Pagi hari.
Di kedalaman sebuah hutan yang sangat lebat dan dipenuhi dengan binatang buas, terdapat sebuah desa kecil bernama Desa Sungai Biru.
Desa ini berukuran tidak lebih dari empat ribu meter persegi.
Tanpa pagar yang menjadi batas atau pelindung desa, Desa Sungai Biru berdiri dalam kesederhanaan para penduduknya.
Di desa ini, terdapat sebuah keluarga cabang dari sebuah keluarga besar ternama, yaitu Keluarga Weng. Keluarga Klan Cabang Weng Desa Sungai Biru, itulah nama cabang Keluarga Weng di desa kecil ini.
Keluarga Klan Cabang Weng ini memiliki beberapa keluarga yang menjadi anggotanya.
Bukan hanya mereka yang berasal dari Keluarga Klan Cabang Weng saja yang tinggal di desa ini, tetapi terdapat beberapa keluarga kecil lainnya yang bukan berasal dari Keluarga Weng.
Pada pagi hari seperti ini, suasana masih sangatlah sepi karena udara yang sedikit dingin. Rumah para penduduk masih tertutup dengan rapat.
Namun meski begitu, tidak semua orang masih tertidur nyenyak pada waktu seperti ini.
Dari beberapa keluarga kecil yang masuk sebagai anggota Keluarga Klan Cabang Weng di Desa Sungai Biru, terdapat sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami-istri, dan juga anak laki-laki mereka yang berusia 13 tahun.
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu yang sudah cukup lama usianya.
Pada halaman depan rumah, terlihat sosok anak laki-laki yang sedang sibuk berlatih beladiri tanpa mempedulikan hawa dingin di sekitarnya.
Ha! Hep! Pha!
Anak laki-laki itu melakukan beberapa pukulan yang mengandung kekuatan cukup besar ke udara, lalu kemudian berhenti dan menarik napas dalam.
"Fhuuu...."
Membuang napasnya, anak laki-laki itu kemudian berdiri tegak dan memejamkan matanya selama beberapa saat, sebelum membukanya kembali dan berjalan ke arah sebuah pohon di dekatnya dan duduk di bawahnya.
"Latihan pagi memang jauh lebih baik dari pada berlatih di siang dan sore hari," ucap anak laki-laki itu sambil mengelap keringat di dahinya.
Anak ini bernama Weng Lou. Dia merupakan anak laki-laki sekaligus anak satu-satunya dari sepasang suami-istri, Weng Li dan Weng Hai yang tinggal di Desa Sungai Biru ini.
Sebagai anak satu-satunya tentunya dia mendapatkan semua kasih sayang yang ia butuhkan dari kedua orang tuanya.
Sejak kecil dia sudah bisa memahami kondisi keluarganya yang serba pas-pasan sehingga dia besar bukan menjadi seorang anak manja yang selalu meminta apapun kepada orangtuanya, melainkan seorang anak mandiri yang sering membantu keluarganya, atau pun sesama anggota Keluarga Klan Cabang Weng di Desa Sungai Biru.
Sebagai anggota dari Keluarga Klan Cabang Weng, Weng Lou memiliki impian untuk bisa melihat dunia luar yang luas.
Untuk itu dia pun berlatih beladiri dan menjadi seorang Praktisi Beladiri, yaitu mereka yang sudah mencapai Dasar Pondasi tingkat 1.
Praktisi Beladiri adalah mereka yang mendalami dunia beladiri untuk bisa memperkuat diri mereka, sehingga mereka menjadi jauh lebih kuat dibandingkan dengan manusia biasa.
Pada dunia beladiri, terdapat tingkatan beladiri yaitu Dasar Pondasi yang terdiri dari 12 tingkat, yang tiap tingkatnya dibagi menjadi 3 lagi yaitu awal, menengah, dan akhir atau puncak.
Meski orang-orang hanya mengetahui bahwa tingkat beladiri hanya Dasar Pondasi saja, tetapi Weng Lou yakin bahwa masih ada tingkat yang lebih tinggi lagi karena ayahnya pernah menceritakan tentang orang-orang yang berada di atas Dasar Pondasi tingkat 12 kepadanya.
Di saat Weng Lou masih beristirahat di bawah pohon, mendadak terdengar suara gemersik dari semak-semak yang berada tidak jauh darinya.
Dia memperhatikan semak-semak itu selama beberapa saat sebelum kemudian terlihat pergerakan pada semak-semak itu.
Srek.....
Akhirnya Weng Lou pun bangkit berdiri dan mendekati semak-semak itu.
Dia melangkah dengan pelan, dan bersiap dalam segala kemungkinan. Mungkin saja dibalik semak-semak itu ada binatang buas yang sudah mengintainya sedari tadi.
Shuuu-Buck!
"Ah!"
Tubuh Weng Lou terbanting kebelakang, ketika seekor kelinci berbulu abu-abu melompat keluar dari balik semak-semak itu. Jantungnya serasa akan copot dalam beberapa saat yang lalu karena hal itu.
"Hanya kelinci ternyata, membuatku kaget saja," ucap Weng Lou yang kemudian berdiri kembali dan membersihkan pakaiannya dari debu tanah.
Lokasi rumahnya ini tepat berbatasan dengan Hutan Kematian, sebuah hutan yang sangatlah luas, berisikan banyak sekali binatang buas yang tidak mungkin bisa dikalahkan oleh manusia biasa, hanya para Praktiksi Beladiri saja yang berani memburu dan membunuh mereka.
Meski Weng Lou merupakan seorang Praktisi Beladiri juga, tetapi bisa dikatakan bahwa dia sangatlah lemah karena dia masih berada di Dasar Pondasi tingkat 2.
Jika dibandingkan dengan mereka yang sudah berlatih beladiri jauh lebih lama darinya, maka bisa dikatakan dirinya ini adalah yang terlemah.
"Kau seharusnya tidak berlatih di luar seorang diri, Lou'er. Para binatang buas masih beraktifitas di waktu seperti ini, akan berbahaya jika salah satu dari mereka datang dan menyerang mu di saat ayah tidak ada."
Dari arah rumahnya, terlihat pintu depan terbuka dan menampilkan sosok seorang pria berusia sekitar empat puluhan, berjalan keluar dengan bertelanjang dada dan menampilkan tubuh sedikit kurus namun berototnya.
Pria ini adalah ayah Weng Lou, Weng Li. Orang terkuat yang ada di Desa Sungai Biru. Tingkat praktik miliknya adalah Dasar Pondasi tingkat 6 awal, tingkat tertinggi yang pernah Weng Lou lihat sejauh ini.
"Menunggu ayah untuk menemaniku itu sangat lama, apa lagi ayah tidak bisa dibangunkan ketika tidur," balas Weng Lou sambil mengangkat bahunya.
Weng Li tersenyum canggung mendengar ucapan Weng Lou, itu salah satu kebiasan buruknya, bahkan istrinya, Weng Hai selalu menceramahi nya karena hal ini.
"Iya iya....ayah yang salah." Weng Li pun mengaku lalu berjalan ke arah Weng Lou.
"Bagaimana jika kita latihan bersama? Ayah disini bisa mengajarimu satu dua hal yang mungkin bisa kau praktekkan nantinya."
"Tidak, terima kasih. Lebih baik ayah cepat pergi berburu. Ibu akan marah lagi kepada ayah jika sampai ayah terlambat pulang seperti kemarin."
Mendengar itu Weng Li pun langsung bergidik ngeri, dan buru-buru mempersiapkan peralatan berburu miliknya.
Sebuah tombak sepanjang dua meter, dengan mata pisau ganda usang diambilnya dari dalam rumah. Mantel yang terbuat dari rerumputan kering dan juga topi dari jerami dipakainya. Ini semua sebagai penyamaran yang ia gunakan dalam berburu di dalam hutan.
"Baiklah, ayah pergi kalau begitu. Kau jangan berlatih terlalu keras, tes masuk Keluarga Utama Weng di Kota Bintang Putih masih satu minggu lagi," ucap Weng Li mengingatkan putra semata wayangnya.
"Tenang saja, yah. Aku sudah berada di Dasar Pondasi tingkat 2, jadi kemungkinan aku lolos nantinya sudah delapan puluh persen," balas Weng Lou sambil tersenyum kepada ayahnya.
Weng Li mengangguk, lalu kemudian pergi masuk kedalam hutan. Dengan tombak di tangannya, dia siap untuk pergi berburu.
Pekerjaan Weng Li memang adalah sebagai seorang pemburu yang memburu binatang buas, dan menjualnya di kota.
Untuk berburu, itu tidak memerlukan waktu lama, karena Hutan Kematian adalah surganya para Binatang Buas. Hampir segara penjuru terpencar Binatang Buas. Yang menjadi masalah adalah pergi menjualnya di kota.
Jarak antara desa mereka dengan kota terdekat, yaitu Kota Bintang Putih memakan jarak 50 km lebih. Jika menunggangi kuda biasa maka itu akan memakan seharian, tapi berbeda jika yang berlari adalah seorang Praktisi Beladiri Dasar Pondasi tingkat 6 seperti Weng Li.
Itu akan memakan waktu beberapa jam, tapi setidaknya dia bisa pulang-pergi dalam satu hari.
Itu sebabnya Weng Lou mengatakan pada ayahnya untuk cepat, karena jika dia terlambat pergi, maka dia juga akan terlambat pulang.
Setelah beristirahat selama beberapa menit, Weng Lou pun masuk ke dalam rumahnya, dan menemukan ibunya, Weng Hai yang baru saja selesai memasak.
"Kau sudah selesai berlatih, Lou'er?" Weng Hai bertanya sambil menoleh dan tersenyum tipis kepadanya.
"Iya, bu."
"Duduklah sini, kita makan bersama."
Tanpa banyak berbicara, Weng Lou langsung berjalan ke arah ibunya, yaitu ke meja makan dimana makanan yang ibunya masak telah disiapkan.
Meski rumah Weng Lou kecil dan sederhana, namun peralatan dan barang-barang di dalamnya bisa dibilang sangatlah lengkap.
Mulai dari meja makan yang berbentuk lingkaran dengan diameter dua meter, dua buah tempat tidur yaitu tempat tidurnya dan kedua orang tuanya, dan lainnya.
Sesampainya Weng Lou di meja makan, terlihat makanan-makanan diatasnya itu bisa dibilang sangatlah sederhana, tetapi Weng Lou sama sekali tidak mengeluh akan hal itu. Baginya semua makanan yang dimasak oleh ibunya adalah masakan terenak yang pernah ia makan.
Weng Lou duduk di salah satu kursi yang menghadap ibunya, dan kemudian mulai menyantap makanan itu bersama ibunya. Tangannya bergerak lincah memakai sumpit untuk mengambil makanan.
Sepuluh menit kemudian, Weng Lou dan ibunya telah selesai makan. Setelah makan, Weng Lou langsung mengangkati semua peralatan yang kotor dan pergi membersihkannya.
Ini adalah salah satu kesehariannya selain berlatih. Dia ingin sebisa mungkin membuat ibunya bekerja tidak terlalu banyak.
Selesai membersihkan, Weng Lou pun pamit kepada ibunya, dia pergi untuk berburu binatang kecil sebagai bahan masakan ibunya.
Jika ayahnya berburu untuk dijual, maka dirinya berburu untuk dimakan.
Dengan sebuah busur tua usang di letakkan di punggungnya, Weng Lou pun pergi masuk ke dalam hutan untuk berburu, tanpa mengetahui bahwa sebuah bahaya sedang mengintai dirinya.
Meskipun masuk kedalam hutan, tetapi sebenarnya Weng Lou hanya masuk de daerah pinggirannya saja, yaitu berjarak sekitar seratus meter dari luar hutan.
Bersiul dengan nada rendah, Weng Lou mengamati sekitarnya dengan teliti.
Biasanya akan ada kelinci atau tupai yang lewat di daerah pinggiran hutan seperti ini.
Sebelumnya ketika dia latihan, kelinci yang mengagetkannya langsung segera masuk ke dalam hutan, sehingga dia tidak sempat untuk menangkapnya. Terlebih dia tidak mengenakan perlengkapannya waktu itu, mustahil dia bisa menangkap kelinci yang sangat cepat dengan tangan kosong.
Kecuali dia sudah berada di Dasar Pondasi tingkat 3, maka itu akan berhasil.
Srat!
Weng Lou memotong semak berduri yang menghalangi jalannya menggunakan salah satu anak panah yang ia bawa, lalu berjalan melewati semak yang ia potong itu.
Beberapa saat kemudian, dirinya susah masuk sekitar jarak delapan puluh meter dari arah luar hutan.
Tidak terdengar lagi suara-suara dari binatang kecil, bahkan kicauan burung-burung sekalipun.
Hutan Kematian ini memang jauh berbeda dengan hutan lainnya pada umumnya. Di sini, terdapat hukum rimba yang sangat kokoh, yang kuat berkuasa, sama halnya dengan dunia manusia, dimana mereka yang memiliki uang dan kekuatan lah yang dapat memerintah dan berkuasa.
Menatap sekitarnya selama beberapa saat, Weng Lou pun pergi memanjat salah satu pohon di dekatnya.
Dia terus memanjat, hingga sampai di puncak pohon tersebut.
Di atas sana, Weng Lou bisa merasakan angin pagi yang berhembus sejuk dan membuatnya merasa sangat segar.
Tapi bukan itu yang ia cari. Menyipitkan matanya, Weng Lou pun mulai memeriksa wilayah sekitarnya dari atas pohon tersebut.
Tiba-tiba, sudut matanya menangkap pergerakan pada jarak beberapa meter dari dirinya. Dia kemudian mencondongkan badannya kedepan, dan lebih teliti memeriksa tempat yang ia lihat pergerakan sebelumnya.
Lima menit berlalu, tidak ada apa-apa dari tempat yang ia periksa itu, tapi meski begitu Weng Lou tak langsung menyerah begitu saja.
Dengan sabar dirinya terus mengamati tempat yang ia lihat pergerakan beberapa menit yang lalu itu, dan kemudian....
Shuuu-
Sosok seekor rusa jantan melompat keluar dari balik semak-semak yang tinggi. Jaraknya sekitar dua puluh meter dari pohon yang Weng Lou panjat saat ini.
Weng Lou segera mengambil busurnya, dan menempatkan anak panah miliknya.
Dia segera menarik busur miliknya, dan membidik rusa tersebut dalam diam.
Weng Lou bukanlah seorang pemanah handal ataupun terlatih, tetapi dia cukup mahir dalam menggunakannya untuk berburu, senjata utamanya adalah pedang.
Mengetahui satu dua hal tentang busur dan panahan sudah sangat cukup bagi Weng Lou untuk menerapkannya.
Shuu~ Tah!
Anak panah miliknya melesat, dan mengenai kaki belakang rusa tersebut. Rusa itu langsung lari karena terkejut, tapi tidak dibiarkan begitu saja oleh Weng Lou.
Segera anak panah lainnya dilepaskan olehnya.
Shuu~ PSH!
Berhasil! Anak panah itu sukses menancap di kepala rusa tersebut, dan langsung membuatnya terjatuh ketanah tak bernyawa.
Weng Lou menempatkan kembali busurnya pada punggungnya, lalu segera turun dari pohon yang ia panjat itu, dan melesat ke arah dimana tubuh rusa itu berada.
Tidak perlu waktu lama untuk dirinya menemukannya.
Namun kemudian, Weng Lou mengerutkan dahinya karena melihat tubuh rusa itu yang berada di depan sebuah pohon yang sangat tinggi, kira-kira hampir 30 meter dengan diameter hampir empat meter.
Menemukan pohon seperti ini di dalam Hutan Kematian sebenarnya adalah hal biasa, justru jika kita berada di bagian lebih dalam, akan sering menemukan pohon seperti ini.
Yang menjadi masalah adalah pohon ini jelas ingat Weng Lou tidak ada sebelumnya ketika di sedang memanah rusa ini. Ketika dia berada di atas pohon, tidak ada pohon lain yang lebih tinggi selain yang ia panjat.
Lalu bagaimana bisa ada pohon ini secara tiba-tiba?
Weng Lou sedang memikirkan itu di dalam kepalanya, tanpa menyadari sesosok makhluk besar yang berjalan ke arahnya.
Bum....bum....bum.....
Mendadak di sekitarnya bergetar hebat, dan membuat Weng Lou panik. Di menoleh ke kanan dan ke kiri mencari asal bunyi tersebut, dan kemudian terpaku pada sesosok beruang hitam raksasa yang sedang berjalan ke arahnya.
Weng Lou menelan ludahnya menatap beruang itu. Itu adalah Beruang Iblis Hitam!
Beruang Iblis Hitam adalah binatang buas yang memiliki kekuatan di Dasar Pondasi tingkat 4 menengah, hingga tingkat 5 awal. Mereka adalah pemburu alami, dan bisanya hidup secara individu. Mereka memiliki ciri fisik yaitu bulu hitam gelap dan cakar panjang yang sangat tajam, serta sepasang mata merah menyala yang menandakan mereka sangatlah ganas dan berbahaya.
Kekuatan mereka satu setengah kali lebih kuat dibandingkan dengan manusia dengan tingkat praktik yang sama, sehingga memerlukan lebih dari satu orang yang berada di Dasar Pondasi tingkat 5 awal untuk memiliki persentase kemenangan sebesar seratus persen.
Beruang Iblis Hitam memiliki kebiasaan menyerang makhluk hidup apa saja yang masuk ke dalam wilayah kekuasaannya, bahkan jika itu sesamanya sekalipun.
"Bagaimana bisa ada Beruang Iblis Hitam di sin!" Weng Lou berseru panik.
Perlu diketahui, wilayah Hutan Kematian yang berada di sekitar Desa Sungai Biru telah dibersihkan oleh Weng Li, ayah Weng Lou dari binatang buas yang berbahaya seperti Beruang Iblis Hitam ini.
"Grrrr......"
Beruang itu menggeram marah, dan detik berikutnya, dia pun menerjang ke arah Weng Lou.
"Bahaya!" Dengan sigap, Weng Lou melompat kesamping dan menghindari terjangan dari beruang itu.
BUMM!!!
Beruang tersebut menabrak dengan keras pohon besar yang ditemukan oleh Weng Lou sebelumnya, dan menghasilkan bunyi tabrakan yang sangat besar. Tanah sekitarnya bergetar hebat, dan membuat keseimbangannya goyah.
Belum lima detik berlalu, dan Beruang Iblis Hitam sudah kembali bangkit. Dia berbalik dan menatap Weng Lou yang terjatuh ke tanah dengan mata merahnya yang menyala.
Membuka mulutnya lebar, beruang itu sekali lagi menerjang ke arah Weng Lou.
!!!!!!
Weng Lou tak akan sempat berdiri dan menghindari itu. Mempertaruhkan nasibnya, Weng Lou menempatkan semua kekuatannya pada kedua tangannya, dan mendorong sekuat tenaganya untuk lewat di bawah tubuh beruang besar itu.
Srrrttttt......
BUM!!!
Tubuh Weng Lou berguling satu kali, dan dengan sigap langsung mengarah pada pohon besar di hadapannya. Dia segera memanjat pohon itu dengan sisa-sisa tenaganya.
Weng Lou sudah memikirkannya, mustahil baginya untuk bisa kabur dari Beruang Iblis Hitam yang merupakan pemburu sejati, satu-satunya kesempatan yang ia miliki adalah memanjat setinggi mungkin pohon yang ia temukan ini, dan berharap ayahnya bisa pulang cepat.
Di desanya tidak ada orang selain ayahnya yang bisa mengalahkan Beruang Iblis Hitam ini. Meski begitu Weng Lou tidak mengetahui, apakah Beruang Iblis Hitam ini bisa memanjat juga atau tidak. Jika dia bisa memanjat juga, maka tamatlah riwayat Weng Lou.
Baru saja dirinya memanjat sekitar tiga meter, Beruang Iblis Hitam itu sudah kembali berbalik dan menatap Weng Lou dengan sangat marah.
"Grraaaarrr!!!" Meraung marah, beruang itu kemudian melesat ke arahnya dan mengarahkan cakaran pada Weng Lou.
"Apakah aku akan mati?" Pertanyaan itu tiba-tiba terbesit di dalam pikiran Weng Lou.
Mustahil di bisa menghindari cakaran itu, tidak dalam posisinya saat ini yang sedang memanjat.
"Dewa tolonglah aku....aku belum mau mati...." lirih Weng Lou.
Mendadak, pohon yang ia panjat itu bersinar terang hingga memaksa dirinya untuk menutup ke dua matanya.
Beruang itu juga ikut menutup kedua matanya karena cahaya dari pohon itu. Namun itu tidak menghentikan serangannya.
Srraaattt!!!!
Cakarnya berhasil melukai punggung Weng Lou dengan sangat dalam. Tulang Weng Lou sampai dapat terlihat karena serangan itu.
Tangan Weng Lou yang memeluk pohon itu pun terlepas, tubuhnya terjatuh ke tanah, dan sepersekian detik kemudian sebuah ledakan amat besar terjadi dari pohon besar yang tiba-tiba bercahaya itu.
BAAMMM!!!!! SHUUU-!!! BRACKK!!!!
Tubuh Weng Lou terlempar lebih dari sepuluh meter, sementara beruang itu terhempas dengan sangat kuat, dan membuatnya menabrak sebuah batu besar runcing yang kemudian menembus kepalanya.
Menabrak sebuah pohon, tubuh Weng Lou pun kembali terjatuh ke tanah, dan kesadarannya mulai kabur, entah itu karena ledakan tersebut, atau karena luka yang diakibatkan oleh cakaran Beruang Iblis Hitam itu, dia juga tidak tau. Yang jelas, rasa sakit itu membuat kesadarannya mulai memudar.
Di saat-saat dirinya akan segera pingsan, mendadak sebuah suara menggema di dalam kepalanya.
"Akhirnya aku menemukanmu nak.... semoga kau beruntung ..."
Weng Lou pun langsung pingsan begitu suara tersebut selesai berbicara.
Malam hari, di dalam Hutan Kematian.
Sosok Weng Lou terbaring lemah di samping sebuah pohon yang ia tabrak sebelum dirinya pingsan sebelumnya.
Dalam kondisi lemah dirinya menerawang ke langit dan menatap langit malam yang berbintang.
Dia membuka mulutnya, dan seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada satu katapun yang keluar darinya, hanya sebuah suara serak yang amat lemah.
Luka pada punggungnya sudah tidak mengeluarkan darah lagi, tapi masih dalam kondisi terbuka. Ini adalah salah satu kehebatan dari seorang Praktisi Beladiri, meski dalam kondisi terluka separah apapun, mereka selalu memiliki kesempatan untuk selamat karena kecepatan regenerasi tubuh mereka sangatlah cepat jika dibandingkan dengan manusia biasa.
Tapi itu semua percuma jika luka yang dialami oleh sang Praktisi Beladiri, seperti terluka pada leher, atau pun perut, atau beberapa daerah vital lainnya, kemungkinan selamat berada di bawah lima puluh persen, tergantung seberapa tinggi tingkat praktik Praktisi Beladiri tersebut.
Untungnya, Weng Lou terluka pada punggungnya, sehingga dirinya tidak berada dalam kondisi yang membahayakan nyawa nya. Tapi tetap saja, dirinya saat ini telah kehilangan banyak sekali darah, jika dia tidak segera diobati maka dia tetap akan mati.
Di saat dirinya masih menatap kosong ke langit malam, mendadak terdengar sebuah suara gemersik di dekatnya.
Dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki, Weng Lou menggerakkan kepalanya dan menatap ke arah asal suara tersebut.
Napasnya yang sangat lemah mulai semakin cepat ketika mendengar suara tersebut.
Ini sudah malam hari, dan satu-satunya yang beraktifitas malam hari di Hutan Kematian adalah para binatang buas yang tinggal di dalamnya.
Malam hari adalah waktu bagi mereka untuk berburu, jadi Weng Lou sangat gelisah dalam hatinya pada saat ini. Sebuah keajaiban besar dirinya bisa selamat dari serangan Beruang Iblis Hitam dan juga ledakan pagi tadi. Jika dirinya malah harus dihadapkan pada binatang buas sekarang, maka dia mati.
Dirinya sudah tak memiliki kekuatan sama sekali sekarang.
"Apakah kau justru ingin mempermainkan aku, dewa?" Weng Lou berbicara dalam hatinya.
Dari arah asal suara yang ia dengar sebelumnya, terlihat tubuh dari Beruang Iblis Hitam yang sudah tak bernyawa. Sebuah batu runcing yang sepertinya sangat keras dan tajam menancap tepat pada kepalanya.
Tapi perhatian Weng Lou tidak terfokus pada tubuh Beruang Iblis Hitam tersebut, melainkan sosok bayangan yang sedang berdiri di atas tubuh beruang tersebut, dan sedang menatap ke arah Weng Lou yang terbaring di tanah.
Samar-samar Weng Lou bisa memastikan bahwa bayangan tersebut adalah manusia.
Mendadak, keinginan untuk bertahan hidup mulai membara di dalam hati Weng Lou. Dia pun berusaha sekuat tenaga untuk mengangkat tangan kanannya dan mengarahkannya pada sosok bayangan tersebut.
"To...long....aku....." ucapnya dengan lemah. Itu adalah semua yang ia bisa.
"Kumohon, tolong aku! Aku tidak ingin mati! Kumohon! Siapapun kau! Aku mohon selamatkan aku!!" Itulah yang akan Weng Lou katakan jika dia memiliki kekuatan untuk mengatakannya.
Sosok bayangan itu hanya diam menatap Weng Lou, dan kemudian terlihat dia melangkah dan mendekat ke arah Weng Lou dan memperlihat sosoknya merupakan seorang pria yang seperti berusia awal empat puluhan seperti ayahnya, mengenakan topi jerami dan jubah berwarna hitam.
Pada punggungnya terlihat sebuah busur besar dengan berbagai motif yang sangat indah menghiasinya.
"Siapa kau, nak?" Sosok pria itu bertanya kepada Weng Lou.
Weng Lou membuka mulutnya, dan berniat menjawab, tapi kemudian tidak ada suara yang keluar darinya. Dia telah mengerahkan semua yang ia punya untuk mengatakan 'tolong aku' sebelumnya.
Pria itu menatap Weng Lou tanpa berkedip, lalu pandangannya kemudian tertuju pada lambang Keluarga Weng yang berwarna biru dan sebuah pola menyerupai sungai-sungai pada bagian punggung pakaian Weng Lou.
Dahinya berkerut melihat hal itu lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, seperti mencari sesuatu.
"Bagaimana kau bisa ada di sini? Kau berasal dari Keluarga Klan Cabang Weng Desa Sungai Biru, bukan? Apakah kau masuk kedalam hutan bersama orang lain?" tanya pria itu lagi.
Weng Lou hanya bisa menggelengkan dengan pelan kepalanya.
"Lalu? Jangan bilang kau masuk sendiri ke dalam hutan?"
Weng Lou hanya diam mendengar hal itu, dia kesulitan untuk mengangguk, jadi dia berharap pria itu bisa mengerti akan tanda-tanda yang ia tunjukkan.
"Nak, apa kau sadar bahwa-"
"Aaauuuuu!!!!!"
Belum selesai pria itu berbicara, dari balik tubuh Beruang Iblis Hitam yang besar, keluar seekor serigala yang memiliki bulu berwarna abu-abu di seluruh tubuhnya. Pad dahinya terlihat warna yang berbeda, yaitu warna merah.
Serigala itu melolong dan membuat perhatian Weng Lou dan pria itu langsung terarah padanya.
Tak lama kemudian, sekawanan serigala yang sama seperti serigala tersebut keluar dari balik-balik pepohonan dan mulai mengelilingi Weng Lou dan pria tersebut.
Pria itu menghela napasnya dan kemudian membuka telapak tangannya, dan dalam kecepatan yang bisa diikuti oleh mata, sebuah anak panah tercipta dari sekumpulan energi yang bercahaya putih terang.
Weng Lou yang dalam kondisi lemahnya menelan ludah menyaksikan hal tersebut. Dia tau teknik yang dilakukan oleh pria itu.
Energi bercahaya putih terang yang membentuk anak panah itu adalah sesuatu yang disebut dengan tenaga dalam oleh para Praktisi Beladiri.
Weng Lou tidak terlalu mengerti detailnya, tapi yang pasti hanya mereka yang merupakan seorang Praktisi Beladiri dengan kekuatan tinggi saja yang bisa melakukannya.
Ayahnya, Weng Li juga bisa melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh pria yang ada di hadapannya ini, tapi yang dibuat oleh Weng Li adalah sebuah pedang, dan itu tidak melayang seperti anak panah yang diciptakan oleh pria ini.
"Sepertinya kalian ini belum menyerah yah..." Pria itu berbicara dengan nada datar.
Detik berikutnya, lolongan serigala kembali terdengar, dan kawanan serigala itu pun menerjang ke arah mereka berdua.
Pria itu hanya diam sambil mengangkat tangannya yang terdapat anak panah dari tenaga dalam tersebut.
Ketika para serigala itu berjarak kurang dari sepuluh meter saja dari mereka, mendadak anak panah di tangan pria itu pun terbang dengan sangat cepat dan kemudian menembus kepala salah satu serigala.
Anak panah itu kemudian berbelok, dan menembus kepala serigala lainnya.
Anak panah tersebut, dalam kecepatan yang tetap, terbang dan menembus satu persatu kepala serigala yang sedang mengarah pada Weng Lou dan pria itu.
Ketika anak panah itu menembus kepala serigala terakhir, tubuh semua serigala pun terjatuh ketanah bersamaan, dan anak panah itu terbang kembali kebarah pria itu, dan melayang dengan ringan di atas telapak tangannya, lalu mulai hancur menjadi energi-energi kecil dan masuk ke dalam tubuhnya.
"Para binatang buas ini tidak ada habisnya, dibunuh satu, sepuluh bertambah," ucap pria itu lalu kemudian menatap Weng Lou kembali.
Terdengar suara helaan napas darinya, yang kemudian menunduk dan mengangkat tubuh Weng Lou, lalu kemudian memposisikan tubuh Weng Lou pada punggungnya.
Setelah memastikan tubuh Weng Lou tidak akan terjatuh nantinya, pria itu pun mulai melangkahkan kakinya pergi dari situ, tanpa menyadari bahwa sebuah kitab berwarna keemasan tergeletak di tempat Weng Lou terbaring sebelumnya.
Beberapa saat kemudian, kitab tersebut menghilang bagai tak pernah ada sebelumnya.
Tak lama setelah kepergian dari pria itu bersama dengan Weng Lou, sosok pria lainnya tiba di tempat itu dan mengenakan topi jerami, serta mantel dari rerumputan kering.
Pria itu membuka topi jeraminya, dan memperlihatkan identitasnya yang tidak lain adalah ayah Weng Lou, Weng Li.
Dia mengamati sekelilingnya, dan kemudian berjalan ke arah dimana tubuh Weng Lou terbaring beberapa menit yang lalu.
Menatap tempat itu selama beberapa saat, Weng Li kemudian mulai melihat sekitarnya lagi, dan menemukan banyaknya tubuh serigala yang terbaring tak bernyawa lagi di tanah, serta tubuh seekor beruang hitam besar tidak jauh darinya.
Weng Li berjalan mendekati tubuh salah satu serigala yang sudah mati tersebut, dan memeriksa bekas luka pada kepalanya.
Dahinya berkerut ketika menyadari bahwa luka itu disebabkan oleh tenaga dalam.
Dia menutup matanya sejenak, lalu menoleh ke satu arah dimana pria sebelumnya pergi sambil membawa Weng Lou yang terluka.
"Ada dimana kau, Lou'er...." Weng Li berbicara pelan dan kemudian pergi ke arah tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!