Suasana pulang sekolah cukup padat di area jalan menuju pintu keluar, karena seluruh siswa meninggalkan kelas secara berbarengan.
Tama dan teman barunya Reza berjalan berdampingan menuju ke arah pintu gerbang, tapi Tama seperti mencari sesuatu di dalam tasnya.
"Ah Sialan ketinggalan." Tama bergerutu sambil menepuk keningnya setelah mencari sesuatu di dalam tasnya.
"Kenapa Tam?" Tanya Reza yang kini sudah jadi teman sebangkunya Tama di kelas baru.
"Powerbank ku ketinggalan Za di kelas. Kamu pulang duluan aja gih nggak papa, aku mau balik lagi ke kelas." Jawab Reza sambil menutup resleting tasnya.
"Oh yaudah kalau gitu, sampe ketemu besok ya. Aku pulang duluan." Sambil bersalaman Reza pun berpamitan kepada Tama.
"Oke Za hati-hati ya." Tama melambaikan tangan sambil melangkah balik ke kelasnya.
"Oke Tam, bye." Balasan lambaian tangan Reza dari kejauhan terdengar pelan di telinga Tama.
Tama pun langsung bergegas kembali menuju kelasnya yang berada di lantai dua. Dia sedikit berlari seperti terburu-buru.
Saat mau masuk ke dalam kelas tepatnya di pintu masuk yang masih terbuka, Tama yang berlari dengan mata yang tak fokus bertabrakan dengan seorang siswi yang sedang memegang lukisan yang sudah di pigura di tangannya.
Brak!
Lukisan yang di pegang oleh siswi itu pun terjatuh sampai kaca piguranya retak beberapa bagian.
"Astagfirullah sorry sorry." Tama yang kaget seketika langsung bengong sambil mengangkat kedua tangan di dada dan melihat ke arah perempuan itu.
"Yah pecah deh." Perempuan itu seperti sedih sambil melihat ke arah lukisan yang sudah pecah di bawahnya.
Tama pun langsung jongkok mencoba mengambil lukisan itu tapi salah satu jarinya tiba-tiba terkena serpihan kaca.
"Aw aw!" Tama langsung menjatuhkan kembali lukisan itu secara pelan karena kini tangannya menjadi sedikit berdarah.
"Kenapa langsung di pegang sih? Jadi berdarah kan hmm." Perempuan itu pun ikut jongkok di depan Tama dengan perasaan sedikit khawatir.
"Nggak papa, nggak papa, cuma luka dikit ko." Tama menyembunyikan jemari yang terkena serpihan kaca itu dan di tempelkan ke kain celananya agar darahnya tidak mengalir.
"Bentar, bentar kayanya aku punya plester deh di tas." Perempuan itu langsung mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
Setelah beberapa saat.
"Sini, sini tangan kamu." Tangan Tama pun di ambil oleh perempuan itu kemudian di balut oleh plester.
"Kalau ngambil kaca yang pecah itu jangan terburu-buru harus hati-hati soalnya kan pasti tajam." Perempuan itu seolah-olah menasihati Tama.
"Iya maaf." Jawab Tama yang kini semakin merasa bersalah sambil menahan rasa perih di tangannya.
"Udah nih selesai, tahan ya pasti agak perih sih." Perempuan itu melepaskan tangan Tama perlahan.
"Makasih ya." Ucap Tama sambil tersenyum ke arah perempuan itu.
"Iya sama-sama. Udah biar aku aja yang beresin." Perempuan itu pun mengambil Tote bag dari tasnya kemudian memasukkan lukisannya ke dalam Tote bag.
"Nanti aku ganti saja ya piguranya. Maaf tadi aku buru-buru soalnya kirain sudah nggak ada orang di dalam." Tama berbicara sambil memegang jarinya yang masih sedikit perih.
"Iya gampang. Kamu mau ngapain sih buru-buru banget?" Tanya perempuan itu sedikit heran sambil memasukkan lukisan.
"Aku mau ngambil powerbank di kolong meja, tadi lupa ketinggalan. Bentar ya aku mau ambil dulu kamu tunggu di sini!" Tama langsung berlari menuju ke arah mejanya kemudian mengambil barang yang dia cari. Setelah itu dia pun kembali menghampiri perempuan itu yang kini sudah berdiri di balik pintu.
"Itu lukisannya mau aku bawa dulu nggak biar aku ganti piguranya. Besok aku bawa lagi." Tama menawarkan diri mencoba untuk bertanggung jawab.
"Bener kamu mau ganti? Padahal nggak papa ko kamu kan nggak sengaja tadi." Perempuan itu menjawab dengan perasaan tidak enak.
"Iya sini nggak papa." Tama mengambil Tote bag yang berisi lukisan itu dan menjinjing nya.
"Oh iya, namaku Tama." Tangan di sodorkan oleh Tama mengajak perempuan itu untuk berkenalan.
"Em iya, Namaku Husna. Salam kenal ya Tama." Husna menjabat tangan Tama dengan sedikit senyuman manis.
"Sambil jalan yuk!" Husna mengajak Tama ngobrol sambil berjalan pulang.
Mereka pun jalan berdampingan sambil mengobrol.
"Oh iya, lukisan ini tugas sekolah apa bukan?" Tama bertanya sambil sedikit mengangkat Tote bag itu.
"Iya, itu tugas sekolah. Aku belum ngumpulin, terakhir di kumpulin sih lusa."
"Oh, kalau aku di kasih tugas kaya gini nggak ya nanti?" Tanya Tama sedikit mengira-ngira.
"Kayanya kamu enggak deh, kamu kan baru masuk hari ini. Soalnya ini tugas Minggu lalu dari guru kesenian."
"Oh gitu. Tapi lukisannya bagus loh tadi aku lihat."
"Masa sih?"
"Iya bener. Kamu hobi melukis kayanya ya?" Tanya Tama sambil tersenyum tipis.
"Memang sedikit hobi sih, tapi baru kamu kayanya orang yang pertama muji lukisan aku hehe." Jawab Husna tertawa pelan.
"Orang beneran bagus. Aku jujur loh nggak basa-basi." Ucap Tama sedikit serius.
"Iya makasih deh ya udah muji lukisan aku." Husna yang sedikit tertunduk malu.
"Iya sama-sama."
"Kamu pulang sendirian Tam?" Husna kini bertanya duluan.
"Aku di jemput mama, katanya sih sekalian lewat dia, kayanya mama sekarang udah di depan sih."
"Oh, gitu oke oke."
"Kamu sendiri pulang sama siapa?"
"Sama Tam aku juga di jemput hehe."
Karena keasikan mengobrol tak terasa kini mereka sudah melewati gerbang sekolah.
Tiin tiin
Suara klakson motor terdengar dari arah belakang mereka berdua kemudian motor itu berhenti di samping mereka.
"Ayo naik." Ucap pria sedikit dewasa dengan setelan baju olahraga yang mengendarai motor tersebut kepada Husna.
"Em iya." Husna pun langsung naik ke motor tersebut.
"Tama, aku duluan ya! Dah." Husna berpamitan sambil tersenyum manis dan melambaikan tangannya.
"Iya, dah Husna." Tama pun membalas senyuman dan lambaian tangannya.
Mulut Tama yang tersenyum tiba-tiba membeku melihat ke arah pria yang membonceng Husna tanpa basa-basi kepadanya langsung menancap gas motornya.
"Itu siapanya Husna ya? Kayanya guru di sekolah ini. Ah mungkin itu kakaknya kali atau saudaranya." Gumam Tama dalam hatinya yang penasaran.
Tama pun berjalan menuju jalan raya dan berdiri di trotoar jalan, setelah beberapa saat mobil sedan merah berhenti tepat di depannya. Kaca mobil depan pun terbuka secara perlahan.
"Eh anak ganteng mama. Ayo masuk sayang!" Saut perempuan paruh baya di dalam mobil itu yang tidak lain adalah mamanya Tama.
"Hmmm." Tama hanya menjawab dengan menghela nafas sambil merapatkan mulutnya kemudian dia masuk ke dalam mobil dan duduk di samping mamanya.
Perlahan mobil pun berjalan.
"Kamu bawa apa sayang?" Tanya mama sambil melirik ke arah Tote bag yang Tama simpan di atas pahanya.
"Oh ini lukisan Mah."
"Lukisan?" Mama sedikit heran kenapa anaknya membawa lukisan.
"Aku tadi nggak sengaja pecahin lukisan temenku. Jadi aku bawa pulang deh aku berniat mau mengganti piguranya." Tama coba menjelaskan.
"Kamu ini ya, baru saja sehari udah merusak barang orang." Mama sedikit menggelengkan kepala.
"Kan nggak sengaja Mah. Nanti mampir dulu ya Mah ke toko yang jual pigura kaya gini, soalnya besok aku harus balikin lukisan ini sama pemiliknya."
"Dasar. Yaudah sekarang kita sekalian cari. Tapi gimana kira-kira kamu bakal betah nggak sekolah di situ?"
"Ya betah aja sih kayanya. Malah di sini enak nggak usah pake AC juga adem ruangannya nggak kaya di Jakarta kalau nggak ada AC lembab nya minta ampun."
"Ah kamu, tapi kan kamu di sini cuma setahun sayang, setelah lulus kamu juga pasti ke Jakarta lagi buat kuliah."
"Hmm. Bosen Mah aku di Jakarta, enakan di sini suasananya selalu bikin hati tenang. Kalaupun aku nanti kuliah di Jakarta aku seminggu sekali mau pulang ke sini ah."
"Yaudah ah terserah kamu. Yang penting kamu sekolah yang bener, kamu kan anak mama sama papa satu-satunya."
"Iya tenang aja Mah."
Sementara suasana di tempat lain.
"Kamu tadi Jalan sama siapa?" Tanya Frian lelaki yang membonceng Husna saat pulang sekolah.
"Oh dia Tama namanya. Dia anak baru pindahan dari Jakarta. Baru hari ini dia masuk, dia juga satu kelas sama aku." Jawab Husna sembari memandang ke atas langit terbayang-bayang wajah Tama saat mereka bertabrakan tadi di kelas.
"Ko bisa pulang bareng gitu kamu?" Frian bertanya dengan nada sedikit curiga.
Suasana menjadi sunyi saat Frian bertanya hanya terdengar suara knalpot motor, karena Husna kini sedang melamun sambil tersenyum tipis.
"Hey. Malah bengong aku nanya juga." Frian menepuk dengkul Husna dengan tangan kirinya.
"Eh iya iya. Maaf kak, tadi kakak nanya apa?" Husna sedikit kaget dan sedikit salah tingkah.
"Kamu ini ya, tadi aku nanya kenapa kamu bisa pulang bareng sama dia?" Frian bertanya dengan Nada sedikit kencang.
"Oh, tadi Tama nggak sengaja jatuhin lukisan aku sampe kaca piguranya pecah. Terus dia mau ganti katanya. Jadi deh tadi pulang bareng sampe gerbang soalnya aku sama dia jadi terakhir pulangnya." Husna menjelaskan apa adanya kepada Frian.
"Hebat juga itu anak baru. Berani-beraninya mecahin barang kamu." Frian sedikit marah sambil menggesek-gesekkan giginya.
"Eh dia nggak sengaja Kak, lagian dia mau ganti kok. Udah ah ya nggak usah di bahas. Lagian lukisan itu di kumpulin nya lusa ko jadi masih ada waktu." Husna coba menenangkan Frian sambil mengusap pundaknya.
"Hmm yaudah kalau gitu. Tapi kalau anak baru itu berani macem-macem sama kamu, bilang langsung ya sama aku. Biasanya kan anak Jakarta suka rada tengil gayanya."
"Apa sih Kak ah, udah ya tenang aja semua akan baik-baik aja kok." Husna kembali menenangkan kekasihnya itu.
Di tengah Frian yang sebenarnya sedang kesal dan sedikit cemburu di sepanjang perjalanan mengantar Husna pulang, Husna malah asyik sendiri melamun sambil terbayang terus wajah Tama di benaknya.
"Kok aku jadi kepikiran Tama terus ya? Ah apa sih aku ini harusnya aku kan kesal sama dia karena sudah merusak lukisanku. Ko aku malah inget dia terus hmm." Gumam Husna dalam hatinya sambil memukul-mukul pelan kepalanya karena terbayang-bayang terus wajah Tama.
Di tempat lain, Tama dan mamanya kini berada di tempat Fotocopy. Karena dari dalam mobil Tama melihat banyak sekali figura yang di pajang di kios fotocopy tersebut jadi mereka menghampiri kios itu.
Tama menyuruh orang fotocopy untuk mengganti figura di lukisan itu. Sementara mamanya menatap serius lukisan itu setelah di keluarkan dari tote bag.
"Gambar apa sih itu? Imam Bonjol ya?" Mama bertanya sambil memicingkan matanya ke arah lukisan.
"Haha mama gimana sih. Ini bukan gambar Imam Bonjol Mah tapi Teuku Umar. Ah mama kayanya nilai sejarahnya jelek nih waktu sekolah." Tama sedikit mentertawakan mamanya yang salah menebak.
"Hmm. Mama kan lupa ah. Tapi bagus loh lukisannya. Ini bener temen kamu yang buat?" Mama kembali melihat lukisan itu dengan teliti di campur perasaan sedikit tak percaya bahwa temannya Tama yang membuatnya.
"Iya Mah benar. Husna namanya yang buat lukisan ini. Aku juga nggak nyangka sih sebelumnya."
"Oh perempuan yang punya lukisan ini. Kasihan pasti dia sedih udah kamu rusak lukisannya." Mama sedikit mengusap-usap lukisan itu.
"Ya mau gimana lagi orang aku nggak sengaja. Tadi powerbank aku ketinggalan jadi aku balik lagi ke kelas sambil lari. Aku kira kan udah nggak ada orang di kelas, eh pas sampai pintu kelas, tiba-tiba ada dia sambil pegang lukisan. Jadi deh jatuh."
"Dasar ya kamu ini nggak pernah hati-hati suka teledor gitu. Besok sambil kasih lukisannya kamu harus minta maaf lagi ya sama dia. Untung saja lukisannya nggak rusak cuma figuranya saja."
"Iya Mah, besok aku minta maaf lagi deh sama dia."
Prak!
Suara pelan dari lukisan yang Tama taruh di atas meja makan yang beralaskan kaca. Kini Tama dan mamanya sudah berada di dalam rumah.
"Gimana Mah kantor mama yang baru sudah selesai renovasinya?" Tanya Tama sambil menarik salah satu kursi meja makan kemudian duduk dan menuangkan segelas air minum.
"Sedikit lagi, besok siang juga selesai tinggal nata barang-barang saja. Besok setelah mama jemput kamu sekolah, kita mampir ke sana ya! Kita peresmian kecil-kecilan." Mama menjawab sambil membuka pintu kamarnya.
"Hmm yaudah deh, tapi papa ikut nggak mah?" Tanya Tama kembali setelah selesai minum dan kini sambil berjalan menuju kamarnya sambil membawa lukisan yang tadi dia simpan di atas meja makan.
"Nggak tahu mama belum kabarin dia. Nanti deh kalau dia pulang mama kasih tahu papamu." Suara mama terdengar pelan karena sudah berada di dalam kamar.
Mamanya Tama ini seorang pengacara dan punya usaha penginapan di beberapa daerah termasuk di daerah tempat tinggalnya saat ini yaitu Bandung. Dia akan membuka kantor notaris di dekat tempat tinggalnya saat ini. Sedangkan papanya mempunyai jabatan manager direktur di salah satu perusahaan besar yang kini di tugaskan di kantor cabang di daerah Bandung. Maka dari itu Tama dan keluarganya pindah ke Bandung mengikuti papanya.
"Arghh capek banget." Desis Tama sambil merebahkan tubuhnya lurus di atas kasur. Lalu dia memiringkan tubuhnya ke arah lukisan yang dia juga taruh di atas kasur.
"Hmmm Husna, Husna." Tama berkata pelan sambil membuka lukisan itu kembali lalu dia pandangi sambil tersenyum tipis.
"Kenapa aku jadi pengen cepet-cepet besok ya? Jadi nggak sabar pengen ketemu dia lagi sambil balikin lukisan ini." Gumam Tama dalam hatinya sambil memeluk lukisan itu agak lama dan merapatkan kedua bibir.
Kreeeek.
Suara pintu kamar Tama terbuka perlahan.
"Tam?" Suara mama memanggil Tama dari arah luar sambil sedikit mengintip ke arah dalam kamar anaknya itu.
"Eh iya Mah." Tama sontak kaget kemudian langsung duduk dan memasukan lukisan yang masih dia peluk ke dalam tote bag secara terburu-buru.
"Ngapain kamu meluk-meluk lukisan? Itu kan gambar pahlawan Nak bukan gambar perempuan." Mama berbicara dengan nada heran sambil berjalan menghampiri anaknya.
"Ini Mah, tadi ada debu dan sedikit kotor terus aku lap deh pake baju. Sayang kan lukisan bagus gini kalo kotor." Tama mencoba mencari alasan dengan wajah yang salah tingkah dan senyuman aneh sambil menyimpan lukisan itu di meja belajarnya.
"Ah kamu ini ada-ada saja. Kamu mau makan apa? Mama mau pesen lewat online. Mama kan nggak bisa masak baru pulang." Mama bertanya sambil duduk di atas kasur.
"Apa aja deh Mah yang kira-kira cepet, soalnya udah laper banget aku." Tama memegang perutnya kemudian duduk di meja belajar.
"Yaudah kalau gitu mama pesen ayam goreng Pak Jambul saja ya." Saran mama sambil mencari menu makanan di layar handphonenya.
"Iya Mah yaudah itu aja." Jawab Tama yang kini sambil menyalakan PC yang ada di meja belajarnya.
"Yaudah kalau gitu, mama tinggal dulu ya. Kamu jangan kemana-mana! Dengerin takutnya bel rumah bunyi soalnya mama mau ke belakang. Kasihan nanti yang anter makanannya nungguin lama." Pesan mama sambil melangkahkan kaki keluar dari kamar.
"Iya siap Mah." Jawab Tama singkat sambil memandang layar PC dengan kaki di angkat satu di atas kursi.
Sementara di tempat lain, Husna yang kini sedang di dalam kamar sambil rebahan, dia memandang langit-langit rumah sambil tersenyum tipis membayangkan wajah Tama di benaknya yang terus saja singgah.
Flashback Saat pagi hari di dalam kelas.
"Pagi anak-anak!" Salam ibu guru masuk ke dalam kelas di dampingi oleh siswa laki-laki di belakangnya yang tidak di kenal oleh seluruh siswa di kelas itu.
"Pagi Bu!" Salam balik dari seluruh siswa sambil memandangi siswa laki-laki yang tidak mereka kenal itu.
"Anak-anak, hari ini kita kedatangan anggota baru. Namanya Tama, dia pindahan dari Jakarta dan akan menjadi keluarga baru di kelas ini." Ibu guru berbicara lantang mengenalkan Tama ke seluruh siswa.
"Ayo Tama silahkan perkenalkan diri kamu kepada semuanya." Ucap ibu guru sambil tersenyum menyuruh Tama mengenalkan dirinya.
"Ehm ehm." Suara batuk jaim terdengar dari mulut Tama untuk menenangkan dirinya agar tidak terlalu gugup.
"Hai teman-teman semua. Perkenalkan, namaku Tama Aditya Wijaya. Asalku dari Jakarta, dan saat ini aku tinggal di daerah perumahan Alam Raya Residence. Dan sekarang saya merasa bangga bisa menjadi bagian dari sekolah ini." Tama berbicara dengan lantang dan tegas di tambah senyuman manis.
"Ih ganteng banget Husna lihat deh! Manis banget senyumnya masyaAllah." Suara berbisik memuji Tama terdengar dari salah satu meja perempuan di barisan tengah.
"Husna, lihat ih itu. Kamu ngelukis mulu ih dari tadi. Udah dong berhenti dulu!" Perempuan bernama Wulan menyikut pelan teman sebangkunya yang sedang serius melukis.
"Ih berisik banget kamu. Apaan sih?" Husna menghela nafas karena lukisannya sedikit tergores oleh sikutan Wulan.
"Lihat dulu itu ada murid baru!" Wulan menyuruh Husna untuk berhenti melukis dan melihat ke arah depan.
"Hmmm." Dengan sedikit menghela nafas, Husna pun melihat ke arah Tama, anehnya di sini mereka sempat saling pandang sebentar dan saling tersenyum tipis.
Ada perasaan berbeda ketika Tama dan Husna saling pandang walaupun sebentar.
"Tama, Tama, hobby kamu apa?" Wulan tiba-tiba bertanya dengan suara lantang dan membuat suasana kelas menjadi sunyi.
"Huuuuuh." Sorak beberapa Siswa menyoraki Wulan yang kini jadi senyum malu sendiri.
"Em, hobiku motret sama main bulu tangkis." Tama menjawab dengan rendah hati tapi sambil melihat ke arah Husna.
"Ahhh idaman banget." Ucap Wulan pelan dengan pede dia mengira Tama menjawab sambil menatap dirinya.
"Ada yang mau di tanyakan lagi nggak?" Ibu guru mengambil alih pembicaraan.
Karena seluruh murid terdiam, Tama pun di persilahkan duduk oleh guru di tempat yang masih kosong.
Karena Reza duduk sendirian, akhirnya Tama pun duduk sebangku dengan Reza siswa dengan badan gempal dan memakai kacamata.
"Hai Bro. Kenalin namaku Reza" Tegur Reza kepada Tama sambil memberikan tangannya untuk berjabat tangan.
"Oh iya, salam kenal ya Za." Tama membalas jabatan tangan Reza dan saling berkenalan.
Setelah berkenalan, Tama yang penasaran kembali melihat ke arah Husna. Mereka sempat kembali saling melempar senyum, tapi lagi-lagi Wulan mengganggu mereka dengan membalas senyuman Tama dia merasa seolah-olah Tama memandanginya.
"Hmm." Desis Tama sedikit kesal dengan kelakuan Wulan.
"Ih Husna, dia ngeliatin aku terus ahhh." Wulan kegirangan merasa dirinya di perhatikan oleh Tama.
"Hmm berisik ah kamu. Kepedean dasar." Husna sebenarnya sadar bahwa Tama memandanginya berkali-kali, tapi dia merasa itu hanya pandangan biasa dan tidak terlalu ingin memikirkannya.
*******
Tok tok tok
Suara ketukan pintu terdengar dari arah luar kamar Husna.
"Sayang, makan dulu. Kamu lagi ngapain?" Suara perempuan terdengar di balik pintu.
"Iya Bu sebentar." Husna yang sedang melamun langsung kaget mendengar panggilan ibunya dari luar.
Ibunya pun masuk ke dalam membuka pintu perlahan.
"Kamu belum ganti baju?" Ibunya bertanya sedikit heran karena mengira anaknya tertidur.
"Hehe belum Bu. Aku rebahan dulu barusan soalnya pegel banget." Jawab Husna sambil tersenyum malu.
"Ayo ah ganti baju dulu sana! Kita makan bareng." Ucap ibu dengan wajah sedikit tegas.
"Iya Bu, ibu duluan nanti aku nyusul habis ganti baju." Husna sedikit mendorong pelan ibunya sambil menutup pintu.
Ibunya pun keluar. Sementara Husna di dalam kamarnya merasa aneh kenapa dia terus memikirkan Tama. Padahal baru sehari bahkan belum terlalu mengenalnya tapi bayang-bayang Tama selalu hinggap di benaknya.
"Ih aneh ah aneh." Husna sedikit kesal memukul pelan kepalanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!