NovelToon NovelToon

Contracted Hearts

Episode 1

Lyra Zara Amani, atau yang lebih sering dipanggil Ara, adalah gadis berusia 26 tahun dengan kehidupan yang bisa dibilang sangat biasa, namun sangat berbeda dari kebanyakan orang seusianya.

Bekerja sebagai Game Designer di perusahaan game ternama, Arcadia Interactive, Lyra sudah menemukan kenyamanan dalam dunia maya yang dia ciptakan dengan segala kepiawaiannya.

Dunia nyata? Itu adalah tempat yang jarang dia datangi dengan sepenuh hati. Dia adalah sosok yang sederhana, jarang berbicara, dan selalu terlihat tenang, seakan tidak ada yang mampu menggetarkan hatinya. Bahkan, jika orang lain melihatnya, mereka mungkin akan menganggapnya sebagai gadis yang dingin, karena dia tidak pernah menunjukkan banyak ekspresi.

Dengan wajah oriental yang memikat namun tetap terkesan tenang, hidung mancung yang sempurna, bibir semerah buah apel yang selalu tampak alami tanpa sentuhan kosmetik, Lyra adalah gadis yang tidak peduli dengan penampilannya.

Rambut panjang yang selalu diikat ekor kuda menambah kesan simpel pada penampilannya. Kacamata yang sering ia kenakan menambah kesan misterius pada wajahnya yang selalu tampak datar.

Dengan tinggi 168 cm dan berat 45 kg, ia tidak pernah merasa perlu untuk menarik perhatian siapa pun. Dia memilih untuk menyendiri, lebih nyaman di balik layar komputer atau tenggelam dalam tumpukan buku, jurnal, artikel, novel, dan komik yang tak pernah habis. Bagi Lyra, dunia luar terlalu ramai dan penuh tuntutan, sedangkan dunia yang ia ciptakan lewat game adalah tempat di mana dia merasa bebas dan tenang.

Masalah hubungan asmara? Itu adalah hal yang paling jauh dari pikirannya. Ia adalah jomblo dari lahir, dan itu bukan masalah bagi Lyra. Berada dalam sebuah hubungan membuatnya merasa tidak nyaman. Dia lebih memilih menghabiskan waktu di rumah pada akhir pekan, menikmati waktu santai dan tidur sepanjang hari, tanpa harus memikirkan hal-hal lain.

Cinta? Itu adalah hal yang menurutnya rumit dan mengganggu kenyamanan yang sudah ia bangun begitu lama. Lagi pula, siapa yang membutuhkan hubungan jika dunia game dan buku sudah cukup memenuhi segala kebutuhan emosionalnya?

Lyra adalah gadis yang sangat tertutup tentang kehidupan pribadinya. Bahkan, tidak ada yang tahu banyak tentang keluarganya. Asal-usulnya adalah misteri yang tak pernah terungkap, dan dia tidak pernah berusaha untuk membagikan cerita itu kepada siapa pun.

Yang orang tahu hanyalah bahwa dia tinggal bersama neneknya sejak SMP, dan setelah lulus SMA, ia merantau sendirian ke kota M untuk melanjutkan kehidupannya. Neneknya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki, dan meskipun ia sangat menyayangi neneknya, Lyra tetap menjaga jarak emosional yang besar. Ia tidak suka mengungkapkan terlalu banyak hal tentang keluarganya, dan hal itu menjadi bagian dari identitas dirinya yang lebih memilih untuk diam dan mengamati daripada berbicara.

Di kota M, saat masih SMA, Lyra bertemu dengan Aira Azalea, gadis yang kini menjadi sahabat sekaligus rekan kerjanya. Aira adalah anak gubernur kota M, namun meskipun memiliki latar belakang yang sangat berbeda, Aira tidak pernah menunjukkan kekayaannya atau menggunakan status orang tuanya untuk mencari perhatian.

Sama seperti Lyra, Aira adalah sosok yang low profile, tidak suka mengekspos dirinya kepada publik. Walaupun memiliki kepribadian yang berbeda, Lyra sang introvert dan Aira sang ekstrovert akan tetapi keduanya memiliki keinginan yang sama untuk meraih impian mereka di dunia game. Koneksi yang mereka miliki semakin kuat saat mereka bekerja di perusahaan yang sama, di divisi yang sama, mengerjakan proyek-proyek yang mereka cintai. Aira menjadi orang yang memahami Lyra dengan baik, lebih dari siapa pun.

Mereka berbagi waktu di kantor, saling mendukung satu sama lain, dan bahkan setelah bekerja, mereka sering menghabiskan waktu bersama, bermain game atau membaca buku favorit mereka.

Kehidupan mereka yang tenang dan damai berubah ketika mereka memutuskan untuk mengontrak bersama. Awalnya, hanya Lyra yang memutuskan untuk tinggal di sebuah kontrakan kecil yang nyaman di pusat kota M, namun tak lama setelah itu, Aira memutuskan untuk mengikuti jejak Lyra dan tinggal bersama.

Keduanya merasa lebih nyaman tinggal di luar rumah orang tua, menikmati kebebasan mereka, dan membangun kehidupan baru sebagai wanita dewasa yang mandiri. Mereka berbagi cerita, tawa, dan kadang-kadang kesepian di tengah hiruk-pikuk kota besar yang tidak pernah tidur. Itu adalah kehidupan yang sederhana namun penuh makna bagi mereka berdua.

Keinginan Lyra untuk menjaga jarak dari hubungan asmara tetap terjaga, bahkan ketika kerabat dan sahabatnya mulai mencoba menggoda tentang bagaimana dia harusnya membuka hati untuk seseorang. Bagi Lyra, hidup tanpa cinta itu bukanlah masalah, tapi terkadang dia merasa, apakah benar dia bisa bertahan selamanya dalam kesendirian ini?

Pada saat yang sama, Aira, sahabatnya yang selalu ada, mulai menggoda Lyra tentang kemungkinan ada seseorang yang cocok dengan dirinya seorang pria yang, meskipun Lyra belum menyadarinya, akan menjadi bagian dari kehidupan Lyra lebih cepat dari yang ia kira.

Episode 2

Lyra Zara Amani melangkah ke dalam pesawat dengan sedikit terburu-buru, memesan tiket penerbangan ke kota N setelah mendengar kabar bahwa neneknya sakit. Sebagai seorang wanita karir yang sibuk, cuti yang dia ambil dari pekerjaannya di perusahaan besar terasa seperti sebuah pengorbanan besar. Namun, keluarga adalah hal yang lebih penting baginya, terutama nenek yang sudah mengasuhnya sejak kecil.

Dengan perasaan cemas, Lyra berharap neneknya baik-baik saja, meskipun ia merasa sedikit khawatir dengan suara yang terdengar di telepon beberapa hari sebelumnya, suara yang sangat lemah dan terdengar penuh penderitaan.

Sesampainya di rumah sakit kota N, Lyra bergegas menuju ruang tempat neneknya dirawat. Ia merasa hati berdebar, tetapi begitu memasuki ruangan itu, ia mendapati neneknya sedang tertawa riang bersama beberapa wanita tua lainnya yang juga dirawat di sana. Semua kecemasannya seakan lenyap dalam sekejap, tergantikan dengan kekesalan ringan.

“Nenek!” Lyra berkata sambil menghembuskan napas panjang dan menepuk jidatnya. “Kau menghubungiku dengan suara seakan kau sangat menderita, tapi sekarang malah tertawa?”

Neneknya menoleh dengan ekspresi memelas dan berkata, “Ara, kalau aku tidak bertingkah seperti ini, cucuku yang gila kerja ini tidak akan pernah datang mengunjungiku. Sejak kau lulus SMA, kau belum pernah kembali ke rumah.”

Lyra menarik napas panjang, merasa sedikit bersalah. “Baiklah, nenek, aku minta maaf,” jawabnya dengan suara rendah.

Nenek Via, begitu Lyra biasa memanggilnya, kemudian tersenyum lebar, dan dengan bangga memperkenalkan temannya, seorang nenek lain yang tampak tak kalah ceria. “Kenalkan, ini teman nenek, namanya Nek Luna,” kata Nenek Via, memperkenalkan seorang wanita lanjut usia dengan rambut perak yang terikat rapi dan senyum yang ramah.

Lyra menoleh, menyapanya dengan hangat, “Halo, Nek Luna. Senang bertemu dengan Anda.”

“Oh, manis sekali! Seandainya aku memiliki cucu gadis sepertimu,” jawab Nek Luna sambil mengusap pipinya.

“Bukankah kau juga punya cucu?” tanya Nenek Via.

“Ya, tentu saja. Tapi cucuku tidak ada yang secantik Lyra. Via, cucumu yang satu itu,” kata Nek Luna sambil tertawa kecil.

Percakapan mereka berlanjut, penuh canda dan tawa. Lyra merasa nyaman meskipun dirinya sedikit canggung. Namun, ia tidak ingin mengganggu kebahagiaan kedua nenek itu, jadi ia meminta izin untuk keluar sebentar dan bertanya tentang kondisi kesehatan Nenek Via pada dokter yang sedang bertugas.

Beberapa hari berlalu, Lyra merawat Nenek Via dengan penuh kasih sayang, sementara ia juga membantu merawat Nek Luna yang semakin membaik. Kedua nenek itu begitu akrab, dan Lyra merasa senang bisa menghabiskan waktu lebih lama bersama mereka.

Nenek Luna, yang sudah merasa sangat dekat dengan Lyra, akhirnya berjanji untuk mengunjungi rumah mereka setelah ia keluar dari rumah sakit. "Aku ingin datang ke rumahmu, Via, dan aku pasti akan membawa hadiah untukmu," ujar Nenek Luna dengan suara riang.

Lyra hanya tersenyum mendengarnya. Ia sangat menyukai karakter nenek Luna yang ceria dan penuh semangat.

Waktu pun berlalu dengan cepat, dan suatu hari, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah Nenek Via. Lyra yang sedang menyiapkan teh di dapur mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Saat ia membuka pintu, ia melihat Nenek Luna tersenyum lebar sambil membawa tas besar di tangannya.

“Nek Luna! Senang sekali kamu datang,” sambut Lyra dengan hangat, mempersilakan nenek itu masuk.

“Ah, tidak perlu repot-repot, Lyra. Aku hanya ingin berkunjung dan melihat keadaan kalian,” kata Nenek Luna sambil tersenyum.

Lyra segera menyuguhkan makanan ringan dan minuman untuk tamunya, dan mereka duduk bersama di ruang tamu sambil berbincang dengan penuh keceriaan. Percakapan mereka semakin asyik, mengingat kenangan masa muda yang penuh petualangan.

“Ngomong-ngomong, Nek Via bilang kalau Lyra masih single, ya?” tanya Nenek Luna dengan nada penuh rasa ingin tahu.

Lyra hanya tersenyum konyol mendengar pertanyaan tersebut.

Sementara Nenek Via dengan santai berkata“Iya, bahkan dia jomblo dari lahir,” bercanda. “Sayang sekali! Dia sudah berusia 26 tahun, tapi tetap saja tidak punya pasangan. Anak ini terlalu sibuk dengan pekerjaan,” kata Nenek Via sambil tertawa kecil, menatap Lyra dengan wajah penuh sindiran.

Lyra hanya bisa menggelengkan kepala, merasa sedikit malu. “Nenek, jangan dibahas terus. Saya tahu kok, saya sibuk.”

Kemudian, Nenek Luna mengalihkan pembicaraan ke topik yang lebih mengejutkan.

“Bagaimana kalau aku menjodohkan Lyra dengan cucuku?” tanyanya dengan senyum nakal.

Lyra terbatuk mendengar ucapan Nenek Luna. Wajahnya merah merona karena terkejut, dan ia tidak bisa menyembunyikan ekspresi polos yang terpancar di wajahnya.

“Apa? Cucu Nenek Luna?” tanyanya tak percaya.

Nenek Via yang mendengar itu ikut menimpali, “Wah, aku setuju banget, Luna! Kalau tidak dijodohkan, dia bisa jadi perawan tua. Coba lihat, dia sudah 26 tahun, tapi masih melajang saja.”

“Loh, jangan dibicarakan seperti itu, Nenek!” Lyra berusaha menanggapi dengan malu, tapi keduanya tetap melanjutkan godaannya tanpa henti.

Setelah beberapa saat, Nenek Luna pamit untuk pergi, meninggalkan rumah Nenek Via dengan ucapan selamat tinggal yang hangat. Namun, kata-kata mereka terus terngiang di telinga Lyra.

Ia berjalan menuju kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Pikiran dan perasaan campur aduk. Ia merasa lelah setelah beberapa hari menemani kedua nenek yang enerjik itu. Menjadi pusat perhatian mereka, dihadapkan pada godaan dan sindiran mengenai jodoh, membuat Lyra merasa sedikit tertekan.

Lyra menatap langit-langit kamarnya, menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Aku memang belum siap untuk semua itu,” pikirnya, berusaha menenangkan hati.

Tanpa sadar, mata Lyra mulai terpejam, dan tubuhnya pun terlelap dalam tidur yang nyenyak, melupakan segala kekhawatiran yang menghantuinya.

Episode 3

Beberapa hari lagi, masa cuti Lyra akan selesai. Dia memberitahukan kepada neneknya bahwa dia akan kembali ke kota M beberapa hari lagi. Hal ini cukup mengejutkan neneknya, yang tampak gelisah dan sedikit terkejut. Biasanya, nenek akan merespon dengan lebih tenang, namun kali ini tidak. Tanpa mengatakan apa-apa, neneknya segera bergegas menjauh, tampak terburu-buru. Lyra sedikit bingung, tak tahu harus bagaimana menghadapi perubahan sikap neneknya yang tiba-tiba.

Dari balik jendela, Lyra memperhatikan neneknya sedang menelepon seseorang. Nenek terlihat sangat waspada, seperti sedang berbicara dengan seseorang yang penting, sesuatu yang tidak biasa terjadi.

"Apa yang sedang nenek rencanakan?" pikir Lyra, namun dia hanya menggelengkan kepala dan kembali ke kamar untuk mengemas barang-barangnya.

Setelah selesai mengemasi barang-barangnya, Lyra berjalan menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. Dapur menjadi tempat di mana ia merasa nyaman, meski nenek entah sedang kemana. Mungkin nenek pergi ke ladang untuk memeriksa tanaman kesayangannya. Lyra melanjutkan tugasnya tanpa terlalu memikirkan tingkah aneh neneknya.

Malam pun tiba, dan Lyra serta nenek duduk untuk menyantap makan malam mereka bersama. Saat mereka sibuk makan, ponsel nenek tiba-tiba berdering. Lyra yang mendengar itu segera mengambil ponsel nenek dan memberikannya pada nenek. Neneknya menjawab telepon tersebut, dan meski Lyra tidak melihat siapa yang menghubungi, ia bisa merasakan ada sesuatu yang berubah pada ekspresi neneknya.

Dalam sekejap, wajah nenek berubah tegang, tampak cemas dan sedih. Lyra, yang khawatir, bertanya, "Siapa yang menghubungimu, Nenek?" Nenek pun menjawab dengan suara berat, "Itu Nenek Luna... Penyakitnya kambuh, dia sekarang di rumah sakit."

Lyra terkejut mendengar kabar itu. Tanpa banyak berpikir, Lyra dan nenek segera menuju rumah sakit untuk menjenguk Nenek Luna. Sesampainya di rumah sakit, mereka mendapati Nenek Luna terbaring lemah di atas ranjang dengan berbagai peralatan medis yang menempel di tubuhnya. Lyra, yang merasa cemas, meminta nenek untuk menunggu di luar ruangan, lalu ia menghampiri dokter yang baru saja keluar.

"Dokter, apa yang terjadi pada Nenek Luna?" tanya Lyra dengan khawatir.

"Apakah kamu Lyra?" tanya dokter itu, melihatnya dengan tatapan penuh perhatian. Lyra mengangguk, tanpa kecurigaan sedikit pun.

"Nenek Luna sempat kritis, tapi sekarang keadaannya sudah membaik. Oh, kamu boleh masuk, dia sudah menunggumu," jawab dokter tersebut.

Lyra dan nenek pun melangkah masuk ke ruang perawatan. Di dalam, selain Nenek Luna yang terbaring di tempat tidur, ada seorang pemuda tampan yang berdiri di samping ranjang. Wajah pemuda itu terlihat sangat serius, seperti baru saja mendengar kabar buruk. Nenek Via menghampiri Nenek Luna, menggenggam tangannya dengan penuh kasih sayang.

"Bagaimana bisa ini terjadi? Bukankah kemarin kau baik-baik saja?" tanya Nenek Via dengan nada iba.

"Rasanya hidupku sudah tidak lama lagi," jawab Nenek Luna pelan, suaranya hampir tak terdengar. Kemudian, dia meraih tangan Lyra dengan lembut. "Lyra, cucuku... maukah kau mengabulkan permintaan nenek?" tanya Nenek Luna dengan suara lemah.

Lyra terkejut dan mencoba menghibur, "Nenek, apa yang kau katakan? Kau akan baik-baik saja. Tidak ada yang buruk akan menimpamu."

Nenek Luna menggelengkan kepala dengan lemah. "Dengar, cucuku. Aku sudah lama hidup di dunia ini. Bertemu denganmu adalah anugerah yang luar biasa, walau hanya dalam waktu yang singkat."

Lyra menggenggam tangan Nenek Luna dengan penuh kasih. Namun, Nenek Luna, yang tampaknya semakin lemah, menarik tangan pemuda yang berdiri di sampingnya. Ia meletakkan tangan pemuda itu di atas tangan Lyra, lalu menyatukan keduanya.

"Lyra sayang, ini cucuku, Jun. Maukah kau menikah dengannya?" tanya Nenek Luna dengan tatapan serius.

Lyra terkejut, bahkan syok, dengan permintaan yang begitu mendalam dan tiba-tiba. Dia ingin menarik tangannya, namun tak bisa berbuat apa-apa karena melihat ekspresi Nenek Luna yang begitu memohon. Tidak hanya Lyra, pemuda itu pun terlihat sangat terkejut.

"Nenek, apa yang kau katakan? Jangan bercanda seperti itu!" bantah pemuda itu, wajahnya tampak bingung.

"Kau masih saja nakal, Jun. Lihatlah dirimu, kau hanya tahu bermain-main. Lyra adalah gadis yang baik, kalian pasti ditakdirkan bersama," kata Nenek Luna dengan nada tegas.

"Namun, Nek..." rengek Jun, suaranya terputus oleh ancaman Nenek Luna yang semakin keras.

"Jika kau tak setuju, biarlah aku mati saja!" ancam Nenek Luna, sambil menarik jarum infus yang tertusuk di punggung tangannya.

Lyra panik, langsung berlari ke samping nenek, "Nenek, apa yang kau lakukan?!" serunya dengan suara terbata-bata.

"Luna, jangan seperti itu!" seru Nenek Via, yang kini terlihat semakin khawatir.

"Lihatlah, Via, cucuku ini begitu keras kepala. Lyra pun membenciku," tangis Nenek Luna.

"Aku tidak membencimu, Nenek," sahut Lyra dengan suara lembut, "Namun pernikahan itu bukanlah hal yang bisa main-main. Aku dan cucumu tidak saling mengenal."

Namun, Nenek Luna tetap tidak mendengarkan. Dengan penuh rasa kesal dan putus asa, ia melanjutkan aksinya, melepas semua alat medis yang terpasang pada tubuhnya dan mengancam akan mengakhiri hidupnya. Lyra semakin cemas, wajahnya dipenuhi dengan rasa kasihan yang mendalam.

"Baiklah, nenek, berhentilah membuat keributan. Aku akan mengabulkan permintaanmu," kata Jun, akhirnya menyerah.

Lyra menatap Jun dengan mata terbelalak. Apa yang baru saja dia dengar? Namun, tidak ada yang bisa dia katakan. Nenek Luna yang mendengar itu langsung tampak lega dan tenang.

"Benarkah, cucuku? Jangan membohongiku," tanya Nenek Luna, memandang Jun dengan penuh harap.

Jun mengangguk, meskipun wajahnya terlihat tidak senang dengan keputusan tersebut. "Iya, Nenek. Aku akan menikahinya, tapi setelah aku menyelesaikan beberapa urusan di perusahaan."

Namun Nenek Luna tampak tidak puas dengan jawaban itu. "Tidak! Aku tahu kamu sedang membohongiku," jawab Nenek Luna dengan nada keras. Jun menghela napas kesal.

"Baiklah, Nenek. Aku akan mengaturnya bulan depan," kata Jun akhirnya, meski terdengar enggan.

Namun, Nenek Luna menolak, "Sekarang saja!" Serunya dengan tegas, lalu ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

Lyra yang masih merasa bingung hanya bisa membeku di tempat, mencoba memahami situasi yang terjadi dengan perasaan campur aduk.

Beberapa menit kemudian, beberapa orang datang ke ruangan, termasuk dokter yang memeriksa Nenek Luna. Nenek Luna pun tersenyum riang, "Cucuku sayang, aku sudah membawa penghulu dan beberapa saksi. Kau bisa menikah sekarang!" katanya dengan wajah penuh kebahagiaan.

Lyra terkejut dan tidak tahu harus berkata apa. "Bagaimana mereka bisa melakukan ini tanpa menanyakan apakah aku setuju atau tidak?" batinnya dengan bingung.

"Nenek, bukankah ini terlalu terburu-buru? Lagi pula, wali dari pihak wanita tidak ada," ujar Jun, tampak ragu.

Namun, Nenek Luna melihat Nenek Via, yang seolah memahami situasi, langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya datang.

"Paman?" Lyra terkejut melihat pria itu.

"Baiklah, sudah lengkap semua. Silakan nikahkan mereka, penghulu," ujar Nenek Luna dengan riang.

Lyra masih terdiam, tak mampu memahami semua kejadian yang baru saja terjadi. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Mengapa semuanya begitu cepat dan mendadak? Apakah semua ini sudah direncanakan sebelumnya?” batin Lyra penuh tanda tanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!