Ridho orang tua terletak pada ayah dan ibu. Ciumlah punggung tangan mereka untuk meminta Ridho dunia. Lalu ciumlah bagian dalam tangan mereka untuk meminta ridho akhirat.
✨Selamat Membaca✨
"Oh, ya ampun! Hampir kesiangan!" pekik seorang gadis yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Tak butuh waktu lama bagi gadis tersebut untuk bersolek di depan cermin. Riasan yang natural pun sudah cukup untuk dirinya. Gadis tersebut langsung bergegas membereskan barang-barang yang akan dibawa olehnya. Ia melangkah keluar kamar dan menuruni anak tangga dengan perlahan. Tujuannya kali ini adalah pergi menuju dapur, tempat ibunya berada sekarang.
"Bu, May berangkat ke kantor dulu," pamit sang gadis seraya mencium punggung tangan ibunya.
"Hati-hati sayang. Jangan ngebut bawa mobilnya ya? Selalu utamkan keselamatan. Kamu anak ibu satu-satunya," ucap sang ibu sembari mengelus pipi anaknya.
"May tahu bu. May akan hati-hati nanti." Gadis itu balas mengelus tangan ibunya yang masih menepel di pipinya.
Merasa dirinya akan terlambat, gadis yang memanggil dirinya 'May' tadi menoleh kesana kemari, mencari seseorang.
"Ayah pergi olahraga..." ujar sang Ibu seolah tahu siapa yang dicari oleh anaknya itu.
May ber'oh ria seraya dibarengi dengan mengangguk pelan.
"Kalau begitu May berangkat bu, Assalamualaikum!" ucap si gadis yang kemudian menciup kembali tangan sang ibu yang kini ditambahi dengan ciuman di pipi juga.
"Hati-hati di jalan Nak!"
***
Maylea, 'sekuat bunga yang tertiup angin', itulah arti dari nama yang disandangnya. Kedua orang tuanya berharap, dengan memberikan nama tersebut, Maylea akan menjadi gadis yang kuat untuk menghadapi segalanya.
Gadis yang penuh kasih, penuh hormat, baik hati, tidak sombong, rajin menabung, imut, dan juga anggun. Ya, itulah Maylea. Tidak ada yang dapat menyaingi keanggunan gadis yang satu ini.
Tidak hanya keanggunan yang dimiliki oleh gadis ini, kalian akan mengenalnya lebih dari 'anggun' ketika sudah mengenalnya lebih jauh.
🍃🥀🍃🥀
Di Kantor
Tok tok tok
"Masuk~" ujar Maylea mempersilakan sang pengetuk pintu.
Seorang gadis dengan rambut panjang muncul dari balik pintu. Wajahnya yang imut terkesan seolah masih menyandang status 'anak sekolah'. Padahal nyatanya, usianya tak berbeda jauh dengan Maylea.
"Permisi bu, ada berkas yang membutuhkan tanda tangan ibu segera," ujar Feyra dengan hati-hati.
"Semendesak itukah?" Maylea mengalihkan pandangan ke arah sekretarisnya berada.
"Iya bu, berkas untuk meeting sore ini dengan klien kita ternyata belum sempat ibu tanda tangani," jelas Feyra dengan hati-hati.
"Astaga!" Maylea memukul keningnya dengan pulpen yang sedang dipegangnya.
"Saya hampir lupa dengan itu," selorohnya sambil tertawa kecil.
"Baiklah! Saya akan menandatanganinya setelah mengeceknya ulang," ujar Maylea sembari memberikan isyarat dengan mengetuk bagian meja yang kosong.
Tanpa banyak bicara, Feyra mengikuti apa yang diperintahkan atasannya itu. Ia menaruh berkas yang di bawanya di atas meja milik sang bos.
Maylea kembali sibuk membolak-balikkan kertas yang masih berada di salah satu tangannya. Saat menaruh berkas ke tempat yang diperintahkan oleh Maylea, punggung tangan Feyra tak sengaja bersentuhan dengan punggung tangan Maylea. Menyadari apa yang terjadi, Feyra dengan sigap langsung menarik kembali tangannya. Perasaan cemas tiba-tiba saja datang menyelimuti dirinya.
"Sekretaris Fey~"
Deg!
Panggilan dengan nada penuh penekanan. Mendengar namanya disebut seperti itu cukup membuat Feyra langsung sedikit membungkukkan tubuhnya.
'Astaga...Bahaya bahaya bahaya!' batin Feyra gusar.
Keringat dingin perlahan mulai bermunculan di dahi Feyra. Entah apa yang ditakutkannya saat ini.
"Ma–maaf bu, saya tak sengaja!" ucap Feyra gugup.
Feyra memainkan jari jemarinya, kepalanya masih pada posisi menatap sepasang sepatu yang dikenakannya. Ia hanya bisa harap-harap cemas jika Maylea tidak akan mempermasalahkan kejadian tadi.
Maylea mengernyitkan keningnya, heran. Lea mengalihkan pandangannya pada Feyra saat mendengar permintaan maaf meluncur dari bibir gadis itu. Ada apa dengan sekretarisnya itu? Tiba-tiba minta maaf dan bersikap seperti orang yang ketahuan melakukan dosa besar saja.
Ah! Maylea baru menyadarinya, jika mereka berdua tadi telah bersentuhan secara tak sengaja. Mungkinkah ini penyebab Feyra bersikap demikian?
Pasalnya Maylea kerap kali mendengar desas-desus tentang dirinya dari para karyawan. Mereka mengatakan bahwa atasan mereka (Maylea) tak pernah mau bersentuhan (melakukan kontak fisik) dengan siapa pun. Jika tidak sengaja bersentuhan, segeralah minta maaf, atau tamatlah riwayatmu! Kira-kira seperti itulah yang didengarnya. Bukankah itu berlebihan?
'Sepertinya sekretaris Fey sudah salah paham,' batin Maylea. Ia menghela napas berat saat mengingat desas-desus tersebut. Entah siapa pencipta dari desas desus tak berdasar itu.
Maylea menatap Feyra cukup lama. Feyra sendiri masih menundukkan kepalanya. Bola matanya kadang bergerak kesana kemari. Sesekali ia juga mengigit kecil bibir bawahnya.
"Hey, apakah kau melakukan kesalahan sekretaris Fey??" tanya Maylea dengan senyum jahil terlukis di wajahnya.
"Sa–saya..."
Feyra bingung harus bagaimana menjawab pertanyaan atasannya itu. Ia takut salah ucap, dan malah memperparah keadaan. Akhirnya, ia malah berakhir memilin-milin ujung bajunya.
"Posisi siap, sekretaris Fey!" perintah Maylea tiba-tiba.
Entah kenapa, mendengar hal tersebut langsung membuat Feyra menegapkan tubuhnya. Kepalanya masih menunduk seperti sebelumnya. Itu terlihat kaku, kalau tidak percaya coba praktikkan sendiri.
"Hey hey hey! Sejak kapan posisi siap, badan tegap, tapi kepala masih menunduk?" cibir Maylea.
"Apa kau tak pernah ikut pramuka sekretaris Fey? Ataukah ada sesuatu di wajahku? Sampai kau tak mau melihat ke arahku?" sindir Maylea terang-terangan.
Jelas-jelas Feyra tak akan mendapatkan apa-apa jika memandang lantai. Namun dia malah dengan senang hati memandanginya.
"Ti–tidak bu," jawab Feyra cepat tapi sedikit tergagap.
"Tidak apa? Hmm?" goda Maylea.
"I–itu..."
"Posisi siap!" kini Maylea mengulangi perintahnya, lebih tegas.
Feyra pun menegakkan kepalanya dan mencoba menatap Maylea dengan ragu-ragu. Saat tatapannya tertuju tepat pada wajah atasannya itu, Feyra terkejut. Bukan wajah kesal yang ia jumpai, ternyata Maylea malah tersenyum. Ini jelas tak sesuai dengan ekspetasi yang dibayangkan olehnya.
'Ooohhh! Bidadari yang turun dari surga!' batin Feyra dalam hati.
"Sekretaris Fey, saya ingin memberikan nasihat untukmu," ucapan Maylea pelan.
Deg!
'A–apa ini? Mu–mungkinkah perihal kontak fisik yang tak sengaja tadi? Oh Tuhan!!! Tamatlah riwayatku... Apakah senyuman itu hanya sebagai pengalihan? Dan, dan sekarang beliau akan memberikanku hukuman?'
Feyra mulai cemas kembali. Tak terasa, bulir-bulir keringat dingin mulai menyeruak keluar dari pori kulitnya yang putih mulus itu. Tangannya yang memang sudah mengepal secara tidak sadar bertambah lebih erat.
'Sekretaris Fey sepertinya salah paham lagi,' batin Maylea gemas saat melihat perilaku Feyra.
Maylea menghela napas berat. Ia berjalan ke arah Feyra dan berhenti tepat di belakang gadis itu.
"Sekretaris Fey, pakailah pakaian yang berwarna manis nanti malam, saya yakin dia akan menyukainya," bisik Maylea tepat di telinga Feyra.
Setelah mengatakan apa yang ingin dikatakan, Maylea kembali duduk di kursi kebesarannya. Sedangkan Feyra, ia merasa tidak menduga akan mendengar perkataan seperti itu dari Maylea. Feyra mengira dirinya akan mendapatkan omelan yang panjang dan tak mengenakkan, tapi nyatanya tidak.
Memang! Selama ini Feyra tak pernah melihat Maylea itu mempermasalahkan masalah karyawan yang secara tak sengaja melakukan kontak fisik dengannya. Hanya saja, acapkali atasannya sering mengingatkan agar tak melakukan kontak fisik dengannya, bagaimanapun.
"Baiklah, jika tak ada keperluan lagi kau boleh keluar. Aku akan menyelesaikan berkas-berkas ini," ucap Maylea yang kembali serius dengan berkasnya.
Feyra terkesiap, rupanya Feyra tadi sempat melamun sejenak. Mungkin saja Feyra tengah mencerna kejadian yang baru saja dialaminya itu.
"K—kalau begitu saya permisi bu."
Feyra berlalu pergi meninggalkan ruangan Maylea. Begitupun kegelisahannya yang ikut berlalu itu. Namun, kini Feyra malah dibingungkan dengan apa yang diucapkan oleh Maylea.
"Pakaian berwarna manis? Apa maksud Bu Maylea ya??" gumam Feyra bingung. Tanpa disadari, Feyra sudah menaruh jari telunjuk dan ibu jarinya ke dagu.
***
Ding...
Ding...
Ding...
"Sudah waktunya makan siang(?)" ujar Maylea sembari melirik jam kuno yang berada di sudut ruangannya.
Maylea merapihkan berkas yang sudah ditandatanganinya terlebih dahulu sebelum keluar. Saat di depan pintu ruangannya, Maylea sengaja melirik ke tempat sekretarisnya itu. Rupanya ia masih terpaku menatap layar komputer yang ada di depannya.
"Ekheemm!"
Feyra langsung berdiri begitu sadar mendengar suara dekheman.
"Iya bu, apa ibu butuh sesuatu?" tanya Feyra spontan.
"Tidak!" Maylea mengibas-ngibaskan tangannya.
"Ini sudah jam makan siang, istirahatlah," lanjut Maylea sembari melirik jam dinding.
"Ah, iya... baik bu!" Feyra sedikit menundukkan kepalanya.
Maylea melenggang pergi meninggalkan Feyra yang masih menunduk. Ia berjalan melewati koridor menuju lift umum.
"Huufftt...Aku sempat terkejut!" ujar Feyra lega setelah melihat sosok Maylea sudah tak nampak di mata.
*
*
*
✨Bersambung✨
Jangan lupa untuk dukung author terus ya 🤗
Terima kasih 🤗🤗
✨Selamat Membaca✨
Lea keluar dari ruangannya. Ia berniat untuk pergi makan siang di luar karena lupa membawa bekal dari rumah. Atau lebih tepatnya, ibunya yang lupa memberikan bekal untuk Lea.
Lea menutup pintu ruangannya dengan pelan. Ia sengaja menoleh ke tempat sekretaris Fey. Tak disangka, rupanya sekretaris Fey masih berada di tempatnya.
"Ekhem!"
Sekretaris Fey yang memdengar deheman tersebut langsung bangkit dari duduknya.
"Apa ibu perlu sesuatu?" tanya sekretaris Fey menawarkan jasanya.
"Tidak!" Lea mengibas-ngibaskan tangannya.
"Ini sudah jam makan siang, istirahatlah!" Lea melirik jam dinding yang terletak di dekat tempat sekretaris Fey.
"Aku akan makan di luar," lanjut Lea sambil berlalu pergi.
"Baik bu, terima kasih."
***
Lea menggunakan lift pribadinya untuk turunnke lantai dasar. Ya, ini lift khusus untuknya seorang. Bukankah wajar? Tentu saja hal itu wajar. Apalagi ini demi kepentingan Lea sendiri. Seperti apa yang pernah dikatakan sekretaris Fey, Lea tak ingin terlalu banyak bersentuhan dengan orang lain. Itu akan sangat merepotkan baginya nanti.
Ting...
Pintu lift pun terbuka, Lea bergegas keluar dari lift dan menuju pintu keluar kantor. Para karyawan yang tengah berlalu lalang, menyempatkan diri untuk menyapa atasannya saat melihat Lea lewat. Lea hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi sapaan mereka. Bukan sombong, tapi ia cukup lelah.
"Uuuhhh!! Aku ingin bersenang-senang sekali-kali..." batin Lea dalam hati.
🍃🥀🍃🥀
Di Warung Makan
"Bi, saya pesan seperti biasa ya," ucap Lea sopan pada wanita separuh baya itu.
Ya, dia adalah pemilik rumah makan kecil dekat kantornya, namanya bi Narsih.
"Siap neng!" jawab bi Narsih sambil menuju dapur.
"Hmmm...cukup ramai juga siang ini..." gumam Lea. Matanya mengitari seluruh sudut warung yang bisa ia jangkau dengan matanya.
Setelah beberapa saat, bi Narsih pun kembali dari dapur dengan membawa nampan berisi makanan yang dipesan Lea.
"Terima kasih, Bi." ucap Lea dengan senyum.
"Sama-sama neng" balas Bi Narsih, kemudian meletakkan makanan tersebut ke atas meja.
Tak perlu waktu lama bagi Lea untuk menghabiskan makanan favoritnya itu. Setelah membayar makanannya, Lea pun kembali ke kantor. Ia tak mau menunggu lama, karena pasti para karyawannya juga akan segera selesai beristirahat.
Di depan ruangannya, Lea melihat Fey masih asik berkutat dengan komputernya.
"Apa dia belum beranjak sejengkal pun? Sungguh gila kerja." Lea hanya bisa menggelengkan kepala.
Lea menghampiri sekretarisnya yang masih fokus itu. Rupanya Fey membawa bekal makan siang. Itulah sebabnya dia masih tetap menghadap layar komputernya.
"Sekretaris Fey, selesaikan makanmu terlebih dahulu, ini masih jam istirahat." jelas Lea.
Lea tiba-tiba tersenyum, mengingat apa yang dilihat dalam benaknya beberapa saat lalu. Nampak jelas, bahwa senyuman itu penuh dengan arti tersembunyi.
"Jangan lupa, nanti malam pakailah pakaian bewarna manis. Semanis senyummu(?)" goda Lea kemudian.
"Uhuk...uhuk..." sekretaris Fey tersedak mendengar godaan dari Lea. Ia segera meraih air yang berada di hadapannya.
"Astaga...ternyata Bu Lea bisa menggoda juga!" batin sekretaris Fey yang masih terkejut.
"Baik, bu." angguk sekretaris Fey.
Lea berlalu memasuki ruangannya sambil terkekeh dalam hati.
"Sungguh menyenangkan menggoda gadis polos!" ujar Lea disela-sela tawanya.
Pekerjaanya pun dimulai kembali, dari berkas A, B, C sampai berkas H, tak ada berkas yang luput dari pemeriksaan Lea hari itu.
🍃🥀🍃🥀
Meeting-pun berjalan dengan lancar, kerja sama antar-dua perusahaan akhirnya bisa terjalin. Ya, ini berkat kemauan dan usaha.
Sekembalinya dari mengantarkan klien, sekretaris Fey terkejut karena mendapati Lea sedang duduk di kursi miliknya.
"Sekretaris Fey, ini sudah waktunya pulang. Segeralah pulang, kau tak perlu menungguku pulang," jelas Lea.
Setelah berkata seperti itu, Lea pun beranjak pergi dan masuk kembali ke ruangannya.
Sekretaris Fey seharian dibuat bingung dengan prilaku Lea. Selama sekretaris Fey bekerja untuk Lea, dia tak pernah melihat perilaku Lea yang seperti ini. Tapi sekarang? sungguh aneh! Tak mau ambil pusing lagi, sekretaris Fey pun bersiap untuk pulang. Saat dia hendak memasukkan gawainya ke dalam tas...
Tuiiiiing....
Tuiiiiing....
Ada pesan masuk! Sekretaris Fey pun secepat kilat membuka pesan tersebut.
...❣️Fey, ****aku pulang~ Mari bertemu malam ini****❣️...
*Kekasihmu*
Sekretaris Fey tersenyum, ia tak meyangka akan mendapat pesan seperti itu lagi. Sekretaris Fey pun bergegas melangkahkan kakinya menuju lift untuk pulang. Ia tak sabar agar malam cepat datang.
🍃🥀🍃🥀
"Waaahhh...Harus pakai baju apa ya?!!" jerit Fey kebingungan.
Pakaian bertebaran memenuhi ranjangnya. Inikah kebiasaan perempuan? Tidak! Ini hanya akan dilakukan oleh orang yang memiliki banyak pakaian.
Fey dibuat bingung dengan pakaian-pakaiannya itu. Ada terlalu banyak pakaian yang ingin ia kenakan di hadapan kekasihnya. Sampai Fey ingat ucapan Lea tadi siang 'Pakailah pakaian berwarna manis'.
"Oh benar...!!! Bu Lea menyarankanku memakai pakaian berwarna manis." cletuk Fey sembari menghambur-hamburkan kembali pakaiannya. Ia mencari pakaian yang sekiranya memiliki manis ketika dipandang.
"Ah! Ketemu!!" ucap Fey dengan girang.
Fey pun bergegas melangkah ke ruang ganti untuk berganti pakaian, kemudian melihat dirinya di cermin.
"Benar, warna ini sungguh manis..." ucap Fey sumringah.
Setelah selesai sedikit merias diri, Fey bergegas menuju cafe yang ditujukan untuk perjumpaannya. Rasa berdebar selalu menemani sepanjang perjalanannya. Tepat di depan cafe, Fey menarik napasnya perlahan, kemudian menghembuskannya secara perlahan pula.
"Huuhhhhh...."
Begitu memasuki cafe, Fey langsung menuju meja ujung, dimana sang pengirim sms menunggu kedatangannya. Fey melihat sosok yang sangat dikenalinya, rupanya ia sudah menunggu di sana.
"Ekhem," Fey berdehem pelan.
"Ah, kau sudah datang Fey~" sahut sang pemuda berambut pirang. Ia melihat Fey penuh dengan keterpesonaan. Ia pun bangkit dari duduknya dan menarikkan kursi untuk Fey duduk.
"I–ya, maaf jika membuatmu menunggu lama Will~" balas Fey sedikit gugup.
"Tidak, aku juga baru datang. Menunggu gadis semanis dirimu bukanlah hal yang sulit bagiku. Bahkan menunggu sampai berabad-abad pun aku bersedia..." ucap Willy dengan semangat.
"Berhentilah menggodaku Will~" Fey tersipu mendengar kata-kata Willy. Fey mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.
Willy tersenyum melihat rona merah yang muncul di pipi putih Fey. Itu terlihat menggemaskan di pipi gembulnya.
"Fey, penampilanmu hari ini begitu manis~, tapi tak bisa mengalahkan manis senyummu." puji Willy sembari meraih wajah Fey dan mengarahkan pada wajahnya. Willy perlahan mengecup kening Fey penuh kasih.
Fey hanya memejamkan matanya. Ia tak sanggup berkata-kata lagi. Apalagi melihat wajah Willy yang jelas-jelas sangat dekat dengannya itu. Kali ini wajah Fey benar-benar sudah penuh dengan warna merah, seperti cerry. Sungguh manis...
"Mungkin dia yang dimaksud Bu Maylea adalah Willy. Terima kasih bu Maylea atas saran Anda," ucap Fey penuh syukur dalam hati.
*
*
*
✨*Bersambung**✨*
...Terima kasih yang sudah berkenan mampir 🤗🤗...
...Jangan lupa untuk memberi Like 👍🏻...
...Beri ⭐⭐⭐⭐⭐ dan vote-nya juga yah 😉...
...(Jika ada rezeki)...
...Biar author tambah semangat nulisnya......
...Terima kasih 🙏🏻...
...Terima kasih yang sudah berkenan mampir 🤗🤗...
...Jangan lupa untuk tekan ikon like, isi rate dan vote-nya juga yah 😉...
Biar author tambah semangat nulisnya...
✨Selamat Membaca✨
Lea mengaitkan anting kesukaannya di telinganya. Ia mematut dirinya cukup lama di depan cermin.
"Hmmm 🤔 Oke, sudah cukup sepertinya."
Lea beranjak dari kursi riasnya. Ia meraih tasnya yang berada di atas sofa.
"Aku sudah tidak sabar ingin melihat ekspresi Fey pagi ini. Seharusnya hatinya sedang berbunga-bunga bukan???" Lea bermonolog dengan dirinya sendiri, padahal ini masih sangatlah pagi.
Sebelum berangkat ke kantor, Lea selalu menyempatkan untuk mencium tangan Ayah dan Ibunya. Lea pikir itulah salah satu cara ia bisa mencapai jalan sesukses ini.
Lea melajukan mobilnya menuju kantor dengan kecepatan rendah. Mengingat jarak rumah dengan kantor tidaklah terlalu jauh, sehingga Lea bisa sedikit santai dalam berkendara.
Di basement parkir, Lea memarkirkan mobilnya di tempat khusus. Itu adalah tempat terdekat dengan lift dimana Lea bisa langsung menuju ke ruangannya. Saat berjalan menuju lift, tak disangka, tak diduga, dan tak disengaja Lea bersenggolan dengan seseorang.
"Ah, maaf!" ujar sang laki-laki yang bersenggolan dengan Lea. Laki-laki tersebut dengan refleks menundukkan kepalanya.
"Iya, tak apa, permisi..." ujar Lea berlalu meninggalkan laki-laki tersebut.
Setelah beberapa langkah, Lea pun menghentikan langkahnya. Ia baru sadar dengan apa yang diucapkannya barusan.
"Eh, seharusnya aku yang minta maaf kan??! Kan aku yang menyenggolnya?! Tapi tunggu dulu..."
Lea membalikkan tubuhnya, mencari sosok laki-laki yang tadi tak sengaja disenggolnya. Raib, hilang tanpa jejak.
"Aneh! Masa depan laki-laki itu tak dapat aku lihat. Padahal tadi jelas-jelas kulit kami bersentuhan. Hmmm, aku harus memastikannya lagi," ujar Lea yang kemudian melanjutkan langkahnya menuju lift.
Sepanjang jalan kenangan...eh bukan! Selama berada di dalam lift, Lea terus memikirkan laki-laki tersebut. Jatuh cinta pandangan pertama? Bukan! Ada hal yang membuat Lea lebih tertarik dari itu.
Ting...
Sesampainya di depan ruangan, Lea melihat sekretaris kebanggaannya sudah stand by di tempatnya.
"Selamat pagi bu." sapa sekretaris Fey yang menyadari kedatangan Lea.
"Pagi sekretaris Fey..." balas Lea dengan senyuman hangat.
Lea mendorong pintu ruangannya dan langsung menuju kursi kebesarannya. Ia tak ingin langsung mengerjakan tugasnya dulu. Lea memilih untuk bermain-main sejenak di atas kursinya untuk waktu yang ditentukan.
Tok tok tok
"Iya, masuk."
Lea menghentikan permainan dokter-nya (dodok muter) itu. Ia merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan akibat permainannya tadi.
"Permisi bu, ada yang lupa saya sampaikan. Sebelum ibu datang, Pak Adhi datang kemari. Beliau meminta maaf karena tidak bisa menghadiri meeting siang nanti secara pribadi. Jadi, asisten beserta sekretarisnya yang akan mewakilinya." jelas sekretaris Fey dengan panjang tapi tak pakai lebar dan tinggi.
"Pak Adhi??" Lea berpikir sejenak mengingat sang empunya nama.
"Aaahhh! Pak Adhi dari grup Zeefral itu?" tanya Lea memastikan.
"Betul, bu!" jawab sekretaris Fey.
"Baiklah~ Terima kasih sekretaris Fey."
"Kalau begitu, saya undur diri." sekretaris Fey pun meninggalkan ruangan Lea dan kembali ke kursinya.
"Ternyata ada juga atasan yang seperti dia. Meminta maaf secara langsung dengan datang ke kantor? Sungguh menarik. Aku jadi penasaran!" gumam Lea dalam hati.
Sepanjang waktu menuju makan siang, Lea terus disibukkan dengan berkas dan dokumen yang harus ditandatangani. Merasa otaknya akan meledak, akhirnya Lea meninggalkan tumpukan dokumen yang masih menggunung di mejanya itu. Ia berjalan, keluar dari ruangan.
"Sekretaris Fey, saya ingin ke cafe seberang sebentar. Jika ada yang mencari saya, minta untuk menunggu saja," ujar Lea.
Sekretaris Fey mengiyakan perkataan bosnya. Kemudian ia melanjutkan kesibukannya lagi.
🍃🥀🍃🥀
Di seberang jalan, Lea samar-samar melihat seseorang yang dilihatnya tadi pagi di parkiran kantornya. Ia pun menyipitkan matanya guna mempertajam penglihatannya.
Ternyata benar, itu adalah sosok yang tadi pagi ia senggol. Salah satu sudut bibir Lea terangkat. Lea memiliki rencana untuk menyenggol kembali laki-laki tersebut, kali ini dengan sengaja. Lea ingin memastikan, bahwa apa yang dialaminya tadi pagi itu benar atau tidak.
Lampu lalu lintas sudah berganti warna. Para penyebrang jalan pun mulai berhamburan memenuhi zebra cross. Lea sengaja berjalan menuju laki-laki pagi tadi. Saat tangan Lea sengaja menyentuh tangan laki-laki tersebut, bayangan abstrak pun muncul di pikiran Lea.
"Uuhhhh!"
Lea menahan rasa pusing yang didapatnya akibat sentuhan tadi. Kali ini pun sama, Lea tak melihat bayang-bayang masa depan laki-laki tersebut.
"Benar-benar tak dapat diprediksi!" ujar Lea sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menatap ke arah laki-laki tadi kemudian tersenyum.
Lea melanjutkan langkahnya lagi untuk menuju ke cafe langganannnya.
Brugh!
Seseorang sepertinya terjatuh, entah siapa.
Lea langsung mengalihkan pandangannya ke arah suara tersebut.
"Astaga!!" pekik Lea agak kencang.
Lea melihat sebuah kendaraan roda dua meninggalkan tempat kejadian. Seseorang terbaring di atas zebra cross yang sudah sepi pelalu lalang. Lea langsung berlari menghampiri orang tersebut.
"Ah, laki-laki tadi!" ujar Lea saat mengenali orang yang tergeletak tersebut.
"Tolong...Tolong~" jerit Lea mencari pertolongan di sekitar lokasi.
Lea mencoba untuk memapah laki-laki tersebut, tapi cukup sulit untuk tubuh kecil seukuran Lea. Beberapa orang yang menghampiri pun bergegas membantu Lea untuk mengangkat korban. Lea menunjuk sebuah kursi depan toko, meminta mereka untuk membaringkan laki-laki tersebut di sana.
Lea memindahkan kepala laki-laki tersebut ke pangkuannya untuk berjaga-jaga, barangkali ada luka di kepala. Sembari menunggu mobil ambulan datang, Lea mulai memijit-mijit sela jari telunjuk dan ibu jari laki-laki tersebut. Berharap ia lekas siuman.
Beberapa orang masih berkerumun. Mereka berbisik-bisik tentang kejadian tadi. Rupanya mereka membicarakan perihal sepeda motor tetap lewat saat lampu lintas menunjukkan warna merah. Untung saja seseorang berhasil melapor ke kantor polisi tentang kejadian tersebut.
"Mmmm..."
Laki-laki tersebut mulai siuman. Ia memegangi kepalanya, mungkin ia merasa sakit.
"Ah, kamu sudah siuman?? Apakah ada yang dirasa tidak nyaman?" tanya Lea pada laki-laki tersebut.
Laki-laki tersebut hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya pelan.
"Syukurlah~" Lea mengehal napas lega.
Tak berselang lama, sebuah mobil ambulance pun datang. Para petugas memindahkan laki-laki yang semula di pangkuan Lea ke brankar stretcher dan membawanya masuk ke mobil.
Salah satu petugas meminta kenalan laki-laki tersebut untuk ikut menemani ke rumah sakit. Orang-orang yang masih berkerumun itu saling pandang dan saling bertanya.
"Bukankah tadi ada perempuan yang menolongnya? Kemana dia?" tanya si petugas ambulance.
Tidak ada yang tahu dimana Lea berada. Lea mengendap-endap pergi saat laki-laki tadi dipindahkan ke brankar.
"Huh! Untunglah aku cepat..."
*
*
*
✨Bersambung✨
Terima kasih 🙏🏻
Thank's 🙏🏻
Danke 🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!