Drrrtt..drrrt..
Ponselnya terus bergetar, sudah berkali-kali panggilan dari teman-temannya secara bergantian, namun tidak ada satupun yang di angkatnya.
Elora Jasmine Wicaksono, wanita muda yang sangat cantik, yang baru saja menyelesaikan pendidikan perguruan tingginya. Dengan tinggi semampai, rambut panjangnya tergerai indah dengan warna coklat gelap, bibirnya yang penuh dan berwarna merah menggoda.
Begitu turun dari taksi, ia langsung berlari dan masuk ke Rose pub & diner, tempat janjiannya dengan ketiga sahabatnya.
Ia melihat jam di pergelangannya, "mereka pasti kesal bukan kepalang," gumamnya pelan. Hingga dia tidak menyadari seseorang berjalan dari arah berlawanan.
Brukk...
Elora tidak sengaja menabrak seorang pria yang bertubuh tinggi dan kekar. Tangannya, tanpa sengaja menyentuh tubuh pria itu, hingga dia bisa merasakan otot dada yang keras dan kencang.
"Sepertinya dia rajin olahraga," batinnya.
Dia pun segera menggelengkan kepalanya, dan mendongak untuk melihat pria di hadapannya. Seorang pria yang sangat tampan, tapi sayangnya tatapannya begitu dingin dan menusuk. Hingga membuat Elora langsung mundur beberapa langkah, karena merasa gugup.
Dia baru menyadari kalau ponsel pria itu terjatuh saat mereka tabrakan. Dengan cepat ia memungut ponsel itu dan mengulurkannya.
"Sorry, gue nggak sengaja,"
Pria itu masih memasang tampang dinginnya, dia langsung menyambar ponsel di tangan Elora. Lalu beranjak pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.
Elora tertegun sejenak, "dasar orang aneh!" Gumamnya pelan, lalu dia bergegas mencari teman-temannya
Begitu sampai di meja tempat ketiga sahabatnya berada, Elora langsung menempati kursi di sebelah Arga.
"Sorry ya gue telat.." ucapnya nyengir.
Namun ketiga temannya langsung membuang muka, mereka tampak sangat kesal.
"Hei, ayolah.. gue tadi bantuin mama dulu di butik makanya telat," rayunya memohon belas kasihan
"Lo pada percaya?" Tanya Cindy, pada yang lain. Lalu mereka serentak menggeleng. "Gue juga enggak," ujarnya cuek
"Kalo kalian nggak percaya, nih gue telpon mama, lo tanya sendiri sama dia," Elora mengeluarkan ponselnya dan akan menghubungi mamanya. Namun langsung ditahan oleh Arga.
Elora langsung terkekeh pelan. "Kalian sih pada nggak percaya,"
"Ya habisnya, lo tuh kebiasaan banget, suka telat." Kata Feby
"Hehehe.." Elora nyengir sambil menatap ketiga sahabatnya bergantian. Cindy amara, Arga raharjo dan Feby lestari, mereka adalah sahabat baik Elora. Mereka sudah bersahabat semenjak SMA hingga kini lulus dari perguruan tinggi. Dan malam ini, mereka ingin merayakan kelulusan bersama-sama.
"Lo kesini sama siapa?" Tanya Arga
"Gue sendiri, naik taksi," jawab Elora
"Tumben nggak diantar Pak Dokter!" Seru Feby
"Dia masih sibuk, katanya jam 8 baru kelar," ucapnya sembari menikmati hidangan yang sudah memenuhi meja.
"Lo, kenapa nggak coba bawa mobil sendiri sih El?" Tanya Arga
"Pengennya gitu, tapi kan.."
"Dia nggak punya SIM, dia kan gagal mulu tes nya. Bahaya banget kalo sampe turun ke jalanan," ujar Feby lalu tertawa lebar.
"Oh ya, mulai besok gue udah mulai kerja," tutur Cindy
"Serius! Diundur dulu napa, bukannya kita mau liburan bareng-bareng dulu setelah lulus," protes Feby
"Huh.. para kakak gue tuh, maksa banget supaya gue cepetan masuk ke perusahaan," ucap Cindy dengan tampang kesalnya
"Kalo kalian berdua gimana?" Tanya Feby pada kedua temannya yang lain.
Arga anak bontot kesayangan keluarganya, dengan bangga berceloteh kalau tidak ada yang memaksanya untuk bekerja.
"Terus, lo sendiri gimana El?" Tanya Cindy
Dia hanya mengedikkan bahunya, "gue belum dapet kerjaan. Makanya gue bantu nyokap di butik,"
"Kenapa lo nggak ngikut jejak bokap sama abang lo aja sih. Pasti keren banget kalo seorang Elora yang cantik jadi pengacara," ucap Feby
Belum sempat El menjawab, Arga langsung menyela, "dia sama gue kan sebelas dua belas, otaknya mana mampu buat jadi pengacara," ujarnya lalu tertawa lebar
El langsung menoleh ke Arga, dengan tatapan membunuh. Dia, mencubit lengan sahabatnya itu sekuat tenaga.
"Aw..aw..aw.. sakit El.. ampun, ampun.." Arga sudah memelas namun El tak kunjung melepaskannya
"Coba ulangi lagi, yang barusan,"
"Nggg... Lo jauh lebih pinter timbang gue, cuma lo males aja jadi pengacara,"
Elora tersenyum puas, lalu melepaskan cubitannya, "bagus, itu baru bener,"
Arga meringis sambil mengusap lengannya yang membiru, sementara kedua sahabatnya hanya bisa terkekeh.
"Makanya, jadi cowok jangan bawel!" Ujar Feby
Setelah beberapa saat, El merasakan kepalanya semakin berat, ia lantas membaringkan kepalanya dengan bertumpu pada lengan. Dia terlalu banyak minum, begitu pula dengan Arga dan Cindy.
Hanya tinggal Feby yang masih sadar. Dia hanya bisa menggeleng-geleng, "gue udah nelpon sopir buat nganter kalian nanti," Feby melihat ponsel El yang bergetar. "El, Pak Dokter nelpon tuh,"
El berusaha mengangkat kepalanya dan menerima panggilan, "halo Pak Dokter," ucapnya sambil tersenyum
"El, kamu kenapa?"
"Emmm.. nggak kenapa-napa. Aku cuma kangen Pak Dokter," racaunya
"Kamu sekarang dimana,?"
"Aku dimana?" Dia lantas melihat ke seluruh penjuru.
"Rose pub & diner," sahut Feby dengan keras agar terdengar oleh si penelpon
"Aku akan kesana menjemputmu, kamu tunggu ya, jangan kemana-mana!"
"Siap Pak Dokter," setelah panggilan terputus, El langsung kembali meletakkan kepalanya di meja.
Tidak lama kemudian, seorang pria berpakaian kasual dan tampan, datang menghampirinya. Dia adalah Nolan Everard wijaya, pacar Elora yang berprofesi sebagai dokter.
Dia menunduk dan membelai wajah sang kekasih dengan lembut. "El.. ayo bangun,"
El membuka matanya perlahan, lalu tersenyum begitu melihat pria dihadapannya. "Udah dateng kak,"
Nolan menolah ke arah Feby yang masih sadar, "kenapa dia sampai seperti ini?"
"Emm.. dia minum agak banyak, karena kalah main," jawabnya gugup, karena mendapatkan tatapan tajam dari kekasih sahabatnya
Nolan merapikan helaian rambut yang menutupi wajah cantik kekasihnya, "kita pulang ya," El yang setengah sadar, hanya menjawabnya dengan anggukan
"Eh, tunggu!" Panggil Feby
"Kenapa?"
"Kamu mau anter El pulang kerumahnya?" Tanya nya dengan ragu
Nolan mengangguk, "kamu bisa mengurus mereka berdua kan?" Tanyanya sembari melirik Arga dan Cindy yang sudah tidak sadar
"Iya, aku sudah menghubungi sopir, mereka akan sampai sebentar lagi," tukasnya
Nolan mengambil tas El, lalu dia mengangkat kekasihnya itu, dan menggendongnya ala bridal style.
"Kami pergi dulu," pamitnya lalu beranjak pergi, tanpa menunggu balasan dari Feby
Tidak lama kemudian, mereka telah sampai di rumah El. Dengan perlahan dan hati-hati Nolan menggendong kekasihnya turun dari mobil. Setelah menekan bel, dengan cepat pintu terbuka, dan nampak lah Hendra Wicaksono, papa El.
"Nolan, ada apa dengan El?" Tanyanya khawatir
"Tidak apa-apa om, dia hanya tidur. Tadi dia minum sedikit dengan teman-temannya. Untuk merayakan kelulusan," ujarnya berusaha menenangkan Hendra
Hendra hanya mengangguk, lalu mempersilahkan Nolan masuk.
"Nolan, sekalian kamu antar dia ke kamarnya ya, setelah tangga belok kiri,"
"Iya om," Nolan langsung menuruti perintah Hendra. Dan, ini baru pertama kalinya dia masuk ke kamar kekasihnya.
Begitu membuka pintu, Nolan langsung mencium aroma parfum segar yang juga melekat pada sang kekasih, dan semua yang ada di dalam, menggambarkan kepribadian sang pemiliknya, yang menggemaskan dan cantik.
*
*
Matahari sudah semakin meninggi, namun Elora masih memeluk erat guling nya, terlelap dalan mimpi indahnya.
"El, bangun!" Ujar Dewi, mama El. Sembari menepuk-nepuk pundak putri kesayangannya.
Dia mendengus sebal, pasalnya ini sudah yang ketiga kalinya dia berusaha membangunkan putrinya, namun tidak berhasil.
Tiba-tiba suaminya masuk, menghampiri. "Belum bangun juga ma?"
"Belum pa, kenapa anak ini betah banget tidurnya, nggak kerasa apa matahari sudah setinggi ini," keluhnya
" Ya sudah biar papa saja yang bangunkan!"
Mama langsung berdiri, digantikan oleh suaminya, "oh ya, papa ke kantor jam berapa?"
"Nanti siangan ma,"
"Kalo gitu, aku berangkat ke butik dulu ya pa. Jangan lupa, nanti El suruh sarapan," titah sang istri, yang dibalas anggukan oleh suaminya
Papa duduk di sebelah putrinya, lalu mengguncangkan pundaknya sedikit keras. "El, bangun udah siang,"
"Ehmm... Iya pa..," ujar El sembari menggeliat dengan lemas, dan perlahan bangun dari tidurnya. Ia lantas duduk bersandar di ranjang. "Sepertinya tadi aku denger suara mama, di mana dia pa?,"
"Ya memang, tapi kamu nggak bangun-bangun, dia bahkan udah bolak-balik naik tangga ke kamarmu sampe tiga kali. Tapi kamu nggak mau bangun juga, mamamu sampe kesel banget lho,"
El langsung terkekeh pelan, "ya habisnya kepalaku masih agak pusing pa, makanya belum bisa bangun,"
"Nggak bisa apa nggak mau? Kamu udah dewasa El, jadi papa harap kamu bisa belajar lebih mandiri dan disiplin. Kalau kamu bangun siang terus, gimana nanti kalau udah kerja?"
"Iya pa.." El lantas melirik jam diatas nakas yang menunjukkan angka 9
"Ya sudah, cepat mandi dan ganti baju. Setelah itu turun sarapan," titah Papa yang dibalas anggukan oleh El
Setelah rapi, El langsung turun ke ruang makan. Di sana juga ada papanya yang sedang minum kopi sambil fokus pada ponselnya.
"Papa nggak ke kantor?"
"Iya bentar lagi, kerjaan papa nggak begitu banyak. Udah dibantu sama Abangmu,"
El mengangguk paham, abangnya, Erik wicaksono juga adalah seorang pengacara. Dia sangat bisa diandalkan, dia enam tahun lebih tua dan sudah menikah setahun yang lalu. Dan kini, dia tinggal bersama istrinya.
Lalu adiknya, Evan wicaksono, anak bontot kebanggan keluarga. Saat ini dia masih kelas 3 SMA. Kenapa dibilang kebanggan, karena dia juga sangat tertarik dengan hukum. Yang pastinya akan mengikuti jejak papanya. Itulah mengapa papa sangat membanggakannya.
"Eh iya pa, semalam siapa yang nganter El pulang,?"
"Kamu nggak ingat?" El hanya menggeleng
Papa langsung terkekeh mengingat kejadian semalam.
**
Begitu Nolan membaringkan El diatas ranjang, ia bergegas keluar. Dan ternyata Hendra telah menunggunya di depan kamar.
"Makasih ya Nolan, maaf merepotkan mu. Anak ini benar-benar belum bisa bersikap dewasa," keluh papa
"Nggak apa-apa om, nggak merepotkan sama sekali. Dan, dia juga baru kali ini minum sampai seperti ini, jadi om maklumi saja, jangan marahi dia," tutur Nolan dengan lembut
Papa mengangguk-angguk, "iya tenang saja, aku tidak akan memarahinya,"
Saat mereka tengah mengobrol, tiba-tiba pintu kamar terbuka, El keluar dari kamarnya sambil terisak. Dia lalu berlari dan memeluk Nolan.
"Hiks,hiks, kenapa kakak pergi ninggalin aku? Apa salahku?"
Papa sangat terkejut, begitupun Nolan.
"El kamu kenapa?" Tanya papa kebingungan
"Papa jangan usir kak Nolan, dia ini pacarku, aku sangat menyukainya..." Elora terisak sambil memeluk erat kekasihnya.
Nolan dan papa langsung tertawa.
"Rupanya dia sedang mengigau," kata papa. "Ya sudah tolong kamu urus dia ya, om mau turun,"
"Iya om,"
Nolan balik memeluk kekasihnya, lalu membelai rambutnya dengan lembut. "Aku nggak kemana-mana El. Aku nggak akan ninggalin kamu,"
El langsung menghentikan tangisnya dan menatap Nolan. "Beneran?" Nolan lalu mengangguk
"Janji ya nggak ninggalin El,"
"Iya janji,"
Setelah berhasil membujuk El, Nolan masih menemaninya hingga ia benar-benar lelap.
**
Elora ternganga tidak percaya dengan penuturan papanya. "Papa ngarang ya, mana mungkin aku kayak gitu?"
"Kalau kamu nggak percaya, mau papa tunjukkan cctv nya,"
El terbelalak, memelototi papanya, ya di dalam rumahnya memang ada beberapa cctv. "Ck, kelakuanku buruk banget sih kalo mabuk," batinnya
Siang itu, El memutuskan untuk mengunjungi Nolan di rumah sakit, sambil membawakan makan siang. Walaupun dia tidak menyukai tempat itu, tapi demi kekasih hatinya, dia rela.
Karena sedang jam istirahat, ia langsung menuju ke ruangan kekasihnya. Saat akan membuka pintu, dia mendengar percakapan samar-samar dari dalam. Dia pun memilih untuk menunggu hingga pasien itu keluar.
Tidak lama, seorang pria keluar dari ruangan Nolan. Namun El tidak bisa melihat wajahnya, karena dia berjalan ke arah berlawanan. Setelah memastikan ruangannya kosong, ia langsung masuk.
"Hai kak," ujarnya sembari tersenyum lebar
Nolan tampak terkejut, "sejak kapan kamu disini El, sudah lama?"
"Nggak terlalu lama kok, tadi aku denger kakak masih ada pasien. Jadi aku nunggu di luar,"
"Oh begitu. Tumben kesini, ada apa?" Tanya Nolan dengan lembut
"Aku bawa makan siang buat kak Nolan," dia lantas mengangkat kantong bawaannya tinggi-tinggi
Mereka duduk di sofa yang ada di ruangan, lalu menyantap bekal bawaan El.
"Makanannya enak," puji Nolan
El tertawa kecil, "tentu saja, ini kan dari resto favoritku kak," Nolan ikut tersenyum, yah memang tidak mungkin kalau kekasihnya yang memasak sendiri.
"Kak, makasih ya semalem udah jemput, aku nggak inget sama sekali. Apalagi, yang pas di rumah. Maaf banget kak," ucapnya polos
Nolan tersenyum tipis, "nggak apa-apa, itu kan diluar kesadaran mu."
"Oh ya, nanti kakak pulang jam berapa? Gimana kalau kita makan malam bareng?" Ajaknya penuh semangat
Nolan menggenggam tangan kekasihnya, "maaf ya El, nanti malam nggak bisa. Aku ada urusan,"
El langsung cemberut, kenapa rasanya susah sekali ingin kencan dengan pacar sendiri. "Padahal cuma mau dinner berdua, tapi selalu aja nggak bisa,"
Walaupun kekasihnya sudah dewasa, akan tetapi sifatnya memang kekanakan dan sedikit manja. Namun, hal ini yang justru membuatnya tertarik pada El. Sifatnya yang apa adanya, manis dan lucu. Tanpa sadar, Nolan tersenyum sambil memperhatikan wajahnya yang cemberut.
"Kenapa senyum-senyum?" Tanya El yang masih cemberut
"Kalau cemberut seperti ini jadi makin cantik," ucap Nolan. Lalu, perlahan dia mendekatkan wajahnya, tangannya menyentuh pipi El dengan lembut. Dan detik berikutnya, ia mencium kening kekasihnya.
El sontak terkejut, senyuman langsung merekah dibibir nya, dia luluh seketika. Dia begitu bahagia, hingga ia merasa, kupu-kupu menggelitiki perutnya.
El langsung memegang kedua pipinya ketika Nolan menatapnya dari dekat. Mungkin pipinya sudah semerah tomat, campur aduk antara malu, gugup dan senang. Dia melirik kekasihnya, yang masih betah menatapnya sambil tersenyum hangat.
"Kenapa dia diem aja, nggak mau lanjut cium yang lain gitu, misalnya bibir gue," batinnya penuh harap
El lalu berinisiatif untuk mencium kekasihnya terlebih dulu. Namun niatnya gagal, saat ponsel di meja berdering. Nolan langsung berdiri dan meraihnya.
"Yah.. padahal momennya udah bagus," batin El, ia hanya bisa gigit jari sambil memperhatikan kekasihnya yang berjalan menjauh.
*
*
"Hah.." El menghembuskan napasnya dengan malas. Tidak ada hal yang bisa ia lakukan. Dia juga tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Padahal sudah menaruh lamaran di banyak tempat.
Apalagi, selama beberapa hari ini, dia juga tidak bisa bertemu dengan pak dokter. Karena sedang seminar keluar kota. Dan kemungkinan masih cukup lama, sekitar tiga hari lagi baru akan kembali.
El berbaring terlentang diatas ranjang, menatap langit-langit kamarnya yang kosong. Dia lantas meraih ponselnya, mengirim chat ke groupnya.
Setelah beberapa saat, akhirnya dia bangkit dari tempat ternyamannya dan menuju kamar mandi.
Dia tampak rapi dan cantik begitu keluar dari kamar. Namun tak ada seorang pun dirumah, kedua orang tuanya bekerja, sedangkan adiknya sekolah. Dewi juga melarangnya ke butik, karena menurut mamanya, lebih baik istirahat dirumah daripada hanya bengong disana.
El mengambil sebuah kunci, kali ini dia ingin membawa mobil sendiri. Saat akan membuka pintu mobil, tiba-tiba dia ragu.
"Gue kan nggak punya SIM, bawa nggak ya." Dia sebenarnya ragu, karena selain tidak memiliki SIM, kemampuan berkendaranya juga buruk. "Ah, bodoh amat, bawa aja lah,"
Dengan percaya diri, El mulai menjalankan mobilnya. Dia menyetir dengan perlahan, karena jalanan yang sangat ramai. Tidak jarang orang mengklaksonnya karena terlalu lambat.
"Ck, kenapa pada buru-buru sih, nggak bisa menikmati waktu apa," gerutunya
Tidak lama, ia sampai di tempat tujuan. Dan ini adalah hal yang cukup sulit dilakukannya, parkir. Dia memutar setir perlahan, agar posisinya tepat. Namun, tiba-tiba dibelakangnya datang sebuah mobil yang juga akan parkir, sepertinya.
Karena El terlalu lama, mobil itu jadi tidak sabar, dan terus mengklaksonnya. Lalu tiba-tiba, duk.. mobil bagan belakangnya menyenggol mobil itu.
"Astaga.. kenapa sial banget sih!. Tapi itu salah dia, kenapa juga mesti buru-buru,"
Pemilik mobil itu langsung keluar, dan mengetuk kaca mobil El.
"Keluar!" perintahnya
El sangat terkejut begitu melihat pemilik mobil. "Cowok nyebelin itu lagi," dia ternganga tidak percaya, bisa-bisanya selalu berurusan dengan orang itu.
"Tenang El, lo nggak boleh takut.," setelah menarik napas dalam-dalam, dia lalu membuka pintu mobilnya
Pria itu juga sama terkejutnya dengan El. "Kamu lagi!" Ucapnya kesal. "Tiap kali ketemu pasti sial!"
"Jaga ya tuh mulut, sembarangan aja kalo ngomong. Salah lo sendiri, kenapa pake klakson terus, gue kan jadi gugup,"
"Gugup? Jadi kamu nggak bisa nyetir." Pungkasnya tegas
"Aduh, gue keceplosan," batin El
"Coba kamu lihat, hasil kecerobohanmu," ucapnya, menunjuk ke bagian belakang mobil
El menurut saja, dan melihat mobil orang itu. Dan memang ada sedikit goresan di mobilnya. Namun sayangnya, itu adalah mobil mahal RR, pasti biaya perbaikannya juga selangit.
"Terus lo mau gue ganti rugi biaya perbaikannya? Tapi harusnya lo kan punya asuransi, lo pake aja. Lagian ini bukan seratus persen salah gue, lo juga salah,"
Raut muka pria itu terlihat semakin kesal. "Jadi, kamu nggak ngerasa salah?" El hanya diam saja tidak menjawabnya
"Tenang saja, aku tidak akan meminta ganti rugi pada anak kecil. Tapi kamu harus ingat, tindakanmu ini bisa membahayakan orang lain," ucapi pria itu tegas, kemudian langsung masuk ke mobil, dan pergi
"Ck, dasar orang nyebelin, orang segede gini dikatain anak kecil,"
Setelah berhasil memarkir mobil, ia langsung masuk ke Skyler kafe dan menghampiri kedua sahabatnya.
"Kenapa muka lo lecek gitu?" Tanya feby
"Hah, sial banget gue, tadi ketemu lagi sama cowok nyebelin."
"Cowok nyebelin siapa?" Tanya Arga dan Feby bersamaan
"Ada lah pokonya,"
"Emangnya apa sih yang sudah dia lakuin, sampe lo kesel kayak gini,?" Tanya Feby penasaran
"Nih ya, pertama ketemu kita tabrakan sampe ponselnya jatuh, gue udah baik ya mau minta maaf, malah dicuekin. Terus yang kedua tadi, pas gue mau parkir, dia buat gue gugup, jadi nggak sengaja nyerempet mobilnya,"
Kedua temannya langsung tertawa terbahak-bahak, "itu sih namanya, dia yang sial ketemu sama lo, barang-barangnya jadi rusak," seloroh Arga
"Lo kok malah bela dia sih," gerutunya
"Ini bukan ngebela El, gue nilai objektif aja. Coba lo pikir sendiri deh,"
"Tapi tetep aja gara-gara dia duluan, kalau dia santai aja, gue pasti lancar parkirnya," balas El kekeh
"Ck, emang dasar ya, cewek selalu benar!" seru Arga,
"Emang mobil cowok itu apa?" Tanya Feby
"RR,"
"Wah, gila lo El, mobil kayak gitu lo tabrak. Terus lo diminta ganti rugi berapa,?"
"Untungnya dia nggak minta, lagi pula dia pasti punya asuransi kan,"
"Baik banget dia, jarang-jarang ada orang kayak gitu. Walaupun ada asuransi, dia bisa aja nuntut lo, karena lo yang salah. Tapi ini, dia relain gitu aja,"
"Lo kenapa jadi muji dia kayak gitu, yang temen lo siapa sih? Lagian lo nggak pernah lihat dia, mukanya galak tau,"
"Tapi walau galak, siapa tahu hatinya lembut," tutur Feby sembari terkekeh.
***
Pagi yang cerah, angin sejuk berhembus, menerpa wajahnya dengan lembut. Ditambah pemandangan hijau yang menyejukkan mata, membuat pagi ini terasa sempurna.
"El, cepet mandi, lalu kita turun sarapan," teriak Feby dari dalam kamar
"Iya," balasnya dengan suara tidak kalah nyaring
El dan teman-temannya, memutuskan untuk refreshing sejenak, mereka menginap di sebuah hotel di puncak.
Selesai mandi kamar sudah sepi, tidak nampak batang hidung sahabatnya.
"Dasar, gue ditinggalin,"
Selesai bersiap-siap, dia langsung bergegas keluar. Saat akan menaiki lift, dia sangat terkejut, melihat pria nyebelin itu lagi, ada di dalam.
"Oh tuhan.. kenapa dunia ini sempit sekali? Kenapa gue terus-terusan ketemu sama ini cowok?" Batinnya ngedumel
Karena El tidak kunjung naik, pria itu bermaksud menutup pintunya.
"Tunggu," El langsung bergegas masuk
Di dalam lift hanya ada mereka berdua, hening menyelimuti. Suasana terasa dingin mencekam, mereka berdiri saling berjauhan.
Begitu pintu terbuka di lantai dasar, El langsung berlari keluar, ingin segera menjauh dari pria itu.
"Lo, kenapa ninggalin gue," protesnya pada Feby begitu sampai di meja
"Habis, lo lama banget sih mandinya, lagian gue nggak kemana-mana kan.."
Makanan baru saja diantar oleh pelayan. Mereka makan seraya diselingi senda gurau, membuat meja mereka ramai, dibanding yang lain.
"Eh, orang-orang pada lihatin kita, apa kita terlalu berisik ya?" Tanya Arga
"Udah lah biarin aja," balas Feby santai, El juga mengangguk setuju
Lalu seorang pelayan datang menghampiri.
"Permisi."
"Ada apa?" Tanya Feby
"Mohon maaf kak, tapi bisa minta tolong agar jangan terlalu keras ya suaranya, soalnya tamu yang lain terganggu," ucap pelayan itu dengan sopan
Mereka bertiga langsung terkekeh.
"Iya mbak, kami mengerti kok," balas El. "Oh ya, siapa yang meminta anda untuk bicara?"
"Ehmm, itu.." pelayan itu tidak berani menjawab, namun matanya melirik ke meja di belakang mereka
El dan yang lain langsung mengikuti arah pandangan si pelayan, dan mendapati seorang pria yang sedang duduk sendiri di meja belakangnya dan tengah sibuk dengan laptop nya.
El langsung berdecak kesal, "nggak heran kalau dia, tukang protes!"
"Eh, cowok itu cakep banget El," ujar Feby dengan mata berbinar, menatap pria yang menurutnya sangat tampan
El tidak percaya dengan apa yang dikatakan sahabatnya, "apa lo bilang, cakep? Lo nggak liat mukanya galak gitu,"
"Iya, El bener. Cakepan juga gue," sahut Arga
"Cih, sadar diri dong," ucap Feby nggak terima. "Terus ya El, dia itu bukannya galak, tapi cool," lanjutnya sambil senyum-senyum
"Temen lo kesambet tuh," ucap El sambil menyenggol Arga
"Udah biarin aja, nanti gue kasih garem biar sadar," El langsung tertawa lepas mendengar jawaban arga, hingga perutnya sakit.
*
*
*
Hai..
Kalau suka dengan ceritanya, jangan lupa dukungannya ya, di Like, subscribe, dan juga komennya. 🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!