Alishba masih termenung diam di depan cermin yang ada di ruangan kamarnya.
Bekas lipstik warna merah dari perayaan pernikahan tadi pagi masih membekas hingga kini.
Alishba mengusap lembut bibirnya yang terasa kering setelah acara pernikahan usai berlangsung dengan tisu.
Sesekali dia melirik cincin yang melingkar erat dijari manisnya dari arah cermin saat Alishba membersihkan sudut bibirnya.
Senyum tipis tergambar di raut wajah cantiknya saat dia melihat cincin pernikahannya.
"Apakah Sulaiman yang memilih sendiri cincin pernikahan ini ?" bisiknya seorang diri sambil di putarnya cincin di jari manisnya.
Alishba tersenyum senang ketika cincin itu sangat pas tersemat di jari manisnya, tidak mengira kalau Sulaiman akan mengetahui ukuran lingkar jari manisnya.
"Apa Sulaiman meminta pada ayah tentang ukuran jari manisku ?" ucapnya sambil tertegun diam.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka lebar.
Alishba segera menoleh ke belakang, tampak seorang pria tampan memasuki ruangan kamar tidurnya sambil menatap dingin.
"Apa semua tamu sudah pulang ?" tanya Alishba dengan wajah tersenyum lembut.
Pria tampan itu hanya menggeleng pelan sambil menekuk dalam wajahnya.
"Aku harap kau mengerti tentang pernikahan ini, Alishba", ucap Sulaiman.
Alishba menolehkan kepalanya ke arah Sulaiman dengan sorot mata tajam.
"Ya...", sahutnya.
"Aku masih butuh waktu mengenalmu, dan kau juga tahu pernikahan kita masih baru, perlu adaptasi di antara kita untuk saling mengenal satu sama lainnya", kata Alishba.
"Aku tahu itu...", jawab Alishba seraya tertunduk.
"Bagimu pernikahan ini sangat penting karena ayahmu menginginkan adanya aliansi pernikahan antar keluarga, namun, kau harus tahu aku enggan menyetujuinya", kata Sulaiman.
Sulaiman melepaskan ikatan surban dari atas kepalanya.
Diliriknya sekilas, Alishba yang duduk di depan meja riasnya, pandangan Sulaiman malu-malu ketika melihat kecantikan wajah istrinya.
Alishba mengerutkan keningnya seperti dia sedang berpikir akan ucapan Sulaiman, suaminya.
"Akan ada acara pesta sebentar lagi, mungkin acaranya sampai larut malam, tamu yang tadi di undang tidak datang lagi tapi di ganti tamu dari luar negeri", lanjut Sulaiman.
Sulaiman berjalan ke arah ranjang tidurnya lalu merebahkan badannya ke atas kasur.
"Fuih..., lelah sekali, aku hampir kehabisan nafas setelah melewati acara tadi pagi...", keluh Sulaiman.
Alishba semakin terpukul keras ketika Sulaiman mengeluh berat akan lelahnya dia melewati serangkaian acara pernikahan ini.
Diam-diam Alishba menarik nafas dalam-dalam seraya memejamkan kedua matanya.
"Masih ada waktu satu jam untuk bersiap-siap, aku akan beristirahat sejenak karena badanku terasa letih", ucap Sulaiman sambil membalikkan badannya ke arah samping.
Alishba menatap ke arah ranjang tidur pengantinnya yang masih baru dan belum terjamah olehnya.
Tatapannya murung ketika mendengar ketegasan dari ucapan Sulaiman akan pernikahan mereka berdua.
"Aliansi pernikahan, ya... !?" gumam Alishba dengan mata terpejam.
Ujung bibirnya bergetar pelan saat dia usai berkata.
Alishba masih merasakan kebahagiaannya tadi, sesaat, seusai acara pernikahannya usai baru saja.
Namun setelah mendengar penjelasan Sulaiman tentang pernikahan yang akan mereka jalani nanti, telah mengubah perasaan Alishba yang sempat merasakan bahagia meski itu semenit menjadi rasa dingin yang menusuk hati.
Alishba menekan kuat cincin di jari manisnya sambil menahan air matanya yang mengambang di pelupuk matanya.
"Aku harus mengganti gaun pengantinku ini dengan gaun pesta lainnya", ucap Alishba kaku.
Alishba berdiri dari kursi sambil menahan emosinya.
Terdengar suara sahutan dari arah tempat tidur dimana Sulaiman berbaring disana.
"Tidak usah mengganti gaun sendiri, sebentar lagi akan datang perias kemari dan membawakan gaun pesta yang baru", kata Sulaiman.
Alishba yang masih berkaca-kaca kedua matanya lalu menoleh kembali ke arah ranjang pengantinnya.
Sebelum Alishba membuka suaranya untuk berbicara, tiba-tiba datang sejumlah orang ke dalam kamar tidurnya tanpa permisi.
Sejenak Alishba tersentak kaget ketika melihat kedatangan sejumlah orang ke dalam kamar tidurnya sembari membawa koper besar.
"Maaf, nyonya Alishba, kami di perintahkan segera kemari, untuk meriasmu lagi", kata seorang perempuan sambil mendorong koper ke dekat Alishba berdiri diam.
"Kami harus mengubah riasanmu untuk acara pesta setelah ini", kata seorang lagi sambil meletakkan seperangkat gaun ke atas meja.
"Dan maaf, jika nyonya harus mandi terlebih dulu sebab acaranya akan lama, kemungkinan nyonya akan berganti gaun pesta beberapa kali", kata perempuan yang tadi membawa koper.
Alishba masih tercengang diam ketika dirinya di kelilingi oleh sejumlah perempuan berhijab hitam.
Suasana di ruangan kamar mendadak berubah lain.
Terasa sesak di dada Alishba saat beberapa perempuan melepaskan lapisan gaun pengantinnya yang tebal dari badannya, mulai dari mahkota hingga kain hijab diatas kepalanya.
Sejenak tubuhnya menjadi ringan namun saat seseorang menariknya ke dalam kamar mandi, mendadak tubuhnya menggigil kaku.
Seluruh otaknya menolak keras saat kakinya akan melangkah masuk ke dalam kamar mandi di dalam ruangan tidurnya.
Hampir menyeret Alishba agar dia mau masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan dirinya dari sisa riasan tadi pagi.
Sedangkan Sulaiman masih mendengkur pelan di atas ranjang tidur tanpa memperdulikan siapa-siapa yang ada di kamar itu.
Sekitar lima belas menit, Alishba merampungkan kegiatan mandinya lalu dia keluar dengan jubah panjangnya bersama seorang perempuan yang membantunya membilas rambutnya.
"Keringkan dulu rambutnya sebelum ditutup oleh kain pelapis, dia mengenakan hijab, sebab itu, kita keringkan rambutnya agar dia tidak pusing jika di beri pelapis tebal di atas kepalanya", kata seorang perempuan yang wajahnya tertutup kain hitam.
Sejumlah perempuan yang penampilannya sama dengan perempuan tadi, berjalan menghampiri Alishba.
Mereka mulai menata rambut Alishba dengan mengeringkannya terlebih dahulu.
"Rambutmu sangat indah bahkan kau juga sangat cantik, sayang sekali jika harus dilapisi kain belapis-lapis akan membuat lengket rambutmu, nyonya Alishba", kata seorang perempuan seraya menguraikan rambut panjang milik Alishba saat dia hendak mengeringkannya.
"Tapi aku harus menutupnya, sudah menjadi keharusan bagiku untuk menutup kepalaku dengan hijab", kata Alishba sembari menatap dari kaca cermin.
"Semoga kebahagiaan senantiasa menyertaimu, nyonya Alishba !" ucap perempuan itu.
Alishba hanya tersenyum sekilas sambil melirik ke arah ranjang tidur, dimana Sulaiman berbaring disana, masih terlihat suaminya itu tertidur pulas di atas tempat tidur.
Sikap Sulaiman benar-benar tidak dimengerti oleh Alishba sebab dua hari sebelumnya, sikap suaminya itu masih wajar-wajar saja, mereka masih berbicara seperti biasanya.
Sulaiman memang kerap sekali mengunjungi Alishba sebelum pernikahan mereka, selama sebulan terakhir ini.
Alishba dan Sulaiman telah mengenal lama sejak mereka remaja karena kedua orang tua mereka sama-sama saling mengenal dan berasal dari keluarga pengusaha terkenal.
Namun, kedekatan antara Alishba dan Sulaiman baru terjalin akrab ketika mereka akan menikah sebulan ini.
Kedua masing-masing keluarga besar mereka sama-sama menyetujui bahwa Alishba dan Sulaiman di jodohkan dalam satu aliansi pernikahan.
Pernikahan mereka terjadi lantaran keluarga Alishba menginginkan kedamaian karena keluarga Sulaiman menginginkan adanya pengalihan saham secara besar-besaran dari perusahaan milik keluarga Alishba yang menuntut monopoli bisnis dalam dua perusahaan besar, dan kemungkinan akan menjatuhkan bisnis milik keluarga besar Alishba Rayaz.
Alishba masih berdiri diam di dekat meja bundar yang ada di ruangan depan rumah.
Baru usai acara pesta kedua pernikahannya berlangsung semalam.
Namun Sulaiman telah menggandeng seorang perempuan lainnya yang datang di acara pesta mereka.
Sulaiman bahkan tanpa sungkan mengenalkan perempuan manis itu sebagai kekasihnya kepada Alishba.
"Apa ? Pacarmu ?" ucap Alishba terhenyak kaget.
"Ya, dia pacarku sejak dulu, tapi aku baru mengatakannya kepadamu hari ini, Alishba", sahut Sulaiman datar.
Alishba melirik dingin ke arah perempuan berkerudung merah di hadapannya.
"Kenalkan namanya Nisa dari keluarga bangsawan luar negeri", kata Sulaiman yang menggandeng mesra tangan Nisa.
"Hai, namaku Nisa !" sapa perempuan berwajah manis itu seraya tersenyum.
Alishba tidak bereaksi apa-apa ketika Nisa memperkenalkan dirinya secara terus terang kepada Alishba sebagai pacar Sulaiman.
Wajah Alishba langsung berubah merah padam saat melihat kemesraan diantara Sulaiman dan Nisa.
"Alishba, kenapa kau diam ?" kata Sulaiman.
Alishba tidak merespon ucapan Sulaiman, dia masih berdiri terpekur saat melihat Nisa, pacar suaminya.
Bagaimana dia harus bersikap terhadap Nisa sedangkan dia adalah istri sah dari Sulaiman. Dan mereka baru saja menikah kemarin, baru semalam acara pesta pernikahan mereka selesai diadakan.
Batin Alishba dengan emosi tertahan kuat sedangkan pandangannya mulai nanar ke arah dua pasangan kekasih itu.
"Alishba !" panggil Sulaiman yang mulai meninggikan nada suaranya.
Alishba tersentak kaget lalu mengalihkan pandangannya ke arah Sulaiman.
"Ya, apa kau memanggilku baru saja ?" kata Alishba.
"Ya, aku memanggilmu baru saja, dan kenapa kamu tidak menjawabnya !" sahut Sulaiman.
Sulaiman mulai kehilangan kesabarannya saat tidak mendapatkan reaksi dari Alishba.
"Apa ? Aku tidak mengerti yang kamu maksudkan ini ?" sahut Alishba seraya menatap dingin.
Alishba memandang ke arah suaminya tanpa dia mengerti sebenarnya yang terjadi ini.
"Bukankah kita sudah menikah, Sulaiman ?" ucap Alishba.
"Ya, benar, kita memang sudah menikah baru hitungan jam kemarin", sahut Sulaiman seraya mengangguk cepat.
"Dan kau datang ke hadapanku dengan membawa pacarmu !?" kata Alishba.
Sulaiman menoleh ke arah Nisa yang ada di dekatnya.
"Ya, aku sengaja mengundang Nisa untuk datang ke acara pesta kita", kata Sulaiman tanpa rasa bersalah.
Sulaiman menggenggam erat-erat tangan Nisa lalu menciumnya mesra.
Seketika itu juga, tangan Alishba menyambar segelas kaca dari atas meja bundar di dekatnya lalu menumpahkan minuman tersebut ke wajah Sulaiman.
"Terlalu !!!" ucap Alishba marah.
Wajah Sulaiman dipenuhi oleh minuman, dan dia hanya tersenyum tipis.
"Kenapa ? Kau tidak menerimanya ?" ucap Sulaiman sembari tertawa pelan.
"Apa ?" sahut Alishba sambil menggertakkan gerahamnya.
"Untuk apa marah ? Sedangkan kita menikah lantaran adanya aliansi pernikahan saja, dan kita sama-sama setuju, bukan ?" kata Sulaiman.
Sulaiman meraih sapu tangan dari saku celananya kemudian membersihkan sisa minuman yang tersiram ke arah wajahnya.
"Aku setuju karena kita telah menyepakatinya, tapi kita tidak pernah menyebut orang ketiga dalam pernikahan ini", sahut Alishba.
Alishba menatap dingin ke arah Sulaiman.
"Ini namanya pengkhianatan, Sulaiman !" ucap Alishba.
"Pengkhianatan ?" kata Sulaiman.
"Ya !" sahut Alishba dengan menahan emosinya.
"Kau bercanda, Alishba", lanjut Sulaiman seraya tertawa.
"Apa maksudmu ?" kata Alishba dengan sorot mata dingin.
"Yang berkhianat adalah aku karena Nisa pacarku sebelum kita berdua menikah, yang menjadi orang ketiga sebenarnya kamu bukan Nisa, Alishba sayang", ucap Sulaiman.
Sulaiman semakin tersenyum tajam sedangkan tatapannya berubah dingin.
"Apa !?" sahut Alishba mengerutkan keningnya.
Alishba benar-benar tidak memahami maksud perkataan Sulaiman yang menyebutnya sebagai orang ketiga dalam hubungan Sulaiman dan Nisa.
"Kau menuduhku sebagai perusak hubungan kalian berdua sedangkan aku adalah istri sahmu, istri pertamamu !?" kata Alishba.
Sontak ekspresi wajah Alishba berubah pucat pasi bahkan tubuhnya gemetaran hebat.
"Ya, seperti itulah kenyataannya", ucap Sulaiman dengan wajah datar.
"Tapi..., tapi kita telah menikah secara resmi, bagaimana kamu bisa mengatakan bahwa aku perusak hubungan kalian...", kata Alishba.
Sulaiman tidak menjawab, hanya menatap dingin ke arah Alishba.
"Seharusnya dia yang menjadi perusak rumah tangga orang, bukan aku yang jelas-jelas sebagai istrimu, istri sahmu, Sulaiman !" lanjut Alishba bingung.
Alishba menggeleng cepat dengan pandangan tak mengerti.
"Apa kesalahan yang telah ku perbuat hingga kau tega berlaku sekeji ini kepadaku ???" kata Alishba.
Alishba yang masih mengenakan gaun pestanya, berdiri tertegun menatap ke arah Sulaiman yang juga menatapnya tajam.
Wajah cantiknya semburat bersemu merah ketika dia berbicara.
"Kita telah terikat pernikahan, dan semestinya kau sadar kalau tidak seharusnya ada orang lain dalam pernikahan kita, Sulaiman", sambung Alishba.
"Nisa bukan orang lain dalam hidupku, sebab dia masih pacarku sampai detik ini", kata Sulaiman.
"Apa ?" sahut Alishba tersentak kaget.
"Apapun yang kau katakan padaku, tidak penting buatku karena aku akan tetap mempertahankan Nisa selamanya dan...", ucap Sulaiman.
Sulaiman melangkah maju ke arah Alishba seraya menundukkan pandangannya.
"Dan kemungkinan kami akan menikah juga", sambung Sulaiman.
Alishba yang berusaha menahan emosinya untuk tidak terpengaruh dengan sikap serta kata-kata Sulaiman, sudah tidak tahan lagi.
Dilayangkannya sebuah tamparan keras ke arah wajah Sulaiman.
"PLAAAAK... !!!"
Sebuah tamparan keras, tepat mendarat dipipi kanan Sulaiman hingga membekas merah.
Alishba masih menatap dingin ke arah suaminya lalu tersenyum tipis.
"Jika itu bisa membuat hatimu senang maka silahkan berbuat semaumu dan tidak perlu lagi kamu pikirkan aku jika aku ada disini !" ucap Alishba.
Alishba menatap sekilas ke arah Sulaiman lalu beranjak pergi dari hadapan suaminya sambil berlarian.
Air matanya mulai jatuh berderai-derai saat Alishba berlari ke arah kamarnya yang terletak di lantai atas.
"Dasar pria bodoh !" ucapnya seraya berlari naik melewati tangga.
Air mata pernikahan yang baru saja dimulainya telah jatuh berlinangan, membasahi wajah Alishba yang cantik di hari dia pertama usai menikah.
Alishba terus berlari ke arah kamarnya tanpa mempedulikan lagi sekitarnya.
Tampak Sulaiman masih berdiri termenung sambil mengusap-usap pipi kanannya yang memerah.
"Sulaiman, kau tidak apa-apa ?" tanya Nisa sambil berjalan mendekat.
Nisa berusaha meraih tangan Sulaiman namun pria itu menyentakkan pegangan tangan milik Nisa.
"Pergi !" ucap Sulaiman.
"Kenapa aku harus pergi ? Ada apa denganmu ?" kata Nisa kebingungan dengan sikap Sulaiman.
Sulaiman mendengus kesal lalu melangkah cepat, meninggalkan Nisa yang terbengong-bengong.
"Sulaiman ! Kenapa denganmu ??? Bagaimana dengan kita ???" teriak Nisa kesal.
Namun Sulaiman tidak menggubris ucapan Nisa, dia berlalu pergi tanpa menoleh kembali ke arah Nisa.
Nisa yang kesal tampak menghentak-hentakkan kedua kakinya ke atas lantai ruangan dengan penuh emosi.
"Sulaiman !!!" panggilnya yang masih bertahan di rumah Sulaiman.
Seseorang petugas keamanan mendekati Nisa seraya berkata padanya.
"Maaf nona Nisa, sudah pagi, saatnya pulang ke rumah nona karena pesta telah berakhir", kata petugas keamanan dengan penuh hormat.
Nisa yang masih kesal tampak tidak terima dengan ucapan petugas keamanan itu.
"Ya, baiklah ! Aku segera pergi !!!" ucapnya sambil mendorong tubuh petugas tersebut sangat kasar.
Nisa berjalan cepat menuju keluar rumah dengan memasang wajah cemberut masam.
"Lihat kau Sulaiman ! Aku pasti akan mendapatkanmu kembali disisiku !" ucap Nisa sambil melangkah tergesa-gesa.
"Alishba ! Alishba ! Alishba !"
Terdengar suara Sulaiman memanggil dari arah tangga naik ke lantai atas.
Tap... ! Tap... ! Tap... !
Langkah kaki Sulaiman berderap keras saat menaiki tangga rumahnya.
"Alishba ! Alishba ! Alishba !"
Suara teriakan Sulaiman kembali menggema, membuat beberapa pelayan rumah teralihkan perhatiannya ke arah suara Sulaiman.
Tampak beberapa pelayan saling berbisik menggosip.
"Ada apa ?" bisik pelayan perempuan kepada rekan kerjanya.
"Apa yang terjadi ?" bisik pelayan lainnya.
Ada tiga perempuan sedang bercakap-cakap di tengah ruangan luas saat mendengar suara teriakan Sulaiman.
"Sepertinya akan ada perang dunia ketiga di rumah ini, mulai sekarang", bisik pelayan perempuan.
"Kau yakin bakal terjadi ?" tanya pelayan yang satunya.
Pelayan perempuan itu mengangguk pelan saat rekannya bertanya padanya.
"Woah !? Ku yakin rumah akan ramai tapi aku tidak yakin jika tuan Sulaiman tidak tertarik pada istrinya", sahut pelayan perempuan.
"Maksudmu ? Apa tuan Sulaiman menyukai istrinya atau tidak ?" kata pelayan lainnya.
"Aku rasa tuan Sulaiman sangat menyukai istrinya, dia sangat cantik sekali di banding orok-orokan sawah itu", ucap pelayan perempuan.
"Orok-orokan sawah !? Siapa maksudmu dengan orok-orokan sawah ???" sahut pelayan yang satunya.
"Dimana-mana semua sudah kenal dengan nona Nisa", kata pelayan lainnya.
"Oh, perempuan yang selalu mengejar tuan Sulaiman itu, katanya dia pacar tuan", sahut pelayan perempuan ke-1.
"Tidak, nona Nisa bukan pacar tuan Sulaiman melainkan anak dari rekan bisnis tuan besar yang dititipkan ke keluarga tuan Sulaiman", ucap pelayan perempuan ke-2.
"Gawat ! Kalau begitu semakin runyam ceritanya karena ada dua perempuan yang sedang bertempur nantinya di rumah ini !" kata pelayan ke-3.
"Mana bisa begitu, tuan Sulaiman sudah menikah dengan nyonya Alishba, tidaklah dia akan berpaling kepada nona Nisa yang standart itu", sahut pelayan perempuan ke- 2.
"Benar, lagian istrinya sangat cantik sekali dibanding orok-orokan sawah", kata pelayan ke-1.
"Hush ! Jangan asal bicara ! Nanti kedengaran tuan Sulaiman kalau kita mengatai nona Nisa dengan orok-orokan sawah !" sahut pelayan ke-3.
"Ya, ya, ya !" ucap ketiga pelayan itu bersama-sama.
''Hai ! Apa yang kalian bertiga lakukan disana !!!" teriak suara seorang pelayan tua dari lantai atas kepada ketiga pelayan yang sedang bercakap-cakap dilantai bawah.
Ketiga pelayan sontak memalingkan muka mereka ke arah atas.
Mereka bertiga terkejut pucat saat melihat kepala pelayan sedang menatap mereka dengan sinis.
"Kami sedang bercakap-cakap, kepala pelayan", sahut pelayan ke-3.
"Apa tidak ada kerjaan yang harus kalian selesaikan ?" ucap kepala pelayan seraya menatap tajam.
"Kami masih mencarinya, bu kepala pelayan", sahut pelayan ke-2.
"Mencarinya ??? Apa yang kau katakan itu ??? Cari pekerjaan tidak disana tapi di dapur !!!" kata kepala pelayan.
"Tapi kami mau bersih-bersih rumah", sahut ketiga pelayan perempuan kompak.
"Tidak harus berkumpul seperti itukan", kata kepala pelayan sambil berkacak pinggang.
"Ini kami masih bersiap-siap dan akan bekerja", sahut pelayan ke-2.
Tampak ketiga pelayan perempuan sama-sama menganggukkan kepala serempak.
"Dan kalian masih berdiam disana ???" ucap kepala pelayan.
"Ehk !? Ini, ini, ini kami mau mulai !" kata pelayan ke-3.
"Iya, iya, iya, kami akan segera mengerjakan tugas kami", sahut pelayan ke-1.
"Ayo ! Ayo ! Ayo ! Kerja !" kata pelayan ke-2 dengan sikap gugup.
Ketiga pelayan perempuan terlihat panik saat mereka memulai aktivitasnya bekerja di rumah ini.
Tampak kepala pelayan terus memperhatikan tingkah laku ketiga pelayan itu dari lantai atas lalu dia kembali bekerja.
Brak... !
Pintu kamar tidur terhempas keras.
Sulaiman melangkah gagah ke dalam kamar, dilihatnya Alishba terbaring di atas ranjang tidur dengan menangis tersedu-sedu.
"Alishba !" panggil Sulaiman.
Sulaiman mendekat ke arah tempat tidur seraya memperhatikan Alishba yang berbaring menelungkup di atas ranjang.
"Alishba !" panggil Sulaiman.
Namun Alishba tidak merespon panggilan dari Sulaiman dan tetap menangis menelungkup di atas ranjang tidur.
"Alishba kau dengar atau tidak...", ucap Sulaiman.
Sulaiman menarik paksa tangan Alishba hingga istrinya itu berbalik menghadap kepadanya.
Mereka berdua saling berpandangan satu sama lainnya sangat dekat.
Tidak ada ucapan diantara keduanya yang hanya saling bertatap muka sambil menahan nafas.
Alishba menatap dingin ke arah suaminya, terlihat jelas kemarahan tertahan dari ekspresi wajahnya saat melihat ke arah Sulaiman.
"Apa kau tidak mendengarku ?" tanya Sulaiman yang menggenggam erat-erat tangan Alishba.
"Apa maumu ???" sahut Alishba dengan emosi tertahan.
Wajah Alishba yang dipenuhi oleh air mata terlihat jelas jika dia habis menangis.
"Kau menangis ?" tanya Sulaiman.
"Apa ?" sahut Alishba tertahan.
"Untuk apa kau menangis ? Seharusnya aku yang menelungkup sedih disana bukannya kamu !" ucap Sulaiman.
"Lepaskan tanganku !" hardik Alishba yang berusaha melepaskan genggaman tangan Sulaiman dari tangannya.
"Baik ! Baik ! Baik !" ucap Sulaiman sambil mengangkat kedua tangannya seraya melangkah mundur.
"Jangan ganggu aku lagi !" kata Alishba dengan tatapan dinginnya ke arah Sulaiman.
"Maaf !?" sahut Sulaiman dengan menaikkan kedua alisnya ke atas.
Keduanya saling berpandangan satu sama lainnya tanpa bergerak.
"Apa tidak jelas yang aku katakan tadi ? Jauhi aku mulai dari sekarang !" kata Alishba yang mencoba tegas.
"Kenapa aku harus menjauh darimu ? Apa kau melupakan sesuatu diantara kita ?" tanya Sulaiman.
"Aku tidak pernah lupa dan aku masih ingat bahwa kita adalah suami-istri", sahut Alishba dengan wajah merah padam.
"Jika kau ingat statusmu sebagai istriku, seharusnya kau juga memahami tugasmu sebagai seorang istri'', kata Sulaiman.
"Jauhkan segera angan-anganmu itu dari pikiranmu karena aku tidak akan pernah mau melakukan tugasku itu !" sahut Alishba.
"Tapi aku bisa memintanya sesuai kemauanku dengan paksa", kata Sulaiman.
"Dengan tegas aku menolaknya !" sahut Alishba sembari menaikkan ujung dagunya.
Alishba berdiri dengan sikap anggunnya serta tatapan tajam ke arah Sulaiman.
Terlihat jelas dari bahasa tubuhnya jika Alishba tidak menginginkan Sulaiman mendekati dirinya.
Sulaiman tersenyum tipis sambil memalingkan muka.
"Kau sungguh naif ! Bagaimana bisa kau akan lari dariku sedangkan kau masih terikat pernikahan denganku ?" ucap Sulaiman lalu memandangi Alishba.
"Dan kau bisa melepaskan aku sekarang juga jika itu yang kau inginkan", sahut Alishba.
Mendengar perkataan Alishba, membuat Sulaiman terhenyak kaget dan tertegun.
"Kenapa ? Kenapa kau tidak bereaksi ? Kau kira aku takut kepadamu ?" kata Alishba dengan tatapan dinginnya.
"Ehk !? Bukan begitu...", sahut Sulaiman menjadi salah tingkah.
"Aku siap jika harus menyandang status janda darimu daripada hidup bersama wanita lainnya", kata Alishba.
"Dan kau tidak memikirkan akibat dari ucapanmu itu terhadap nasib perusahaan keluargamu", ucap Sulaiman.
"Kau mengancamku dengan perusahaan ?" kata Alishba.
"Jika terjadi perceraian maka nasib perusahaan milik keluarga Rayaz akan berada diambang kehancuran dan kau seharusnya ingat itu", sahut Sulaiman.
Alishba tercekat diam dan hanya memandangi suaminya dengan wajah pias.
"Dan kau juga seharusnya tahu jika kita berpisah maka saham terbesar perusahaan milik keluarga Rayaz akan seluruhnya berpindah tangan kepada perusahaanku, Alishba", ucap Sulaiman.
Sulaiman melangkah menghampiri Alishba lalu berdiri tepat dihadapannya.
Kali ini sorot mata Sulaiman benar-benar tajam saat dia menatap ke arah istrinya.
"Kau sadari jika pernikahan kita berdasarkan aliansi pernikahan belaka demi keselamatan perusahaan keluarga Rayaz dan kau tidak memungkirinya hal itu terjadi pada kita, pada pernikahan kita berdua, Alishba", kata Sulaiman dingin.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!