Anggraeni Pramusita Ayunisari atau biasa dipanggil Ana. Adalah anak dari pengusaha kaya raya di Indonesia.
Dia memiliki 2 saudara yang pertama adalah CAKRA GANDHI MAJID dia adalah Kakak pertamaku, satu-satunya anak lelaki di keluarga ini. Kakakku memiliki wajah yang rupawan tampan, Pengetahuannya yang tinggi dan tajam membuat dia selalu di hormati.
Kusuma Ayu Wardani dia adalah adikku anak perempuan ke dua. Dia memiliki kehidupan yang sempurna. Wajah cantik, sifat yang lemah lembut serta sopan membuat ia selalu dipuja. memiliki kasih sayang yang melimpah dan dia yang selalu dikejar-kejar oleh kaum Adam karena sifatnya yang feminim.
Fajarina Zaynah Candrawati, dia adalah ibuku. Ibu yang melahirkan ku. Kecantikannya menurun kepada Ayu. Ibu sangat menyayangi ayu, katanya ayu adalah putri kesayangannya, itulah yang ibu katakan didepan semua orang saat ulang tahun Ayu yang ke 1 tahun.
Aku belum tahu sama sekali dirayakan ulang tahun ku. Bahkan sampai umurku 10 tahun ini belum pernah sama sekali dirayakan ulang tahunku. Boro-boro dirayakan diucapkan saja tidak pernah.
AWAN WIRA BRATAJAYA, dia adalah Ayahku. Cinta pertamaku ketika lahir diDunia ini. Anak yang selalu di bangga-banggakan ya Cakra dengan kepintarannya dan Ayu dengan kecantikannya. Aku cukup tahu diri, aku yang memiliki kepintaran biasa saja dan cantik juga tidak, apa yang mau dibangakan? tidak ada.
Sampai di usiaku yang ke 22 tahun, aku terus mengejar cinta Ayah dan Ibuku. Selama itu aku mendambakan cinta dari mereka. aku juga ingin dipeluk dan digendong oleh mereka. Namun aku ingat usiaku sudah tidak kecil lagi, tapi aku sungguh ingin merasakannya.
bermain bersama Kakak ingin ku rasakan lagi. Sejak Ayu lahir, Kakak selalu bermain bersama Ayu dan tidak pernah bermain bersamaku lagi.
Hari ini kami memiliki rencana untuk liburan bersama, kami sedang makan malam sambil menentukan kemana kita akan liburan.
"Ayah, aku ingin ke raja Ampat."
"Begitu ya?" ayah tampak berpikir mengenai permintaan ayu.
"Ayah kemarin kalian baru saja kesana. bisakah cari yang lain?" ucapku dengan menatap ke arah Ayah.
Ayah menengok ke arah Ayu yang menundukkan kepalanya seperti sedih.
"Anggi kau harus mengalah kepada adikmu. Dia ingin pergi ke raja Ampat. jika kau tidak mau pergi tidak usah ikut, lagian tak penting jika dirimu ikut atau tidak." deg...ucapan tajam Ayah sangat melukai hatiku.
"Maaf Ayah." aku menundukkan kepalaku, tak berani mengangkat kepalaku ke atas karena takut dengan tatapan tajam ayah.
"Anggi, Mamah sudah bilang jangan kekanak-kanakan. Kau ini sudah besar." lagi bentakan ku dengar dari Mamah. aku hanya terdiam menundukkan kepalaku.
"Mamah besok ulang tahunku, bisakah kalian menuruti kemauan ku sekali saja?" ucapku dengan lirih dengan nada memohon kepadanya.
Merasa tidak ada respon dari Mamah, aku mendongakkan kepalaku menatap Mamah. Namun Mamah malah sibuk mengelus rambut ayu dengan sayang.
dalam hati aku tersenyum miris. Mamah tidak mendengarkan perkataan ku. Aku kembali menatap ayah, namun Ayah malah sibuk dengan makanannya.
Semakin putus asa, aku akhirnya memakan makananku dengan pelan. Sebenarnya selera makan ku sudah hilang, jika aku pergi yang ada aku malah dimarahi lagi nanti.
Disaat aku sedang makan aku merasakan tanganku yang bertumpu di atas pahaku di genggam oleh seseorang. Aku tahu itu Kakak, sontak aku melepaskan genggaman tangannya dengan kasar dan mengepalkan tangan ku dibawah meja.
Aku tahu Kakak hanya kasihan kepadaku, dia tidak bisa membantu keinginanku ataupun mengabulkan keinginanku karena dalam pikirannya Ayu nomor 1.
aku sangat tahu, mereka begitu menyayangi ayu karena ayu membuat mereka sangat bahagia. kehadiran ayu membawa rejeki yang sangat banyak dan kehadiranku membawa musibah itulah yang aku pikirkan sekarang.
Pagi-pagi sekali aku sudah siap dengan pakaian ku. Aku sudah menyiapkan koper untuk pergi ke raja Ampat dengan keluargaku. Pertama kalinya aku berlibur bersama.
Sekarang aku menyetujuinya karena hari ini aku berulang tahun. Jika dulu mereka selalu pergi tanpa memberi tahuku dan aku yang selalu ditinggal di rumah sendiri, sekarang tidak lagi.
aku harus selalu mengikuti kemauan ayu agar aku bisa mengalihkan perhatian Ayah dan Ibu.
Aku sudah selesai dengan kerudungku, Lalu aku turun ke bawah, berniat mengambil sandal rumahku.
Aku turun dengan perasaan senang tidak karuan. Sampai akhirnya aku berada di luar rumah aku melihat Pak Slamet sopir keluarga ku.
"Loh, bapak dari mana?" tanyaku heran karena melihat dia turun dari mobil. Pak Slamet langsung menghampiri ku.
"Loh saya habis dari bandara nganterin keluarga Non." aku terkejut mendengar jawabannya.
"Mereka sudah pergi?" Pak Slamet hanya menganggukkan kepalanya.
"Tanpa aku?" Ku lihat Pak Slamet hanya terdiam.
"Ya sudah Pak, terima kasih." dadaku sesak sekali rasanya, aku tidak mengatakan kalau aku tidak kau ikut tapi kenapa seolah mereka tidak mau aku ikut?.
jika memang mereka tidak mau aku menganggu waktu mereka setidaknya bicarakan kepadaku jangan membuat aku sakit hati seperti ini.
Dengan hati yang lelah, aku masuk ke dalam kamarku. Ku buka kerudung dan sepatuku. ku biarkan berserakan di lantai.
Aku menjatuhkan tubuhku diatas ranjang dan menangis dengan kencang serta pilu.
"Hiks...kenapa ya Allah? kenapa?"
"Kenapa harus aku? apakah aku bukan anak kandungnya? apakah aku memiliki kesalahan dimasa lalu?"
"Hiks...ya Allah aku tidak kuat lagi..." hampir 2 jam aku menangis sesenggukan sampai akhirnya aku tertidur.
***
"Anggi, selamat ulang tahun..." teriakan dari ketiga gadis membuat ramai pengunjung kafe. Semua pasang mata mengarah kepadaku.
"Aku ulang tahun?" tanyaku kepada mereka, air mataku luruh seketika.
"Iya kau ulang tahun, Ngi" Jawab Dewi dengan senyum yang lebar.
"Aku ulang tahun Dewi, Yang ke 23." ucapku dengan pilu lalu memejamkan mataku.
"Sudah sekarang berdoa saja, niatkan keinginanmu." aku menganggukkan kepalaku mendengar ucapan Kiki.
Aku memejamkan mataku dan berdoa dalam hati, lalu aku meniup lilin.
"Yey...." sorak mereka bertiga dengan gembira.
"Potong kuenya dong." ucap Vivi, aku mengambil pisau dan memotongnya.
Aku bagikan kepada mereka satu persatu. Sisanya aku bagikan kepada pengunjung kafe lainnya.
"Oh jadi keluarga Lo lagi pada liburan?" aku hanya menganggukkan kepalaku menjawab ucapan Dewi.
"Lo yang sabar ya Ang. Gue yakin kebahagiaan pasti akan datang ke elo. Pasti." Kiki mengelus bahuku dengan lembut.
"Iya, gue tahu. Gue harus selalu mengalah untuk Adek gue kan?"
"Gue sayang Ayah sama Mamah, apapun bakal gue lakuin buat mereka."
"Gue harus jadi anak yang berguna kan? biar gue di akuin di keluarga gue?" tanyaku dengan air mata yang berderai keluar.
Kiki, Vivi, dan Dewi hanya mampu menundukkan kepalanya. mereka tak tahu harus menjawab apa kepada Anggi.
"Kalian tahu kan, enggak ada yang tahu gue ini siapa? orang tua gue siapa? bahkan orang tua gue sendiri pun enggak pernah mengenalkan gue kepada publik."
aku menangis, lalu aku menggenggam tangan Vivi yang berada disamping ku, aku menatapnya dengan sakit, "Sakit Vi...hiks...hati gue sakit banget rasanya."
Hari ini aku berniat untuk pergi ke rumah Dewi, karena nanti malam aku ada jadwal kampus. Aku berjalan menuju rumah Dewi setelah memarkirkan motorku.
namun aku tercengang saat mendapati motor Bagas, kekasihku yang terparkir didepan rumah Dewi.
"Sedang apa dia disini?" gumam ku dengan lirih.
aku berjalan dengan pelan seperti mengendap-endap ke depan rumah Dewi. Ia berdiri didepan pintu rumah Dewi, niat hati ingin mengetuk pintu ia urungkan niat saat mendengar Isak tangis seorang wanita.
Ia berbalik dan mengintip melalui jendela rumah Dewi. Didalam sana, ia melihat Dewi yang menangis dengan dipeluk oleh Bagas.
Bagas tampak mengelus punggung Dewi dan bergumam sesuatu yang tak dapat ia dengar. Hatinya terasa sakit melihat adegan ini. Ada hubungan apa antara Dewi dan Bagas? setahunya mereka tidak saling akrab. Tapi kenapa bisa seakrab ini?.
Ia meneteskan air matanya saat melihat Bagas mencium dahi Dewi dengan lembut. Bagas saja tidak pernah menciumnya karena memang kita berdua tahu batasan dalam berpacaran tapi kenapa dengan Dewi bahas bisa seliar ini? apa yang terjadi.
tak sanggup lagi melihat adegan menyakitkan ini, ia berlari meninggalkan rumah Dewi dengan berderai air mata.
Ia tak perduli dengan tatapan orang-orang yang lewat menatap dirinya aneh, ia segera memakai helmnya dan menjalankan motornya pergi.
sepanjang jalan air matanya terus menetes. sepanjang jalan ia menghapus air matanya dengan telapak tangannya.
...❤️❤️❤️...
Sekitar jam 21.00 ia baru menyelesaikan mata kuliahnya. Ia berjalan dengan lunglai sepanjang jalan, sampai akhirnya ia mendekatkan panggilan telfon dari Kiki.
📲: "Halo, kenapa Ki?"
📱: "Anggi, Lo yang sabar ya?" aku mengerutkan dahi ku, tak paham dengan perkataan Kiki.
📲: "Maksud Lo apa?"
📱: "Dewi udah nikah, dia hamil diluar nikah. Tadi sore dia baru nikah." jantungku semakin berdetak dengan kencang. Tubuhku bergetar.
📲: "Serius? sama siapa?" tanyaku dengan pelan. Kiki tampak terdiam cukup lama sebelum akhirnya dia mengatakan siapa pria itu.
📱: "Sama Bagas." sekarang giliran aku yang terdiam.
📲: "Bagas siapa?" tanyaku dengan pelan.
📱: "Bagas Ardiansyah, pacar Lo Ngi." mataku langsung memerah, menahan tangis.
📲: "Lo jangan bercanda ya Ki, enggak lucu." ucapku dengan marah.
📱: "Ngi emang ini kenyataanya. Lo tau kan paman gue tetangganya Dewi, paman gue jadi saksi Ngi. Kalaupun gue lagi di Jakarta, Gue bakal nemenin Lo, sayangnya gue lagi di Jawa."
📲: "Kiki...hiks....kenapa bisa Ki hiks...." tanyaku dengan tangis yang sudah tak terbendung lagi.
📱: "Anggi Lo jangan nangis dong? nanti gue kepikiran sama Lo." Kiki juga akhirnya menangis saat mendengar Isak tangis sahabatnya itu.
📲: "Ki...hiks...gue harus gimana? selama ini Bagas selalu ada buat gue, dia yang bimbing gue jadi begini buat selalu sabar hiks...ngadepin keluarga gue...Hiks....Kiki..." aku semakin menangis tersedu-sedu.
📱: "Anggi Lo yang sabar ya, gue janji gue bakal cepet pulang ke Jakarta. Lo enggak usah khawatir masih ada gue sama Vivi."
📲: "Kiki...hiks...dada gue sakit Ki...rasanya kayak ada yang nusuk dalem banget...." di Jawa Kiki memejamkan matanya, air matanya luruh mendengar sahabatnya menangis dan merasa kesakitan.
📲: "Mungkin Bagas bukan jodoh Lo Ngi, Lo harus ikhlas masih banyak yang lebih baik dari Bagas."
Bruk...
Tubuhku lemas seketika dan terjatuh berguling dianak tangga yang cukup tinggi sampai 3 meter. Darah keluar dari kepala dan hidung ku. aku memejamkan mata secara perlahan.
"Eh ya Allah, Anggi....Anggi....tolong...." beberapa anak fakultas berhamburan menghampiri tubuh tak berdaya Anggi yang terjatuh.
📱: "Anggi....Lo kenapa? kok rame banget sih?"
📱: "Anggi Lo baik-baik aja kan?"
📱: "Ang-"
seseorang mengambil ponsel Anggi dan mematikan sambungan telfon ya secara sepihak.
Satu orang pria mengendong tubuh Anggi, diikuti beberapa anak yang membawa tas Anggi.
mereka bergegas membawa Anggi ke rumah sakit, "Cepetan Dias...."
"Sabar Vi....sebentar lagi...." Vivi mengelap darah yang terus keluar dari kepala Anggi. ia tidak tahu kenapa sahabatnya bisa terjatuh, tidak mungkin kan dia terjatuh karena diterpa angin?.
pasti ada sesuatu yang tidak ia ketahui.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!