Sebuah mobil mewah berhenti di halaman sebuah Mansion. Seorang pria berkacamata turun dari pintu depan, langsung membukakan pintu untuk Tuannya.
"Silahkan Tuan"
Sepasang kaki keluar dari mobil dengan sepatu mengkilap yang digunakannya. Memijak tanah dengan sepatunya itu, seorang pria tampan yang gagah keluar dari mobilnya. Sang Asisten menutup kembali pintu mobil. Berjalan mengikuti Tuannya masuk ke dalam Mansion mewah ini.
Sebuah bangunan klasik bergaya eropa ini begitu luas dan terawat. Kedatangannya langsung disambut oleh pelayan dan pekerja lainnya di Mansion ini. Semuanya mengangguk hormat padanya.
"Wah, Galen Austin telah sampai"
Sambutan dari seorang pria paruh baya yang memiliki wajah identik dengan pria tampan bernama Galen itu. Galen hanya menghela nafas pelan. Pria yang tak pernah gagal mendidiknya, hingga dia bisa seperti sekarang. Galen memeluknya setelah hampir 10 tahun dia berada di Luar Negara untuk menyelesaikan pendidikannya.
"Duduklah, Kakek sudah menunggumu sejak tadi"
Galen mengangguk, dia duduk di sofa yang berada disana. Menunggu Kakek datang. Tak lama kemudian, seorang pria tua yang masih terlihat gagah berjalan ke arahnya, menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan.
"Wah, cucuku sudah pulang akhirnya. Bagaimana disan? Apa kau betah sampai lupa pada pria tua ini"
Galen tertawa kecil, dia berdiri dan membantu Kakek untuk duduk. "Aku harus menyelesaikan pendidikan dan juga proyek disana. Jadi, bukan aku yang tidak ingat pada Kakek. Tapi karena tugas dari Kakek juga yang membuat aku semakin lama disana"
Kakek terkekeh pelan, cucu pertama yang selalu menjadi andalan keluarga Austin saat ini. "Galen, kamu sudah siap dengan Perusahaan kita? Sepertinya sudah saatnya kamu terjun ke Perusahaan kita"
Galen terdiam, sudah jelas kenapa dia diminta pulang. Pasti adalah tentang ini. Karena dia menjadi Pewaris utama di keluarga Austin ini. Yang jelas akan memimpin Perusahaan utama.
"Ini sebuah pertanyaan atau perintah?"
"Tentu saja perintah, Papa sudah lelah memimpin Perusahaan. Sekarang tinggal kamu yang harus melakukannya"
Galen hanya menghela nafas pelan, tidak mungkin bisa menolaknya sekarang. "Baiklah, sekarang aku mau istirahat dulu"
Galen berdiri dan berlalu ke kamarnya yang sudah 10 tahun ini tidak dia tempati. Menjatuhkan tubuhnya terlentang di atas tempat tidur. Menatap langit-langit kamar dengan menghembuskan nafas pelan.
"Sepertinya sudah saatnya untuk aku melamarnya dan mengajak dia menikah. Lagian usiaku sudah hampir 30 tahun sekarang, sudah seharusnya menikah"
Galen tersenyum saat mengingat wajah gadis yang menjadi kekasihnya selama 4 tahun terakhir. Dia adalah gadis masa kecilnya yang selalu bersama-sama dengan Galen. Bahkan mereka pun menjalani pendidikan yang sama di Luar Negara. Hingga 2 tahun terakhir, dia pulang lebih dulu karena urusan dan pendidikannya juga sudah selesai disana. Bahkan sekarang saja dia tidak tahu jika Galen sudah pulang.
"Aku akan pergi menemuinya nanti malam"
*
Seorang gadis yang sedang memotong rumput di taman samping Rumah. Keringat sudah membanjiri keningnya, dia mengusapnya dengan punggung tangan.
"Nirma, makan siang dulu ayo. Tinggalkan saja itu" Seorang gadis datang menghampirinya dengan memakai payung karena hari yang sedang terik.
Nirmala mendongak dan tersenyum pada gadis yang menjadi Nona Muda di Rumah ini. "Sebentar lagi Nona, aku belum selesai. Tinggal sedikit lagi"
Gadis cantik itu duduk di bangku taman dekat Nirmala yang sedan memotong rumput. Payungnya masih belum lepas, dia tidak ingin kulitnya terbakar sinar matahari yang terik.
"Kenapa kamu melakukan ini? Padahal kamu hanya tinggal menyuruh pelayan saja"
Nirmala hanya tersenyum saja. Dia hanya seorang gadis tak punya yang mempunyai keberuntungan bisa masuk ke Keluarga besar ini. Nona Muda yang tidak mempunyai teman perempuan, tidak sengaja bertemu dengannya saat sekolah dasar dulu. Mereka menjalin pertemanan tanpa melihat status sosial. Sampai akhirnya, orang tua Laura Jovanka ini mengadopsi Nirmala yang sebenarnya adalah anak panti asuhan menjadi anak angkatnya. Namun, selama menjadi anak angkat di Rumah ini, Nirmala tetap sadar diri hingga dia sering melakukan pekerjaan pelayan seperti ini. Bukan apa-apa, dia hanya sadar diri saja siapa dirinya.
"Nona Muda masuk saja, disini panas. Makan siang duluan"
"Ck, aku tidak mau. Aku mau makan bareng sama kamu"
Nirmala tersenyum, dia menyudahi kegiatannya. Membuka topi yang sejak tadi dia pakai. "Yaudah, sekarang ayo kita masuk dan makan siang, Nona Laura"
"Oke"
Laura terlihat sangat senang, dia langsung beranjak dari duduknya. Merangkul tangan Nirmala dan berjalan masuk ke dalam Rumah.
"Aku mandi dulu ya, kamu tunggu di Ruang Makan saja" ucap Nirmala.
"Oke, jangan lama-lama ya"
"Baik Nona Muda"
Laura tersenyum ketika melihat Nirmala yang mengacungkan ibu jari padanya. Laura segera kembali ke Ruang Makan. Sehari-hari memang lebih banyak dia habiskan bersama dengan Nirmala, karena kedua orang tuanya hanya sibuk dengan segala pekerjaan. Jadi dia merasa jika Nirmala adalah penyelamatnya dalam kesepian ini.
Beberapa saat kemudian, Nirmala sudah selesai dengan mandi dan berganti pakaian. Dia segera menghampiri Nona Muda yang menunggu di Ruang Makan.
"Kenapa tidak makan duluan saja?"
"Tidak seru kalau hanya sendiri" jawab Laura sambil tersenyum.
Nirmala hanya menggeleng pelan, dia mengambilkan beberapa makanan untuk Laura. "Aku ambilkan bawang daun dan seledrinya dulu ya"
Laura hanya mengangguk saja, bahkan Nirmala sudah tahu semua tentang makanan yang disukai Laura dan tidak. Dan Nirmala selalu membantunya seperti ini. Laura benar-benar merasa dirawat dengan baik oleh Nirmala, dia itu sudah seperti menggantikan Ibunya yang selalu sibuk dengan Butiknya.
"Kayaknya pelayan lupa deh, malah pakai seledri sama daun bawang di makanan kamu. Nanti aku kasih tahu lagi ya"
"Terima kasih"
Nirmala hanya tersenyum dan mengangguk. Dengan telaten dia memisahkan daun bawang dan seledri di makanan Laura.
"Oh ya Nirma, nanti malam aku akan pergi ke Dinner bersama Benji"
Nrimala mendongak, menatap Laura dengan mata menyipit. "Kamu tidak sedang menduakan Tuan Galen 'kan?"
Laura menghela nafas pelan, dia menggigit bibir bawahnya pelan sebelum berbicara. "Tentu saja tidak. Aku hanya berteman dengan Benji. Lagian Galen juga belum pulang. Sebenarnya aku sangat merindukannya, tapi entah kapan dia akan pulang. Jadi, kamu tenang saja. Cintaku untuk Galen masih sebesar itu"
Nirmala mengangguk saja, dia hanya khawatir Laura akan mulai berpaling pada pria yang dia kenal selama beberapa bulan itu. Dan sepertinya Laura selalu terlihat senang ketika menceritakan tentang Benji.
"Pokoknya aku peringatkan kamu ya, jangan sampai mengkhianati cinta yang kalian bangun selama ini"
"Iya Nirma, aku tidak akan"
Bersambung
Aku hadir dengan kisah yang baru.. Semoga suka, dan jangan lupa dukungannya ya.. Terima kasih.
"Aku pergi dulu ya, Nirma. Benji sudah menjemputku" ucap Laura yang menuruni anak tangga. Sudah cantik dengan gaun hitam yang melekat di tubuhnya.
Nirma yang sedang mengelap meja, langsung menoleh pada Laura. Dia menghela nafas pelan. "Yaudah, hati-hati di jalan ya"
"Iya, Nirma"
Laura berjalan keluar Rumah, tersenyum kala melihat mobil Benji yang sudah terparkir di depan gerbang Rumahnya. Laura segera menghampiri.
"Hay, maaf menunggu ya"
Benji yang berdiri di dekat mobilnya itu, hanya tersenyum. Lalu, dia membukakan pintu mobil untuknya.
"Silahkan masuk Tuan Putri, kau cantik sekali malam ini"
"Haha, pastinya dong. Laura Jovanka tidak boleh tampil sederhana saat ada yang mengajak dinner"
Benji hanya terkekeh pelan dengan ucapan Laura yang selalu percaya diri seperti ini. Setelah memastikan gadis itu duduk dengan nyaman, Benji segera menutup pintu mobil. Berlari mengitari mobil dan segera masuk ke dalam mobilnya.
"Jadi, kita akan makan malam dimana?" tanya Laura. sambil menoleh pada Benji, mobil mulai melaju.
"Aku sudah pesan Restoran, semoga kamu suka"
"Aku bisa makan dimana saja kok. Lagian Nirma sering membawa aku makan di pinggir jalan bahkan, saat kita masih sekolah"
Benji tersenyum, dia melirik gadis disampingnya. Wajah yang cantik dan anggun, memang paling cocok sebagai seorang Desainer terkenal sekarang. Bahkan dia yang sering menjadi model untuk desainnya sendiri. Karena wajahnya yang begitu cantik dengan bentuk tubuh yang tinggi semampai. Rasanya semua pria akan tertarik hanya dengan melihatnya sekali saja.
"Baguslah, jadi aku tidak merasa tidak enak karena hanya membawa kamu ke Restoran biasa dan bukan Restoran berbintang"
"Apasih, lagian aku sudah bosan makan di Restoran berbintang. Makanannya terkadang lebih enak makanan di tempat-tempat sederhana seperti itu. Tapi, jangan sampai Daddy dan Mommy tahu tentang ini. Karena mereka akan menganggap aku mulai merendahkan standarku sendiri. Padahal karena mereka belum pernah saja makan di tempat seperti itu. Ya 'kan?"
Benji tersenyum saja, dia mengacak rambut Laura dengan gemas. Ketika gadis itu mulai bercerita maka selalu terlihat menggemaskan.
"Ish, apaan sih? Rambut aku rusak nanti" ucap Laura dengan wajah yang cemberut, tangannya merapikan kembali rambutnya. Meski begitu, ada debaran aneh dalam dirinya. Membuat dia tersenyum sendiri.
"Kamu menggemaskan"
Laura terdiam dengan wajah yang memanas, sudah dipastikan pipinya memerah sekarang. Sebuah kalimat yang keluar dari mulut Benji, terkadang sering membuatnya berdebar seperti ini.
Sampai di Restoran, Benji menggandeng tangan Laura dan membawanya masuk ke dalam. Duduk di meja dekat jendela yang sudah dia pesan sebelumnya. Laura menatap keluar jendela, pemandangan aktivitas malam hari di jalanan yang masih penuh di akhir pekan ini. Bahkan masih banyak orang-orang yang lalu lalang. Lampu jalanan dan juga dari ruko-ruko pinggir jalan menyala terang ditengah kegelapan malam.
"Suka gak? Disini makanannya juga enak"
Laura menoleh pada Benji, dia mengangguk dengan tersenyum penuh semangat. "Aku suka, tempatnya juga bagus. Oh ya, apa kamu sudah pesan makanannya?"
"Sudah, tunggu saja sebentar lagi. Sudah pasti kamu akan suka dengan makanannya"
Laura mengangguk, dia tersenyum pada Benji. Senyuman yang cantik sampai membuat Benji hanya mampu menatapnya dengan tubuh membeku. Seolah tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Laura.
*
Nirmala duduk di atas karpet depan meja, di atas meja ada sebuah laptop yang menyala. Dia sedang menonton drama kesukaannya. Satu toples kacang menjadi temannya menonton sekarang.
Sejenak dia hanya larut pada adegan penuh haru dalam drama yang sedang ditotonnya. Sampai seorang pelayan datang menghampirinya.
"Nona, itu ada Tuan Galen"
"Hah?!"
Nirmala langsung berdiri dengan kaget atas ucapan pelayan itu. Melihat seorang yang berdiri di belakang pelayan itu. Pria bertubuh tinggi tegap dengan balutan kemeja berwarna gelap di tubuhnya. Lengan kemeja yang di gulung sampai siku, jam tangan mewah terlihat melingkar di pergelangan tangan yang kekar.
Sejenak Nirmala malah terpesona dengan penampilan pria blasteran Inggris itu.
"Dimana Laura?"
Nirmala langsung mengerjap pelan, dia menggelengkan kepalanya saat dia malah terpesona dengan ketampanan Galen. Sekarang Nirmala berubah panik, bagaimana dia akan menjelaskan pada Galen, jika Laura pergi. Bukan masalah perginya, tapi gadis itu pergi dengan pria lain.
"Em... Tuan sudah kembali ternyata, apa Nona Muda tidak tahu tentang kepulangan Tuan Galen ini?"
Galen beralih duduk di sofa tunggal disana, melihat laptop yang menyala dan juga satu toples kacang yang berada di dekat laptop. Galen menoleh dan menatap pada saudara angkat kekasihnya ini yang masih saja berdiri ditempatnya.
"Jadi, dimana Laura?"
Tangan Nirmala meremas celana panjang yang dia gunakan. Dia bingung harus mengatakan apa sekarang. Nirmala jadi panik sendiri sekarang.
"Em.. Nona Muda sedang ada urusan, dia pergi keluar"
Galen menatap Nirmala dengan mata tajamnya. Membuat gadis itu hanya menunduk diam. Jantungnya sudah berdebar sekarang.
"Em.. Saya ambilkan dulu anda minum, Tuan"
Nirmala sudah ingin melangkah melewati Galen, namun tiba-tiba tangannya di tarik hingga tubuh mungilnya terjatuh. Bukan terjatuh ke atas lantai atau sofa, tapi ... Aaa ... Dia terjatuh di atas pangkuan Galen sekarang. Bahkan kepalanya beradaa di atas dadanya sekarang. Menempel pada dada bidang pria itu, sampai dia bisa mendengarkan detak jantung pria itu.
Nirmala mendongak dan seketika tatapannya beradu dengan sepasang mata tajam dengan bola mata coklat itu. Jantung Nirmala langsung berdetak kencang sekarang.
"Kau lemah sekali, padahal aku hanya menarikmu sedikit saja. Kenapa kau sampai terjatuh. Ah, maklum saja karena tubuhmu sangat mungil"
Mata Nirmala berkedip kaget, lalu dia segera bangun dari atas tubuh pria itu. Sedikit merapikan rambutnya, padahal sebenarnya rambutnya tidak papa. Dia hanya gugup saja.
"Maaf Tuan, saya permisi dulu"
Nirmala segera berlalu dari sana. Memegang dadanya yang masih berdebar sampai sekarang.
"Duh Nirma, kenapa bisa jatuh begitu sih. Memalukan sekali" Nirmala terus mengutuki dirinya sendiri. Memegang pipinya yang terasa panas sekarang.
Sementara di ruang tengah, Galen hanya tersenyum tipis. Melihat tingkah gadis itu, membuatnya sedikit merasa lucu.
"Dia masih saja lucu seperti dulu"
Bayangan ketika masa kecil, dimana Laura membawa seorang gadis dengan pakaian sekolah dasar yang berantakan. Rambutnya yang sebagian juga keluar dari ikatan. Hal itu membuat Galen merasa lucu.
Bersambung
Nirmala kembali ke ruang tengah dengan membawa secangkir coklat hangat. Ketika sampai disana, Nirmala melihat Galen sedang duduk di depan laptopnya. Nirmala baru sadar jika sejak tadi laptopnya menyala dan belum dia matikan.
"Em, ini minumnya Tuan. Mungkin Nona Muda akan segera pulang"
Galen menoleh, dia menatap Nirmala yang berdiri disamping meja dan menyimpan secangkir minuman.
"Kau menonton ini?"
"Em, i-iya Tuan"
Galen menatap Nirmala yang hanya berdiri di samping meja. Tanpa berniat melakukan apapun. "Duduklah, sambil menunggu Laura datang. Kita menonton drama ini saja"
Nirmala mengedipkan matanya kaget, dia melihat tangan Galen yang menepuk ruang kosong disampingnya. Nirmala ragu untuk duduk disana. Berdampingan dengan Galen hanya akan membuat hatinya tidak aman.
"Cepat, kenapa kau hanya berdiri saja?"
Nirmala mengangguk pelan, dia duduk disamping Galen dengan posisi yang dia anggap aman. Masih ada sedikit jarak diantara mereka.
"Drama ini sudah episode berapa?"
"Em, ini yang episode empat. Seharusnya Tuan nonton dari episode satu dulu" ucap Nirmala, bahkan tangannya saling bertaut di atas pangkuan. Merasa gugup.
Nirmala mencondongkan wajahnya ke arah laptop, ingin mengubah episode drama yang ditontonnya untuk kembali ke episode satu.
"Tidak perlu kau ubah, ceritakan saja bagaimana alur ceritanya dari episode pertama"
Nirmala seketika langsung menoleh pada Galen, tidak sadar jika jarak mereka berdua terlalu dekat sekarang. Bahkan Galen yang juga sedang menoleh padanya saat ini. Membuat tatapan mereka beradu untuk beberapa saat.
"Ekhem, i-iya Tuan. Biar saya ceritakan saja"
Nirmala segera menjauhkan tubuhnya dari Galen, dia tidak akan aman jika terus berada dalam posisi seperti ini. Nirmala melirik ke arah Galen yang sekarang menatap ke arahnya dengan lekat. Kepalanya yang miring dengan satu tangan yang bertumpu pada sandaran sofa untuk menyangga kepalanya.
"Jadi, bagaimana awal mulai perempuan itu mempunyai hubungan gelap dengan pria itu? Bukannya pria itu sudah mempunyai tunangan?"
"Em, jadi gadis itu adalah sahabat si wanita. Dan karena suatu hal, menjadikan dia sering bertemu dengan pria yang menjadi tunangan si wanita itu. Di sisi lain, si wanita tunangannya itu juga mempunyai teman pria baru yang menurut dia asyik untuk di ajak bicara. Dan pada akhirnya, keduanya menjalin hubungan di belakang. Nah si wanita ini ... Bla ... bla.. bla ..."
Tanpa sadar Galen tersenyum ketika dia melihat Nirmala yang menceritakan tentang cerita dari drama yang dia tonton. Bibir tipisnya yang bererak-gerak saat berbicara membuat Galen merasa lucu.
"Kau lucu"
Deg... Nirmala berhenti untuk bercerita, dia menoleh dan melihat Galen yang menatapnya dengan lekat. Membuat dia gugup.
"Kenapa berhenti? Teruskan ceritamu! Aku belum sepenuhnya mengerti alur ceritanya"
"Em, saat menjalin hubungan itu si pria merasa jika dia lebih bahagia saat bersama dengan teman kekasihnya ini. Begitupun dengan ..."
"Nirma, aku pulang!"
Teriakan itu membuat Nirmala berhenti bercerita, dia menoleh dan melihat Laura yang berjalan ke arahnya. Wajahnya berseri penuh kebahagiaan. Namun, senyuman cerah itu langsung hilang ketika dia melihat pria yang duduk dengan Nirmala sekarang.
"Loh, Galen kapan kamu pulang? Kenapa tidak bilang dulu padaku?"
Galen tersenyum, dia berdiri dan menghampiri kekasihnya. Mengelus kepala Laura dengan lembut.
"Aku ingin memberikanmu kejutan. Tapi saat aku sampai disini, kau malah tidak ada di Rumah. Habis darimana?"
Laura tersenyum, dia memegang tangan Galen yang berada di kepaalnya, lalu membawanya ke dalam genggaman. Melirik Nirmala yang hanya diam ditempatnya. Nirmala bsia melihat bagaimana paniknya Laura saat Galen bertanya seperti itu.
"Ada urusan dan pekerjaan sebentar" Nirmala berteriak tanpa suara, agar Laura bisa memberikan alasan yang sama dengannya.
"Ah, aku ada pekerjaan sebentar. Kamu sih, kenapa gak bilang kalo sudah pulang. Padahal aku sangat merindukanmu" ucap Laura yang langsung memeluk Galen. Berteriak mengucapkan terima kasih pada Nirmala, di balik punggung pria itu.
Nirmala hanya mengangguk saja, dia mematikan layar laptop dan menutupnya. Membawa laptop itu dalam pelukannya. Dia berdiri dan melewati mereka untuk berlalu ke kamarnya.
"Hey, lain kali lanjutkan lagi ceritamu" ucap Galen menghentikan langkah kaki Nirmala.
Nirmala hanya mengangguk saja sebelum dia berlalu dari sana. Menaiki anak tangga dan pergi dari sana. Galen hanya menatap gadis itu yang berlalu ke lantai atas.
"Cerita apa kamu sama Nirma?"
Galen mengerjap, dia sadar akan satu hal jika masih ada Laura. "Karena jenuh menunggumu, jadi aku minta dia ceritakan drama yang dia tonton sejak awal. Tadinya aku ingin menonton bersamanya sambil menunggu kamu. Tapi untungnya kau keburu datang, jadi aku tidak lama menunggu"
Laura tersenyum, dia menuntun kekasihnya untuk kembali duduk di sofa. Melihat secangkir coklat di atas meja.
"Pasti Nirma yang buat ini, dia sering kasih aku minuman ini. Enak loh, kamu belum coba?"
Galen tersenyum, dia meraih cangkir berisi coklat hangat itu dan meminumnya. Rasa manis yang pas dengan kentalnya coklat, terasa hangat di tenggorokan dan membuatnya nyaman.
"Em, cukup enak"
"Kan? Memang minuman ini selalu enak kalo buatan Nirma. Yang dinginnya juga enak"
Galen mengangguk, dia tersenyum sendiri menatap secangkir coklat hangat di tangannya. Meminumnya kembali sebelum menyimpan di atas meja.
"Jadi, kenapa kamu pulang tidak bilang padaku?"
"Hanya ingin membuat kejutan. Oh ya, besok malam kamu tidak ada acara? Aku ingin mengajakmu keluar"
"Em, boleh. Aku hanya ada pemotretan sampai sore"
*
Di dalam kamar, Nirmala melanjutkan nonton yang tertunda. Namun kali ini dia tidak bisa fokus pada drama yang dia tonton. Malah terbayang dengan wajah Galen yang memperhatikannya saat dia bercerita.
"Ah, jantungku tidak aman"
Nirmala memegang dadanya yang berdebar, entah kenapa setiap berdekatan dengan kekasih dari Laura itu selalu membuatnya berdebar seperti ini.
Saat Nirmala ingin mengakhiri menonton karena sudah tidak mendapatkan fokusnya lagi. Suara ketukan pintu terdengar.
"Nirma, ini aku. Boleh masuk ya"
Nirmala menutup laptopnya, lalu dia berteriak. "Masuk saja, tidak dikunci"
Laura langsung masuk, dia menatap saudara angkatnya yang sedang duduk di atas tempat tidur. Segera dia menghampirinya.
"Kebiasaan buruk gak suka kunci pintu. Kalo sampai yang masuk orang jahat gimana?"
"Ya, orang jahat mana yang akan masuk ke Rumah ini. Kan penjagaan juga ketat"
Laura menghela nafas, memang benar yang diucapkan oleh NIrmala itu. Laura merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, menjadikan kaki Nirmala yang berselonjor sebagai bantalan.
"Tuan Galen sudah pulang?"
Laura hanya berdehem kecil dan mengangguk saja. "Dia ngajak aku pergi besok malam. Tapi mendengar dari ucapannya, aku curiga kalau dia bakal lamar aku. Apalagi dia sudah bilang kalau sudah selesai dengan pendidikan dan juga pekerjaannya di Luar Negara, maka dia akan menikahiku. Aaa.. Aku harus bagaimana?"
Nirmala mengerutkan keningnya, merasa bingung dengan sikap Laura saat ini. "Bagaimana apanya? Ya bagus dong kalau dia mau menikahimu"
Laura tidak menjawab, dia bangun dan duduk bersila di atas tempat tidur. Menatap Nirmala dengan lekat. "Besok malam kamu harus ikut denganku"
"Hah?!"
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!