lAngin dingin malam itu bertiup begitu kencang, menyapu pepohonan yang ada di luar kastil, menciptakan suara gemerisik yang menyerupai bisikan. Isabella menutup jaket tebalnya lebih erat, merasakan hawa dingin yang menggerogoti kulit. Langkah-langkahnya terdengar menggema di jalan setapak berbatu, menuju pintu besar kastil Belmorn yang menjulang tinggi. Dinding kastil yang terbuat dari batu tua tampak lusuh dan penuh lumut, seolah-olah telah bertahun-tahun tidak pernah tersentuh sinar matahari. Suasana yang suram ini semakin diperburuk dengan kabut yang menyelimuti sekitar kastil, membuatnya tampak seperti bangunan yang terperangkap dalam waktu.
Isabella menoleh ke belakang, melihat sepuluh teman dekatnya mengikuti langkahnya. Mereka tampak penuh semangat, meskipun ada kecanggungan yang tak bisa disembunyikan. Beberapa di antara mereka pertama kali datang ke tempat terpencil ini, sementara yang lain—termasuk Isabella—merasa ada sesuatu yang tak biasa tentang kastil ini. Namun, semua kesan itu ditutupi dengan antusiasme liburan. Mereka ingin menikmati liburan musim dingin di sebuah tempat yang jauh dari hiruk-pikuk kota.
“Selamat datang di Kastil Belmorn,” suara seorang pria tua muncul dengan tiba-tiba, mengalihkan perhatian mereka dari suasana di sekitar kastil. Wajah pria itu tak begitu jelas terlihat, terhalang bayang-bayang dari lampu minyak yang dipasang di dinding kastil. Sosoknya kurus dan tinggi, mengenakan jas hitam yang tampak kotor dan usang. "Saya penjaga kastil ini. Silakan masuk, para tamu terhormat."
Isabella menatap pria itu dengan rasa penasaran yang semakin dalam. Ada sesuatu yang aneh dalam cara pria itu berbicara, seolah-olah ia tahu lebih banyak daripada yang ia ungkapkan. Namun, mereka tidak punya pilihan selain mengikuti ajakan pria itu dan memasuki gerbang kastil yang terbuka perlahan. Gerbang besar itu berderit, seperti mengeluarkan suara keluhan dari sebuah masa lalu yang terlupakan.
Saat mereka melangkah memasuki kastil, hawa dingin semakin terasa. Dinding-dinding batu yang dingin dan gelap memantulkan cahaya temaram dari lampu minyak yang menggantung, menciptakan bayang-bayang yang panjang dan menakutkan di setiap sudut. Langkah kaki mereka menggema di sepanjang lorong-lorong panjang, yang di beberapa tempat terlihat berdebu dan tertutup belukar tanaman liar yang merayap ke dalam bangunan. Setiap pintu yang mereka buka terasa berat dan berderit, seakan melawan mereka yang ingin menjelajah.
"Sepertinya ini kastil yang... agak suram," ujar Jonathan, teman dekat Isabella, sambil menyeringai dan menatap keliling. Wajahnya tampak ceria seperti biasa, namun ada kilatan ketidaknyamanan di matanya.
“Apa kau pikir ini lebih menakutkan daripada yang kita bayangkan?” Tanya Maria, sahabat dekat Isabella, dengan nada yang sedikit gemetar. "Aku merasa seolah ada yang mengawasi kita."
Isabella hanya mengangguk pelan, berusaha menenangkan diri. Namun, perasaan aneh itu semakin lama semakin kuat. Lorong-lorong yang gelap ini seperti memiliki kehidupan sendiri, dan langkah kaki mereka seolah-olah membuat udara di sekitar terasa semakin berat.
Malam itu, mereka makan malam bersama di ruang makan besar, yang memiliki perapian besar yang menyala dengan api yang hangat. Makanan yang disajikan sederhana, namun cukup lezat. Namun, Isabella tidak bisa menghilangkan rasa cemas di dadanya. Suasana kastil yang begitu sunyi, dipadukan dengan kenyataan bahwa mereka berada begitu jauh dari dunia luar, membuat ketegangan tak terhindarkan. Setelah makan malam, mereka memilih untuk beristirahat di kamar masing-masing.
Isabella masuk ke dalam kamarnya yang besar. Dinding-dindingnya dipenuhi lukisan tua, dan tirai-tirai tebal menutupi jendela besar yang menghadap ke luar. Lampu minyak menyala dengan redup di samping ranjang besar yang dilapisi kain sutra. Meski terlihat nyaman, ruangan itu tetap memberi kesan seram. Isabella melepaskan jaketnya, berbaring di atas ranjang, mencoba menenangkan pikiran yang terus bergolak.
Namun, malam semakin larut, dan sebuah suara ketukan datang dengan pelan, seolah memecah kesunyian malam yang hening. Tiga ketukan pendek yang menggetarkan pintu kamarnya. Isabella terdiam, matanya terbuka lebar. Ketukan itu terdengar sangat jelas, meski di luar kamar, tidak ada suara langkah kaki atau aktivitas lain yang terdengar.
“Siapa itu?” Isabella berbisik pelan, tetapi tidak ada jawaban. Ia mengintip melalui lubang kunci pintu, namun tak ada siapa-siapa di luar sana. Hanya lorong gelap yang menanti.
Perasaan aneh itu semakin menguat. Isabella merasa ada sesuatu yang salah. Ketika ia mundur dari pintu, tiba-tiba sebuah bayangan gelap melintas cepat di ujung lorong, hanya terlihat sekilas sebelum lenyap. Isabella terlonjak, jantungnya berdetak kencang. Tetapi, sebelum ia bisa bergerak, suara jeritan keras terdengar dari arah ruang bawah tanah. Itu bukan sekadar jeritan biasa. Jeritan yang penuh dengan rasa takut, seolah-olah kehidupan seseorang sedang direnggut dengan kejam.
Dengan terburu-buru, Isabella berlari keluar kamar dan menuju ke tempat asal suara. Teman-temannya sudah berkumpul di depan pintu ruang bawah tanah, wajah mereka pucat dan ketakutan. Elisa, salah satu teman mereka, terbaring tak bernyawa di lantai. Tubuhnya penuh dengan luka-luka yang mengerikan. Di sekitar tubuhnya terdapat genangan darah, sementara di atas dinding, dengan darah yang masih segar, ada tulisan yang tampaknya sengaja ditorehkan: “Mereka akan datang.”
Jonathan tersentak, wajahnya pucat pasi. “Apa yang terjadi padanya? Siapa yang melakukan ini?”
Maria berlari ke sisi tubuh Elisa, menunduk dengan penuh ketakutan. “Ini... ini bukan kecelakaan, ini pembunuhan!” suara Maria bergetar, sukar untuk dipahami.
Isabella memandang sekeliling, merasakan ada sesuatu yang mengawasi mereka. Semua pintu terkunci, dan mereka terperangkap di dalam kastil ini. Keheningan yang mencekam menambah rasa takut yang semakin menguasai diri mereka. “Kita harus segera pergi dari sini,” Viktor, yang biasanya lebih pendiam, berkata dengan suara rendah, “Ini bukan tempat yang aman.”
Namun, sesuatu menahan mereka. Suasana semakin tegang, udara semakin berat, dan Isabella mulai merasakan adanya kekuatan gelap yang bermain di kastil ini. Sebuah kekuatan yang sudah lama ada, yang telah menunggu saat yang tepat untuk mengambil korban.
Isabella merasa seolah mereka terjebak dalam sebuah permainan yang jauh lebih mengerikan dari yang mereka bayangkan. Kastil ini bukan hanya sebuah tempat, melainkan sebuah penjara yang menyimpan rahasia kelam, yang siap menelan mereka satu per satu.
Keheningan itu akhirnya pecah dengan suara langkah kaki berat yang datang dari lorong yang gelap. Langkah-langkah itu mendekat dengan cepat, seperti sesuatu yang mengejar mereka.
"Apa itu?" tanya Jonathan dengan suara tercekat, tapi tak ada jawaban.
Di tengah ketegangan yang semakin mencekam, Isabella tahu satu hal: mereka tidak bisa kembali. Teror yang sebenarnya baru saja dimulai.
Suasana di dalam kastil semakin mencekam setelah kematian Elisa yang misterius. Tubuh Elisa yang terbaring di lantai ruang bawah tanah masih menyisakan bayang-bayang ketakutan di setiap sudut kastil. Teman-teman Isabella berdiri dalam kebingungan, tidak tahu apa yang harus dilakukan, sementara Isabella sendiri merasa seolah terjebak dalam mimpi buruk yang tidak kunjung berakhir.
Jonathan menggenggam erat lengannya, wajahnya tampak cemas. "Kita harus pergi dari sini. Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi," katanya dengan suara yang penuh ketegangan.
Namun, Isabella tidak menjawab. Pandangannya tertuju pada dinding yang dipenuhi tulisan darah yang mengerikan. "Mereka akan datang." Kata-kata itu terus berputar dalam pikirannya. Apa maksudnya? Siapa yang akan datang?
"Siapa yang melakukan ini?" tanya Viktor, pria tinggi dengan wajah serius. Matanya yang tajam mencari-cari petunjuk, tapi tidak ada jawaban. Hanya kesunyian yang memenuhi ruang bawah tanah itu.
Beberapa teman mulai tampak panik, berbisik-bisik satu sama lain. Di tengah kekacauan itu, Maria mendekati Isabella dengan wajah pucat. "Kita harus keluar dari kastil ini. Ada sesuatu yang sangat salah di sini."
Isabella menatapnya tanpa berkata-kata. Perasaan gelisah yang menguasai dirinya semakin kuat, seperti ada sesuatu yang mengawasi mereka, menunggu untuk menyerang. Beberapa detik terasa seperti berjam-jam ketika suara langkah kaki berat terdengar lagi, kali ini semakin dekat.
"Apa itu?" Viktor bertanya, matanya memicing tajam ke lorong yang gelap di ujung ruang bawah tanah. Langkah-langkah itu datang dari arah sana, seolah mengarah ke mereka.
Isabella merasakan jantungnya berdebar kencang. Mereka semua terdiam, mencoba mendengarkan, namun suara itu tiba-tiba berhenti. Keheningan yang mencekam melingkupi mereka.
"Jangan biarkan diri kalian terperangkap oleh ketakutan," suara pria tua penjaga kastil itu tiba-tiba terdengar, mengagetkan mereka. Sosoknya muncul dari balik bayang-bayang, berdiri di ambang pintu ruang bawah tanah. Wajahnya yang keriput tampak semakin gelap di bawah cahaya temaram. "Kastil ini memiliki sejarah yang panjang, sejarah yang penuh dengan darah."
"Kami perlu pergi," Jonathan berkata dengan ketegangan di suaranya, "Ada yang sangat salah di sini."
Penjaga kastil itu menggelengkan kepala perlahan, wajahnya yang datar tidak menunjukkan tanda-tanda empati. "Kalian tidak bisa pergi. Tidak ada yang bisa keluar dari sini dengan selamat." Suaranya seakan mengandung ancaman.
Maria menggigil di samping Isabella, wajahnya memucat lebih jauh. "Apa maksudmu? Kenapa kita tidak bisa pergi?"
Pria itu menatap mereka semua dengan tatapan tajam. "Kalian sudah memasuki tempat ini dengan niat yang salah. Kastil ini milik mereka. Mereka yang mengendalikan segalanya di sini. Kalian hanya bisa bertahan jika kalian mengikuti aturan mereka."
Isabella merasa tubuhnya kaku. "Siapa mereka?"
Penjaga itu menghela napas berat, seolah-olah pertanyaan ini telah ia dengar ribuan kali. "Mereka adalah bayangan dari masa lalu, roh yang terjebak dalam kastil ini, tidak bisa pergi, tidak bisa meninggalkan tempat ini. Mereka akan menghukum kalian jika kalian melawan. Kalian harus menerima kenyataan ini jika ingin tetap hidup."
Hati Isabella berdebar cepat. "Apa yang harus kami lakukan?"
Pria itu mendekat dan bisikannya terasa seperti suara dari lubang gelap yang dalam. "Pilihannya sederhana. Jika kalian ingin bertahan, jangan pernah membuka pintu yang tidak seharusnya dibuka. Jangan mengungkapkan rahasia kastil ini. Dan, yang paling penting, jangan pernah sendirian di tempat yang sepi."
Setelah mengatakan itu, pria itu berbalik dan meninggalkan mereka, hilang kembali ke dalam kegelapan kastil. Meninggalkan kelompok yang kini semakin bingung dan ketakutan. Ketegangan di udara terasa semakin berat. Bayangan-bayangan gelap mulai memenuhi pikiran Isabella. Apa yang harus mereka lakukan sekarang? Mereka terperangkap di dalam kastil ini, dengan masa lalu yang tidak mereka ketahui, dan kekuatan gelap yang sedang mengintai mereka.
Sambil menatap pintu ruang bawah tanah yang masih terbuka, Viktor berkata dengan suara pelan, "Kita harus mencari jalan keluar. Mungkin ada sesuatu di luar yang bisa membantu kita."
Isabella mengangguk, meskipun dalam hatinya, perasaan cemas semakin dalam. "Tetapi hati-hati. Kastil ini tidak seperti yang kita kira."
Mereka semua keluar dari ruang bawah tanah dan menuju ke lorong-lorong panjang kastil, dengan langkah hati-hati. Setiap langkah yang mereka ambil terasa berat, seperti ada sesuatu yang mengikutinya, mengawasi setiap gerakan mereka. Tiba-tiba, mereka berhenti di sebuah pintu yang besar dan terkunci di salah satu sudut kastil.
"Pintu ini... kita belum melihatnya sebelumnya," Maria berkata, menatap pintu yang tampak berbeda dari yang lain. Tidak ada lampu minyak di sekitar pintu ini, hanya kegelapan yang menggantung di sekelilingnya.
Mereka mencoba mendorong pintu itu, tetapi tidak bergerak. Di seberang pintu, ada suara berdesir lembut, seperti suara desahan dari seseorang yang berusaha untuk berbicara.
Isabella menatap pintu itu dengan curiga. "Apa yang ada di balik pintu ini?" gumamnya, dan sebelum ada yang menjawab, suara ketukan yang lebih keras tiba-tiba terdengar dari balik pintu. Ketukan yang seakan memanggil mereka, menantang mereka untuk membuka pintu yang tersegel rapat itu.
Tanpa disadari, Isabella meraih gagang pintu. Sebuah perasaan tidak wajar menguasai dirinya. Sesuatu menariknya untuk membuka pintu itu.
"Jangan!" teriak Viktor, tetapi sudah terlambat. Pintu itu terbuka dengan sendirinya, menghasilkan suara berderit yang tajam. Ketika pintu terbuka sepenuhnya, bayangan hitam yang menyeramkan melintas cepat di depan mereka, membuat udara terasa semakin berat.
Di dalam, mereka menemukan sebuah ruangan besar, dengan langit-langit yang tinggi dan dinding penuh dengan lukisan-lukisan yang rusak. Di tengah ruangan, ada sebuah meja tua, dengan benda-benda yang tampak seperti peninggalan masa lalu. Namun, yang paling mencolok adalah sebuah cermin besar yang terletak di tengah meja, bercahaya redup.
Isabella merasa tubuhnya kaku, matanya terpaku pada cermin itu. Begitu ia menatap lebih lama, bayangan dalam cermin mulai bergerak, seolah ada sesuatu yang hidup di dalamnya, sesuatu yang mengintai mereka.
Suara langkah kaki terdengar lagi, kali ini lebih keras dan lebih dekat. Sesuatu sedang datang.
Suasana di dalam ruangan itu semakin mencekam. Isabella merasa seolah-olah waktu berhenti saat pandangannya terkunci pada cermin besar di tengah meja. Bayangan gelap dalam cermin bergerak, seakan-akan ada sesuatu—atau seseorang—yang terperangkap di dalamnya, mengintip dari balik permukaan kaca yang berkilau itu. Ia merasakan kegelisahan yang semakin dalam di dadanya, dan tanpa sadar, kakinya mundur sedikit.
“Isabella...” suara Maria terdengar gemetar di belakangnya. Isabella menoleh, melihat sahabatnya yang tampak ketakutan. “Apa yang terjadi? Ada yang tidak beres di sini.”
Isabella menelan ludah, mencoba mengalihkan pandangannya dari cermin yang semakin menakutkan itu. “Aku... aku tidak tahu. Tapi kita harus berhati-hati. Seperti ada yang mengawasi kita.”
Jonathan, yang tampak lebih tenang, berusaha meraih cermin itu, seolah ingin melihat lebih dekat. "Cermin ini tampak biasa saja. Hanya kaca tua," ujarnya, mencoba meyakinkan mereka.
Namun, saat tangan Jonathan hampir menyentuh permukaan cermin, bayangan dalam cermin itu bergerak lagi, lebih cepat, seolah berusaha menjauhi sentuhan manusia. Isabella melihat dengan jelas—bayangan itu bukan sekadar pantulan, tetapi sesuatu yang hidup, yang mengintai mereka.
“Jonathan, jangan!” Isabella berteriak, suaranya terdengar nyaris tidak dikenali oleh dirinya sendiri.
Jonathan terhenti, tangannya terhenti di udara, dan semua orang di dalam ruangan itu merasakan ketegangan yang luar biasa. Keheningan mencekam menyelimuti ruangan, hanya ada suara napas yang berat dan cepat, mencampuri udara yang terasa semakin berat.
Tiba-tiba, pintu besar yang tadi mereka buka tertutup sendiri dengan suara keras yang menggelegar. Semua terlonjak, dan gelombang ketakutan melanda mereka. Pintu itu kini terkunci dari luar. Mereka terjebak.
“Tidak! Kita terjebak!” teriak Viktor, suaranya hampir hilang dalam kepanikan. Ia mencoba mendorong pintu, tetapi tidak bisa. Semua usaha mereka sia-sia. Pintu itu terkunci rapat.
“Tenang... tenang!” perintah Isabella, meskipun suaranya tidak terdengar tenang sama sekali. Tubuhnya terasa kaku, tetapi ia berusaha mengendalikan diri. “Kita harus mencari jalan keluar.”
Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari atas, suara langkah kaki berat yang datang dari lorong-lorong yang gelap. Langkah itu semakin dekat, lebih berat, seolah-olah sebuah tubuh besar dan berat sedang mendekat dengan kecepatan yang mengerikan.
“Siapa itu?” tanya Maria dengan suara yang nyaris tak terdengar.
Tidak ada jawaban. Hanya suara langkah kaki yang semakin dekat, semakin keras. Mereka semua terdiam, menahan napas, mencoba mendengarkan setiap detil suara itu. Saat langkah itu tiba di luar pintu, seketika semuanya hening.
Dan kemudian, suara berdesir halus terdengar dari dalam cermin.
Isabella memalingkan wajahnya kembali ke cermin, matanya terbelalak. Bayangan itu—makhluk itu—sekarang terlihat lebih jelas. Ia terlihat seperti sosok yang terperangkap di dalam cermin, tetapi matanya... matanya memandang langsung ke mereka.
Tiba-tiba, dengan gerakan yang cepat dan tak terduga, bayangan itu muncul dari dalam cermin, seperti sebuah makhluk yang merangkak keluar dari kegelapan. Semua orang terbelalak, terkejut dan ketakutan. Bayangan itu tidak manusiawi, wajahnya kabur dan buram, tubuhnya berkelok dengan cara yang tidak wajar, dan tangannya terulur ke arah mereka.
“Lari!” teriak Viktor, hampir tidak bisa menguasai dirinya lagi. Semua berlarian menuju pintu yang terkunci, mencoba membuka pintu dengan segala cara. Namun, pintu itu tetap tidak bergerak.
Isabella merasa terhimpit. Jantungnya berdegup sangat kencang. Di luar sana, makhluk itu semakin mendekat. Wajahnya semakin jelas, tampak seperti wajah seorang wanita yang sudah mati. Raut wajahnya tampak hancur dan rusak, penuh dengan luka-luka yang dalam dan darah yang mengalir dari matanya yang kosong. Wajah itu menyeringai, mengeluarkan suara tertawa yang terdengar seperti teriakan ketakutan.
"Apa ini?" bisik Jonathan, hampir tidak percaya pada apa yang dilihatnya.
"Seseorang... seseorang di sini membunuh mereka," kata Isabella dengan suara parau, tubuhnya gemetar. Ia tahu, untuk pertama kalinya, bahwa mereka tidak hanya terperangkap dalam kastil ini—mereka juga terperangkap dalam permainan yang jauh lebih jahat, yang dimainkan oleh kekuatan yang tidak bisa mereka pahami.
"Jangan biarkan dia mendekat!" teriak Maria, menjerit keras. Tetapi saat itu, dengan satu gerakan cepat, bayangan itu menggapai salah satu dari mereka—Elisa, yang masih tergeletak tak bernyawa di sudut ruangan.
Semua orang menjerit ketakutan. Elisa tiba-tiba bangkit, matanya yang kosong memancarkan cahaya aneh. Tubuhnya bergerak dengan cara yang tidak manusiawi, dan mulutnya terbuka lebar, seolah-olah ia mencoba berbicara, namun hanya suara-suara aneh yang keluar dari tenggorokannya.
Sosok Elisa itu berjalan mundur ke arah mereka, bergerak dengan cara yang mengerikan. “Dia—dia sudah mati!” teriak Jonathan, gemetar ketakutan.
Isabella mundur satu langkah, matanya tak bisa melepaskan pandangannya dari tubuh Elisa yang terbangun dengan penuh kebingungan dan keganasan. "Ini bukan Elisa lagi..." kata Isabella dengan suara gemetar. "Ini... ini adalah roh yang terperangkap di dalam kastil ini. Dia kembali untuk membalas dendam."
"Pembunuhnya!" teriak Viktor, matanya melotot penuh kebingungan dan ketakutan. "Pembunuhnya ada di antara kita."
Isabella menoleh dengan cepat ke teman-temannya. Mereka semua tampak bingung, ketakutan, dan tak tahu harus berbuat apa. Saat itu, sesuatu yang sangat aneh terjadi. Cermin di belakang mereka berkilau tiba-tiba, memancarkan cahaya gelap yang menghisap semua energi mereka. Dan bayangan yang terperangkap di dalamnya kembali mengangkat tangan, seolah memberikan petunjuk bahwa pembunuh itu ada di dalam kastil ini—dan dia sudah siap untuk menyerang.
Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan itu, Isabella merasakan firasat yang sangat kuat: mereka semua berada dalam bahaya yang jauh lebih besar dari yang mereka kira. Dan dalam malam yang gelap ini, mereka bukan hanya harus berjuang untuk bertahan hidup—mereka harus mengungkap siapa yang sebenarnya telah membunuh Elisa, dan siapa yang bersembunyi di balik pembunuhan yang mengerikan ini.
Makhluk itu—apakah itu hanya roh pembalasan, atau sesuatu yang lebih jahat? Isabella tahu satu hal pasti: mereka tidak akan keluar dari kastil ini jika mereka tidak menemukan jawaban.
"Siapa di antara kita yang sebenarnya pembunuhnya?" pikir Isabella, dengan mata yang semakin melebar karena ketakutan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!