NovelToon NovelToon

Cinta Gadis Rusuh & Konglomerat

Bab 1

Siang hari itu, gadis bernama Pinky berlari dengan cepat, berusaha menghindar dari kejaran sekumpulan pria berbaju hitam yang tampaknya sangat serius mengejarnya. Suara teriakan mereka terdengar menggelegar.

"Awas... Awas...!" teriak Pinky, sambil menatap jalan di depannya dengan cemas. Tanpa memperhatikan kiri-kanan, dia melompat dan langsung masuk ke dalam gedung yang tampaknya adalah tempat pemandian pria.

Di salah satu ruangan sauna, seorang pria berbaring santai dengan mata terpejam, tubuhnya terendam air panas. Ia tampak begitu tenang hingga hampir tertidur.

Teriakan dari luar kembali terdengar, "Hei, jangan lari! Kalau kau menolak menikah, kau harus ganti rugi! Ayahmu sudah menerima uangnya!"

Pinky membalas dengan suara ketus, "Papaku yang terima uangnya! Jadi, minta saja tuan muda kalian menikah dengannya!" Dengan cepat, ia berlari semakin jauh dari kejaran pria-pria itu, hingga akhirnya tiba di ruang sauna yang sama sekali tidak ia kenal.

"Di mana Pinky?" tanya salah satu pria, mencoba mencari gadis itu.

Sementara itu, Pinky yang kebingungan, melangkah hati-hati menuju kolam tempat seorang pria sedang berendam. Air di kolam itu tampak berasap, menambah kesan misterius pada suasana di dalam ruangan.

"Kenapa pria ini diam di sini? Kenapa airnya banyak asap? Apa ini air panas?" gumam Pinky dalam hati, kebingungan sekaligus penasaran. Dia mendekat dengan hati-hati, lalu memanggil, "Tuan..."

"Tuan, apakah kamu sudah mati?" tanyanya ragu, namun tak ada jawaban.

Teriakan dari luar terdengar semakin dekat, "Geledah tempat ini!"

Pinky panik. "Gawat!" gumamnya. Dengan cepat, dia melompat ke dalam kolam untuk bersembunyi, berharap tidak ketahuan. "Tuan, maaf, aku sembunyi dulu di sini, nanti aku akan hadir di acara pemakamanmu. Sebagai tanda terima kasih, aku akan hubungi ambulans," ucapnya dengan polos, sambil menundukkan wajah dan tenggelam sebagian tubuhnya di air. Tak sadar, wajahnya menekan senjata pria itu.

"Apa ini? Kenapa rasanya aneh sekali?" pikir Pinky, memejamkan mata, namun tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka.

"Geledah tempat ini!" perintah suara dari luar.

Pria yang berbaring di kolam tiba-tiba terbangun dan melihat ke arah mereka dengan tatapan tajam. "Siapa yang menyuruh kalian masuk?" tanya pria itu dengan suara keras dan penuh wibawa.

Mereka yang melihat pria itu langsung terdiam, gelagapan, "Tuan Jaycolin, maafkan kami. Kami akan segera keluar," ucap mereka buru-buru, lalu bergegas pergi.

Begitu suasana sepi, pria itu baru menyadari ada sesuatu yang aneh. Sesuatu yang hangat menempel di bagian bawah tubuhnya. Tanpa berpikir panjang, ia menarik rambut Pinky, membuat kepala gadis itu terangkat keluar dari air.

Pinky menyembur air ke sekeliling dan hampir kehabisan napas.

"Kau siapa, kenapa bisa ada di sini?" pria itu bertanya dengan tatapan bingung dan marah.

"Ternyata kau masih hidup, aku mengira kau sudah mati di sini. Maaf, aku bersembunyi dari mereka. Terima kasih!" Pinky berkata terburu-buru, berusaha bangkit dari kolam. Namun karena licinnya permukaan kolam, ia terjatuh lagi, kali ini jatuh tepat di atas pria itu.

"Aahhh!" jerit pria itu, wajahnya memerah karena kesakitan, namun ia terdiam sejenak, merasa canggung.

"P-P-maaf, ada apa denganmu? Aku yang terjatuh, kenapa kamu menjerit?" Pinky bertanya, bingung dan sedikit cemas.

"Aku bersumpah akan membunuhmu," ujar pria itu, menggertakkan gigi, wajahnya semakin merah karena rasa sakit.

"Apa salahku, kenapa ingin membunuhku? Besok aku akan menikah. Aku tidak mau mati dulu!" jawab Pinky dengan gugup, tanpa menyadari posisi kedua tangannya yang masih menekan bagian sensitif pria itu.

"Singkirkan tanganmu!" bentak pria itu, tampak tak sabar.

Pinky langsung menunduk dan melihat telapak tangannya yang tidak sengaja menekan bagian tubuh pria itu. "Ha... gawat, apakah aku membunuhnya? Maaf!" ucap Pinky, segera menarik tangannya dengan panik.

"Aku tidak sengaja menyakiti adikmu," kata Pinky.

"Keluar dari sini!" perintah pria itu dengan nada kesal, mencoba menahan amarah.

"Sebelum aku pergi, aku akan memastikan apakah dia baik-baik saja," kata Pinky dengan polos, lalu dengan santainya ia menyentuh bagian bawah pria itu yang masih tertutup handuk.

"Adik, maaf, aku tidak sengaja menyakitimu. Tidurlah! Tidurlah! Majikanmu sangat garang. Jangan mati, kalau tidak majikanmu pasti akan membunuhku," Pinky berbisik sambil menepuk-nepuk bagian tubuh pria itu dengan lembut, seolah sedang menenangkan anak kecil.

"Keluar dari sini!" bentaknya lagi, kali ini dengan gerakan cepat menepis tangan Pinky yang masih berada di dekatnya.

Pinky buru-buru mundur, wajahnya semakin merah, "Oke, oke, aku keluar! Jangan marah, aku akan pergi!"

Saat Pinky keluar dari ruangan sauna, langkahnya cepat karena masih teringat dengan kejadian tadi. Dia berusaha menenangkan diri, namun saat itu seorang pria tiba-tiba mendekat, menyapanya dengan suara yang tegas, "Tuan Jaycolin!"

Pinky yang masih sedikit gugup menoleh ke arah pria itu dan menyapa dengan santai, "Apakah Anda adalah anggotanya? Tolong panggilkan dokter hewan!"

Pria itu, yang ternyata adalah asisten Jaycolin, tampak bingung dengan permintaan Pinky. "Untuk apa dokter hewan?" tanyanya, belum memahami situasi.

Pinky menunduk sedikit, merasa canggung, dan bisikannya terdengar agak gelisah, "Aku tidak sengaja menyakiti ular bosmu, tidak tahu apakah kondisinya patah atau tidak."

Di dalam kolam, Tuan Jaycolin yang mendengar bisikan Pinky semakin kesal. "Apa kau bisa pergi dari sini!" bentaknya dengan suara yang memancarkan kemarahan. Wajahnya yang sebelumnya tampak tenang kini berubah serius dan penuh amarah.

Pinky, yang merasa ketakutan sekaligus bingung, cepat-cepat menjawab, "Iya," dan buru-buru meninggalkan tempat itu.

Asisten Jaycolin, yang masih tampak kebingungan, bertanya, "Tuan, siapa gadis itu?"

Jaycolin menatap tempat di mana Pinky barusan pergi, lalu menjawab dengan nada datar, "Bukan siapa-siapa, yang penting aku tidak ingin melihatnya lagi."

Asistennya terlihat penasaran, namun ia melanjutkan dengan pertanyaan lain, "Tuan, pernikahan besok, apakah Anda akan hadir?"

Jaycolin menghela napas dan menjawab tanpa minat, "Siapa nama anak dari pengusaha Lucas?"

Asisten itu menjawab dengan cepat, "Putranya bernama Jimz, dan calon istrinya adalah Pinky, yang berasal dari keluarga kalangan bawah."

Jaycolin tampak terdiam sejenak, berpikir sejenak, lalu berkata dengan nada acuh tak acuh, "Pergi sebentar saja, sebenarnya aku tidak berminat sama sekali."

Dev Jaycolin, seorang pendiri hotel berbintang tujuh yang terkemuka di kota tempat ia tinggal, memiliki bisnis yang tidak hanya berfokus pada hotel dalam kota. Ia juga memiliki jaringan hotel internasional di luar negeri, membuatnya menjadi salah satu pengusaha terkaya dan paling berpengaruh. Namun meski begitu, kehidupan pribadinya sering kali dipenuhi dengan kekosongan emosional yang sulit diatasi.

Bab 2

Pinky yang telah kembali ke rumahnya disambut dengan amarah seorang pria paruh baya yang tak lain adalah ayahnya sendiri, Mark. Wajah pria itu memerah, sorot matanya tajam, dan suaranya menggema di dalam ruang tamu yang sudah penuh ketegangan sejak ia membuka pintu.

"Kau melarikan diri di saat menjelang pernikahanmu. Apa kau sengaja mempermalukan aku? Apa kau tahu dia adalah atasanmu?" kata Mark dengan nada tinggi, mengarahkan telunjuknya tajam ke wajah Pinky.

Namun, Pinky, yang sudah terbiasa dengan amarah ayahnya, hanya berdiri dengan malas di ruangan. Wajahnya tanpa ekspresi, seolah tak terpengaruh oleh kemarahan yang memuncak di hadapannya.

"Mark, jangan salahkan Pinky lagi. Bukankah dia sudah pulang? Untuk apa kau marah-marah sejak tadi?" ujar seorang wanita yang berdiri tak jauh dari mereka. Itu adalah Ruby, ibu Pinky, yang mencoba meredakan ketegangan.

Mark menoleh ke arah istrinya dengan tatapan menusuk.

"Ruby, jangan ikut campur di saat aku mendidik anak kita!" ketus Mark dengan nada dingin.

Ruby hanya menghela napas panjang, memilih untuk diam. Sementara itu, Pinky tetap berdiri dengan malas, tangan bersilang di depan dada, tak peduli dengan ocehan ayahnya.

"Pinky, besok kau harus patuh dan menikah. Jangan menimbulkan masalah lagi!" kata Mark dengan tegas, menunjuk wajah Pinky.

Namun, alih-alih menunjukkan rasa bersalah, Pinky malah membalas dengan nada santai, namun tajam. Ia menatap ayahnya tanpa rasa takut.

"Pria yang Papa cari tidak ada yang baik. Kalau bukan pemabuk, ya pejudi. Selain itu, ada juga yang pemain wanita. Kalau aku menikah dengan mereka, maka nasibku akan sial seperti Mama," jawab Pinky, nada bicaranya penuh sindiran.

Mark tersentak. Ia merasa harga dirinya terluka mendengar kata-kata itu. Wajahnya berubah lebih merah, menandakan kemarahannya semakin memuncak.

"Apa maksudmu bicara seperti itu?" tanyanya, mencoba menahan emosinya.

Pinky tidak ragu menjawab. Sorot matanya menantang, bibirnya menyunggingkan senyum sinis.

"Maksud aku adalah, aku akan sama seperti Mama. Menikah dengan pria hidung belang," jawab Pinky, menatap ayahnya dengan tajam.

"Jangan bicara sembarangan!" bentak Mark. "Apa kau masih tidak cukup mempermalukan keluarga kita? Tetangga sudah tahu bahwa kau gagal menikah sebanyak lima kali, dan dipecat sebanyak lima puluh sembilan kali!"

Pinky mengangkat bahu dengan santai, seolah itu bukan masalah besar baginya.

"Jangan salahkan aku! Aku mendapatkan pelanggan yang tidak sadar diri, makanya aku balas mereka," jawab Pinky tanpa beban.

Mark menggelengkan kepala, hampir tak percaya dengan alasan putrinya. Ia mendekat, menunjuk Pinky dengan telunjuk yang bergetar.

"Lalu, bagaimana dengan pasangan yang di rumah sakit itu? Kau bekerja di sana sebagai perawat, dan kau menyuntik bius ke tubuh pasienmu!" ujar Mark dengan suara tinggi.

Pinky hanya mengerling, tampak tak peduli. Ia menjawab dengan nada santai, nyaris seperti sedang bercanda.

"Dia adalah pria yang berselingkuh, sementara istrinya sedang hamil. Makanya aku suntik bius untuk beri pelajaran. Lagi pula, dia tidak mati," jawab Pinky dengan nada datar.

Mark mendengus kesal. Ia menekan pelipisnya, berusaha menahan amarah.

"Dia memang tidak mati, tapi kau malah mematikan bagian pentingnya. Sehingga kita dilaporkan, dan aku yang harus ganti rugi!" balas Mark, nyaris berteriak.

Pinky mengangkat alis, tampak tak terpengaruh. Ia menatap ayahnya dengan ekspresi penuh tantangan.

"Papa, aku ingin bertanya sesuatu," ucap Pinky tiba-tiba.

"Tanya apa?" balas Mark, mencoba mengendalikan suaranya.

"Pria yang suka selingkuh, bukankah karena burungnya kegatalan? Makanya dia suka mencari sarang di mana-mana? Lalu apa salahnya aku suntik bius ke burungnya? Hanya overdosis saja, tapi masih bisa untuk buang air kecil. Hanya saja, dia tidak bisa main wanita lagi," ujar Pinky santai, seolah sedang membicarakan hal biasa.

Mark menahan nafas, wajahnya memerah, nyaris kehabisan kata-kata. Ia mengepalkan tangan di sisinya, menahan diri untuk tidak meledak.

"Kau..." ucap Mark, suaranya tertahan oleh rasa kesal yang meluap.

"Sudah! Sudah!" sela Pinky cepat, melambaikan tangan seolah tak mau lagi mendengar ocehan ayahnya. "Tenang saja, besok aku akan menjadi pengantin yang patuh. Padahal, kamu masih ada putri lain, kenapa bukan dia saja yang menikah?"

Mark menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia menatap Pinky tajam, suaranya masih penuh emosi.

"Dia masih ingin mengejar cita-citanya, tidak sepertimu!" jawab Mark dengan ketus.

Pinky tersenyum sinis, lalu melangkah ke arah pintu kamarnya. Sebelum masuk, ia menoleh sekali lagi, kali ini dengan tatapan dingin.

"Dia bukan adikku juga. Terserah dia ingin mengejar cita-cita atau apa pun, yang penting jangan menjadi simpanan orang saja," ketus Pinky sebelum membanting pintu kamar dengan keras.

Suara pintu yang dibanting menggema ke seluruh rumah. Mark hendak berteriak lagi, namun dihentikan oleh istrinya, Ruby, yang menepuk bahunya dengan lembut.

"Sudah cukup! Jangan setiap kali kau pulang hanya tahu marah padanya. Seharusnya kau juga harus introspeksi diri!" kata Ruby dengan kesal sebelum melangkah ke dapur.

"Anak dan ibu sama saja. Aku akan membuktikan kalau Micky akan lebih baik dari Pinky," gumam Mark.

Pinky tiba-tiba membuka pintu kamarnya dengan gerakan kasar.

"Kalau dia berhasil mengejar cita-citanya, setelah kamu sudah tua dan sekarat, jangan harap anakmu itu akan merawatmu. Dan jangan memintaku merawatmu juga!" ucap Pinky tajam, menekankan setiap kata dengan nada penuh kemarahan.

Setelah mengatakan itu, Pinky langsung kembali ke kamarnya tanpa menunggu respons ayahnya. Pintu kamar itu kembali dibanting dengan keras, menciptakan suara yang menggema di seluruh rumah.

Brak!

Mark berdiri mematung di ruang tamu. Wajahnya merah padam, giginya bergemeretak menahan luapan amarah yang tak mampu ia ungkapkan. Ia membuka mulut, mencoba berbicara, tetapi hanya beberapa kata yang akhirnya keluar.

"Anak ini...," ucap Mark dengan suara tertahan, seolah kata-katanya terhenti di tenggorokan.

Ruby, yang mendengar semua itu dari dapur, hanya menghela napas panjang." kalau bukan karena sifatmu, anakmu yang selalu penurut ini tidak akan menjadi musuhmu," gumamnya.

Acara pernikahan berlangsung keesokan harinya dengan meriah.

Sebuah mobil mewah berhenti di depan hotel tempat acara berlangsung. Dari dalam mobil, seorang pria berwibawa dengan penampilan elegan, Dev Jaycolin, melangkah keluar. Kehadirannya langsung menarik perhatian para tamu yang berada di sana, termasuk Jims, sang pengantin pria.

“Tuan Jaycolin,” sapa Lucas, ayah Jims, dengan ramah.

Dev menatapnya sekilas dengan dingin. “Hm,” jawabnya singkat. “Aku akan keliling tempat ini. Tidak perlu repot-repot melayani aku,” tambahnya sebelum berjalan menjauh, meninggalkan Lucas yang hanya bisa menatapnya dengan bingung.

Sementara itu, Pinky, pengantin wanita, masih berada di ruang rias. Namun, ia mulai merasa bosan. Ia berdiri dan melirik pantulan dirinya di cermin besar.

“Membosankan sekali,” gerutunya sambil menarik sedikit ujung gaun pengantin panjangnya. “Gaunnya panjang dan bikin risih.”

Merasa tak betah lagi duduk diam, Pinky memutuskan keluar dari ruang rias untuk menghirup udara segar. Gaun mewahnya yang berlapis renda bergerak mengikuti langkahnya.

Bab selanjutnya.

Diceraikan di hari pernikahan...

Ciuman Pinky dan Dev

Bab 3

Pinky melangkah di koridor hotel dengan langkah santai, matanya tajam mengamati sekitar. Sesekali, ia melirik ke arah tangga yang menuju lantai atas. Dari kejauhan, ia melihat seorang pria berdiri tegap di anak tangga, wajahnya penuh wibawa. Ia tak bisa mengalihkan pandangan dari pria itu.

"Kenapa pria ini terasa tidak asing? Siapa dia?" gumam Pinky pelan, namun cukup jelas untuk didengar oleh dirinya sendiri.

Di anak tangga, pria itu, Dev Jaycolin, berdiri dengan tenang, memandang lurus ke depan seakan tak peduli pada hiruk pikuk di sekitarnya. Seorang pria muda, asisten pribadinya, mendekat dan berbisik.

"Tuan, acara akan segera dimulai," ujarnya penuh hormat.

Namun, Dev hanya mengibaskan tangan dengan malas, pandangannya tetap tajam. "Biarkan saja," jawabnya singkat sambil melangkah menaiki anak tangga dengan gaya penuh percaya diri.

Pinky memperhatikan gerak-gerik Dev dengan penuh rasa penasaran. Mendadak, ia menyunggingkan senyum, wajahnya berubah ceria. "Ternyata kamu, pria yang di kolam itu," katanya dengan nada cukup keras.

Langkah Dev terhenti. Ia menoleh perlahan ke arah Pinky, ekspresinya berubah dalam sekejap. Matanya yang tajam kini dipenuhi dengan kecurigaan, dan raut wajahnya menjadi begitu menakutkan.

"Ternyata kamu sangat tampan," lanjut Pinky tanpa gentar, matanya berbinar. "Saat itu terlalu gelap, jadi aku tidak bisa melihat wajahmu dengan jelas."

Dev mengabaikannya. Tanpa sepatah kata, ia menuju ke arah koridor dan mulai menjauh, berusaha menghindari interaksi lebih lanjut dengan gadis itu.

"Eh... aku sedang bicara denganmu! Kenapa diam saja?" tanya Pinky sambil berusaha menarik ujung gaun pengantin yang panjang agar lebih leluasa mendekat.

Melihat itu, asisten Dev memotong, menatap Pinky dengan sopan namun tajam. "Nona, apakah Anda pengantin Jimz?"

"Benar!" jawab Pinky tanpa ragu, ekspresinya tetap penuh percaya diri.

Pinky lalu melanjutkan dengan nada polos, "Tuan, apakah adikmu baik-baik saja? Aku hampir melukainya saat itu." Ucapannya sontak menghentikan langkah Dev.

Dev berhenti seketika, bahunya menegang. Ia mengepalkan tangan, seolah menahan diri agar emosinya tidak meledak.

Pinky mendekat, sedikit tersenyum. "Aku sempat memikirkan adikmu. Apa dia masih bisa diselamatkan atau tidak? Tapi sekarang melihatmu di sini, berjalan dengan baik, seharusnya itu tidak masalah."

Emosi Dev memuncak, suaranya berat namun dingin ketika ia berkata, "Kalau kau bicara lagi, percaya atau tidak, aku akan melemparmu ke jurang."

Namun Pinky tetap tenang, bahkan tersenyum tipis. "Kenapa kau malah emosi? Aku hanya perhatian padamu."

Dev menggeleng pelan, menatap Pinky dengan pandangan tajam. "Lebih baik kau kembali menjadi seorang pengantin daripada ikut campur dalam urusanku." Ia berbalik, bersiap meninggalkan tempat itu.

Namun Pinky tidak menyerah. "Hei, sebentar. Apakah kau bisa membantuku, untuk kali ini saja?" pintanya dengan nada memelas.

"Nona, bantuan apa yang Anda maksud?" Asisten Dev yang menjawab, berusaha menjaga jarak antara bosnya dan gadis aneh ini.

"Tolong bawa aku pergi dari sini!" seru Pinky penuh harap.

Dev menatapnya dengan ekspresi dingin. "Lebih baik kau menjauh dariku mulai detik ini. Jangan sampai aku melihatmu lagi," kecamnya sebelum melangkah pergi.

"Sombong sekali!" gumam Pinky, namun ia tiba-tiba melihat seseorang menaiki tangga. Wajahnya berubah pucat. Dengan cepat, ia meraih lengan Dev dan menariknya masuk ke salah satu ruangan di koridor.

"Tuan!" seru asisten Dev, bingung melihat tindakan mendadak Pinky.

"Lepaskan tanganmu!" bentak Dev, suaranya tajam, mencoba melepaskan diri dari genggamannya.

Namun Pinky menoleh dengan wajah panik. "Tolong, jangan bicara dulu. Pria itu adalah ayahku. Aku tidak ingin dia tahu aku di sini!" bisiknya terburu-buru.

Dev mendesah panjang, jelas tidak ingin terlibat. "Jangan libatkan aku," balasnya dingin.

Namun suara bentakan Dev memancing perhatian Mark, pria yang dimaksud Pinky. Mark berhenti di depan ruangan, matanya menyipit, curiga. "Siapa yang ada di dalam?" tanyanya pada asisten Dev.

"Atasan saya sedang berbicara dengan kliennya," jawab asisten itu dengan tenang, mencoba menghalangi langkah Mark.

Sementara itu, di dalam ruangan, Dev mencoba meninggalkan kamar, tetapi Pinky menahan langkahnya. Ketakutan yang memuncak mendorongnya melakukan sesuatu yang tidak terduga. Ia mendorong Dev ke dinding dan, tanpa ragu, mencium bibirnya.

Mata Dev membulat. Ia membeku, tidak percaya gadis yang baru saja ditemuinya melakukan hal ini. Pinky, di sisi lain, hanya berharap aksinya berhasil membuat pria itu terdiam.

Pinky memeluk leher pria itu dengan erat, tubuhnya menempel pada Dev, membuat pria itu tak bisa melepaskan diri dari ciuman mendadak gadis tersebut. Dev mencoba menarik wajahnya, namun kekuatan Pinky yang penuh ketakutan justru semakin erat.

Langkah kaki terdengar mendekat dari luar, membuat jantung Pinky berdetak semakin cepat. Namun, tidak lama kemudian, suara itu mereda dan menjauh. Mark, tanpa mencurigai apa pun, akhirnya pergi dari koridor.

Mendengar langkah kaki yang semakin jauh, Pinky melepaskan ciumannya. Wajahnya memerah, tetapi matanya tetap penuh percaya diri.

Dev menatap gadis itu dengan tajam, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Ia mengelap bibirnya dengan kasar menggunakan punggung tangannya, tatapan penuh frustrasi. "Apa kau sudah gila? Kau adalah seorang gadis. Kenapa tidak bisa menjaga jarakmu?" tegurnya dengan nada tajam.

Namun Pinky, bukannya merasa bersalah, justru tersenyum tipis. "Aku telah memberikan ciuman pertamaku padamu. Bagaimana kalau kita menikah saja?" katanya dengan nada santai, seolah-olah hal itu adalah tawaran yang masuk akal.

Dev menghela napas panjang, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh. "Tidak waras!" jawabnya singkat, lalu berbalik meninggalkan gadis itu. Wajahnya mencerminkan frustrasi yang luar biasa.

Beberapa saat kemudian, acara pertukaran cincin dimulai di aula besar yang dipenuhi tamu undangan. Musik lembut mengalun, menciptakan suasana sakral. Pinky berjalan perlahan ke pelaminan, mengenakan gaun putih panjang yang memukau. Namun, sorot matanya tampak kosong, seperti sedang memikirkan sesuatu.

Pengantin pria, Jimz, berdiri dengan senyum lebar di hadapan Pinky. Ia mengambil cincin emas dari kotak beludru kecil, bersiap untuk menyematkannya ke jari manis calon istrinya.

Di tengah kerumunan tamu, Ruby duduk dengan anggun, senyumnya penuh arti saat ia menyaksikan momen itu. Sementara itu, di sisi lain, Dev duduk di kursi tamu dengan malas, ekspresinya datar. Tangannya menopang dagu, menunjukkan betapa ia tidak tertarik pada acara yang berlangsung.

"Tuan," bisik asistennya yang berdiri di sampingnya, mendekat untuk memberikan informasi. "Dengar kabar, pihak pengantin pria mengalirkan banyak uang kepada keluarga pengantin wanita agar pernikahan ini segera terlaksana. Mereka bahkan tidak peduli siapa menantu mereka."

Dev menoleh sedikit, memberikan pandangan dingin kepada asistennya. "Hubungan mereka tidak akan bertahan lama," komentarnya dengan nada datar.

Tiba-tiba, suara langkah terburu-buru terdengar di pintu aula. Seorang wanita cantik dengan rambut hitam panjang masuk, wajahnya memerah karena emosi. Tubuhnya terlihat sedikit berisi, membuat gaun ketat yang dikenakannya tampak sesak.

"Jimz!" serunya dengan nada tinggi, memecah suasana khidmat. Semua mata langsung tertuju padanya, termasuk Dev yang kini sedikit menegakkan tubuhnya, penasaran. "Berani sekali kau menikahi wanita lain! Bagaimana dengan anak kita?" lanjutnya penuh amarah, matanya menatap Jimz tajam.

"Anak?" gumam Pinky, suaranya hampir tak terdengar. Ia menoleh ke arah Jimz dengan ekspresi bingung dan terkejut.

Keributan kecil mulai terjadi di antara para tamu. Bisik-bisik terdengar dari berbagai sudut aula.

Jimz tampak pucat. Keringat dingin membasahi dahinya saat ia mencoba memberikan penjelasan.

Namun, wanita itu tidak memberinya kesempatan untuk berbicara. "Kau pikir aku akan membiarkanmu hidup bahagia setelah meninggalkanku dan anak kita begitu saja?" katanya dengan suara lantang, membuat suasana semakin tegang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!