Kegelapan merayap di atas kota Rivermoor, sebuah kota kecil yang terisolasi dan dikelilingi oleh hutan lebat. Hujan gerimis turun sejak senja, membasahi jalanan berbatu yang tampak sepi dan suram. Di tengah malam yang mencekam, seorang pria berjaket hitam berjalan cepat, langkahnya nyaris tanpa suara di antara rintik hujan. Ia menyusuri gang-gang sempit dengan tujuan yang jelas—rumah tua di ujung kota, tempat di mana semua kisah kelam bermula.
Rumah itu dikenal dengan nama "Rumah Holloway." Tidak ada yang berani mendekatinya sejak beberapa tahun terakhir. Sebuah pembunuhan brutal terjadi di sana, dan hingga kini kasusnya belum terpecahkan. Polisi menemukan korban dengan luka-luka mengerikan, dan sejak saat itu, rumah tersebut menjadi simbol ketakutan di Rivermoor.
Namun, malam ini, seorang detektif muda bernama Elena Marsh bertekad untuk mengungkap kebenaran. Dia baru dipindahkan ke Rivermoor dari satuan investigasi khusus di kota besar. Elena dikenal sebagai sosok yang gigih dan tak kenal takut, meskipun di balik ketegasannya, ada bayangan masa lalu yang terus menghantuinya.
Deskripsi Elena: Elena berusia awal 30-an, dengan rambut hitam sebahu dan mata cokelat tajam yang selalu memindai sekelilingnya. Dia berpakaian sederhana, mengenakan mantel kulit cokelat tua dan sepatu bot hitam yang sudah usang. Di pundaknya tergantung tas selempang berisi buku catatan, senter, dan pistol kecil yang selalu siap ia gunakan.
Elena berhenti sejenak di depan gerbang besi berkarat rumah Holloway. Angin dingin menyapu wajahnya, membawa aroma basah tanah dan sesuatu yang lain—sesuatu yang busuk, seolah-olah kematian masih bersemayam di dalam rumah itu.
Narasi batin Elena: "Ini hanya rumah tua," pikirnya, meskipun instingnya berkata sebaliknya. Ada sesuatu yang salah. Bukan hanya tentang kasus yang belum terpecahkan, tetapi tentang apa yang ia rasakan saat ini.
Elena menghela napas dalam, mengumpulkan keberanian sebelum membuka gerbang besi yang berderit nyaring, memecah kesunyian malam. Dia mengeluarkan senter dari tasnya dan menyalakannya. Cahaya putih pucat menerobos kegelapan, menyinari jalur berbatu yang ditumbuhi lumut, menuju pintu depan rumah.
Rumah Holloway berdiri megah sekaligus menyeramkan. Dindingnya dipenuhi sulur-sulur tanaman liar yang merambat hingga ke atap. Jendela-jendelanya pecah sebagian, dan cat putih pada dindingnya mengelupas, memperlihatkan kayu tua yang lapuk.
Langkah Elena terhenti di depan pintu kayu besar yang terlihat kokoh meskipun usang. Dia mencoba gagangnya—terkunci. Mengeluarkan kunci yang diberikan kepolisian lokal, dia memutar dengan perlahan. Pintu terbuka dengan suara gemeretak, memperlihatkan ruangan gelap di dalamnya.
Deskripsi Interior Rumah Holloway: Begitu masuk, Elena disambut oleh bau apek yang menusuk. Ruangan utama dipenuhi debu dan sarang laba-laba. Sebuah lampu gantung kristal menggantung di tengah langit-langit tinggi, tertutup debu tebal. Di sudut ruangan, ada piano tua yang kuncinya sebagian patah. Rak buku besar berdiri kokoh di dinding sebelah kanan, penuh dengan buku-buku berdebu dan beberapa bingkai foto yang buram.
Langkahnya bergema saat dia menyusuri ruang tamu. Ada jejak kaki samar di lantai kayu berdebu, mengarah ke lorong sempit di sisi kiri. Elena mengikuti jejak itu, menyalakan lampu tambahan di senter untuk melihat lebih jelas.
Lorong itu panjang dan terasa lebih dingin. Dindingnya dipenuhi foto-foto keluarga Holloway—wajah-wajah yang tersenyum namun tampak aneh di bawah sorotan cahaya senter. Wajah mereka seolah mengikuti Elena dengan tatapan kosong.
Narasi Batin Elena: "Kenapa aku merasa mereka memperhatikan?" pikir Elena, mencoba menepis rasa tidak nyaman.
Jejak kaki berakhir di depan sebuah pintu kecil di ujung lorong. Pintu itu tampak lebih baru dibandingkan dengan bagian lain dari rumah. Elena memegang gagang pintu, tetapi sebelum dia bisa membukanya, suara berderak terdengar dari belakangnya. Dia berbalik dengan cepat, mengarahkan senter ke arah suara.
Tidak ada siapa-siapa. Hanya bayangan yang bergerak pelan mengikuti gerak cahaya.
Dialog Internal: "Fokus, Elena. Ini hanya rumah tua yang berisik," bisiknya kepada diri sendiri.
Dia kembali ke pintu kecil itu dan membukanya perlahan. Di baliknya, ada tangga yang mengarah ke bawah—menuju ruang bawah tanah. Bau busuk semakin kuat, membuat Elena menutup hidung dengan tangan.
Setiap langkah di tangga kayu itu terasa seperti memasuki dunia lain. Dindingnya terbuat dari batu, basah dan dingin. Cahaya senter menari-nari di permukaan kasar, memperlihatkan coretan-coretan aneh di dinding. Simbol-simbol yang tampak seperti campuran antara tulisan kuno dan lambang-lambang ritual.
Di dasar tangga, Elena menemukan sebuah ruangan luas yang dipenuhi dengan peralatan aneh. Ada meja kayu besar di tengahnya, penuh dengan alat-alat tajam yang berkarat. Di sudut ruangan, ada kursi kayu dengan tali yang melilit di sandaran tangan dan kakinya.
Deskripsi Ruangan: Ruangan itu terlihat seperti laboratorium atau ruang penyiksaan. Ada botol-botol kaca berisi cairan aneh yang berjajar di rak. Beberapa di antaranya memiliki label tulisan tangan yang nyaris tidak terbaca. Di dinding, terdapat papan besar dengan peta kota Rivermoor, penuh dengan pin merah yang menandai beberapa lokasi.
Elena mendekati papan itu, memperhatikan pin-pin merah yang tampak mencurigakan. Salah satu lokasi yang ditandai adalah kantor polisi Rivermoor. Pin lainnya menandai rumah Holloway sendiri, serta beberapa lokasi terpencil di sekitar kota.
Sebelum dia bisa mencerna lebih jauh, suara langkah kaki terdengar di atasnya. Suara itu semakin dekat, menuruni tangga dengan ritme pelan namun pasti.
Elena segera mematikan senter dan bersembunyi di balik rak kayu besar, menahan napas. Langkah kaki berhenti di pintu ruang bawah tanah, tetapi pintu itu tidak terbuka. Sebaliknya, Elena mendengar suara berbisik—sebuah suara laki-laki yang asing, berbicara dalam bahasa yang tidak dia kenali.
Setelah beberapa saat, suara itu menghilang, dan langkah kaki kembali naik. Elena menunggu beberapa menit sebelum menyalakan senter kembali. Tangannya gemetar, tetapi tekadnya semakin kuat.
Dia mengambil foto peta di papan dengan ponselnya, lalu mendekati meja kayu untuk memeriksa lebih lanjut. Di sana, dia menemukan sebuah buku harian tua dengan sampul kulit yang sudah mengelupas. Halaman-halamannya dipenuhi tulisan tangan yang rapi namun aneh, seolah-olah ditulis dalam keadaan tergesa-gesa.
Catatan Buku Harian: "Mereka tidak akan berhenti sampai semuanya selesai. Rumah ini adalah awal, tetapi Rivermoor adalah kunci. Korban-korban berikutnya sudah ditentukan."
Elena membalik halaman demi halaman, sampai menemukan sesuatu yang membuat darahnya membeku—daftar nama. Beberapa nama sudah dicoret, tetapi ada satu nama di bagian bawah yang belum dicoret: Elena Marsh.
Suara gemerisik ranting dan dedaunan kering terdengar samar di telinga Elena saat ia melangkah keluar dari Rumah Holloway. Malam semakin larut, dan suhu udara menusuk kulit. Kabut tebal menyelimuti sekeliling, menghalangi pandangannya ke arah jalan utama. Hujan gerimis yang terus turun sejak senja membuat suasana semakin mencekam.
Elena mempercepat langkahnya menuju mobil yang diparkir beberapa meter dari gerbang. Namun, instingnya terus mengingatkan akan sesuatu—sebuah rasa tak nyaman yang tak kunjung hilang sejak dia menemukan namanya di buku harian tadi. Namanya ada di daftar korban. Pertanyaannya: mengapa?
Setibanya di mobil, dia membuka pintu dengan cepat dan masuk ke dalam, mengunci pintu secara otomatis. Dengan tangan gemetar, dia mengeluarkan ponsel dan memeriksa foto-foto peta serta catatan dari ruang bawah tanah tadi. Ada total tujuh pin merah yang menandai lokasi-lokasi berbeda di Rivermoor. Beberapa di antaranya adalah tempat umum, tetapi ada satu yang menarik perhatian: Gereja St. Mary—sebuah bangunan tua yang sudah lama tidak digunakan dan sering dihubungkan dengan legenda kota.
Dia menghela napas panjang, mencoba mengendalikan detak jantungnya yang masih berpacu.
Elena menggenggam erat setir mobil, menatap foto peta di ponselnya. Gereja St. Mary, Rumah Holloway, dan kantor polisi Rivermoor—semua terhubung dalam pola yang belum jelas. Mengapa lokasi-lokasi ini begitu penting? Siapa yang menyusun rencana ini? Dan yang paling mendesak: mengapa namanya ada di daftar korban?
Dia mendengar suara deru napasnya sendiri, mencoba mengatur irama untuk menenangkan diri. Tapi keheningan mobil yang tertutup rapat terasa menyesakkan. Elena menyalakan mesin dan melajukan mobil dengan perlahan, menyusuri jalanan licin menuju kantor polisi. Dia butuh akses ke arsip lama untuk menemukan lebih banyak informasi tentang pembunuhan di Rumah Holloway. Mungkin ada pola yang terlewat atau petunjuk baru yang tersembunyi.
Rivermoor Police Station – 02:14 AM
Kantor polisi Rivermoor kecil dan sunyi di malam hari. Hanya lampu-lampu redup yang menerangi ruangan utama. Petugas jaga, seorang pria paruh baya dengan kantung mata tebal bernama Sersan Howard, duduk di meja depan sambil menyesap kopi yang sudah dingin. Dia mengangkat kepala saat Elena masuk, matanya menyipit dalam kelelahan.
“Elena? Apa yang kau lakukan di sini selarut ini?” tanya Howard dengan suara serak.
“Aku butuh akses ke arsip lama. Tentang kasus pembunuhan di Rumah Holloway,” jawab Elena singkat.
Howard mengerutkan kening. “Kasus itu? Kau yakin ingin membukanya lagi? Sudah bertahun-tahun, dan tidak ada yang mau menyentuhnya sejak... yah, sejak semuanya terjadi.”
“Aku tidak punya pilihan. Ada sesuatu yang terjadi, dan aku butuh semua informasi yang bisa kutemukan,” kata Elena tegas.
Howard menghela napas panjang, mengangguk pelan. “Baiklah. Tapi hati-hati. Banyak hal aneh tentang kasus itu.”
Dia membimbing Elena ke ruang arsip di lantai bawah. Lorong sempit dengan rak-rak logam berisi ratusan kotak file terlihat seperti labirin kecil. Bau kertas tua dan debu menyengat hidung Elena. Howard menyalakan lampu neon yang berkedip-kedip sebelum meninggalkan Elena sendirian.
Elena mulai mencari di antara tumpukan kotak berlabel tahun-tahun lama. Setelah beberapa menit, dia menemukan satu kotak besar bertuliskan: “Kasus Holloway - 1998.” Dia menariknya keluar, meletakkannya di meja kecil, dan membuka tutupnya dengan hati-hati.
Isi Arsip Kasus Holloway
Di dalam kotak, ada tumpukan foto-foto TKP, laporan autopsi, dan catatan investigasi. Elena mulai membolak-balik dokumen-dokumen itu, membaca setiap detail dengan cermat.
Laporan Autopsi Korban:
Nama: Victoria Holloway
Umur: 36 tahun
Penyebab Kematian: Luka tusuk multiple di bagian dada dan perut.
Kondisi tubuh: Ditemukan dalam posisi ritualistik dengan simbol-simbol aneh di sekitarnya.
Elena mengernyit saat melihat foto-foto korban. Simbol-simbol di sekitar tubuh terlihat mirip dengan yang dia temukan di ruang bawah tanah tadi. Ada pola yang jelas, tetapi dia belum tahu apa artinya.
Salah satu dokumen menarik perhatiannya: sebuah laporan wawancara dengan Jonathan Holloway, suami korban dan satu-satunya tersangka yang kemudian dibebaskan karena kurangnya bukti. Jonathan mengklaim bahwa Victoria “berhubungan dengan sesuatu yang gelap” dan bahwa dia mendengar suara-suara aneh di rumah sebelum kematian istrinya.
Catatan Wawancara:
"Dia sering mengurung diri di ruang bawah tanah itu. Saya tidak tahu apa yang dia lakukan di sana. Tapi setiap malam, saya mendengar suara-suara. Seperti seseorang berbisik... atau mungkin lebih dari satu orang."
Elena merinding membaca kalimat itu. Suara-suara. Apakah itu yang tadi dia dengar di Rumah Holloway?
Saat dia tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba lampu neon di atasnya berkedip-kedip lagi, lalu padam total. Kegelapan menyelimuti ruang arsip, dan hanya ada suara detak jam tua di dinding. Elena meraih senter di tasnya dan menyalakannya, cahayanya bergetar karena tangannya mulai gemetar.
Suara langkah kaki terdengar dari ujung lorong.
“Howard?” panggil Elena, suaranya menggema di ruang sempit itu. Tidak ada jawaban.
Langkah kaki itu semakin mendekat, perlahan dan teratur. Elena mengarahkan senter ke arah suara, tetapi lorong itu kosong. Detak jantungnya semakin cepat. Dia meraih pistol di pinggangnya, berjaga-jaga.
Tiba-tiba, pintu arsip terbanting tertutup dengan keras. Elena tersentak, hampir menjatuhkan senternya. Dia mencoba membukanya kembali, tetapi pintu itu tidak bergerak. Terjebak.
Suara berbisik mulai terdengar, samar dan tidak jelas, seperti berasal dari dinding itu sendiri. Elena memutar tubuh, mencoba mencari sumbernya, tetapi suara itu datang dari segala arah.
"Pergilah."
Kata itu terdengar jelas di telinganya, seolah-olah seseorang membisikkan langsung ke belakang lehernya. Elena memutar tubuh dengan cepat, menyorotkan senter, tetapi hanya melihat rak-rak kosong.
Dia mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan ketakutannya. Ini hanya halusinasi, pikirnya. Stres dan kelelahan. Tapi bagian dari dirinya tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Kemudian, suara itu terdengar lagi. Tapi kali ini lebih jelas. Bukan satu suara, melainkan banyak. Berbisik-bisik, bercampur menjadi satu dalam harmoni yang mengerikan.
"Jangan cari tahu... atau kau akan menjadi bagian dari kami."
Seketika, pintu arsip terbuka dengan sendirinya. Cahaya dari lorong luar membanjiri ruangan, membuat Elena menyipitkan mata. Howard berdiri di sana, wajahnya bingung.
“Elena? Kau baik-baik saja?” tanyanya.
Elena mengangguk pelan, mencoba menyembunyikan ketakutannya. “Aku… aku hanya terjebak. Lampunya padam.”
Howard mengerutkan kening. “Lampunya baik-baik saja. Tidak ada yang padam.”
Elena membeku mendengar itu. Tapi dia tidak ingin memperdebatkannya sekarang. Dia menutup kotak arsip, mengembalikannya ke rak, dan keluar dari ruang arsip dengan langkah cepat.
Di luar kantor polisi, hujan mulai berhenti, tetapi kabut tetap tebal. Elena duduk di mobilnya, mencoba mengatur napas. Dia tahu satu hal pasti: ini bukan hanya soal pembunuhan. Ada sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih gelap.
Gereja St. Mary. Itu tujuan berikutnya.
Namun, sebelum dia bisa memutuskan langkah selanjutnya, ponselnya berbunyi. Pesan masuk dengan nomor tak dikenal:
“Berhenti mencari, atau kau akan menyesal.”
Elena menatap pesan di ponselnya dengan ekspresi dingin, mencoba menekan rasa takut yang mulai merayap di pikirannya. Ancaman itu jelas, tetapi juga membuka kemungkinan bahwa dia semakin dekat dengan kebenaran. Ia tahu betul bahwa menyerah bukanlah pilihan. Dengan tekad yang semakin bulat, dia memutuskan untuk pergi ke Gereja St. Mary—lokasi yang terhubung dengan simbol di Rumah Holloway.
Dia menyalakan mesin mobil dan mulai menyusuri jalan sempit yang mengarah keluar dari pusat kota. Rivermoor sepi dan lengang, hanya dihiasi lampu jalan yang berkedip-kedip, menciptakan bayangan menari di trotoar yang basah. Kabut masih tebal, membuat pandangan hanya sejauh beberapa meter ke depan.
Saat mobil melaju perlahan, Elena tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa dia sedang diawasi. Setiap kali dia melirik kaca spion, ada bayangan samar yang tampak mengikuti dari kejauhan, tetapi selalu menghilang saat dia mencoba fokus.
---
Gereja St. Mary – 03:02 AM
Gereja tua itu berdiri di atas bukit kecil, dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi yang sudah lama tidak terurus. Bangunannya menjulang suram dengan menara lonceng yang retak di bagian atas. Pintu kayu besar di bagian depan terlihat kokoh meskipun catnya sudah terkelupas dan penuh coretan vandalisme.
Elena keluar dari mobil, menggenggam senter dan pistol di tangan yang berbeda. Dia menatap gereja itu dengan penuh waspada sebelum berjalan menuju pintu utama. Ketika dia mendorong pintu itu, suara berderit panjang menggema di dalam ruang kosong yang gelap.
Udara di dalam gereja dingin dan lembap. Barisan bangku kayu berdebu tersusun rapi di kedua sisi, sementara altar di ujung ruangan tampak kosong, hanya dihiasi lilin-lilin yang sudah lama padam. Jendela-jendela kaca patri yang dulunya megah kini sebagian besar pecah, membiarkan cahaya bulan masuk dan menciptakan pola-pola bayangan aneh di lantai.
Elena menyorotkan senter ke sekeliling ruangan, memperhatikan setiap sudut dengan teliti. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, tetapi suasana di sini terasa berat, seperti ada sesuatu yang bersembunyi di balik kegelapan.
Dia mendekati altar dan menemukan sebuah buku besar tergeletak di atasnya. Sampulnya dari kulit tebal dengan simbol yang sama seperti yang dia lihat di Rumah Holloway. Dengan hati-hati, dia membuka buku itu dan membaca halaman pertama:
“Perjanjian Malam Terakhir.”
---
Narasi Buku:
"Hanya mereka yang dipilih yang akan melihat kebenaran. Pengorbanan adalah kunci untuk membuka pintu ke dunia lain. Ritual ini harus dilakukan di tempat yang suci, di bawah cahaya bulan purnama. Mereka yang tidak mematuhi aturan akan menerima kutukan yang tak terhindarkan."
---
Elena membalik beberapa halaman lagi, tetapi tulisan di dalamnya semakin kabur, seolah-olah tinta sengaja dihapus. Namun, di bagian tengah buku, ada sebuah peta kecil yang menandai lokasi tertentu di sekitar Rivermoor. Salah satu titik di peta adalah kuburan tua di belakang gereja.
Elena menutup buku itu dengan cepat, menyadari bahwa waktu semakin mendesak. Dia keluar melalui pintu samping yang menuju halaman belakang gereja. Kabut di luar lebih tebal, membuat setiap langkah terasa seperti melangkah ke dalam jurang yang tidak terlihat.
---
Kuburan Tua – 03:25 AM
Kuburan itu dipenuhi batu nisan tua dengan ukiran yang hampir tidak terbaca. Beberapa batu nisan miring, dan sebagian lainnya tertutup lumut. Di tengah-tengah area kuburan, ada sebuah makam besar dengan pintu besi yang terkunci rapat. Simbol yang sama dengan yang ada di buku dan Rumah Holloway terukir di pintu itu.
Elena mencoba mendorong pintu besi, tetapi tidak bergerak. Dia menyalakan senter dan menemukan sebuah tulisan kecil di bagian bawah pintu:
"Hanya mereka yang membawa kunci kebenaran yang bisa masuk."
Dia mundur selangkah, berpikir keras. Kunci kebenaran? Apa maksudnya? Apakah itu berarti sesuatu yang dia temukan di Rumah Holloway atau di arsip polisi?
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki di belakangnya. Elena berbalik dengan cepat, mengarahkan senter dan pistol, tetapi tidak ada siapa-siapa. Hanya keheningan yang menjawab.
Namun, saat dia menoleh kembali ke makam, pintu besi itu terbuka dengan sendirinya, memperlihatkan tangga yang mengarah ke bawah tanah. Bau busuk menyeruak, membuat Elena hampir muntah. Tapi dia menekan rasa jijiknya dan mulai menuruni tangga itu, pistol di tangan kanan dan senter di tangan kiri.
---
Ruang Bawah Tanah Gereja
Ruang bawah tanah itu jauh lebih besar dari yang dia duga. Dindingnya terbuat dari batu kasar, dan lantainya dipenuhi dengan simbol-simbol aneh yang diukir dengan darah kering. Di tengah ruangan, ada sebuah lingkaran ritual dengan lilin-lilin yang masih menyala meskipun tidak ada orang di sana.
Elena melangkah lebih dekat, memperhatikan setiap detail. Di tengah lingkaran, ada sebuah patung kecil yang tampak menyeramkan—seorang sosok tanpa wajah yang memegang sebuah kunci besar di tangannya.
Sebelum dia bisa mengambil patung itu, suara berbisik kembali terdengar, kali ini lebih keras dan jelas.
"Selamat datang, Elena. Sudah lama kami menunggumu."
Elena membeku. Suara itu tidak berasal dari satu arah, melainkan dari seluruh ruangan. Bayangan di dinding mulai bergerak, membentuk sosok-sosok yang mengelilinginya. Mereka tidak memiliki wajah, tetapi Elena bisa merasakan tatapan mereka yang dingin dan menghakimi.
Dia mengangkat pistolnya, tetapi tangan gemetar membuatnya sulit untuk membidik.
“Apa yang kalian inginkan?” tanyanya dengan suara gemetar.
"Kebenaran. Dan kau adalah bagian dari itu."
Seketika, patung di tengah lingkaran bersinar terang, dan kunci di tangannya mulai melayang ke arah Elena. Cahaya menyilaukan membuatnya menutup mata, dan ketika dia membukanya lagi, dia sudah berada di tempat yang berbeda—sebuah ruangan kosong dengan cermin besar di depannya.
Di cermin itu, Elena melihat dirinya sendiri. Tapi bayangannya tersenyum, sementara dia tidak.
"Kau sudah membuka pintu, Elena. Sekarang, waktumu hampir habis."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!