dia tidak ingin mendengar lebih banyak kata-kata pedas yang keluar dari mulut Felisya.
Bersambung......
Ella berjalan menuju ke kelasnya, hatinya masih sedikit sakit mendengar kata-kata Felisya.
"Emang susah ya jadi oarang miskin." gumamnya. Miris, satu kata yang melukiskan perasaannya saat ini.
Karena pertemanannya dengan Andra, dan Nadhira yang notabennya orang kaya membuat ia sering dianggap matre.
Belum lagi kakak perempuannya, Garnis Stefani yang menikah dengan Ariel Sanjaya yang juga dari kalangan atas. Membuat banyak orang menganggap, jika mereka memang memanfaatkan kecantikan untuk mencari uang.
"Ell sini." ucap Nadhira sahabatnya, sambil melambaikan tangannya saat melihat Ella memasuki ruangan kelas.
"Tumben lo berangkat pagi." sindir Ella pada Nadhira yang memang sering telat.
"Udah kangen sekolah, libur trus gak asyik." jawab Nadhira sambil tertawa.
"Modus lo." cibir Ella sambil duduk di bangku, di sebelah Nadhira.
Andra, Vino, dan Riky memasuki ruangan kelas, banyak para siswi yang senyum-senyum melihat kedatangan Andra.
Memang banyak para siswi yang mengidolakan Andra, walaupun mereka tau jika sifatnya jauh dari kata baik. Bergonta-ganti pacar, melanggar peraturan, dan prestasi yang dibawah standart adalah ciri khas dari seorang Andra Dwi Anggara.
"Ell lo gak papa?" tanya Andra sambil mendekati Ella.
"Bukan Ella namanya kalau denger kayak gitu aja langsung nangis." jawab Ella dengan senyum manisnya.
"Emang ada apa sih Ndra?" tanya Nadhira.
"Tadi ketemu Felisya." jawab Andra.
Tak perlu dijelaskan dengan detail, Nadhira sudah bisa menebak apa yang terjadi, karena memang Felisya seperti itu, kata-katanya selalu pedas dan sering memojokkan Ella. Terkadang rasa cemburu memang bisa merubah kepribadian seseorang.
***
Jarum jam menunjukkan pukul 13.10, mobil ferari milik Andra melaju keluar dari gerbang sekolahnya.
Kala itu langit terlihat sedikit gelap, namun sepertinya hujan masih enggan untuk turun.
"El bantuin gue nyari hadiah buat Vani dulu ya." ucap Andra.
"Tapi janji nanti lo bantuin Ibu ya." jawab Ella.
"Harus banget ya El, kalau gue gk bisa gimana.'' ucap Andra sambil menaikkan alisnya.
"Ya bantu sebisa lo, nanti malem gue harus privat, cuma ada sedikit waktu buat bantu Ibu.'' kata Ella.
"Ya udah deh gue bantu, tapi jangan marah ya kalau nanti kuenya Bude jadi hancur." ucap Andra sedikit manyun.
"Lo jelek kalau ngambek." kata Ella sambil mencubit tangan Andra.
Di depan pusat perbelanjaan mobil Andra mulai menepi, lalu mereka berdua turun dan memasuki toko boneka.
Beraneka macam boneka berjajar rapi di rak toko, dari yang sebesar kepalan tangan sampai yang sebesar kingkong, dengan bermacam warna, dan beraneka ragam bentuk.
"Kira-kira selera Vani yang kayak gimana ya El?" tanya Andra sambil melihat-lihat boneka yang berjajar rapi di sana.
"Warna pink mungkin, dia kan cewek yang feminim banget." jawab Ella.
"Gitu ya. Lo pilihin deh, gue tunggu di mobil." ucap Andra.
"Gak mau, enak aja lo ninggalin gue sendirian, yang mau pacaran siapa." tolak Ella sambil menahan tangan Andra.
"Di sini itu rame El, ribet banget gue gak suka, lo aja yang pilih gue tunggu di mobil, nih uangnya! Kalau lo mau, lo pilih aja gue bayarin sekalian." kata Andra sambil memberikan dompetnya ke tangan Ella.
"Lo kebiasaan deh Ndra, awas aja ya gue sumpahin lo ditolak." teriak Ella dengan kesal.
"Sumpah lo gak pernah mempan, secara gue kan tampan." ucap Andra sembil melangkah pergi meninggalkan Ella.
Sesampainya di mobil, Andra langsung mengeluarkan ponselnya. Ia mulai melancarkan gombalan maut lewat chating dengan para gadis cantik. Hal itu adalah salah satu kebiasaannya.
Cukup lama Andra tenggelam dalam dunia maya, hingga tak lama kemudian suara nyaring Ella mengusik ketenangannya.
"Andraaaaa...." teriak Ella di dekat telinga Andra.
"Sialan lo El, sakit telinga gue." ucap Andra sambil memegang telinganya.
"Lagian lo juga sibuk banget, sampai gak lihat gue masuk, nih bonekanya sama uang lo." kata Ella sambil memberikan dompet dan paper bag yang berisi boneka.
Andra melihat sekilas kedalam paper bag.
"Lo cuma beli satu?" tanya Andra sambil menatap Ella.
"Beli setengah juga gak boleh." jawab Ella dengan memanyunkan bibirnya.
"Kan gue suruh beli dua, satunya buat lo." ucap Andra.
"Gue lebih suka duit daripada boneka." jawab Ella dengan asal.
"Ya udah lo ambil aja mau berapa.'' ucap Andra sambil menyodorkan dompetnya.
"Duit masih minta mama aja sombong." sindir Ella.
"Lo beneran reseh ya El." jawab Andra sambil mengacak rambut Ella.
"Andra jangan, kalau berantakan gak cantik lagi gue, udah buruan jalan keburu sore." ucap Ella sambil merapikan rambutnya.
"Emang lo pernah cantik, perasaan dari dulu juga kayak gini." kata Andra sambil melajukan mobilnya, dan meninggalkan pusat perbelanjaan.
"Yang jelas gue lebih cantik dari pada lo, paham." jawab Ella.
"Iyain aja deh biar diem, capek telinga gu Awww...sakit Ell." teriak Andra saat Ella mencubit lengannya dengan sedikit keras.
"Lebay." jawab Ella sambil menatap Andra.
*****
Di dalam rumah yang sederhana, tampak seorang wanita paruh baya sedang sibuk membuat kue.
Tangannya yang keriput terlihat lincah bekerja... lelah... mungkin memang lelah yang dirasakannya, namun kebutuhan hidup yang memaksanya untuk bekerja keras.
"Aku ingin Ella bahagia." satu keinginan yang membuatnya tetap semangat meski terkadang fisiknya terasa sangat lelah.
Ketegaran hati, dan kerja keras Ella membuat ibunya merasa tersentuh.
Gabriella Tamara memang berbeda dari kedua saudaranya.
Gilang Pradana, saudara tertua telah mengecewakan orang tuanya. Dia yang seharusnya menyelesaikan kuliahnya dengan baik karena saat itu ayahnya masih ada, tetapi harus putus kuliah disemester pertama karena kekasihnya hamil, Nina yang sekarang menjadi istrinya.
Garnis Stefani anak nomor dua, selalu mengeluh dengan keadaan hidupnya.
Dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia lahir ditengah keluarga yang sederhana. Sejak kematian ayahnya sewaktu ia duduk dikelas 3 SMP, ia tak mau lagi meneruskan pendidikannya hingga SMA. Menikah dengan orang kaya untuk merubah hidupnya adalah satu hal yang sangat dia impikan.
Tiga tahun berselang dari kelulusannya, dia menikah dengan Ariel Sanjaya, pria dewasa yang kaya raya. Usia keduanya terpaut cukup jauh, namun Garnis tak mempedulikan hal itu. Bahkan sikap keluarga Ariel yang jelas-jelas menolaknya saja, tak membuat Garnis mengundurkan diri.
"Yang penting mas Ariel mencintaiku, dan bisa membahagiakan aku." itulah ucapan Garnis yang masih terngiang jelas di ingatan ibunya.
"Assalamualaikum Bu, Ella pulang."
teriak Ella sambil membuka pintu rumahnya. Ia berjalan masuk, dan mencium tangan sang ibu.
"Waalaikumsalam nak, eh ada Nak Andra, masuk Nak." ucap Bu Halimah sambil menatap Andra dengan senyuman.
"Ya Bude, maaf ya tadi Ella pulangnya telat, masih nganterin saya Bude." jawab Andra sambil membalas senyuman Bu Halimah.
"Ya gak papa Nak, silakan ke dapur, makan dulu tadi Ella masak tumis kangkung." ucap Bu Halimah.
"Ya Bude nanti dulu Andra masih kenyang, Bude lagi sibuk apa, boleh Andra bantu?" tanya Andra.
"Lagi bikin kue, ada orang hajatan, sudah Nak Andra duduk saja pasti capek." jawab Bu Halimah.
"Gak papa Bude, Andra pengen bantu.'' ucap Andra sambil meletakkan tasnya di atas kursi, dan melepaskan baju sekolahnya. Kini hanya kaos oblong warna putih yang menutupi dadanya. Dengan sedikit bingung ia mendekati bu Halimah.
"Gue mesti ngapain ya, Ella lama banget sih ganti bajunya." batin Andra.
Entah kenapa Andra merasa rumah Ella jauh lebih nyaman, dibandingkan dengan rumahnya sendiri.
"Ah andai saja Papa dan Mama bisa mengerti gue, pasti gue juga merasa nyaman dirumah." fikir Andra.
Detik berikutnya rasa sesak kembali merasuki relung hatinya.
Bersambung.....
Andra Dwi Anggara, mungkin orang lain menganggap hidupnya sangat indah. Namun kenyataannya tidak demikian, ia merasa keberuntungan tak pernah berpihak padanya.
Sosok ayah yang dari kecil tak pernah menganggapnya ada, yang sejak bertahun-tahun lalu malah pergi meninggalkan ia dan ibunya.
Dan sosok ibu yang selalu sibuk dengan pekerjaan. Tak pernah memberikan perhatian, namun selalu menuntut Andra untuk menjadi sempurna, membuat Andra merasa bosan dengan kehidupannya.
Ia menginginkan kehidupan yang damai, dengan orang tua yang selalu menyayangi dan memperhatikannya, namun semua itu hanya mimpi semata baginya.
Ibunya bahkan jarang ada di rumah, itulah yang membuat Andra lebih sering menghabiskan waktunya di rumah Ella, dan membantu pekerjaannya.
"Kenapa justru di rumah yang sederhana ini gue bisa merasa punya keluarga." batin Andra.
Bu Halimah memang sangat ramah, sikapnya yang hangat membuat Andra menemukan Sosok ibu yang sebenarnya.
"Woooi nglamun!" teriak Ella sambil memukul punggung Andra.
"Gue harus ngapain?" tanya Andra sambil memandang bingung ke arah meja yang dipenuhi bahan-bahan kue.
"Lo bantu ibu nata di sana saja deh." ucap Ella sambil menunjuk ibunya yang sedang menyusun kue di kardus.
Tiga jam mereka berkutat dengan kue-kue, setelah selesai sang pelanggan datang, dan membawa kue-kue itu pulang.
"Udah kelar Ndra, sekarang lo pulang gih gue mau mandi." kata Ella sambil menatap Andra.
"Lo gak jadi privat di rumahnya Pak Bram?" tanya Andra.
"Ya jadilah, makanya lo buruan pulang." jawab Ella.
"Gue anter ya." ucap Andra.
"Gue naik motor aja, kalau lo anter emang gue pulang mau jalan kaki." jawab Ella sambil tertawa renyah.
"Gue anterin." kata Andra dengan cepat.
"Trus lo mau balik jam berapa? Udah pulang aja sekarang, siapa tau Tante Mirna udah nungguin." ucap Ella.
"Emang Mama pernah nungguin gue, mimpi lo Ell." jawab Andra sambil tersenyum kecut.
"Lo emang gak bisa positive thinking ya." ucap Ella sambil memukul bahu Andra.
"Fakta El." jawab Andra dengan singkat.
"Ya udah oke terserah lo. Tapi beneran Ndra gue naik motor aja, lo pulang gih, gue tau lo capek.'' ucap Ella.
"Ya udah deh, kalau begitu gue pulang dulu, lo hati-hati ya." ucap Andra sambil mengacak rambut Ella.
Ella mengangguk, dan bergegas masuk kamar mandi.
****
Ella menghentikan motor bututnya di depan rumah mewah tiga lantai.
Rumah besar dengan dominan warna putih itu adalah rumah Pak Abraham Renaldi, yang biasa Ella panggil Pak Bram, ayah kandung dari Dimas Renaldi.
Sudah 2 tahun Ella bekerja di sini, mengajar privat Albert, anak kandung dari Dirga Renaldi, putra pertama Pak Bram. Albert adalah anak yang cukup aktif dan sedikit nakal, namun ia sangat menurut kepada Ella. Hubungan Pak Bram dan keluarga Ella cukup baik. Dulu ayahnya Ella bekerja sebagai satpam di keluarga Renaldi, namun naas, kecelakaan telah merenggut nyawanya di usianya yang belum terlalu tua.
Kejeniusan dan ketelatenan Ella merubah sosok Albert menjadi anak yang lebih baik, terbukti saat kenaikan kelas kemarin ia masuk 5 besar, sekarang Albert sudah duduk dikelas 3 SD.
"Maaaa... Mbak Ella sudah datang."
Albert berlari mendekati Ella sambil berteriak memanggil ibunya.
"Pelan-pelan sayang nanti jatuh." ucap Ella sambil mengusap pipi Albert dengan lembut.
Dua jam kemudian.
Albert telah selesai belajar, baik tugas rumah hari ini ataupun untuk persiapan materi besok. Itulah pekerjaan Ella, membantu Albert belajar. Terkadang Ella merasa upah yang dia terima terlalu besar, dibandingkan dengan pekerjaannya yang tidak seberapa. Namun Pak Bram bersikeras jika itu pantas Ella dapatkan, mungkin karena hubungan keluarga yang baik, atau mungkin juga kasihan.
Albert mengemasi buku-bukunya, dan beranjak pergi meninggalkan Ella.
"Terima kasih Mbak Ella." ucap Albert sebelum kakinya melangkah di tangga yang pertama.
Ella tersenyum sambil mengangguk.
"Kamu mau langsung pulang El?"
tanya Natasya Ibunya Albert.
"Iya Mbak." jawab Ella.
"Tunggu El!" teriak Dimas yang baru saja datang, tampak pria tampan rupawan itu melangkah mendekati Ella. Ella sedikit terkejut dengan kedatangan Dimas.
"Kak Dimas, kapan pulang?" tanya Ella.
"Baru tadi pagi sampai rumah El, udah selesai?" Dimas balik bertanya.
"Udah kak, ini aku mau pulang." jawab Ella sambil tersenyum.
"Tunggu aku mau ngomong sebentar.'' kata Dimas sambil duduk di dekat Ella.
"Ada apa kak?" tanya Ella.
"El kamu ngobrol dulu sama Dimas, Mbak ke atas dulu ya, mau nemenin Albert tidur." ucap Natasya sambil berjalan menyusul Albert.
"Iya Mbak." jawab Ella sambil mengangguk.
"Aku ada titipan dari Yura buat kamu El." kata Dimas sambil meletakkan buku tebal di depan Ella.
"Yura nawarin kamu untuk kuliah di Imperium Unnivercity, salah satu univertas terbaik di London. Yura bekerja sebagai dosen di sana, dia bisa bantu kamu daftar lewat jalur beasiswa. Kalau kamu minat, kamu pelajari buku itu, itu berisi pengetahuan tentang Universitas Imperium, dan cara cepat buat kamu menguasai bahasa Inggris." kata Dimas menjelaskan dengan panjang lebar.
Ella terlihat bingung menanggapi kalimat Dimas, tak pernah terbayangkan di otaknya untuk kuliah di London.
Biaya hidup di sana yang tidak murah, jauh dari ibu, dan jauh dari Andra, seakan memberikan kesulitan tersendiri bagi Ella.
Setelah cukup lama terdiam, akhirnya Ella bisa memilih kata yang tepat untuk menjawab Dimas.
"Aku bingung Kak, pasti gak mudah kuliah di sana. Walaupun aku dapat beasiswa, tapi biaya hidup di sana juga gak murah, dan aku juga belum pernah jauh dari ibu." jawab Ella.
Dimas tersenyum manis, menatap Ella dengan lembut, dan mengusap pelan rambutnya.
Ada kenyamanan yang Ella rasakan saat Dimas memperlakukannya dengan manis, karena sejak kedua kakaknya menikah, hubungan mereka tak sedekat dulu, mereka tak pernah lagi memanjakan Ella.
"Kamu gak usah khawatir, kamu bisa tinggal di rumahku, masih banyak kamar kosong di sana. Kamu sudah dewasa, kamu pasti bisa sedikit jauh dari ibu, dan ibu biar bersama Mas Gilang, dia pasti bisa jagain ibu.
Kamu bisa menjadi arsitek hebat seperti yang kamu impikan kalau kamu kuliah di sana, seperti aku dulu juga kuliah di sana." ucap Dimas.
"Aku pikir-pikir dulu ya Kak, buku ini akan aku pelajari, jadi ke London atau tidak, gak ada ruginya kan belajar bahasa Inggris." kata Ella dengan senyuman.
"Memangnya selama ini kamu ada rencana kuliah dimana?" tanya Dimas.
"Universitas Trijaya Kak." jawab Ella.
"Itu Universitas bagus, tapi itu akan sulit El. Kalau kamu kuliah di sini ambil jurusan arsitektur, aku gak bisa bantu kamu. Kamu tahu kan perusahaan Papa bergerak dibidang industri, kamu gak bisa magang, atau kerja di kantor Papa.
Kalau kamu kuliah di London, aku bisa bantu kamu, kamu bisa magang dan kerja di kantorku, karena sesuai dengan jurusan yang kamu ambil." kata Dimas kembali menjelaskan pada Ella.
Dimas memang benar, perusahaannya bergerak di bidang properti, Ella dijamin bisa kerja di sana.
Tapi apa iya dia harus tinggal satu atap dengan Dimas, rasanya sedikit kurang nyaman. Dan bagaimana dengan Andra, mereka sudah berencana kuliah di Universitas Trijaya.
"Apa aku bisa jauh dari kamu Ndra, hampir 6 tahun kita selalu bersama, aku pasti merindukan kamu." batin Ella.
Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!