"Pagi sayang!" .... Sapaan manis dari Anastasya seraya memberikan ciuman mesra di kedua pipi Ridho.
Ridho membuka mata nya sesaat, lalu menutup nya kembali karena silau oleh cahaya lampu, "pukul berapa sekarang mah?" tanya nya sambil mengucek mata nya yang masih terasa ngantuk.
"Pukul empat lewat sepuluh, Nyoh mandi dulu sayang, bentar lagi Ajan subuh" ujar Anastasya kembali mencium dahi Ridho.
Ridho duduk diatas tempat tidur, di peluk nya tubuh jelita sang istri, "terimakasih ya sayang!" ucap nya lembut.
"Terimakasih untuk apa?" ....
"Untuk cinta dan kasih sayang nya mamah pada papah, papah tidak bisa membayangkan jika kelak mama pergi meninggalkan papah, mungkin hidup papah benar benar hancur" jawab Ridho memeluk erat tubuh Anastasya istri nya.
"Papah sayang!, jangan begitu, kita semua mahluk Allah, yang senantiasa tunduk di dalam takdir nya, kalau kelak mamah sudah tiada, papah harus siap meneruskan hidup ini tanpa mamah, mamah akan menantikan papah di alam sana, mamah yakin, kelak Allah akan menyatukan kita kembali, karena cinta kita suci karena Allah!" ucap Anastasya membenamkan wajah Ridho di dada nya.
"Mamah jangan bicara seperti itu, papah takut, papah kepingin menua bersama mamah, tidak ada nama lain dihati papah yang mampu menggeser nama mamah, papah benar benar sayang mamah" suara Ridho bergetar.
"Paah!, papah sayang, papah pasti tahu jika satu satu nya laki laki yang mamah cintai itu cuma papah seorang, meskipun usia mamah lebih tua dari papah, tetapi yang mengajarkan mamah tentang arti cinta itu kan papah!" Anastasya memeluk tubuh Ridho erat sekali.
Cukup lama mereka saling berangkulan, seakan tidak ingin terpisah kan lagi.
Akhirnya Anastasya bangkit berdiri, di cium nya kembali kedua pipi Ridho dengan lembut, "ayo mandi sana, bentar lagi Azan subuh, kita sholat berjamaah, maaf mamah sudah mandi duluan tadi" ....
"Mandi lagi yok" .....
"Ogah, kalau mandi sama sama, bukan nya cepat selesai, yang ada kita sholat subuh kesiangan nanti sayang, kan tadi malam sudah mamah kasih" ucap Anastasya memencet ujung hidung Ridho dengan mesra.
"Kan cuma tiga kali!" sahut Ridho manja.
"Emang nya mau berapa kali sayang?, yang ada papah nanti lempo" sahut Anastasya tertawa kecil sambil berlalu menyiapkan pakaian Ridho.
Sambil tertawa kecil, Ridho melangkah menuju kearah kamar mandi, mengguyur badan nya dengan air dingin pegunungan.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah keluar dari kamar menuju ke arah musholla kecil di dalam rumah itu.
Di ruang tengah, Sepasang anak remaja kembar sudah menunggu mereka berdua.
"Kok lama mah, orang sudah pada Azan tuh" tegur dara cantik bernama Nur Hafizah Alam, putri kedua mereka.
"Tuh si papah susah dibangunin, di suruh mandi juga susah" sahut Anastasya sambil memberikan ciuman di kedua pipi putra putri nya.
"Lha iya lah mah, kemarin papah kerja ikut mikul pupuk bersama pekerja kebun, dilarang tidak mau!" sahut Ahmad Syafiq Nur Alam putra bontot nya.
"Fiq!, pekerja itu bukanlah budak kita, mereka partner kerja kita, kita butuh mereka, dan mereka butuh kita, sama sama saling membutuhkan, kita bukan lah raja mereka, wajar kita sesekali membatu mereka bekerja" sahut Ridho menasehatinya.
"Iya pah, Syafiq tau, tetapi Syafiq takut papah sakit nanti" ucap anak remaja usia dua belas tahun dan baru duduk di kelas enam es de negri Paku.
"Ah sudah lah, hanya sesekali kok, ayo Fiq, ayo azan!" perintah Ridho Pada putra bungsu nya itu.
"Coba Abang Firdaus ada, tugas azan pasti dia" gerutu anak remaja itu sambil masuk ke ruang Mushola untuk azan subuh.
Setelah beberapa saat, selesai sholat subuh berjamaah dan wirid serta doa, kini Ridho dan Anastasya kembali ke kamar mereka untuk berganti pakaian.
Selesai berganti pakaian, Ridho duduk di tepi tempat tidur menatap kearah Anastasya yang sedang berdandan di depan meja rias nya.
Meskipun sudah lebih dari sepuluh tahun mereka berumah tangga, tetapi seakan akan waktu tidak berdaya pada kecantikan wanita jelita ini.
Semakin lama, Anastasya justru semakin cantik saja, dengan tubuh yang semakin montok.
Anastasya menyelesaikan pekerjaan nya merias diri, ini kebiasaan nya setiap saat, karena Ridho sangat menyukai saat dia berdandan, pria muda itu akan semakin lengket seperti perangko bila dia berdandan mempercantik diri nya.
Tatapan mata Ridho Tidak lepas dari tubuh sang istri, hingga menghilang di balik pintu kamar. Pria ini meskipun kalem dan alim, namun pada Anastasya dia akan menjadi jalang, usil dan rada manja.
Wanita jelita itu masuk membawa secangkir kopi panas yang di letakan diatas nakas, dan dia sendiri duduk diatas tempat tidur di dekat Ridho.
Ditarik nya tubuh pemuda itu agar tidur berbantalkan paha nya, sambil tangan nya membelai rambut hitam berombak milik pria itu.
Tanpa disadari nya, beberapa tetes air mata jatuh menetes di wajah Ridho. Entah mengapa, pagi ini dia merasa begitu sedih menatap kearah sang suami yang amat di cintai nya itu.
Ridho tersentak kaget melihat pipi putih ke merah merahan milik istri nya yang tiba tiba basah oleh air mata itu.
"Apakah papah menyakiti hati mamah?, kalau iya, papah minta maap ya sayang?" ucap Ridho sambil menghapus air mata istri nya, lalu mencium kedua pipi itu.
Anastasya menggelengkan kepala nya, sambil memaksakan tersenyum lirih.
"Tidak sayang mamah, papah justru membuat mamah terbang ke angkasa setiap waktu, tidak pernah terbit ucapan kasar ataupun menyinggung hati mamah, mamah manusia paling beruntung di dunia ini pah, bertemu papah dan mendapatkan cinta kasih papah, adalah hadiah luar biasa dari Allah, terimakasih ya sayang mamah, kalau kelak mamah pergi mendahului papah, papah harus tegar menjalani ujian hidup ini, jangan pernah menyerah pada keadaan, ingat mamah menunggu papah disana, papah harus kuat ya sayang, jaga putra putri kita, mereka buah kasih sayang kita sayang" ucap Anastasya bergetar disela sedu sedan nya.
Ridho bangkit duduk sambil memeluk tubuh Anastasya, air mata nya jatuh satu satu.
"Tidak sayang!, jangan bicara seperti itu, papah takut, kalau mamah harus pergi, ajak papah ikut serta juga, mamah tahu kan, jika papah tidak akan lagi mampu meneruskan hidup ini tanpa mamah, papah yakin mamah akan hidup lebih lama lagi, menua bersama papah, menimang cucu cucu kita!" sanggah Ridho terisak.
Dengan air mata yang berderai, Anastasya memeluk tubuh pria yang sangat disayangi nya itu.
"Tidak pah, jangan berkata seperti itu, mamah tahu papah pasti mampu, papah lebih tahu agama ketimbang mamah, maafkan mamah ya sayang, bukan maksud mamah membuat papah bersedih, tetapi entah mengapa, pagi ini hati Tasya terasa sangat sedih sekali, ingat papah, ingat Firdaus, ingat Hafizah, ingat Syafiq, mereka masih kecil, masih butuh kasih sayang mamah, mamah ingin mendampingi kalian hingga tua, tetapi kita semua tenggelam dalam lautan takdirnya Allah, kita bersedia atau tidak, siap atau tidak, ikhlas atau tidak, semua tetap tenggelam didalam lautan takdir nya Allah sayang, jangan jadi penentang ketentuan nya sayang, tunduk, patuh dan ikhlas lah menjalani Takdir nya ini" ucap Anastasya memeluk tubuh Ridho erat sekali.
Disandarkan nya tubuh pria itu di dada nya, entah mengapa, tiba tiba air mata nya tumpah membasahi pipi mereka berdua yang sedang menempel erat itu.
"Papah Sayang!" .....
"Hm !" ....
"Maafkan mamah ya sayang, bila selama ini, ada kata kata ataupun tindak tanduk mamah yang membuat papah sedih, atau pelayanan mamah pada papah yang kurang baik, ampuni mamah ya sayang!" ucap Anastasya disela Isak tangis nya.
"Tidak!, tidak ada satupun yang kurang mah, malahan papah merasa sangat beruntung memiliki istri seperti mamah, cantik, baik hati, setia, kasih sayang, malahan papah yang merasa bersalah, mengajak mamah hidup menderita bersama papah, belum bisa membahagiakan mamah, maafkan papah ya sayang, papah yang mengajak mamah hidup seperti sekarang ini!" jawab Ridho sambil mencium kedua pipi Anastasya.
Kali ini Anastasya tersenyum manis menatap wajah Ridho dengan tatapan mesra nya.
Di putar nya tubuh Ridho Agar menghadap kearah nya, lalu kedua telapak tangan nya dia tempelkan pada kedua pipi sang suami nya itu.
"Dengarlah wahai kesayangan Tasya, kecintaan Tasya, buah hati nya Tasya, justru Tasya yang berhutang budi kepada mu sayang ku, kau sudah mengajak Tasya memasuki taman Surga, hidup bergelimang dengan cinta dan kasih sayang, tiada hari tanpa puja puji dan kemesraan dari mu, mereguk indah nya cinta, berenang dalam lautan asmara, kau selalu membuat Tasya melayang di Awang Awang, lalu terhempas di Mega Mega nan indah berdua, kau selalu membuat Tasya sibuk dengan kebahagiaan, tanpa sempat lagi memikirkan kemewahan Duniawi, tak ada artinya kemewahan Duniawi bila dibandingkan dengan sorga Dunia yang kau buatkan untuk Tasya selama ini, Tasya benar benar puas hidup bersama Ridho, biarkan ku pandang wajah mu lama lama, memahat nya dihati dan ingatan Tasya, agar kelak di Padang Mahsyar, Tasya bisa mengenali Ridho ku, kesayangan ku, kekasih hati ku" ucap Anastasya kembali menciumi kedua pipi Ridho lalu melumat bibir nya.
Setelah selesai, Anastasya mengambil cangkir berisi kopi panas, lalu mendekatkan nya ke bibir Ridho.
"Ah, secangkir kopi, semanis cinta!" ....
...****************...
"Hari ini kan Sabtu sayang, anak anak tidak masuk sekolah, kita liburan keluarga yok sayang!" ucap Anastasya sambil membelai rambut Ridho yang sedang berbaring dengan berbantalkan paha nya.
Ridho ingin bangkit duduk, namun Anastasya melarang nya bangun, dia masih ingin Ridho tiduran berbantalkan paha nya.
"Kemana?" tanya nya.
"Terserah papah lah, kan yang lebih tahu Desa Paku ini papah, mamah ngikut aja!" sahut Anastasya.
Setelah berpikir beberapa saat lama nya, akhirnya Ridho ingat suatu tempat yang sangat indah menurut nya.
"Oh iya mah, di timur Desa Paku ini ada sebuah danau kecil, orang sini bilang danau Sabur, dahulu waktu masih kecil, aku sering pergi kesana bersama ayah memancing, ikan nya banyak!" ujar Ridho.
"Benarkah?" tanya Anastasya dengan mata yang berseri seri.
"Iya sayang, tetapi lumayan jauh sih dari tempat ini, sekitar enam kiloan jauh nya" jawab Ridho.
"Tidak bisa pakai motor kah sayang?" tanya Anastasya.
"Bisa sih, sebentar sayang, papah telpon Badil dulu, ngajak dia juga!" ucap Ridho.
Sementara Anastasya keluar kamar, memberitahukan kedua orang putra putri kembar nya, jika mereka akan ke Danau hari ini, Ridho menelpon Badil, putra bungsu wa Darmin, mengajak nya ke Danau Sabur hari ini.
"Halo bang Ridho, ada apa ya?" sahut Badil rada heran, karena pagi pagi sudah menelpon nya.
"Eh begini Dil, hari ini Tasya mengajak liburan ke danau Sabur, jalan kesana kan masih sempit Dil!" ujar Ridho.
"Ah tidak bang, meskipun tidak di aspal, tetapi sekarang jalan ke danau Sabur sudah diperlebar, hingga mobil dapat berpapasan" sahut Badil dari seberang sambungan telepon.
"Oke kalau begitu Dil, kamu siapkan mobil deh, pakai Yang dobel kabin saja, ambil uang disini, isi pertalite yang penuh ya" perintah Ridho pada anak dari wa Darmin sahabat almarhum ayah nya itu.
Anastasya ternyata sudah mempersiapkan kan bekal untuk mereka bersama Bi Anah.
"Kok bawa bekal sebanyak ini sayang?" tanya Ridho heran.
"Ini sayang, anak anak ngajak kemping sekalian, kemping sekeluarga di tepi danau sangat indah sayang" sahut Anastasya lembut.
"Ya udah lah, papah ikut apa mau nya mamah saja deh" sahut Ridho memeluk Anastasya.
Memang di rumah ini, kemesraan antara Ridho dan Anastasya sudah bukan barang yang tabu lagi, putra putri nya justru bangga melihat orang tua mereka rukun saling menyayangi.
Mereka tidak heran melihat papah atau mamah nya saling berciuman secara wajar di depan mereka. Hanya urusan percumbuan dan asmara saja yang tidak mereka perlihatkan.
Bahkan banyak selentingan isu yang mengatakan jika Ridho itu orang nya sangat posesif, karena dimana ada Anastasya, pasti ada Ridho, dan begitu pula sebalik nya, dimana ada Ridho, pasti Anastasya pun ada.
Syafiq muncul dari belakang, membawa satu tas penuh dengan alat pancing lengkap.
"Banyak nya Fiq!" tegur Ridho heran.
"Kan kita kemping pah, sudah lama kita tidak kemping, sejak Abang Firdaus mondok!" sahut putra bungsu nya itu.
"Syafiq mau jualan alat pancing pah!" goda Hafizah yang muncul dari belakang bersama Anastasya, membawa perlengkapan makan seperti panci, piring, penggorengan dan bumbu bumbu masak.
"Fiq!, kemah bawa kedepan, biar mang Badil masukan kedalam mobil!" seru Ridho.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah bersiap siap masuk kedalam mobil.
"Di depan mang Badil, mamah sama Hafizah, Syafiq di sini dengan papah!" seru Ridho naik ke kabin belakang.
"Mamah biar di belakang saja menemani papah!" seru Anastasya naik ke kabin belakang dan duduk di samping Ridho sambil merangkul pundak pria itu.
"Enak aja!, Fiq!, duduk didepan, Fizah mau duduk dekat papah!" seru Hafizah seraya duduk di samping kanan Ridho Sabil memeluk tangan kanan pria itu.
Anastasya menatap wajah putri nya itu, lantas memencongkan bibir nya, "ish ni anak, ngajak rebutan mamah nya terus!" omel nya.
"Lha mamah, jangan salah mah, kan papah cinta pertama nya Fizah mah!" sahut dara mulai tumbuh itu sambil memeluk tangan kanan papah nya erat.
Anastasya tersenyum bahagia seraya memencet hidung Hafizah, "kalau sama Fizah mah, mamah tidak mungkin bisa menang!" jawab Anastasya.
"Tapi Fizah yakin mah, tempat mamah itu istimewa di dalam hati papah" sahut Hafizah tertawa sambil menyandarkan kepala nya di dada sang papah.
"Lha iya lah, papah kan cinta mati sama mamah mu, kami tidak pernah pacaran, bertemu karena ada masalah, berantem, dan pertemuan berikut nya menikah, lalu pacaran sesudah menikah" ujar Ridho bercerita sedikit.
Mobil mulai bergerak meninggalkan rumah kediaman mereka yang berada di belakang desa Paku, menuju kearah pusat desa Paku.
"Mang!, singgah sebentar di pasar ya mang!" ucap Anastasya pada Badil.
"Iya kak!" sahut Badil sambil terus mengemudikan mobil dobel kabin itu.
Saat mereka turun dari mobil di depan pasar Desa Paku, seorang wanita cantik menatap tajam kearah mereka, seraya bibir nya komat kamit, entah apa yang di gerutu nya.
"Pah! Itu mamah nya Laras, setiap bertemu aku dan Fizah, dia suka marah marah tidak karuan!" bisik Syafiq di telinga Ridho.
Ridho menatap kearah wanita yang dimaksud oleh Syafiq putra nya itu, terlihat Intan sedang menatap tajam kearah diri nya, lalu biru biru mengalihkan pandangan nya kearah lain.
"Biarkan saja Fiq, jangan kau ladeni, bagai mana pun juga, dia lebih tua dari mu, dosa melawan orang yang lebih tua dari mu" Ridho menasehati putra bungsu nya itu.
"Tapi Syafiq tidak suka pah, dia sering mengatai aku dan kak Fizah sebagai anak pelakor, kan papa bertemu mamah sama sama bujangan kan pah" tanya Syafiq masih lugu.
"Lha iya lah Fiq, masa papah duda, ada ada aja sih kamu" tegur Ridho.
"Maka nya pah, kan aneh bibi mama nya Laras bilang, mamah tu pelakor!" ucap nya lagi.
"Sudah lah, jangan dengarkan orang seperti itu, yang penting, kita jangan mengusik hidup orang lain, ayo kita ke tempat mamah, tuh lihat si mamah berdiri menatap kearah kita" ujar Ridho merangkul bahu putra nya, mengajak menemui Anastasya yang sudah berdiri di dekat mobil sambil menatap kearah mereka.
Seperti kebiasaan nya setiap saat, Anastasya selalu berjalan dengan menggandeng tangan Ridho dan putra putri kembar nya itu mengiringi di belakang mereka, seperti pengiring sepasang pengantin.
Dari kejauhan nampak wajah Intan semakin keruh menatap kemesraan yang di tampilkan oleh Ridho dan Anastasya ini.
"Seharus nya aku yang menggandeng tangan nya, bukan kau, dasar pelakor!" umpat nya dalam hati sambil berpaling dan melangkah ketempat lain.
Anastasya membeli beberapa bungkus mie instan, kue kering, air mineral dalam kemasan botol plastik kecil serta kopi saset kesenangan Ridho.
Setelah semua nya selesai, mereka segera melanjutkan perjalanan menuju Danau Sabur yang berada di timur Desa Paku.
Sebenar nya danau ini tidak terlalu besar, hanya selebar dua ratus meter, namun memanjang ke Utara sepanjang lima kilo meter, dan di kiri kanan nya terlihat perbukitan menjulang dengan hutan hutan yang menghiasi sekeliling nya.
Ada beberapa kebun karet masyarakat yang di tanam di tepi danau, selebih nya kebun buah buahan seperti durian, cempedak dan lain nya.
Ridho memilih berkemah tidak jauh dari tepian danau, tepat di daerah yang bertanah agak rata.
Dengan di bantu Badil dan Syafiq, Ridho mendirikan tenda tepat tidak jauh dari mobil mereka di parkir di bawan pohon cempedak.
Sementara itu Anastasya dan Hafizah menurunkan kompor dan tabung gas, lalu merebus air untuk membuat kan Ridho kopi.
Setelah selesai mendirikan tenda, ketiga pria beda usia ini segera mengambil kail masing masing, lalu mulai memancing di tepi Danau itu.
Ternyata yang struck pertama adalah kail milik Syafiq, disambar seekor ikan gabus besar.
"Struck pah!, lihat kail Syafiq yang disambar pertama kali, waaaoooo berat pah!" ucap anak itu sambil menarik kail nya.
Seekor ikan Gabus hampir satu kilo diangkat oleh Syafiq ke atas dengan sangat gembira.
Dari kejauhan, Anastasya dan Hafizah memberikan semangat kepada pria kecil itu.
Giliran kedua, kail milik Badil yang mendapatkan ikan gabus seberat setengah kilogram.
Setelah beberapa kali melemparkan pancing nya ke berbagai arah, akhirnya pancing Ridho struck juga.
Seekor ikan gabus besar seberat satu kilogram berhasil diangkat oleh Ridho.
"Kalian lanjutkan saja, papah mau membersihkan ikan ikan ini untuk kita makan nanti!" ucap Ridho sambil menenteng tiga ekor ikan gabus kearah Anastasya dan Hafizah yang sedang membuat kopi panas.
Ridho segera membersihkan ketiga ekor ikan gabus besar itu, menyerahkan nya pada Anastasya yang segera membumbui nya.
Sementara dia sendiri segera mengumpulkan ranting ranting kering untuk membuat api.
"Fizah!, buat api nak, papah ngumpulin kayu kering lagi!" seru Ridho menyuruh putri nya Hafizah membuat api unggun kecil, sementara dia sendiri mengumpulkan kayu kering sekalian untuk api unggun nanti malam.
Sebentar kemudian, aroma ikan bakar bumbu kuning menyebar ke sekitar tempat itu.
Mencium aroma ikan bakar yang bikin perut perih itu, Syafiq dan Badil buru buru menghentikan kegiatan mereka, berlari kearah Ridho dan Hafizah yang sedang asik membakar ikan gabus.
"Waaaoooo aroma nya bikin lapar pah!" teriak Syafiq mengambil segelas kopi panas lalu menyeruput isi nya.
"Tanya mamah dulu, nasi nya sudah matang spa belum!" seru Hafizah marah melihat sang adik mencomot sekerat daging ikan gabus bakar.
"Maaah! Udah matang belom?" tanya nya.
"Bentaran lagi sayang, baru saja kering!" sahut Anastasya tertawa bahagia melihat kelakuan putra bungsu nya itu.
...****************...
Malam mulai menyelimuti Bumi, suara binatang hutan mulai bersahutan di tingkahi nada nyanyian jangkrik.
Hafizah dan Syafiq sudah merebahkan diri nya di dalam kemah beralaskan air mattress yang sengaja mereka bawa, entah tidur, entah masih ngobrol.
Dilangit, purnama mulai mengembang, membawa suasana romantis luar biasa malam itu.
Sebuah dermaga sederhana yang terbuat dari kayu Ulin, menjulang ketengah danau sejauh sepuluh meter, tempat perahu perahu penduduk ditambatkan.
Anastasya keluar dari dalam kemah mereka, membawa sebuah gitar.
"Sayang!, suasana nya sangat romantis, kita pacaran di dermaga kecil itu yok!" ajak Anastasya sambil menarik tangan Ridho.
Badil hanya tersenyum melihat keromantisan kedua majikan nya itu. Dia sudah sangat terbiasa dengan pertunjukan seperti itu. Sedari awal dia ikut Ridho bekerja di perkebunan nya, dia tidak pernah sekalipun mendapati kedua nya berselisih paham, apalagi cekcok. Bahkan semakin lama, sepasang suami istri ini semakin mesra saja, lengket seperti perangko.
bahkan saat mengontrol perkebunan nya, tidak jarang Anastasya ikut serta, bergelayut manja ditangan Ridho , bahkan ada kala nya Ridho yang bermanja manja pada Anastasya.
Seluruh karyawan perkebunan itu tidak heran lagi, mereka tahu jika majikan mereka ini pacaran setelah menikah.
Bahkan banyak anak buah nya yang mengidolakan kan kedua nya, jadi panutan dalam membina rumah tangga.
Anastasya mengajak Ridho duduk di ujung dermaga kecil itu, menatap riak air danau yang laksana ribuan berlian berhamburan tertimpa cahaya bulan purnama.
"Mainkan gitar untuk ku sayang, aku ingin bernyanyi untuk mu!" terdengar suara Anastasya lembut sambil menyerahkan gitar itu.
"Lagi apa?" tanya nya.
"Lagi lawas, namun mengena dengan suasana nya malam ini sayang, senandung doa" jawab Anastasya seraya merebahkan tubuh nya di lantai dermaga yang cukup bersih itu, seraya berbantalkan paha sang suami.
Ridho mulai memainkan gitar nya, sementara Anastasya mulai bernyanyi.
Peluklah diriku, agar tak jauh dari mu, biarkan lah ku tidur, diatas pangkuan mu, sebelum terlena, senandung kanlah doa, ukirlah nama ku, di relung hati mu.
Lihatlah mentari, perlahan akan tenggelam, biasanya kan datang, rembulan di waktu malam, angin bertiup, menempuh dedaunan, nampak nya menari, riang ditemani rembulan.
Tuhan lihatlah kami. Yang tiada lelah berdoa. Dibalik tirai yang sunyi, menanti hangat nya diri. Dibawah sinar rembulan nampak terang meniti, tatapan mu teduh, riang di temani rembulan. Riang ditemani rembulan.
Suara Anastasya sangat indah, seakan dia benar benar menghayati lagu lawas itu. Tanpa sadar, bulir air mata mengalir di pipi putih mulus nya.
"Sayang! Waktu begitu cepat berlalu, seandainya nya bisa memilih, Tasya ingin selama nya berada disamping Ridho, setiap sholat, Tasya selalu berdoa, semoga kelak di satukan kembali oleh Allah, kalaupun Tasya sudah tiada, yakinlah sayang, cinta Tasya hanya Ido, dunia kita boleh terpisah, tetapi cinta kita selama nya akan menyatu!" ucap Anastasya lirih. Entah mengapa, air mata nya tak bisa dia bendung lagi.
Ridho menggenggam jemari Anastasya erat, air mata nya tiba tiba mengalir tak tertahan kan lagi.
"Jangan katakan itu lagi sayang!, kau tahu jika Ido belum bisa berpisah dari Tasya, kita masih memiliki banyak waktu kan sayang?, kita akan menua bersama, menimang cucu cucu kita, iya kan sayang?" ucap Ridho lirih seraya mengangkat tubuh Anastasya, lalu merangkul nya erat.
"Jangan menangis lelaki ku, kesayangan ku, Tasya hanya berandai andai saja, kita mahluk Allah yang tenggelam dalam lautan takdirnya, kita harus siap menerima semua kehendak dan ketentuan nya, Tasya bahagia sudah bertemu dan disatukan Allah dengan Ido, meskipun dalam waktu yang teramat singkat, kehadiran Ridho sangat bermakna di dalam kehidupan Tasya, terimakasih ya Allah, kau pertemukan aku dengan nya, dan kau satu kan pula aku dengan nya dalam bahtera rumah tangga, aku bersaksi, dia suami terbaik, anugrah terindah mu, bila kelak kami kau pisahkan juga, satukan kembali kami di alam keabadian kelak ya Robby, ku pasrah kan hidup dan mati ku kepada kekuasaan mu ya Allah, jaga suami ku, seperti dia menjaga ku selama ini, bimbing pula putra putri ku kejalan yang engkau ridhai" Isak Anastasya lirih.
Ridho kian mempererat pelukan nya pada tubuh Anastasya, entah mengapa, untuk kesekian kali nya, hati nya dihantui oleh rasa ketakutan yang hebat, takut saat perpisahan itu datang juga.
Kita semua diciptakan Allah dari ketiadaan, dan kelak akan kembali pada ketiadaan pula.
"Ya Allah!, jangan renggut dia dari hamba, biar hamba saja yang terlebih dahulu kau ambil ya Allah, hamba tidak mungkin bisa hidup tanpa dia" bisik Ridho seraya menengadahkan wajah nya ke langit.
Anastasya mencium kedua pipi suami nya itu, seraya menyandarkan tubuh nya di dada pemuda itu.
Purnama seolah tersenyum menatap dua insan yang tenggelam dalam indah nya nuansa cinta kasih itu.
"Lihatlah bulan itu sayang!, ketahuilah, setiap dia purnama, itulah senyum mamah untuk papah, selama bulan itu masih akan purnama, selama itu pula mamah akan tersenyum untuk papah, meskipun dia akan kelam, yakinlah esok pasti purnama lagi!" ucap Anastasya menyandarkan tubuh nya di dada Ridho.
Anastasya yang sedari tadi menggenggam handphone nya, segera memutar kembali rekaman lagu senandung doa yang tadi dia nyanyikan itu.
Rupanya wanita jelita ini sempat merekam sendiri suara nya sewaktu tadi dia bernyanyi.
Anastasya mengirimkan lagi itu ke handphone Ridho lewat Bluetooth.
"Jangan dihapus ya sayang, bila papah kangen mamah, papah putar lagu itu, itulah kata hati mamah untuk papah, Firdaus, Hafizah, dan Syafiq adalah bukti cinta kasih mamah pada papah, jaga mereka baik baik, karena mereka buah kasih sayang kita berdua ya sayang" ucap Anastasya lagi.
Anastasya kembali merebahkan tubuh nya di lantai dermaga kecil itu berbantalkan paha Ridho.
Langit malam ini begitu bersih, tidak ada awan sedikit pun juga. Bahkan bintang gemintang berhamburan menghiasi cakrawala, menemani bulan bercumbu dengan malam hingga pagi datang.
Di dalam kemah, nampak Syafiq mengintip keluar lewat pintu kemah.
"Ah!, papah dan mamah sedang asik berduaan kak, kira kira seberapa besar sih cinta mereka berdua?" tanya Syafiq pada Hafizah kakak kembar nya itu.
"Mana kakak bisa mengukur nya de, yang jelas papah sangat mencintai mamah, dan mamah juga sangat mencintai papah, kita beruntung memiliki orang tua yang saling mencintai dengan begitu besar nya, banyak orang tua lain yang setiap hari bertengkar melulu, tidak perduli di depan anak anak nya" jawab Hafizah.
"Orang tua kalian contoh manusia yang saling menyayangi dengan tulus, kalian harus bangga dengan itu, orang orang banyak yang meneladani mereka berdua, saling memberi, saling menerima, saling melengkapi kekurangan masing masing" ujar Badil ikut bicara.
"Mamang begitu mengenal papah rupa nya" ujar Syafiq menatap kearah Badil.
Pemuda itu mengangguk, "ya, dia teman Mansyah kakak nya mamang, mamang mengenal papah kalian semenjak almarhum kakek kalian masih hidup" jawab Badil.
Semilir angin pegunungan bertiup menuju lembah, membawa hawa dingin di sekitar danau.
Anastasya duduk dengan melipat kedua lutut nya ke atas, lalu kedua tangan nya merangkul kedua kaki nya, untuk mengurangi rasa dingin.
"Apakah tidak sebaik nya kita masuk kemah saja sayang?" tanya Ridho yang melihat sang istri mulai kedinginan.
"Apakah papah bosan bersama mamah di sini?" Anastasya balik bertanya sambil menatap bola mata pemuda itu.
Buru buru Ridho duduk di belakang Anastasya, kedua paha nya merangkul tubuh wanita jelita itu.
"Tidak sayang!, papah tidak pernah bosan bersama mamah, papah kasihan melihat mamah kedinginan" jawab Ridho seraya melepaskan jaket nya, mengenakan di tubuh Anastasya, lalu merangkul tubuh wanita jelita itu dari belakang.
"Tasya ingin menghabiskan malam ini berduaan, hingga rembulan itu menghilang di telan cahaya pagi, siapa tahu dia ni saat saat terakhir kita sayang" bisik lirih Anastasya menyandarkan kepala nya di pundak sang suami.
"Maafkan mamah bila selama hidup menjadi istri papah, masih kurang maksimal melayani papah, mamah minta ke maafan dari papah" ucap nya lagi.
Ridho menempelkan pipi nya di pipi Anastasya, "tidak sayang, kau sudah sangat maksimal melayani papah, kau mata hari nya papah, seandainya nya adapun kesalahan mu, sudah papah maafkan, papah Ridha Anastasya sebagai istri papah, papah mohon, jangan ucapkan kata perpisahan lagi, papah tidak sanggup mendengar nya, kita masih akan bersama sama kan sayang, kita akan menua bersama sama" ucap Ridho seraya memeluk tubuh Anastasya lebih erat lagi.
"Lihatlah bintang yang paling terang itu sayang" ucap Anastasya sambil menunjuk ke langit, "mungkin kalau mamah sudah tiada, mamah akan menjadi bintang itu, agar bisa menemani papah setiap malam, menatap papah dalam diam, memeluk papah dalam kerinduan yang panjang, saat mamah dibangkitkan lagi, yang mamah cari pertama kali adalah papah, makanya pusara kita kelak jangan berjauhan, agar mamah mudah menemukan papah sayang" beberapa bulir air mata kembali mengalir di pipi indah nya.
Entah mengapa, malam ini sangat terasa aura Kesenduan diantara mereka berdua.
Berkali kali Ridho mencium pipi sang istri, air mata nya turut tumpah keluar, menyatu dengan air mata Anastasya.
"Ya Robby, hamba mohon jangan renggut dia dari sisi hamba, hamba tidak mampu hidup tanpa dia, beri kami waktu bersama sama ya Robby!" doa Ridho seraya menatap ke angkasa malam.
Angin semilir masih bertiup membelai kedua nya, namun Anastasya masih enggan beranjak dari tempat itu, ingin menghabiskan malam bersama pria yang mengisi penuh relung hati nya itu.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!