NovelToon NovelToon

I'm Not Single Mom!

1. Prolog

"Gue mohon, Liv. Cuma lo yang bisa bantu gue. Cuma lo yang bisa gue percaya menjaga Tias."

"Keluarga lo?"

"Keluarga gue gak menerima kehadiran Tias. Kesalahan gue dan Tian gak termaafkan, makanya gue diusir. Gue-- gue selama ini berjuang sendiri, Liv."

"Terus sekarang lu mau tumbalin gue supaya lo bisa balik lagi sama cowok lo itu?"

Olivia membanjiri wajahnya dengan air mata. Ia menepis kedua tangan perempuan yang sejak tadi menyentuh pahanya untuk memohon.

Olivia merangkak menuju baby box dan menatap Tias pilu. Hal yang sama juga Asti lakukan. Wanita itu duduk bersimpuh di samping baby box anaknya.

"Lo masih inget 'kan apa cita-cita gue?" tanya Asti dengan suara bergetar.

"...." Olivia memilih diam, namun isi kepalanya dipenuhi ucapan Asti tempo lalu yang mengatakan dirinya ingin anaknya hidup layak.

Olivia yakin jika semua orang tua menginginkan kehidupan yang baik untuk anak-anaknya.

Mungkin itu alasan mengapa ayahnya melakukan korupsi demi membahagiakan istri dan anaknya.

"Gue cuma pengen Tias berkecukupan, Liv. Bisa sekolah di tempat yang bagus. Makan makanan yang layak. Hal itu gak bisa gue lakukan kalau kerjaan gue hanya sebagai pemandu lagu di tempat itu, Oliv."

"Kenapa Tian gak bisa terima Tias?"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

3 bulan sebelumnya

Perusahaan Harrison yang saat ini dipimpin oleh Fredik -- Kakek Pratama sedang mengalami gangguan yang disebabkan oleh cucu kesayangannya yang saat ini sudah memutuskan untuk keluar dari Harrison grup dan berpindah ke Izyaslavich.

Pratama selaku pewaris pengganti, harus berjuang keras memulihkan perusahaan yang saat ini sedang diserang habis-habisan oleh sepupunya, Kamandanu.

Belum pulih rasa sakit Pratama karena sang sepupu membawa cinta pertamanya dan akan menetap di negeri beruang merah. Sekarang dirinya harus menjadi tumbal di Harrison karena kekacauan yang sepupunya perbuat.

Semenjak dirinya ditinggal menikah oleh sang cinta pertama, Pratama semakin menjadi pribadi yang buruk.

Sering mabuk-mabukan, bergonta-ganti pasangan, dan balap liar pun masih ia jalankan. Padahal usianya sudah bisa dikatakan tidak muda lagi.

"Mau sampai kapan kamu seperti ini, Pratama? Kamu itu pewaris Harrison! Harapan kami," ucap Camilla dengan nada tingginya.

Sudah jengah rasanya Camilla mendidik keponakan satu-satunya ini. Jika Pratama tidak berubah, kemungkinan besar Harrison akan tergantikan oleh Aditama, mengingat jika pemimpin Pioneer saat ini adalah Aditama.

"Tan, yang penting aku sudah menuruti kemauan Tante untuk tidak mengganggu anak Tante itu." Pratama mendesah kesal lalu melanjutkan ucapannya. "Gak mudah buat aku untuk melupakan semua sekaligus membangun Harrison yang sudah Danu hancurkan. Seharusnya ini menjadi tanggung jawab Tante!"

"Dengar Tama, kehadiran kamu di sini karena permintaan kakek kamu. Saya tidak bisa berbuat banyak untuk kamu. Jangankan menunggu Danu untuk menghancurkan Harrison. Saya pun bisa menghancurkan Harrison jika saya mau. Saya membantu kamu karena ada Annastasia di belakang kamu. Saya tidak ingin menyakiti sahabat saya. Jadi saya mohon kamu tahu diri sedikit. Kalaupun kamu sukses di Harrison. Kamu bisa depak saya jika itu mau kamu. Karena itu yang saya tunggu-tunggu, Pratama."

Pratama menatap sang Tante dengan wajah tidak percaya. Tidak mungkin dirinya mendepak Camilla begitu saja. Karena selama ini hanya Camilla lah yang mengurusi keperluan Pratama serta membantu Pratama mempelajari tentang Harrison.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Olivia membersihkan tubuhnya dari tumpahan cairan kecoklatan yang mengeluarkan aroma tidak sedap.

Entah cairan apa yang orang-orang itu guyurkan ke tubuhnya hingga berkali-kali Olivia memuntahkan cairan dari perutnya yang belum ia isi dari pagi.

Olivia memilih duduk di salah satu bilik toilet sambil menangis. Banyak hal yang ia tangisi.

Mulai dari ayahnya yang mendekam di penjara, perubahan ekonomi keluarga yang ia hadapi secara drastis, dan perundungan yang ia dapatkan dari teman-teman kampusnya.

Selama di kampus, tempat yang paling aman untuk dirinya adalah bilik toilet kampusnya.

Di sana ia bisa menangis sepuasnya meskipun harus menangis dalam diam. Setidaknya teman-temannya tidak merundungnya dengan melukai fisiknya seperti sekarang ini.

Saat Olivia ingin keluar dari bilik toilet, tiba-tiba saja ada sebuah langkah kaki yang ia yakini dalam jumlah banyak mendekat hendak memasuki toilet.

Olivia mengurungkan niatnya untuk keluar dari bilik tersebut dan memilih kembali duduk dan menunggu sampai orang-orang itu keluar dari toilet.

Ketika orang-orang itu masuk, salah satu wanita membuka satu persatu bilik toilet dan memastikan tidak ada seseorang di salah satu bilik tersebut.

BRAK!

BRAK!

BRAK!

Olivia sudah memprediksi hal itu, makanya ia menempelkan tanda 'toilet rusak' di depan pintu bilik toilet yang ia gunakan.

"Gue bingung deh sama si Oliv. Dia urat malunya udah putus, ya? Masih bisa dia hidup dan bernafas dengan baik setelah apa yang bokap nya lakuin," ucap salah satu wanita yang sering mem-bully Olivia.

"Bukannya anak koruptr selalu bangga ya kalau orang tuanya jadi koruptr?" timpal salah satu wanita lainnya.

"Bangga lah, lagian mereka juga gak akan dimiskinkan. Gue yakin bokap nya pasti udah simpan duit itu di Swiss. Makanya anaknya masih tebal muka."

Olivia kembali menangis dalam diam. Ia sangat yakin ayahnya bukan koruptr seperti pemberitaan yang menyebar luas saat ini.

Hidup mereka selama ini tidak bergelimang harta, ayahnya juga tidak pernah mengendarai mobil mewah atau bolak balik ke luar negeri selain urusan dinas.

Mereka hidup di perumahan yang tidak tergolong mewah bahkan masih dalam golongan menengah karena berada di sebuah perbatasan antara Kota madya dan Kabupaten.

"Gue heran ya, dia dan Bestie kentalnya sama tuh, sama-sama gak punya urat malu."

"Emang siapa Bestie kental dia? Emang ada yang mau berteman sama dia?"

"Siapa lagi kalau bukan Laras dan si Amel. Dua ayam yang sering open harga di aplikasi Maxchat. Langganan para sugar daddy perut buncit, kumis tebal mulut bau rokok kretek."

Seluruh gadis yang berkumpul di toilet tertawa terbahak-bahak menertawakan Olivia dan teman-temannya. Tentu saja hal itu sudah biasa Olivia dengar dari mereka.

"Jangan-jangan dia juga lagi. Suka ikutan open harga di Maxchat!" seru salah satu wanita yang Olivia hapal suaranya.

Wanita itu yang selalu memprovokasi yang lain untuk merundung dirinya. Wanita itu pula yang menumpahkan cairan ini ke tubuhnya. Wanita itu adalah Pindy, Anak salah satu Dosen dari fakultas lain di universitas ini.

"Udah pasti, lo 'kan tau, UKT di kampus kita apalagi jurusan kita itu mahal banget. Mana mampu dia bayar kalau bukan pakai uang Nina boboin aki-aki buncit."

Kembali, mereka tergelak tawa hingga mereka merasa jika jam mata kuliah selanjutnya akan tiba.

Olivia enggan keluar dari bilik karena kondisinya benar-benar mengenaskan, tidak mungkin ia masuk ke dalam kelas dalam pakaian yang sangat bau ini. Ia memutuskan untuk kembali ke kost-annya.

...\⁠(⁠◎⁠o⁠◎⁠)⁠/To be continue \⁠(⁠◎⁠o⁠◎⁠)⁠/...

...Keluarnya nunggu mereka check out aja ya, Liv. Nanti lu di guyur kuah seblak. Author khawatir ini....

Jangan lupa Readers. Like, vote, kembang kopinya ❤️ Sarange

2. The Harrison.

Dentuman musik yang begitu kencang membuat siapa saja yang tidak biasa dengan dunia malam yang dua lelaki tampan itu jalani, akan mengangkat kedua tangannya dan menyerah berada di tempat seperti itu.

Bastian, yang sudah terbiasa menemani sahabatnya setiap malam menikmati surga dunia. Kali ini lelaki itu memilih memperhatikan dan mengawasi Pratama saat lelaki itu sibuk menenggak tiap botol dan menghabiskan hampir setengah lusin botol.

"Heh, lo itu udah mabuk, sebentar lagi jackpot. Gue gak mau ya lo muntah di mobil baru gue. Kalau lo sampe jackpot di mobil gue, gue tinggalin lo di flyover Pasar Minggu!" umpat Bastian dan merebut botol vodka dari tangan Pratama.

"Jingan lo Bas! Lo mau tinggalin gue di flyover?! Nanti kalau gue diculik waria, gimana? Berduka lo. Mending lo sewa LC atau Jab lay aja sana. Biar nggak bete nungguin gue party di sini." Pratama tersenyum smirk, membuat Bastian muak ingin meninggalkan Pratama yang sedang mabuk berat.

Sebenarnya Bastian ingin sekali berhenti mengikuti jejak Pratama yang selalu menghabiskan waktu di tempat durjana ini.

Namun apa boleh buat, dirinya adalah orang kepercayaan keluarga Patz. Keluarga Pratama mempercayakan Pratama pada dirinya. Khususnya tante Annastasia, ibu angkat sekaligus tante Pratama.

"Balik aja yuk, gue anter lo ke apartemen. Besok kita ada kuis, Tam." Bastian menarik lengan Pratama untuk berdiri dari duduknya.

"Heh Bas, lo gak pengen nyicipin dessert seperti biasa?" tanya Pratama dengan senyum penuh makna. Bastian paham, Maksud dari menyicipi dessert yang Pratama maksud.

"Enggak. Gue takut HIV!" ucap Bastian asal.

Pratama tertawa keras dan menepuk kepala Bastian dengan kencang. "Gue yang minum kenapa lo yang mabok, Bas!"

Plak!

Dari arah belakang ada yang memukul kepala Pratama dengan sangat keras. Membuat lelaki itu hampir jatuh dari rangkulan Bastian.

"Anj-- siapa neh yang mukul kepala Baginda Raja?" teriak Pratama dan langsung menolehkan kepalanya ke arah di mana kepalanya dipukul.

Lelaki yang bernama Adam itu tertawa keras mendengar celotehan asal yang Pratama lontarkan. "Apa? Baginda raja? Raja apa lo? Raja singa!" ucap Adam.

"Oh elo... widihhh sungkem gue kalo ketemu lo. Manusia pertama yang turun dari bumi. Ehhh BTW, kalo Adam lo mah, turun dari mobil bekas, ya. Mobil Bekas KORUPSI!" balas Pratama asal dengan senyum smirk dan suara yang tak kalah kencangnya.

Adam dan Pratama merupakan sahabat dekat saat mereka sekolah dulu. Namun karena orang tua Adam terjerat kasus korupsi sebab laporan dari Annastasia-- tante Pratama, membuatnya harus mengasingkan diri ke negara tempat kelahiran ibu dari lelaki itu. Inggris.

Adam tidak pernah tersinggung dengan setiap ucapan jahanam yang Pratama keluarkan untuknya. Meskipun keluarga Pratama melaporkan tindakan korupsi yang ayahnya lakukan dulu.

Hal yang sama pun terjadi dengan Pratama. Lelaki itu tampak cuek, dengan julukan yang Adam sematkan pada dirinya.

Melihat kedatangan Adam, membuat Bastian menghela nafas berat. Keberadaan Adam di club, akan membuat Pratama enggan meninggalkan tempat durjana ini. Mau tak mau, Bastian harus menemani Pratama kembali.

Dan benar saja, Pratama terhuyung duduk dan kembali menenggak minumannya.

"Lo kenapa sih tiba-tiba jadi jarang banget ke club?" tanya Pratama sambil memberikan sebotol Vodka ke arah Adam.

Adam masih terkekeh melihat kelakuan Pratama yang menurutnya tidak berubah. Malah semakin menjadi-jadi.

"Gue udah merit. Udah gak zamannya gue masuk tempat kayak begini," ucap Adam santai.

Tidak sesantai Adam, Pratama nampak terkejut dengan pengakuan dari temannya.

"Merit? Kapan lo merit? Kok gue gak diundang?" tanya Pratama.

"Lo embiey, ya? Makanya malu kalau ngundang gue dan Tama!" tebak Bastian.

Mereka baru menginjak usia 20 tahun, hal yang mengejutkan bagi Pratama jika temannya ini melepas masa lajang di usia yang sangat muda baginya. Apalagi Pratama ingat jika Adam 11:12 kebiasaannya seperti dirinya.

"Sembarangan lo kalau ngomong. Gue nikah, ya karena biar bisa cukurukuk puk ceruk tiap hari. Gak kayak lo gini. Mau cukurukuk aja ngeluarin duit. Belum lagi itu cewek bekas siapa aja." Adam tertawa sambil menepuk jidat Pratama hingga lelaki itu terhuyung ke samping.

"Muna lo! Terus sekarang lo ke sini ngapain kalau bukan mau ajojing? Mau tausiah?" ejek Pratama.

"Bini gue ada reuni SMA di sini. Tuh, table mereka!"

Pratama dan Bastian menolehkan kepalanya melihat tempat yang ditunjuk Adam menggunakan dagunya.

"HAH!! Lo nikah sama adik kelas kita dulu yang suka ngejar-ngejar lo? Gila!" pekik Pratama kaget.

"Yang gila tuh elo! Punya cewek cakep malah dibuang. Di pungut sepupu lo, nangis 'kan, lo?"

Pratama menatap Adam tajam dengan raut kesal. "Gue gak punya sepupu, SIALAN! Dia musuh gue!" kilah Pratama.

Bastian menggelengkan kepalanya melihat ekspresi Pratama jika sudah disinggung perihal mantan terindah sahabatnya itu.

Semenjak ditinggal Bella yang memilih mencintai sepupu Pratama dan hidup dalam pengawasan ketat dari Pravitel' Vselennoy dan Ultimo Re.

Membuat Pratama rajin mengunjungi setiap club yang ada di Kota metropolitan ini. Ditambah lagi sang mantan sudah menikah dengan sepupu Pratama sendiri.

Namun Pratama cukup profesional. Setiap Jumat dan Sabtu ia kuliah seperti biasa. Ia mengambil kelas karyawan pada malam hari karena Senin hingga Jumat, dari pagi sampai sore, Pratama berada di kantor dan mempelajari mengenai Harrison.

Saat dirinya memutuskan untuk bergabung dengan Harrison, Pratama tidak ditempatkan langsung di posisi yang dahulunya Kamandanu - sepupunya tempati. CEO.

Pratama awalnya ditempatkan di bagian staff operasional perusahaan dan mempelajari mengenai strategi bisnis. Lalu di tahun kedua, Pratama memasuki bagian keuangan. Banyak yang mengatakan jika Pratama sangat lambat. Tidak secepat Kamandanu.

Jelas, karena guru yang Kamandanu miliki adalah Igor. Sedangkan Pratama memiliki guru yang bergonta-ganti di setiap divisinya. Membuat Pratama tidak memiliki seseorang untuk ia jadikan role mode.

"Lo masih berambisi buat merebut mantan lo dari tangan sepupu lo? Kenapa lo gak kerja sama dengan Robi buat habisin sepupu lo dan organisasi Pioneer?" hasut Adam.

Bastian yang merasa kehadiran Adam hanya akan membawa banyak dampak negatif untuk Pratama, segera memotong obrolan mereka.

"Mending lo samperin bini lo, Dam. Tadi digodain Bartender, Tuh. Urusan Pratama jangan ikut campur. Lo tau 'kan, gimana gilanya Pioneer kalau udah berburu. Apalagi saat ini ketuanya Jonathan dari Black Sphinx Timur, dia Panglima tempur."

"Gue akan selalu membantu Tama kalau dia berniat mengacak-acak Pioneer. Lo cukup duduk manis aja, Bas," bisik Adam tepat di telinga Bastian.

"Gue gak akan biarin Tama jadi alat balas dendam lo dengan Pioneer karena kematian saudara kembar lo..." ucap Bastian berdesis di telinga Adam.

"Gue nggak peduli! Gue datang ke Indonesia karena ingin membalaskan kematian Mike!"

"Kematian saudara kembar lo itu didasari karena dia menjadi penghianat Pioneer, kalau Lo lupa," balas Bastian yang masi berbisik di telinga Adam.

Adam menjauhkan tubuhnya dari Bastian dan menatap lelaki itu dengan wajah kesal.

"Tam... kayaknya asisten lo harus lo ospek lagi deh, biar gak sering-sering main ke markas Pioneer." Adam berbicara sedikit berteriak.

"Ngapain dia ke sarang serigala cabul itu? Lo tenang aja, Bastian masih anggota inti di Beastank, kalau itu yang lo takutin." Pratama membalas ucapan Adam.

"Gue cuma meragukan integritas dia aja, Tam. Gue takut dia jadi mata-mata Pioneer, lo tau 'kan seberapa loyal perusahaan bokap nya dia di Diavolo."

Orang tua Bastian termasuk ke dalam Grup Diavolo yang mengurus tempat-tempat hiburan malam, seperti club yang mereka kunjungi saat ini merupakan milik keluarga Bastian dan tempat-tempat karaoke di kota tersebut.

Pratama menggelengkan kepalanya sambil menatap Bastian. "Gue percaya Bastian. Dia gak mungkin mengkhianati gue. Dia satu-satunya orang kepercayaan gue di Harrison."

"Thanks Dude!" Bastian tersenyum menatap Pratama.

"Justru gue yang curiga sama lo, Dam. Bisa-bisanya lo tau kalau Bella gak hamil. Apa lo mata-mata Pioneer? Karena hanya anggota inti Pioneer yang tahu perihal itu." Pratama kini menatap Adam tajam.

"Iya dong... gue harus punya orang dalam di Pioneer untuk menghancurkan organisasi itu," ucap Adam dengan bangganya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Jumat pagi, Pratama sudah di depan wardrobe nya dengan setelan kemeja dan celana hitamnya. Rambut yang ia tata dengan model Comma Hair membuat dirinya bak oppa-oppa dari negeri ginseng meskipun wajahnya blasteran eropa.

Seseorang mengetuk pintu kamarnya dengan ketukan yang cukup keras. Pratama sudah hapal, itu pasti asisten tantenya, Bruno.

Ia membuka pintunya dan benar saja, Bruno di depan pintu kamar Pratama memasang wajah dinginnya sambil menyerahkan beberapa dokumen untuk Pratama bawa ke kantor.

"Miss Camilla berpesan kepada anda untuk datang ke kantor pukul 07:30."

Pratama mengangguk sambil meringis. "Jam 9 saya sudah tiba di kantor. Tidak perlu khawatir!"

"Jika anda datang di jam 09 pagi. Miss Camilla akan mematikan lift khusus Direksi," ucap Bruno dingin.

Pratama menghembuskan nafasnya kasar, ia tidak bisa menyalahkan tantenya karena itu memang sudah menjadi standar operasional prosedur Harrison Grup.

Jika ingin mencari orang yang harus disalahkan, ya dirinya sendiri. Siapa suruh dirinya mabuk hingga bangun kesiangan seperti ini.

"Baik... terima kasih, Pak Bruno. Lima menit lagi saya akan berangkat."

Pratama mulai membatin sepeninggalan Bruno. 'Sabar... gue harus fokus merebut Harrison untuk menghancurkan Izyaslavich!'

...(⁠@⁠_⁠@⁠) TO BE CONTINUE (⁠@⁠_⁠@⁠)...

...Bruno nya bukan Bruno mars ya, Sayang ... Bukan!...

Like, Kembang, kopinya 🫰🏽 thankyou

3. Olivia Nugraha.

"Hoosshhh ... hoosshhh... hoosshhh... hoosshhh!"

Terdengar nafas yang menderu dari bibir mungil milik Olivia. Ia membekap mulutnya dan bersembunyi di salah satu gudang dekat kantin saat dirinya tiba di kampus.

"Cepat, cari jal ang itu ke sana!" teriak seorang wanita menginstruksikan teman-temannya untuk mencari orang yang sedang ia buru.

Olivia hapal jika itu adalah suara dari Pindy, perempuan yang selalu merundungnya dan tidak akan melepaskannya sebelum Olivia meninggalkan mata kuliah lainnya.

Olivia bingung kenapa Pindy berambisi sekali membuat dirinya keluar dari kampus itu. Padahal Olivia tidak pernah mengganggu perempuan itu.

Jam sudah menunjukkan pukul 09:04. Ia yakin jika Pindy dan teman-temannya pasti sudah berada di kelas mereka.

Dengan langkah cepat, Olivia menuju kelasnya. ternyata sudah ada Dosen mereka yang baru masuk.

"Maaf Bu, saya terlambat."

"Silahkan duduk!"

Sang Dosen mengizinkan Olivia untuk mengikuti mata kuliahnya karena Olivia tidak telat lebih dari 10 menit.

Pindy dan teman-temannya menatap Olivia dengan tatapan tajam. Salah satu teman Olivia yang juga teman Pindy membisikan sesuatu di telinga Olivia.

"Dapat salam dari Pindy. Hari ini lo gak akan selamat, Liv!" bisik nya sambil tertawa kecil.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Olivia sengaja keluar dari kelas bersamaan dengan Dosen statistik mereka yang juga akan keluar. Olivia mengikuti langkah sang Dosen paruh baya itu hingga sampai di ruang Dosen.

"Kamu ada perlu dengan saya?" tanya Dosen itu, yang bingung dengan tingkah Olivia yang sejak tadi mengikutinya.

Sang Dosen belum hapal nama-nama mahasiswa semester tiga yang ia ajar meskipun ini sudah masuk semester kedua dirinya mengajar di angkatan itu.

"Tidak Bu, maaf saya permisi," ucap Olivia sambil menengok ke belakang memastikan tidak ada yang mengikutinya.

Olivia bukanlah gadis yang buruk rupa, buruk sikap dan buruk akademiknya. Latar belakang keluarganya lah yang membuat dirinya dibenci.

Olivia sangat cantik bahkan jika dia tidak dikenal sebagai anak koruptr, sudah pasti akan menjadi salah satu primadona di kampus itu dan menjadi gadis tercantik di angkatannya.

Wajah mungil dengan mata indah, hidung mancung tipis dan bibir bervolume mirip penyanyi dari negeri tirai bambu Liu Xiening. Kepribadiannya yang sederhana juga menambah nilai plus pada gadis itu.

Saat akan bersembunyi di tempat favoritnya, Olivia tidak sengaja menabrak salah satu teman Pindy yang sedang mencarinya.

Dia Ananta, Ananta segera menarik Olivia dan membawa gadis itu ke hadapan Pindy yang saat ini berada di ruangan kosong tempat biasa Olivia dirundung.

"Lepasin gue... gue mohon," ucap Olivia memelas.

"Lepasin lo? Mimpi lo! Gue benci banget sumpah sama tikus dan sampah masyarakat kaya lo, Liv. Bisa-bisanya lo dan keluarga lo masih bernafas di bumi ini."

"Fitnah... itu semua fitnah, Ta. Bokap gue dijebak. Bokap gue bukan koruptr! Gue gak pernah menerima gratifikasi apapun." Sudah bosan Rasanya Olivia mengatakan itu.

Ia berharap kalimatnya itu akan seperti mantra yang membuat teman-temannya berhenti menyiksa dirinya. Namun itu semua hanya angan-angan. Tidak mungkin terjadi.

Olivia melihat Amel dan Laras bahkan ia dan Ananta melewati Laras yang sedang berpura-pura tidak melihatnya. Hal yang sama pun dilakukan oleh Amel.

Olivia cukup kecewa dengan sikap Amel, padahal semasa SMA, hubungan mereka sangat baik.

Bahkan ketika Amel dan keluarganya di usir dari tempat tinggal mereka dan rumah Amel di sita negara, hanya Olivia yang menerimanya.

Begitupun dengan Laras. Saat gadis itu hampir bu nuh diri. Olivia yang membawa Laras ke rumah sakit karena gadis itu menyakiti lengannya.

"Kenapa lo liatin bestie lo? Mau minta pertolongan dari mereka? Gak usah mimpi lo! Mereka gak sudi nolongin lo! Lo tau gak karena apa? Pertama, karena kalian beda fakultas dan kedua, bestie-bestie lo itu bersedia jadi kacung seniornya bahkan temen lo jadi ayam di fakultasnya."

Olivia cukup terkejut dengan penuturan yang Ananta katakan padanya. Sambil menarik-narik lengan Olivia, Ananta melanjutkan ucapannya.

"Kalau lo mau jadi kacung kita, kita bakal perlakuin lo dengan baik kok. Gimana?"

"Gak... gue gak mau!" ucap Olivia dengan tegas.

"Elo itu bener-bener ngelunjak ya!"

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Lagi-lagi Olivia pulang ke kostan nya dalam keadaan yang memprihatinkan dan lagi-lagi ia harus meninggalkan mata kuliah selanjutnya yang mana itu merupakan mata kuliah umum yang wajib ia hadiri.

Sepanjang jalan, air mata Olivia meluncur bebas. Ia sudah tidak peduli dengan pandangan orang-orang terhadapnya. Benar yang teman-temannya bilang. Urat malu dirinya sudah putus.

Olivia membasuh tubuhnya di kamar mandi sambil berjongkok dan masih mengenakan pakaian lengkap. Sambil mengguyur tubuhnya, ia terisak kencang mengeluarkan emosinya.

'Sampai kapan aku seperti ini, Tuhan? Aku harus bagaimana menghadapi mereka. Melawan pun aku tidak bisa. Karena jumlah mereka terlalu banyak.'

Olivia melihat botol cairan pembersih kamar lantai kamar mandi, terlintas di pikirannya untuk menenggak cairan itu namun cepat-cepat ia menggeleng kepalanya.

'Enak aja... kalau gue mati sekarang, mereka pasti seneng. Belum tentu gue bisa gentayangin mereka. Jangankan di akhirat, di bumi aja gak di terima. Gak! Gak boleh! Gue harus cari jalan keluar dari masalah ini!' batin Olivia.

Ia kembali bersemangat saat mengingat kedua orang tuanya dan kembali membasuh tubuhnya hingga harum.

Selesai mandi, Olivia memilih untuk menggulir-gulir layar ponselnya, tak lama ada panggilan masuk dari handphonenya yang mana panggilan itu adalah dari ibunya.

"Hallo, Bu?"

"Hallo Sayang, bagaimana kabarmu di sana, Nak?" tanya sang ibu dengan suara lemah di ujung telepon.

Olivia ingat jika ibunya ini sedang mengalami sakit paru. Ibunya sering merasa sesak di bagian dadanya dan mengalami batuk yang sangat hebat.

Oleh sebab itu, Olivia menggantikan ayahnya sebagai tulang punggung keluarga. Meskipun ia anak tunggal, tidak menjadikan Olivia anak manja.

Jika pagi hari ia kuliah, maka di malam hari ia bekerja di salah satu tempat karaoke di Mall yang berpusat di kota tidak jauh dari kampusnya saat ini.

Olivia bekerja sebagai resepsionis dan merangkap menjadi kasir bahkan lebih sering menjadi office girl.

Ia membersihkan setiap ruangan karaoke tempat para pengunjung menyewa tempat itu.

Banyak teman-teman Olivia mengetahui pekerjaannya saat ini di KTV (karaoke televisi) membuat mereka berfikir dan menuduh Olivia sebagai pemandu lagu di tempat itu.

Olivia tidak peduli, karena ia sangat membutuhkan uang untuk kuliahnya dan untuk membeli obat ibunya.

Jika menjual jiwanya bisa ia lakukan pun mungkin akan ia lakukan. Namun Olivia hidup di lingkungan keluarga yang cukup taat beragama. Hal seperti itu tidak mungkin ia lakukan.

"Oliv baik-baik saja, Bu."

"Jangan bohong, Oliv. Kata Tante Purba, kamu sering pulang ke kosan dalam keadaan berantakan ya? Kamu dibully, Nak?" tanya sang ibunda.

Tante Purba adalah pemilik kost-kostan yang saat ini Olivia tempati. Tante Purba merupakan sahabat ibunya, sehingga wanita itu memperlakukan Olivia seperti putri kandungnya sendiri.

"Enggak Bu, Oliv baik-baik aja. Oliv pulang dalam keadaan berantakan karena Oliv ikut ekskul mapala, Bu. Maaf Oliv bikin ibu khawatir. Nanti Oliv kurangi kegiatan mapala-nya," ucap Olivia berbohong.

Berkali-kali ia menyeka air matanya yang meluncur bebas dari manik matanya hingga membasahi wajah cantiknya.

"Apa itu mapala, Oliv?"

"Mahasiswa pecinta alam, Bu. Kalau anak alam 'kan, gak mungkin rapi terus, Bu."

"Oh ... yasudah kalau begitu. Ibu nggak melarang kamu ikut kegiatan apapun selama itu nggak menyakiti kamu, Ibu tenang. Oiya, Nak. Minggu depan kamu pulang ya!?"

"Memang ada apa, Bu?" tanya Olivia bingung.

Pasalnya baru kemarin lusa dirinya kembali pulang ke rumah sekarang ibunya meminta untuk pulang lagi. Biasanya Olivia pulang di akhir bulan saat dirinya selesai gajian.

"Enggak ada apa-apa, Nak. Ibu cuma pengen liat wajah kamu aja."

Olivia meringis senang mendengar ucapan sang ibunda membuat air matanya semakin deras keluar dari matanya.

"Minggu depan Oliv mau ada kuis, Bu. Semacam ulangan hari. Tapi Oliv pastikan untuk pulang."

...\⁠(⁠◎⁠o⁠◎⁠)⁠/ To Be Continue \⁠(⁠◎⁠o⁠◎⁠)⁠/...

...Cepet pulang ya Liv. perasaan Othor gak tenang ini ......

Tinggalkan jejak like, kembang kopinya 🫰🏻 Sarange

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!