“Aku pulang,” seorang pria masuk ke dalam rumahnya, “papa,” teriak seorang anak kecil perempuan yang baru berusia 5 tahun dengan penuh semangat, langsung saja dia berlari dengan wajah ceria sambil merentangkan tangannya seakan akan ingin segera meraih ayahnya. Sang pria yang melihat gadis kecil itu menghampiri dirinya dengan senyum lebar menghiasi wajahnya, langsung jongkok dan merentangkan tangannya,
“Hup,”
Sang pria langsung menangkap gadis kecil yang berlari ke arahnya dan melompat memeluk nya, dia berdiri dan berjalan masuk ke dalam sambil menggendong gadis kecil yang merupakan anak nya. Ketika sampai ruang tengah dan menoleh ke meja makan, dia melihat seorang wanita cantik sedang menaruh piring berisi masakan yang nampak sangat lezat di meja makan. Wanita itu menoleh melihat dirinya dan tersenyum,
“Papa sudah pulang ya ?” tanyanya.
“Iya, aku sudah pulang,” jawab sang pria sambil menjulurkan lengannya.
Sang wanita, dengan senyum ceria menghiasi wajahnya, melangkah mendekati sang pria. Dia memeluk pinggang sang pria di balas oleh sang pria yang merangkulnya dengan lembut, bibir mereka bertemu dengan singkat dan cepat. Setelah itu, mereka berdua melepaskan pelukan, dan wanita itu tersenyum lebar sambil menatap sang gadis kecil.
“Hari ini kita rayakan ulang tahun papa yang ke 32, yey!” seru sang wanita dengan semangat, membuat gadis kecil yang di gendong sang pria bersorak gembira.
“Yeeeeeey....selamat ulang tahun papa,” teriak sang gadis kecil seraya memeluk leher ayahnya.
“Haha terima kasih mama, Laila,” ujar sang pria.
Mereka pun makan bersama sama dan terlihat sekali mereka sangat berbahagia. Malam harinya, setelah selesai menidurkan Laila di dalam kamarnya, sang pria mengusap kepalanya dan mencium keningnya.
“Selamat tidur ya,” ujar sang pria.
Dia berdiri dan berjalan keluar dari kamar anak nya untuk menuju ke kamar sebelah yaitu kamarnya sendiri. Ketika membuka pintu, dia melihat istrinya sudah siap mengenakan pakaian yang sangat tipis tanpa pakaian dalam. Sang pria tersenyum melihat istri nya menyambutnya sambil berlutut di atas ranjang dan merentangkan tangannya.
“Hadiah dari mama untuk papa hehe,” ujar sang istri.
Sang pria langsung duduk di tepi ranjang dan berbalik, dia memeluk istrinya yang juga merangkulnya dari samping, setelah itu pertempuran pun di mulai,
“Aah,”
Desahan dan lenguhan pun bergema di dalam kamar memecah keheningan malam, sang istri terlihat sangat bahagia dan terus menatap suaminya yang juga terlihat sangat bahagia. Setelah selesai pertarungan panas yang menghabiskan beberapa balon yang sudah terisi penuh, keduanya berbaring miring di ranjang sambil saling berhadapan.
“Papa, maaf, sebenarnya aku tidak mau merusak suasana, tapi tadi siang ada yang mengantarkan ini,” ujar sang istri yang mengambil amplop dari balik bantalnya.
Sang pria mengambil amplopnya dan membukanya, kemudian matanya membulat karena melihat isi amplop yang adalah sebuah tagihan hutang dengan jumlah yang sangat fantastis kepada sebuah badan usaha peminjaman uang yang tidak di ketahui legal atau tidak nya. Dahi sang pria berkerut membacanya karena nama yang tertagih di surat itu adalah namanya yaitu Reinaldo Tirta dan tidak ada perincian hutang nya.
“Sebentar, aku merasa tidak pernah meminjam di perusahaan ini dan jumlahnya kenapa bisa begitu besar ?” tanya Rei.
“Aku sendiri tidak tahu pa, tiba tiba saja mereka datang mencari mu dan ketika ku katakan kamu ada di kantor, mereka minta alamat kantor mu, tapi aku tidak memberikan nya dan mereka pergi meninggalkan surat ini agar di berikan padamu,” ujar sang istri.
Rei melihat wajah istrinya yang terlihat sedikit ketakutan, dia melipat dan memasukkan lagi suratnya ke dalam amplop kemudian menaruhnya di meja.
“Aku akan coba selidiki besok,” ujar Rei tersenyum.
“Iya pa, jangan sampai mereka datang lagi, mereka benar benar mengerikan,” ujar sang istri.
“Maaf ya sayang, kamu jadi susah karena aku,” ujar Rei sambil memeluk istrinya.
******
Keesokan harinya, pagi pagi di kantor, “klek,” Rei membuka pintu kantornya, dia melihat banyak sekali karyawan yang sudah datang dan sudah mulai bekerja, tiba tiba, “selamat pagi pak Rei,” sapa seorang wanita yang merupakan karyawati di kantornya.
“Ya, selamat pagi,” ujar Rei membalas sapaan sang wanita.
Rei melangkah masuk mengenakan jas, dasi dan celana bahan nya sehingga dia terlihat bergengsi walau wajahnya sangat pas pasan. Semua karyawan yang di lewatinya menyapa dan menegurnya, tentu saja Rei menyapa balik mereka dengan senyum yang ramah, dia masuk ke dalam ruangannya dan berjalan ke mejanya, dia menatap meja nya, ada sebuah plakat di meja bertuliskan direktur.
Rei duduk di kursinya, tangannya masuk ke dalam jasnya dan menarik keluar surat yang di berikan istrinya semalam. Dia membaca sekali lagi isi nya sambil meletakkan tangan di dagunya dan mengerutkan dahinya, kemudian dia menekan interkom,
“Sil, bisa kamu ke ruangan ku sekarang ?” tanya Rei.
Setelah itu dia bersandar di mejanya dan meletakkan surat nya di meja. “Klek,” pintu ruangan di buka, seorang wanita cantik dan seksi yang mengenakan kacamata masuk ke dalam.
“Ada apa pak ?” tanya sang wanita.
“Sisil, coba kamu cari tahu soal perusahaan ini dan kalau perusahaan ini legal tolong tanyakan apa kita bisa dapat rincian hutangnya atau tidak,” jawab Rei sambil memberikan suratnya kepada Sisil.
“Oh baik pak, ini apa ya ?” tanya Sisil.
“Ini masalah pribadi ku dan kalau bisa jangan sampai ada yang tahu ya,” ujar Rei.
“Baik pak, di mengerti, saya coba selidiki, lalu jadwal siang ini sudah saya update by email ya pak,” balas Sisil sambil memegang kacamatanya dan terlihat sedang menatap amplopnya.
“Baiklah, terima kasih ya Sil,” ujar Rei tersenyum.
“Sama sama pak,” balas Sisil tersenyum.
Setelah Sisil keluar, Rei membalik kursinya dan membuka tirai di depannya, dia menatap keluar jendela melihat kota di pagi hari sambil berpikir,
“Siapa yang berhutang menggunakan nama ku ya ?” tanya Rei dalam hati.
******
Dua bulan kemudian, hari minggu, “brak,” Rei menoleh melihat istrinya menggebrak meja dengan wajah yang terlihat sangat marah.
“Papa, sudah ku bilang kan atasi masalah hutang itu dan jangan sampai mereka datang lagi, tapi kenapa mereka masih datang bahkan mereka menggendong Laila seakan akan seperti ingin membawa Laila pergi bersama mereka, aku benar benar takut pa dan liat, kenapa jumlahnya malah bertambah, bukan berkurang ?” tanya sang istri sambil memberikan selembar kertas ke hadapan Rei.
Rei sangat terperanjat kaget karena ternyata hutangnya bertambah hampir dua kali lipat dari sebelumnya dalam jangka waktu dua bulan. Rei menaruh kertasnya di meja dan mengusap kepalanya, dia menoleh kepada istri nya,
“Sayang, aku sudah menyelidiki perusahaannya dan ternyata perusahaan itu ilegal, aku sedang melaporkan mereka ke polisi, jadi tolong sabar ya,” ujar Rei.
“Bagaimana bisa sabar pa, coba pikir kalau kamu yang melihat sendiri anak kita mau di bawa orang, lagipula mata mereka kalau menatap ku seakan akan mereka sedang menelanjangi diriku dengan mata mereka, mereka datang hampir setiap hari dalam dua bulan ini dan benar benar membuat ku stress,” teriak sang istri.
“Aku mengerti, aku minta kamu sabar dulu, polisi masih belum memberi ku kabar, bertahanlah seben...”
“Brak,” belum selesai Rei berbicara istrinya sudah kembali menggebrak meja, wajahnya terlihat merah padam dan terlihat benar benar murka.
“Polisi...polisi....kenapa tidak kamu bayar saja uang itu, selesaikan dan masalah hilang,” teriak sang istri.
“Laura, kamu tentu tahu kan jumlahnya sangat besar, seluruh tabungan kita akan habis kalau kita paksakan untuk melunasi nya, kita harus pikirkan masa depan Laila,” ujar Rei.
“Hah...kamu lebih mementingkan uang daripada anak mu di bawa orang sebagai tebusan ? kamu ga mikir apa, uang bisa di cari, kamu kan direktur, kalau perlu aku akan kerja lagi atau buka usaha untuk membantu kamu, kita ini sedang terancam, kamu tahu tidak sih,” teriak Laura.
Rei diam saja membiarkan Laura membentak dirinya dengan penuh semangat, namun pada akhirnya kepalanya benar benar pusing mendengar ocehan istrinya yang tanpa henti di sebelahnya. Ketika emosi nya sampai pada puncak nya, “brak,” Rei berdiri menggebrak meja dengan wajah merah dan menatap tajam istrinya, dia meletuskan emosinya langsung kepada sang istri.
“Aku bilang sabar ya sabar, ini hari minggu, aku ingin istirahat,” teriak Rei membentak Laura.
Laura terkesiap, dia tertegun dan air matanya mulai mengalir melihat Rei menatap dirinya dngan mata membulat dan tajam di tambah tangannya yang mengepal di hadapan nya. Laura menarik nafasnya dan menyeka air matanya,
“Baik, kalau memang itu mau kamu, aku akan sabar, tapi aku tidak bisa kalau harus di sini lagi, aku sudah mengatakan semua nya dan kamu mengabaikan ku, hari ini juga aku akan kembali ke rumah orang tua ku bersama Laila dan setelah itu kita urus perceraian kita,” ujar Laura.
“Hah...kamu bilang apa ? cerai ? hanya karena urusan ini kamu minta cerai dari ku ?” teriak Rei sambil meremas kertas nya dan mengacungkan ke wajah Laura.
“Bayar, selesaikan masalah, kamu tidak mengerti apa yang aku dan Laila lalui setiap hari, setiap hari aku dan Laila di teror, kamu tidak merasakan betapa takut nya aku dan Laila di rumah ini, aku coba mengatakan dan meyakinkan dirimu, tapi nyatanya kamu malah memintaku sabar dan membentak ku, maaf sekarang juga aku pergi, selamat tinggal,” ujar Laura berbalik.
“Hey tunggu....Laura,” teriak Rei yang merasa di punggungi istrinya dengan kencang karena emosi nya masih berada di puncak.
Namun Laura tetap berjalan masuk ke dalam kamar dan tidak lama kemudian, dia keluar dengan berpakaian rapi dan menarik koper, kemudian dia masuk ke dalam kamar Laila dan menggendong Laila keluar. Rei mengejar Laura yang membawa Laila,
“Hei, apa apaan ini,” teriak Rei yang melihat anak nya di bawa dan memegang pundak istri nya.
“Bilang dadah sama papa,” ujar Laura pada Laila anak nya sambil menggoyangkan pundak nya melepaskan diri dari Rei.
“Dadah papa,” ujar Laila yang membuka telapaknya dan menggoyangkannya.
“Klap,” tanpa menghiraukan Rei, Laura keluar bersama Laila dan pergi begitu saja, “buaaak,” Rei memukul dinding di sebelahnya karena geram Laura tidak mendengarkan dirinya.
Keesokan harinya, pagi pagi sekali, “ugh,” Rei terbangun, dia menoleh melihat Laura tidak ada di sisinya. Dia langsung mengigit bibirnya dan menepuk kedua pipi nya, lalu dia turun dari ranjanganya dan bersiap siap untuk pergi ke kantor. Setelah selesai bersiap siap, dia berjalan ke kamar Laila dan membukanya, dia menatap ranjang kosong penuh boneka yang diam tidak bergerak dengan mata bulat yang seakan akan sedih menatap dirinya. “Klap,” Rei menutup pintunya dan melangkah pergi dengan gontai menuju pintu keluar.
Ketika sampai di kantor, kepala Rei terasa berat dan pikirannya kosong, dia tidak menghiraukan para karyawan yang menyapanya dengan ucapan “selamat pagi” dan terus melangkah menuju ke kantornya. Begitu masuk, dia melihat seorang pria tampan dengan jas yang terlihat sangat cocok dengan wajah dan postur tubuhnya, sedang duduk santai sambil melipat kakinya di depan mejanya. Sang pria menoleh melihat Rei yang berdiri di depan pintu karena mendengar suara pintu di buka.
“Pagi Reinaldo, kenapa wajah mu kusut sekali ?” tanya pria itu dengan santai nya.
“Ada perlu apa Lex, tumben pagi pagi kamu ke sini,” jawab Rei sambil berjalan ke arah belakang mejanya dan duduk di kursinya.
Rei menatap pria di depannya, pria itu bernama Alex Sanjaya, usianya 2 tahun lebih muda dari dirinya, jabatannya adalah wakil direktur, dia adalah anak dari pemilik perusahaan yang bersaing dengan dirinya untuk menduduki jabatan direktur. Namun walau jabatannya tinggi, kerjanya hanya wara wiri di kantor dan sering menggoda karyawati yang bekerja di kantornya. Dia selalu datang siang, itu sebabnya Rei sedikit bingung karena tumben sekali dia datang pagi bahkan lebih pagi dari dirinya dan malah menunggu dirinya di kantor.
“Gini Rei, aku minta kamu tanda tangani ini,” ujar Alex sambil memberikan selembar berkas kepada Rei.
Rei mengambil berkasnya dan membacanya, dia melihat kalau berkas itu adalah surat reimburse untuk mengambil dana di akunting untuk menebus dan membayar kepentingan proyek yang sudah di bayar sebelumnya. Rei membaca perinciannya, namun dia kaget melihat jumlahnya.
“Hah besar banget ? memang proyek ini membutuhkan dana sebesar ini ? kamu sudah selidiki Lex ?” tanya Rei.
“Tentu saja sudah, aku juga beri perinciannya kan, itu sebabnya aku kesini minta tanda tangan kamu agar uangnya cair karena banyak yang masih harus di bayarkan,” ujar Alex.
“Tapi banyak jumlah yang terlihat membengkak seperti ini ?” tanya Rei sambil menunjuk beberapa daftar di berkas.
“Ya, aku sendiri juga awalnya bingung tapi aku sudah cek ke lapangan dan bicara dengan pic yang bersangkutan, masalahnya ada kenaikan harga dadakan dari pabrik di luar negerinya, kita sudah terlanjur import kan dan mereka membuat tagihan yang hampir dua kali lipat harga aslinya,” ujar Alex.
“Haah ada ada saja, ya sudah,” ujar Rei yang saat itu percaya saja di tambah suasana hatinya yang kacau balau akibat di tinggal Laura dan Laila anaknya.
Setelah di tanda tangani, Alex langsung nampak senang dan berdiri, dia langsung berbalik dan berjalan ke arah pintu keluar,
“Thanks Rei, pekerjaan ku jadi beres, salam buat istri dan anak ya,” ujar Alex sambil membuka pintu.
“Iya, sama sama,” balas Rei yang masih mawut dan merasa Alex menyindir dirinya.
Dia melihat dari jendela Alex sempat berdiri di depan meja Sisil dan mendekatkan wajahnya ke telinga Sisil, kemudian terlihat Sisil tertawa kecil kemudian mengangkat tangannya dan berbisik kepada Alex.
“Huh ternyata mereka akrab ya,” ujar Rei.
Tiba tiba Rei teringat sesuatu, dia langsung mengambil sesuatu dari balik jasnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dan menarik surat yang sudah lecek keluar dari dalam amplop, dia membuka suratnya, matanya langsung mengarah melihat jumlah hutang yang tertera di bagian bawahnya,
“Hmm...kok jumlahnya sama dengan dana proyek tadi ? ah mungkin hanya perasaan ku saja,” ujar Rei yang kepalanya masih blank dan hatinya masih berantakan.
Dia berdiri dan berjalan ke pintu, dia membuka pintunya, Alex yang masih berada di depan meja Sisil langsung pergi sambil merayu Sisil yang terlihat juga senang menerima rayuan Alex. Rei berjalan menghampiri Sisil dan memberikan suratnya,
“Tolong serahkan lagi ke kantor polisi,” ujar Rei.
“Baik pak,” balas Sisil menerima suratnya.
“Kamu akrab dengan Alex ya Sil ?” tanya Rei.
“Ah ga juga sih pak, kadang dia suka ajak saya ngobrol saja,” jawab Sisil.
“Oh gitu, ya sudah, meeting hari ini cancel dulu ya, saya mau pulang cepat hari ini, tidak enak badan,” ujar Rei.
“Oh baik pak, semoga cepat sembuh ya,” ujar Sisil.
“Iya makasih ya Sil,” balas Rei.
Setelah itu, dia kembali masuk ke dalam ruangan nya dan kembali duduk di kursinya, dia memutar kursinya dan mengambil smartphone dari sakunya, dia melihat nama “Istriku Laura” di layar dan menekan tombol nya, “nomor yang anda tuju tidak bisa di hubungi, silahkan coba beberapa saat lagi,”
Jari jari Rei menari lincah di atas layar smarphonenya untuk mengirimkan pesan pada istrinya, dia mengucapkan kata maaf berkali kali di tambah permintaan agar sang istri paling tidak mengirimkam foto putrinya. Setelah puas mengetik dan tidak ada jawaban sama sekali, “klotak,” dia melemparkan smartphone nya ke meja, jari tangannya langsung mengurut dahi lalu turun ke matanya karena dia merasa sangat lelah.
******
Dua hari kemudian, Rei yang mengambil cuti lalu pergi ke rumah orang tua istrinya untuk menjemput kembali istri dan anaknya pulang ke rumah sekaligus meminta maaf kepada mertua nya karena menyusahkan mereka. Ketika sampai dan turun dari mobil, Rei melihat ada sebuah mobil mewah yang besar terparkir di halaman rumah mertuanya.
“Mobil siapa itu ya ?” pikir Rei dalam hati.
Namun ketika tangannya hampir menyentuh pagar rumah mertua nya, “hei,” seseorang berteriak dari dalam. Rei menoleh dia melihat seorang pria yang kira kira berusia sekitar 36 atau 37 tahun, berperut buncit, berkumis dan memiliki beberapa tato biru di lengan nya berdiri di depan pintu. Pria itu adalah kakak laki laki Laura yang kadang suka pinjam uang kepada dirinya dan memiliki sifat yang buruk,
“Kak Herman ?” tanya Rei.
“Lo mau apa kesini Rei ?” tanya Herman berteriak.
“Saya mau menjemput Laura dan minta maaf sama dia, boleh saya masuk kak ?” tanya Rei baik baik.
“Laura dan anak lo Laila ga di sini, mereka di villa ama bokap nyokap gue, lo mending pulang deh, Laura ga mau ketemu lo,” jawab Herman.
“Villa ? punya siapa kak ?” tanya Rei.
“Ya punya gue lah,” jawab Herman ketus.
“Kira kira mereka kapan pulang kak ?” tanya Rei.
“Wah ga tau ya, jangan tanya gue, kayaknya Laura ada rencana mau tinggal di villa aja, udeh deh, lo mending pergi,” jawab Herman ketus.
“Ya udah kak, ini mobil siapa ya ?” tanya Rei menunjuk mobil mewah di halaman.
“Mobil gue lah, kenapa ? lo anggep gue ga bisa beli mobil kayak gitu hah ? jangan mentang mentang lo direktur trus lo ngecilin gue yang pengangguran ini ya, gue kemarin dapet rejeki, duitnya mau buat beli apa terserah gue,” ujar Herman marah.
“Sori kak, saya cuman nanya, saya pamit dulu,” ujar Rei mulai gerah.
“Ya, pergi sono dan jangan balik lagi,”
“Brak,” Herman masuk ke dalam sambil membanting pintu dengan kencang, Rei yang geram mengepalkan tangannya, namun dia tidak bisa berbuat apa apa, karena walau modelnya seperti itu, Herman tetaplah kakak iparnya. Dengan langkah gontai, dia berjalan kembali ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan kediaman orang tua Laura.
“Baru denger ada pengangguran bisa beli mobil mewah kayak gitu, rejeki apa ? ngerampok kali, bayar air aja ga sanggup dan biasanya minta gue songong, gue asli penasaran mobil siapa itu,” ujar Rei dalam hati.
Walau penasaran, tetap saja Rei berusaha berpikir positif, mungkin saja benar Herman kejatuhan durian runtuh sehingga bisa membeli mobil seperti itu. Rei menghela nafas, hatinya benar benar sakit, dia ingin sekali bertemu Laila anak nya. Malam nya, ketika sampai di daerah rumah nya, hatinya masih berharap ada orang di rumahnya, namun ketika sampai rumahnya dalam kondisi gelap gulita. Rei menempelkan keningnya di setir,
“Kamu kapan pulang nak,” ujar Rei lirih.
Dua minggu pun berlalu, tidak ada lagi karyawan yang menyapanya ketika dia datang ke kantor pagi pagi karena Rei tidak pernah lagi membalas sapaan mereka, wajahnya terlihat tidak tidur berhari bari sampai kantung matanya terlihat nyata dan menghitam.
Dengan langkah gontai dia melangkah masuk ke kantornya, tapi di dalam kantornya sudah ada seorang pria paruh baya di dampingi seorang polisi dan seorang pria berjas yang duduk di sebelah sang polisi.
Ketika melihat wajah pria paruh baya di depannya, Rei langsung mengusap wajahnya karena pria itu adalah perwakilan dari dewan pemegang saham dan pemilik perusahaan yang mengelola kantor tempat nya bekerja.
“Selamat pagi pak Thomas, ada apa ya pak ?” tanya Rei sopan.
“Ini apa apaan Rei,” teriak Thomas sambil memberikan selembar kertas.
Mata Rei langsung membulat ketika membaca kertas yang sudah lusuh di tangannya, kertas itu adalah tagihan atas nama dirinya yang dia berikan kepada Sisil untuk di urus oleh pihak kepolisian.
“Kok surat hutang ini bisa ada di bapak ?” tanya Rei bingung.
“Duduk,” teriak Thomas.
Rei langsung duduk di depan meja, di apit oleh polisi dan pria berjas, sedangkan Thomas duduk di kursinya. Thomas langsung menjulurkan tubuhnya ke depan dan kedua sikunya di atas meja, matanya menatap Rei di depannya dengan tajam bagai pisau,
“Pertama saya mau tanya, kenapa kamu bisa berhutang sebesar itu ?” tanya Thomas.
“Saya sendiri tidak mengerti pak, makanya saya minta pihak kepolisian untuk mengusutnya karena perusahaan peminjaman uang itu ilegal,” jawab Rei.
“Maaf saudara Rei, tapi kami tidak pernah menerima berkas pengaduan anda sama sekali,” ujar polisi di sebelahnya.
“Ah masa sih pak, saya minta tolong sekertaris saya yang mengurusnya,” ujar Rei.
“Saya sudah tanya Sisil, dia bilang kamu ga menyuruh dia melaporkan, kamu hanya menyuruh dia mencari tahu perusahaan itu ilegal atau tidak,” ujar Thomas.
“Apa ? saya minta tolong dia kok pak, bener, panggil saja Sisil nya ke sini,” ujar Rei.
Thomas menekan intercom nya dan meminta Sisil masuk ke dalam ruangan. Tak lama kemudian, Sisil masuk membawa map berwarna merah ke dalam,
“Sil, apa bener dia minta kamu laporkan ke polisi soal hutang hutang dia ?” tanya Thomas langsung.
“Um...tidak pak, saya di minta menyimpan dan mencari tahu perusahaan itu ilegal atau tidak,” jawab Sisil lugas.
“Apa, saya kan minta tolong kamu buat laporan Sil, masa kamu lupa sih,” ujar Rei menoleh melihat Sisil.
“Kapan ya pak ? ini saya simpan semua berkasnya,” ujar Sisil sambil membuka map nya dan memperlihatkan surat surat hutang yang selama ini di berikan Rei.
“Aduh Sil, saya udah ngomong sama kamu melalui lisan dan email, masa kamu ga baca sih ?” tanya Rei dengan nada tinggi dan membentak Sisil.
“Saya ga terima emailnya pak, bener pak,” ujar Sisil yang mulai ketakutan.
“Hei, buat apa kamu membentak Sisil, dia hanya mengatakan yang dia tahu, kamu boleh keluar Sil,” ujar Thomas.
“Ba..baik pak, permisi,” ujar Sisil yang langsung berbalik pergi.
Suasana menjadi tegang, tidak ada satu orang pun yang berbicara, Thomas terus menatap Rei di depannya, kemudian,
“Haah saya tahu kamu sedang kesulitan uang, tapi kenapa kamu menggelapkan uang perusahaan, coba kamu bicara sama saya, saya mungkin bisa menolong kamu,” ujar Thomas.
“Tunggu pak, saya apa ?” tanya Rei kaget.
“Kenapa kamu malah pura pura ga tau, ini tanda tangan kamu kan ?” tanya Thomas sambil memberikan selembar kertas reimburse ke hadapan Rei.
Setelah membacanya, keringat Rei langsung mengucur deras, karena dia sangat ingat pernah menandatangani surat di depannya itu.
“Tapi waktu itu bukankah Alex sudah memeriksa semuanya, dia memberikan surat ini untuk saya tanda tangani,” ujar Rei.
“Haaah...tolong jelaskan deh, saya pusing,” ujar Thomas sambil melihat pria berjas di sebelah Rei.
“Baik pak Thomas, maaf pak Reinaldo, sebelumnya saya memperkenalkan diri saya dulu, nama saya adalah Robert Hartono, saya adalah pengacara yang menangani kasus ini. Sebelum saya jelaskan, sebaiknya anda membaca ini terlebih dahulu,” Robert memperkenalkan diri kemudian membuka tasnya dan mengambil sebuah map biru, dia memberikan map itu kepada Rei.
Rei membukanya, ternyata isinya adalah surat pelunasan hutang atas namanya dan tanggalnya tepat dua hari setelah dia menandatangani surat di meja.
“Apa maksudnya ini ? jadi menurut anda saya mengambil uang perusahaan untuk menebus hutang saya begitu ?” tanya Rei.
“Berarti anda sudah mengetahui kasusnya ya, semua bukti memberatkan anda, mulai dari surat hutang anda, penandatanganan form reimburse dalam jumlah besar dan anda mengambil cuti di saat yang bersamaan dengan terbitnya surat ini, di sini saya ingin membantu anda dalam proses peradilan nanti kalau anda mengakui nya sekarang di hadapan saya,” jawab Robert.
“Apa ? saya tidak melakukannya, ini fitnah, waktu itu saya cuti saya ke rumah orang tua istri saya untuk menjemput istri saya pulang ke rumah karena saya sedang bermasalah sama istri saya,” teriak Rei.
“Saya sudah konfirmasi ke istri anda kalau hari itu anda tidak datang, dia ada di dalam rumah saat itu bersama anak anda,” ujar Robert.
“Bohong, saya ketemu kakak nya kak Herman, dia yang bilang istri dan anak saya berada di villa bersama mertua saya, tanya saja dia,” teriak Rei.
“Baik, ini rekaman pembicaraan saya dengan beliau ketika saya datang ke rumah beliau kemarin,”
Robert meletakkan smartphone nya di meja, terdengar suara percakapan Robert dengan Herman di rumahnya. Herman mengatakan tidak ada satu orang pun yang datang ke rumahnya, dia tahu karena dia menunggu Rei dan ingin menghajarnya karena membuat adiknya menangis.
Herman menyatakan kekesalannya di dalam rekaman itu. Setelah itu, terdengar suara Laura yang berbicara kalau Rei tidak pernah datang dan menghubungi dia setelah dia pergi keluar dari rumah dan pulang ke rumah orang tuanya.
“Apa ini,” Rei menyibakkan tangannya dan smartphone Robert melesat melayang menuju jendela, polisi di sebelah Rei langsung menangkap dan membekuk tangan Rei.
“Lepas, saya tidak salah,” teriak Rei.
“Sudah Rei, lebih baik kamu mengaku supaya hukuman yang di jatuhkan pada mu tidak berat nanti di pengadilan,” ujar Thomas.
“Saya tidak salah, saya bersih, saya tidak pernah melakukan penggelapan uang, saya berani sumpah,” teriak Rei.
“Sudah pak, bawa dia,” ujar Thomas pada polisi.
“Mari saudara Reinaldo, semua bantahan anda silahkan sampaikan di kantor saja,” ujar polisi sambil berdiri dan membekuk Rei.
Setelah itu, Rei yang sudah di borgol kedua tangannya di gelandang keluar dari kantornya di ikuti Robert di belakang nya.
Ketika membuka pintu, dia melihat hampir semua karyawan dan karyawati berdiri di depan kantornya untuk melihat apa yang terjadi, polisi meminta mereka bubar dan memberikan jalan.
Banyak tatapan yang terlihat tidak percaya melihat Rei di tangkap polisi namun terdengar juga bisikan yang membicarakan hal hal buruk tentang dirinya.
Ketika melewati meja Sisil, Rei menoleh, dia melihat Sisil berdiri sambil menunduk dengan wajah yang terlihat merasa bersalah, namun dia di rangkul Alex yang tersenyum meremehkan dan memegang sebelah dada Sisil.
Alex melambaikan tangan di tambah senyuman kepada Rei yang menatapnya dengan geram sambil terus meremas buah dada Sisil yang menggeliat ke enakan.
“Alex,”
Rei menerjang ke arah Alex tapi langsung di tarik kembali oleh sang polisi, Alex terlihat kaget namun tetap tersenyum sambil merangkul Sisil.
“Bye bye, posisi lo buat gue,” ujar Alex sambil melambaikan tangannya.
Sang polisi mendorong Rei maju namun Rei tetap menoleh menatap Alex dengan geram. Setelah mengalami perjalanan bagai tontonan yang memalukan di kantor nya, Rei akhirnya sampai di kantor polisi dan langsung di interogasi.
Rei terus bertahan mengatakan dirinya tidak bersalah dan ucapannya semakin tidak terarah karena emosinya yang tinggi. Akhirnya Rei di masukkan ke dalam sel dan diminta menenangkan diri.
Rei berteriak teriak sambil memegang jeruji besi tanpa henti sampai akhirnya dia tidak bisa bicara lagi dan duduk meringkuk di sudut sel.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!