Jari jemari lentik Sonia begitu lihai memainkan piano, semua tamu undangan begitu memuji permainan piano gadis cantik berambut hitam panjang itu. Sonia sesekali meneteskan air matanya karena permainan piano nya mengingatkan dia kepada seorang pria yang sangat dia cintai. Sonia mengakhiri permainan piano tersebut dengan sangat sempurna dan mendapatkan tepuk tangan yang gemuruh dari para tamu undangan.
"Waw permainan pianomu sangat bagus Son, ngak nyangka bakat begitu terbuang sia-sia aja." Kata Angel, sahabat Sonia.
"Bisa aja kamu." Jawab Sonia singkat.
Angel dan Sonia sekarang sedang menghadiri pernikahan teman kampus mereka. Sonia diminta untuk mengisi acara pernikahan itu dengan memainkan piano karena dari SMA Sonia memang sangat jago memainkan alat musik seperti gitar, biola, piano dan lain nya.
Setelah selesai dari acara tersebut, Sonia dan juga Angel memutuskan untuk pergi jalan-jalan dulu ke pasar malam. Sonia dan Angel sahabatan sudah sejak lama, dari awal masuk kuliah sampai sekarang, sudah dua tahun mereka lulus kuliah namun belum ada tanda-tanda kalau mereka akan menikah. Angel sudah memiliki pacar, tapi tidak pernah ada kepastian dari pacarnya itu untuk segera menikahi Angel, sedangkan Sonia, gadis itu tidak memiliki kekasih. Cintanya sudah terhenti semenjak putus dari cinta pertamanya.
"Mau beli apa nih kita?" Tanya Angel.
"Beli jajanan pasar aja yuk, lagian aku udah ngak laper-laper banget." Jawab Sonia.
"Beli cilor yuk."
"Yuk."
Mereka berdua bergandengan tangan untuk mendatangi tukang cilor, setelah beberapa saat antri, akhirnya mereka mendapatkan pesanan mereka dan memilih tempat duduk yang nyaman untuk menyantap cilor tersebut.
"Kamu kepikiran ngak sih Son, diumur kita yang udah 24 tahun ini kita belum nikah juga?" Tanya Angel.
"Ya kepikiran sih, tapi ya mau gimana, jodoh itu yang ngak mampir sama kita." Jawab Sonia seraya terus memakan cilornya.
"Tapi ya Son, aku sempat berpikir buat jauhin Derren deh." Sonia sontak menghentikan kegiatan makannya dan menatap lekat wajah Angel. Karena dia sangat tahu kalau Angel tidak bisa jauh dari Derren, apalagi mereka sudah sering berhubungan bad*an semenjak awal kuliah sampai sekarang.
"Serius? Kenapa emang? " Tanya Sonia tak menyangka.
"Capek aja Son, ngak pernah ada kepastian dari Derren soal hubungan kami. Kalo dipikir-pikir, aku cuma pelampiasan nafsu dia doang, habis berbuat ya ditinggalin, alasannya kerjalah, ada ketemu klien lah, banyak lah pokoknya. Pas membahas pernikahan dia selalu aja ngelak." Jelas Angel penuh kekecewaan.
"Ngel, kamu harus tekanin lagi sama Derren mengenai hubungan kalian, ambil keputusan ketika pikiran kacau itu ngak baik loh, ntar malah nyesal kamu. Mending gini aja deh, kamu ajak itu Derren ketemu, minta waktu luang dia yang agak panjang buat bahas kelanjutan hubungan kalian. Bilang ke dia, kalau ini adalah pembahasan terakhir dari kamu, minta kepastian sama dia."
Angel menarik nafasnya dan memejamkan matanya sejenak, dia bingung, apakah Derren mau memberikan waktu luang padanya untuk pembicaraan yang menurut Derren sepele?
"Aku coba deh, semoga aja dia mau. Tapi kalo dia masih bertele-tele, aku udah bertekad buat ninggalin dia. Toh kehidupan masih harus berjalan dong."
"Nah gitu dong, baru namanya Angel."
Mereka menghabiskan waktu di pasar malam sambil menenangkan pikiran masing-masing, karena besok mereka akan kembali berkutat dalam pekerjaan mereka. Sonia bekerja di Green House milik pengusaha terkenal, dia mendapatkan posisi sebagai sekretaris karena memang kemampuannya sangat bisa diandalkan. Sedangkan Angel bekerja sebagai karyawan biasa di sebuah perusahaan yang bisa dibilang tidak terlalu besar. Mereka berdua tidak tinggal bersama karena Sonia tinggal sendiri di rumahnya sedangkan Angel di kos-kosan.
Selama dua tahun bekerja di Green House, Sonia bisa mengumpulkan uang untuk membeli sebuah rumah minimalis namun terlihat cantik dan sangat pas ditempatinya. Sonia tidak hanya mengandalkan gajinya saja, dia juga berjualan cake online, olshop nya juga begitu ramai dan lumayan terkenal. Sonia adalah tipikal wanita tangguh dan mandiri.
...***...
Sean Aznand, itulah nama yang dibaca oleh Carla, dia duduk di hadapan Sean yang sedang membaca berkasnya.
"Good, kamu bisa mulai bekerja disini sebagai sekretaris saya, saya tidak mentolerir apapun mengenai pekerjaan, jadi saya harap kamu bisa profesional dalam bekerja." Kata Sean dengan nada yang begitu tegas dan dingin.
"Baik pak, saya pasti akan profesional dan tidak akan mengecewakan perusahaan ini."
"Baiklah, selamat bekerja Nona Carla. "
"Terima kasih pak."
Setelah Carla keluar dari ruangannya, Sean kembali berkutat dengan laptop miliknya, dia seorang pengusaha muda yang berusia 28 tahun dan masih lajang. Dia terkenal sebagai seorang pria yang dingin dan cuek, jika berurusan dengan perusahaan, dia tidak akan mentolerir dan langsung memecat siapa saja yang melakukan kesalahan.
Sean hidup sendiri, dia memiliki seorang ayah dan ibu tiri, juga adik kandung laki-laki yang kini berusia 24 tahun, namun sayangnya Sean tidak pernab akur dengan keluarganya itu, terutama dengan ayah kandungnya. Sean membangun perusahaannya sendiri tanpa bantuan siapapun, dia bekerja keras untuk mengembangkan bisnisnya hingga mencapai puncaknya sekarang. Perusahaan Sean bergerak dibidang textile, bisnisnya sangat banyak bahkan tidak hanya di dalam negeri saja.
Sean yang merasa bosan dengan pekerjaannya, langsung menutup laptop dan membuka laci meja kerjanya. Dia menatap sebuah foto yang mana ada dirinya dengan seorang perempuan dengan latar pantai yang indah.
"Kamu dimana? Apa kamu masih mengingatku?" Tanya Sean sambil menatap foto gadis tersebut.
Sean kembali menutup laci itu dan berjalan ke dekat jendela, dia melihat pemandangan kota dari dalam gedung.
Klek
Pintu ruangannya dibuka oleh seorang pria, lalu dengan santai pria itu duduk di sofa dan menyalakan rokok. Sean ikut bergabung dengan pria itu dan mereka merokok bersama.
"Masih memikirkan gadismu itu?" Kenzo, pria tersebut bertanya pada Sean.
"Memang apalagi yang bisa aku pikirkan selain dia?"
"Dasar kau bodoh Sean, jika memang kau masih mencintai dia dan sangat merindukannya, kau tinggal temui dia saja."
"Kalau segampang ocehanmu itu ya tidak masalah tapi semua tidak semudah itu bodoh."
"Kenapa kau tidak pernah mau menemuinya? Bukankah kau mencintai gadismu itu?"
"Ya aku memang mencintainya tapi butuh waktu yang tepat untuk menemuinya." Selalu saja begitu jawaban dari Sean, padahal Kenzo sangat tau jika Sean bisa saja untuk menemui gadis impiannya tersebut.
"Jangan sampai kau menyesal saat gadis itu dimiliki oleh orang lain Sean, karena kesempatan apapun yang kau sia-siakan tentu akan membuat penyesalan hebat dalam hidupmu." Sean mencerna kata-kata dari Kenzo, apa yang sahabatnya katakan itu memang benar adanya. Kenzo Everaldo dan Sean sudah bersahabat sejak kecil, mereka bukan orang yang berasal dari keluarga biasa, mereka berdua juga pekerja keras dan mencapai kesuksesan dengan usaha mereka sendiri.
"Aku akan memikirkan kapan waktu yang tepat untuk menemuinya."
"Jangan terlalu lama berpikir."
"Oke, kau tenang saja Ken."
...***...
Sean dan Kenzo menghabiskan malam mereka di sebuah bar ternama, apalagi yang bisa membuat mereka enjoy kalau bukan du*gem dan minuman.
Ditengah kemabukan mereka, ada seorang wanita yang mendekati Sean, wanita itu berpakaian sangat mi*nim dan dengan lancangnya duduk di pangkuan Sean. Sean dengan kasar mendorong tubuh wanita itu hingga terjerembab ke lantai.
"Pergilah Ja*lang, aku tidak membutuhkan mu saat ini. " Usir Sean pada wanita itu, Sean dan Kenzo memang suka ke club dan mabuk tapi Sean tidak pernah berhubungan ba*dan dengan wanita manapun karena hati dan pikirannya sudah dikuasai oleh gadis yang dia cintai, wanita itu menatap Sean kesal lalu duduk di samping Kenzo.
"Kapan temanmu ini bisa membuka hatinya untukku?" Tanya Gladis dan meneguk minuman Kenzo hingga tandas.
"Sudah aku katakan padamu berulang kali, percuma saja kau mendekatinya, dia masih mengharapkan gadis di masa lalunya itu haha" Kenzo tertawa sambil menatap Sean yang sudah pusing karena kebanyakan minum.
"Halah, wanita itu sudah menghilang dari kehidupannya, ngapain juga masih diharapkan, harusnya dia bersyukur karna ada aku yang cantik dan seksi ini mau menjadi kekasihnya."
Kenzo merang*kul Gladis dan mendudukkan Gladis di atas pangkuan nya. Kenzo sangat berna*fsu melihat kemolekan tubuh Gladis, ditambah lagi pakaian Gladis yang sangat mi*nim.
"Ngapain sih? " Tanya Gladis yang berusaha untuk berontak dari dekapan Kenzo.
"Nikmatin aja, lagian Sean ngak bakalan mau nyentuh kamu, sini sama aku aja." Tangan Kenzo sangat liar menyentuh tubuh Gladis. Gladis terpancing dengan Kenzo akhirnya menikmati setiap sentuhan pria tampan itu. Kenzo mera*ba setiap inci tu*buh Gladis, suasana club malam itu sangat mendukung kegiatan pa*nas mereka. Sean dengan samar melihat Kenzo bermesraan, dia memilih untuk ke kamar mandi dengan langkah yang gontai.
Kenzo dan Gladis melakukan ciu*man pa*nas mereka, setelah pemanasan yang dirasa cukup, akhirnya Kenzo melakukan penya*tuan dengan Gladis di ruangan VIP tersebut.
Setelah melakukannya hampir satu jam, mereka lanjut ke hotel dan melakukannya di hotel bintang lima milik Kenzo. Sedangkan Sean kembali ke rumah bersama sopir yang sudah Kenzo hubungi untuk menjemput Sean.
Sean tertidur dengan pulas, dia terlihat sangat kacau malam ini. Ingatannya tak pernah lepas dari wanita yang sudah membuatnya tidak bisa mencintai siapapun.
"Aku akan menemuimu jika waktunya sudah tepat, aku pasti akan menemuimu sayang." Gumam Sean dan akhirnya terlelap.
...***...
"Son, kamu bisa pikirkan lagi lamaran ku ini, aku tidak main-main dengan sebuah hubungan."
"Maaf pak, saya benar-benar belum kepikiran untuk menikah dan saya belum siap untuk menikah pak." Tolak Sonia kepada atasannya itu, dia sangat tau kalau atasannya begitu mencintai dirinya sejak awal dia bekerja di Green House ini.
"Apa ada pria lain di hatimu saat ini Sonia?" Tanya Vanno Adrian, CEO Green House tempat Sonia bekerja itu memang sudah lama mencintai Sonia, bahkan dia memperlakukan Sonia dengan sangat istimewa.
"Iya pak, saya sudah mencintai pria lain dan sampai detik ini saya masih sangat mencintainya." Dengan mantap Sonia menjawabnya.
"Tapi aku tidak pernah melihatmu bersama siapapun, apa ini semua hanya alasanmu menolak aku Sonia?"
"Tidak pak, demi tuhan, saya sudah mencintai pria lain dan saya mencintai dia semenjak sekolah. Saya memang sekarang tidak bersama dengannya lagi tapi cinta dan hati ini sudah tertuju untuknya, maafkan saya pak, aku tidak bisa menerima cinta bapak." Sonia dengan selembut mungkin menyampaikan penolakannya pada Vanno. Vanno menghela nafasnya lalu menatap Sonia dengan lekat.
"Beruntung sekali pria itu Sonia, pria manapun akan sangat beruntung jika mendapatkanmu." Kata Vanno dengan nada serius, Sonia hanya bisa menunduk dan tak berani menatap mata Vanno.
...***...
Malam pun tiba, Sonia membersihkan tubuhnya dan berbaring di tempat tidur, dia ingin tidur sejenak, karena jam 2 pagi dia harus bangun untuk membuat orderan kue yang dipesan oleh pelanggannya.
Kriingg... Kriingg...
Bunyi jam membuat Sonia terbangun, dia segera menstabilkan tubuhnya dan segera ke kamar mandi, Sonia mengambil air wudhu dan melakukan shalat tahajjud. Selesai Shalat, Sonia menuju dapur dan membuat pesanan kue yang akan dijemput oleh pelanggannya jam 7 pagi ini. Tangan Sonia begitu lihai mencampurkan semua bahan-bahan, dia mengerjakan dengan setulus hati agar cake bikinannya tidak mengecewakan pelanggan.
Semua pesanan selesai jam 5 pagi, Sonia kembali mengambil air wudhu dan menunaikan shalat subuh. Dia kemudian mempacking cake yang sudah dibuat dan bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Sonia orang yang tidak suka mengulur waktu, dia tidak pernah terlambat ataupun lalai dalam pekerjaannya.
Setelah semua pesanannya di ambil oleh para pelanggan dan sebagian lagi ada yang dikirim menggunakan ojek online. Sonia bergegas menuju ke kantornya dengan sepeda motor matic miliknya.
Baru sampai di halaman kantor, Vanno menghampiri Sonia. Sonia menghela nafasnya dan berusaha tersenyum pada Vanno yang merupakan bos nya itu, bukan apa-apa, kalau di kantor ini Sonia sering dijadikan bahan gosipan jika dekat dengan Vanno.
"Kita siap-siap untuk rapat penting hari ini Sonia, karena perusahaan yang akan menghadiri rapat ini merupakan perusahaan besar." Jelas Vanno pada Sonia.
"Baik pak, kenapa anda harus menghampiri saya begini, kan bisa dibicarakan di ruangan." Kata Sonia yang segan dihampiri oleh bosnya.
"Saya sekalian ingin mengajakmu masuk bersama." Sonia hanya mengangguk dan berjalan di belakang Vanno, Vanno berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Sonia namun gadis itu berusaha pula untuk berjalan di belakang Vanno.
"Aduh, bakalan jadi bahan gosipan lagi ini." Gumam Sonia sendiri.
...***...
Beri dukungannya dengan cara like serta tinggalkan jejak di kolom komentar ya sahabat, terima kasih sudah membaca cerita ini
Sonia bersiap untuk rapat hari ini, Sonia berjalan di belakang Vanno memasuki ruang meeting. CEO perusahaan besar yang dimaksud Vanno adalah Sean Aznand.
Meeting berjalan dengan lancar, kerjasama antara perusahaan Sean dan Vanno terjalin dengan baik dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Vanno mengajak Sean untuk berbincang dulu di ruangannya karena Vanno sangat tau bahwa Sean bukanlah orang yang gampang diajak untuk bekerja sama.
"Saya berharap semoga kedepannya hubungan bisnis ini semakin baik dan saling menguntungkan bagi kita." Kata Vanno.
"Iya, saya juga berharap demikian."
Sonia memasuki ruangan Vanno yang sebelumnya sudah diizinkan oleh Vanno untuk masuk.
"Permisi pak, ini semua berkas dan file yang bapak minta tadi." Kata Sonia sambil memberikan dokumen kerja yang dia pegang pada Vanno.
"Oke kamu boleh kembali bekerja, semua sudah lengkap disini. Terimakasih Sonia." Ucap Vanno setelah memeriksa dokumen yang diberikan oleh Sonia.
"Iya pak, saya permisi."
Sonia meninggalkan ruangan bosnya itu, dia kembali berkutat dengan pekerjaan nya. Tak terasa sekarang sudah pukul 5 sore, Sonia bersiap untuk pulang dan harus mengerjakan pesanan cake dari pelanggannya yang akan diambil nanti malam.
Sonia bergegas menuju tempat dimana motornya di parkir, dia menghembuskan nafas dengan kasar karena melihat ban motornya kempes.
"Kenapa harus sekarang sih kempesnya, kan bisa nanti aja pas di rumah. Ah, nyari kerjaan banget sih ini motor, mana pesanan banyak lagi buat nanti malam." Gerutu Sonia melihat motornya, dia harus membawa motornya itu ke bengkel dulu dan akan membuang banyak waktunya.
"Mari saya antar pulang, motormu bisa diantar oleh orang suruhan ku nanti." Sonia terdiam mendengar suara tegas di belakangnya, Sonia langsung menoleh, ternyata itu adalah Sean. Sonia seketika terpaku melihat Sean ada di depannya dengan jarak yang begitu dekat namun Sean hanya menunjukkan ekspresi datar dan dingin.
"Nggak usah pak, saya bisa kok pulang dengan ojek nanti." Tolak Sonia dengan lembut.
"Saya tidak suka ditolak, mari ikut saya." Sonia dengan terpaksa mengikuti Sean karena Sonia tau bahwa Sean orangnya suka memerintah dan tidak suka ditolak.
Sean membukakan pintu mobil untuk Sonia, dengan perasaan segan, Sonia memasuki mobil Sean. Tanpa mereka sadari kalau dari kejauhan ada sepasang mata yang mengamati mereka.
"Kenapa Sonia mau pergi dengan Sean? Sedangkan setiap kali aku mengajaknya pulang bersama, dia tidak pernah mau." Gumam Vanno yang melihat Sonia dan Sean dari balkon ruangannya, yang kebetulan dia berdiri menatap keluar.
Semua karyawan di perusahaan itu menatap Sonia dengan tatapan yang beragam ketika memasuki mobil Sean.
"Beruntung banget Sonia, bisa semobil sama Pak Sean." Kata salah seorang perempuan yang menjadi karyawan di Green House.
"Pasti di booking sama Pak Sean, dia kan selalu deketin bos-bos besar, contohnya CEO kita tuh." Sahut yang lain.
"Iri banget liat Sonia." Bermacam tanggapan dari teman-teman kantor Sonia.
Selama di perjalanan, Sean dan Sonia tidak bicara satu katapun setelah Sonia menunjukkan alamat rumahnya. Sean fokus mengendarai mobilnya dan menghabiskan 35 menit di perjalanan karena jalanan lumayan padat, mobil Sean berhenti tepat di depan rumah Sonia.
"Terimakasih banyak pak, kalau begitu saya pamit untuk masuk dulu." Ucap Sonia dengan sopan.
"Sama-sama Son, saya pamit pulang dulu."
"Iya pak, hati-hati di jalan."
"Iya." Sean tersenyum pada Sonia yang membuat hati Sonia berdesir, terpancar kerinduan hebat dari tatapan mereka berdua.
"Ya Allah, ini kenapa." Kata Sonia pelan sambil memegang dadanya setelah keluar dari mobil Sean.
Sonia memasuki rumah dan membersihkan dirinya. Dia langsung menunaikan ibadah Sholat Maghrib, setelah itu dia langsung berkutat dengan pekerjaan sampingannya. Sonia disibukkan dengan membuat 10 cake pesanan pelanggan setianya. Selama 4 jam akhirnya semua cake sudah masak, sekarang sudah menunjukkan pukul 11 malam.
"Buat apa ya cake malam-malam begini, apa dia lagi ngadain pesta?" Ujar Sonia pada dirinya sendiri karena biasanya para pelanggan akan order cake untuk pagi atau siang hari, tapi berbeda dengan pelanggannya yang satu ini, selalu order cake untuk malam hari
Sonia menghubungi orang yang memesan cake nya, karena orang tersebut ingin menjemputnya sendiri. Sonia menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tamu, dia begitu kelelahan. Tak lama ada yang mengetuk pintu rumah, segera Sonia membuka pintu dan terlihat disana seorang pria berbadan tegap dan tampan tersenyum padanya.
"Saya mau ambil pesanan atas nama Rani." Kata pria itu.
"Oh baik, tunggu sebentar." Sonia masuk ke dalam rumah dan mengambil pesanan kue yang sudah dia packing dengan rapi dan memberikannya pada pria itu. Setelah memberikan uang, pria tersebut pergi meninggalkan rumah Sonia. Sonia akhirnya lega dan merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur, pekerjaannya hari ini sudah selesai.
"Berkahilah penghasilanku ini ya Allah." Doa Sonia sebelum memejamkan mata nya dan tak lama dia pun terlelap.
"Buat apa kau cake sebanyak ini Sean? " Tanya Kenzo yang baru saja memasuki mobil, mobil Sean di parkir agak jauh dari rumah Sonia, jadi Sonia tidak tau kalau yang memesan cake itu adalah Sean.
"Cake nya sangat enak, cobalah." Jawab Sean, Kenzo mencoba cake buatan Sonia, memang sangat enak dan nikmat.
"Jadi selama ini kau order atas nama si Rani?"
"Iya dan aku selalu menyuruh Rani yang ambil." Kenzo geleng-geleng kepala melihat kelakuan sahabatnya itu.
"Menyusahkan si Rani saja kau ini."
"Memang apalagi tugas pembantu kalau bukan untuk aku susahkan." Mereka berdua tertawa sambil menyantap cake buatan Sonia yang memang sangat lezat. Rani adalah salah seorang pembantu yang ada di rumah Sean, dia selalu menyuruh Rani untuk membeli cake Sonia dengan jumlah yang lumayan banyak.
Sean sampai di rumahnya, Kenzo tidak masuk ke dalam rumah Sean, dia memilih untuk pergi ke diskotik.
...***...
Angel membuka matanya dan menatap Derren yang sudah bersiap untuk pergi bekerja. Deren semalam tidur di kos Angel, mereka melakukan hubungan terlarang itu lagi sepulang dari club malam.
"Derren." Angel mengenakan pakaiannya dan mendekati Derren yang sudah rapi.
"Ada apa sayang? "
"Aku pengen ngomong serius sama kamu."
"Ngomong aja."
"Please, tolong duduklah dulu, ini pembicaraan yang sangat penting."
"Aduh sayang, aku udah telat ini ke kantor. Lain kali aja ya kita bicara."
"Ngak, aku mau bicara sekarang." Angel menahan lengan Derren yang membuat Derren kesal.
"Mau ngomongin nikah lagi? "
"Iya, emang apalagi coba? Apa hubungan kita hanya begini-begini saja, aku nggak mungkin digantung terus sama kamu kayak gini."
"Dengar Ngel, masih banyak hal yang harus aku capai, aku nggak mau terhalang hanya karena pernikahan. Aku harap kamu mengerti."
"Emang kamu pikir aku nggak ada target pencapaian juga hah? Selama ini kamu pikir aku cuma main-main aja gitu? Banyak hal juga yang ingin aku capai Der, kamu jangan egois dong. Pikirin juga gimana nasib aku. Aku nggak bisa terus-terusan begini, kalau memang kamu tidak ada niatan untuk menikahi aku, kita akhiri saja hubungan ini." Angel sudah tidak sanggup menahan emosinya. Dia merasa sangat dipermainkan oleh Derren.
"Haha akhiri? Kamu yakin? Denger ya Ngel, kamu itu perempuan bekas yang nggak akan bisa ngapa-ngapain tanpa aku, kamu pikir segampang itu melepaskan hubungan kita."
"Ya kalo gitu ayo nikahin aku Der. Aku pengen hubungan kita jelas."
"Aku nggak mau untuk menikah sekarang, jalani dan nikmati saja semua ini, kita pikirkan pernikahan nanti setelah aku siap."
"Siap? Kapan kamu siapnya Der? Aku bener-bener udah nggak bisa begini terus sama kamu."
"Udahlah, aku udah telat kerja, mending kamu jangan banyak drama. Aku pergi dulu."
"Derren, kamu kenapa sih, tolong kasih aku kepastian. DERREENN." Angel berteriak memanggil pacarnya itu namun tidak diindahkan oleh Derren. Dada Angel begitu sesak melihat kepergian Derren yang seakan menggantung dirinya tanpa ikatan yang jelas. Angel menangis tersedu untuk sekian menit.
Klek
Pintu kos Angel dibuka oleh Sonia, sekarang hari Minggu jadi Sonia ingin menghabiskan waktunya bersama Angel.
"Angel, kamu kenapa?" Angel langsung memeluk Sonia dengan erat, dia menumpahkan tangisnya pada Sonia.
"Nangis aja sampai perasaanmu lega. " Sonia membiarkan Angel menangis, setelah tangisnya reda, Sonia memberikan segelas air pada Angel.
"Minum dulu." Angel meminum air itu hingga tandas.
"Son, aku ingin mengakhiri semuanya. Aku ingin semuanya berakhir Son, aku udah ngak kuat." Tangis Angel pada Sonia.
"Yaudah Angel, kamu putusin aja Derren, pasti karna dia kan kamu begini."
"Iya, dia nggak mau nikahin aku, ngak mungkin kan, aku jadi pemuas nafsu dia aja."
"Semuanya berpulang padamu, lagian yang menjalani hubungan kan kamu, jadi kamu pasti bisa memutuskan yang terbaik untuk dirimu Angel."
"Iya, aku udah mengambil keputusan untuk mengakhiri semuanya Son. Semoga dia bisa hidup bahagia tanpa aku."
Sonia memeluk sahabatnya itu, dia tau apa yang Angel rasakan karena selama dengan Derren, Angel hanya dijadikan pemuas nafsu saja, tak jarang Derren sering melakukan kekerasan pada Angel.
Seharian Sonia berada di kos Angel, mereka bercerita dan juga tertawa lepas seakan beban hidup mereka tidak ada. Sonia melihat jam dinding dan sudah menunjukkan pukul 16.00 yang mana Sonia harus pulang. Dia lumayan takut jika harus pulang malam, jarak dari kos Angel ke rumah Sonia cukup jauh.
"Ngel, aku pulang dulu ya, udah sore nih."
"Yah, cepet banget, baru juga bentaran disini."
"Bentar apanya, dari jam 8 pagi aku di sini. Kamu jaga diri baik-baik ya, jangan sedih-sedih lagi."
"Iya cantik, sini peluk dulu." Sonia tersenyum dan memeluk erat Angel, tiba-tiba Angel terisak dalam pelukan Sonia.
"Udah dong, jangan nangis, besok kan kita bisa ketemu lagi. Aku janji deh, sepulang kerja aku akan nginap disini." Bujuk Sonia yang hanya dibalas dengan senyuman oleh Angel.
"Hati-hati di jalan ya Son."
Sonia dengan berat hati harus meninggalkan Angel sendirian di kos. Namun dia tidak memiliki pilihan karena besok pagi dia ada orderan dan harus ke kantor untuk bekerja. Sonia memacu motornya segera pulang, hari juga sedikit mendung, dia tidak mau jika kena hujan di jalan.
Sedangkan Angel kembali termenung sambil menatap foto dirinya bersama Derren. Hatinya begitu hancur.
"Kenapa ya aku jadi cewek bodoh banget, harusnya aku ngak terjebak dengan pria ini. Kenapa aku sangat mencintainya? Dan kenapa dia selalu bisa memanipulasi otakku agar tidak lepas darinya? Dasar bodoh kamu Angel." Angel merutuki dirinya sendiri karena sudah memberikan segalanya pada Derren, lelaki bajingan yang tidak pernah memberikan kata pasti untuk Angel.
...***...
...Beri dukungannya dengan cara like serta tinggalkan jejak di kolom komentar ya sahabat, terima kasih sudah membaca cerita ini. ...
"Tuan memanggil saya? " Tanya Rani pada Sean, dia menundukkan kepalanya saat berbicara pada Sean.
"Iya, saya mau kamu menjemput kue di rumahnya Sonia, tadi saya memesan 20 cake, seperti bilang saja untuk acara ya."
"Baik tuan."
Memang seperti itu Sean, dia akan memesan cake buatan Sonia untuk melepas rindu pada Sonia, lalu membagikan cake itu pada para pelayan di rumahnya.
Rani langsung menuju ke rumah Sonia bersama dengan sopir Sean, Rani sudah berdandan layaknya bukan seorang pembantu, itu atas perintah dari Sean. Selama ini Rani sudah menjadi pelanggan tetap Sonia yang selalu order banyak, paling sedikit Rani akan order sebanyak 10 cake dan paling banyak bisa sampai 60 bahkan 100 cake, tentu saja Sonia tidak mengerjakannya sendiri, dia akan membayar jasa orang lain untuk membantu jika orderan banyak yang masuk.
Rani tiba di depan rumah Sonia, dia mengetuk pintu rumah itu namun tidak ada jawaban. Lama menunggu akhirnya Rani memberanikan diri untuk memeriksa dengan cara mengintip ke dalam rumah Sonia. Rani kaget melihat Sonia yang sudah tergeletak dengan hidung yang mengeluarkan banyak darah. Rani meminta tolong kepada Jabar sang sopir untuk membantu Sonia. Jabar mendobrak pintu rumah Sonia dan akhirnya berhasil untuk masuk. Mereka langsung membawa Sonia ke rumah sakit, beruntungnya Sonia cepat mendapatkan pertolongan dari dokter, hingga keadaannya sudah membaik.
...***...
Sonia mengedarkan pandangannya dan melihat ada Rani dan juga Jabar yang sedang menunggu dirinya sadar.
"Mbak Rani, saya kenapa ya? " Tanya Sonia bingung karena tiba-tiba dia sudah berada di rumah sakit. Rani memang lebih tua 3 tahun dibanding Sonia dan mereka sudah saling kenal karena Rani adalah pelanggan setia Sonia.
"Kamu tadi pingsan Sonia, hidungmu keluar darah, makanya kami lancang mendobrak pintu rumahmu dan membawa kamu kesini." Jelas Rani.
"Ya Allah, maafin aku ya mbak, aku jadi ngerepotin mbak sama mas nya."
"Nggak kok, sekarang mending kamu istirahat ya, kata dokter tadi kamu itu kelelahan."
"Iya mbak, makasih banyak loh ya." Ucap Sonia dengan sedikit sungkan karena sudah membuat repot orang lain.
Sonia memang akhir-akhir ini sering kelelahan, karena banyak pekerjaan yang dia lakukan tanpa ada waktu untuk istirahat atau bisa dikatakan waktu istirahatnya tidak cukup.
"Mungkin aku harus libur dulu deh bikin kue, ngak mungkin harus maksain kerja kalo ujung-ujungnya bakalan sakit begini. Penghasilan ku bakalan habis buat berobat aja kalau begini." Pikir Sonia yang menyadari konsekuensi dari memaksakan tubuhnya.
...***...
Rani dan Jabar pulang tanpa membawa pesanan dari Sean.
"Maaf tuan, Sonia sedang sakit, tidak ada pesanan yang saya bawa sekarang." Sean kaget mendengar Sonia sakit, dia kembali memeriksa ponselnya dan memang Sonia belum merespon orderannya, biasanya pesan Sean selalu direspon cepat oleh Sonia.
"Sonia sakit apa?" Sean bertanya dengan nada yang begitu khawatir.
"Tadi saat kami datang ke rumahnya, saya melihat kalau Sonia tergeletak dengan hidung yang banyak mengeluarkan darah, saya dan Jabar membawa Sonia ke rumah sakit terdekat dan keadaan nya sekarang masih lemah tuan, kata dokter tadi sih, Sonia kelelahan." Rani menjelaskan pada Sean kondisi Sonia dan di balas anggukan oleh Jabar karena memang dia yang mendobrak pintu rumah Sonia.
"Ya sudah, kalau begitu kalian boleh pergi." Rani dan Jabar sedikit menunduk lalu pergi dari hadapan Sean.
"Permisi tuan." Ujar mereka berdua.
Sean menyambar kunci mobilnya, dia pergi mengenakan pakaian casual dan terlihat lebih santai, hari ini dia tidak ke kantor. Sean menuju ke rumah sakit dimana Sonia sedang dirawat, setelah mengetahui ruangan Sonia, Sean segera menuju kesana dengan perasaan khawatir.
"Semoga dia baik-baik saja." Harap Sean pada Sonia.
Sean sampai di depan ruangan Sonia, sebelum masuk dia mendengar suara Vanno dari dalam sana sedang bicara dengan Sonia, timbul rasa cemburu di hati Sean mendengar hal itu. Sean mengintip dengan sedikit membuka pintu ruangan dan melihat, memang benar, Vanno sedang bicara pada Sonia sambil menggenggam tangan Sonia.
"Apa gaji yang aku berikan padamu itu kurang Sonia? Kamu jangan memaksakan diri dalam bekerja seperti ini, begini kan jadinya. Tubuh kamu juga butuh istirahat loh."
"Iya Vanno maaf, tapi aku senang aja ngelakuin nya, bukan karna gaji yang kamu berikan kurang kok." Vanno dan Sonia memang dekat sebagai teman jika tidak sedang berada di kantor, Sonia tadi meminta izin pada Vanno karena dia sakit, dengan cepat Vanno melesat untuk menemui Sonia.
"Aku sangat khawatir melihat kamu begini, saat mendapat telfon dari kamu tadi, aku meninggalkan meeting dan langsung menghampirimu Sonia." Vanno begitu perhatian pada Sonia, namun dalam hati gadis itu sama sekali tidak memiliki perasaan apapun pada bos tampannya itu.
"Terima kasih sudah khawatir sama aku, aku hanya tidak ingin libur masuk kantor tanpa kabar Van, maaf ya sudah mengganggu waktu kamu."
"Jangan bicara begitu, kamu tidak pernah mengganggu waktu ku Sonia." Sonia tersenyum manis pada Vanno, yang membuat Sean terbakar api cemburu.
"Mereka sangat dekat, apa mereka memiliki hubungan spesial? Atau mereka berdua pacaran?" Pikir Sean yang tengah mengintip mereka berdua.
"Permisi pak, saya mau masuk." Tegur seorang perawat yang ingin masuk ke dalam ruangan Sonia. Sontak pandangan Vanno dan Sonia teralihkan dan melihat ada Sean yang berdiri di pintu ruang rawat.
"Pak Sean." Kata Sonia pelan.
"Sean, kenapa di sini?" Tanya Vanno, dia tidak bicara formal lagi pada Sean karena sekarang bukan di kantor dan sedang tidak membicarakan bisnis.
Sean terlihat gelagapan dan akhirnya memasuki ruangan Sonia. Perawat tadi memeriksa infus di tangan Sonia dan memberikan vitamin untuk gadis 24 tahun itu.
"Vitamin nya diminum ya."
"Makasih sus."
Perawat itu meninggalkan ruang rawat tersebut, hanya Sean, Sonia, dan Vanno yang tersisa. Vanno masih menunggu jawaban dari Sean.
"Hm gimana keadaan kamu? Kenapa kamu bisa masuk kesini? " Tanya Sean tanpa menjawab pertanyaan Vanno tadi.
"Alhamdulillah saya nggak apa-apa pak, saya cuma kelelahan aja. Besok juga saya udah boleh pulang kok." Jawab Sonia dengan lembut disertai senyum manisnya.
"Kok kamu di sini Sean?" Tanya Vanno lagi.
"Saya tadi membesuk teman di rumah sakit ini dan tidak sengaja mendengar suara kamu, saya pikir kamu yang sakit, jadi saya melihat ke sini." Sean berbohong untuk menutupi kegugupan nya dan dibalas anggukan oleh Vanno.
"Oh iya, saya masih harus meeting, kamu saya tinggal nggak papa?" Tanya Vanno pada Sonia.
"Iya nggak apa Vanno."
"Pergi dulu ya, kamu jaga diri baik-baik. Nanti jika selesai meeting aku akan ke sini lag." Vanno mengusap lembut kepala Sonia lalu melenggang keluar dan meninggalkan Sonia bersama Sean.
Suasana menjadi sangat canggung sekarang, Sonia dan Sean sama-sama bingung harus memulai percakapan darimana. Ditambah lagi mata Sonia yang terasa sangat berat setelah minum obat.
"Kamu ngantuk?" Tanya Sean.
"Iya, tadi habis minum obat, kepala aku juga pusing sekarang."
"Tidurlah, kamu butuh istirahat yang cukup. Aku pergi dulu ya, semoga kamu lekas sembuh." Sean hendak pergi meninggalkan Sonia namun Sonia menahan Sean dengan memegang lengan kokoh pria itu.
"Bagaimana jika aku tidak sembuh Sean?" Sonia menitikkan air matanya dan menatap lekat kedua bola mata Sean. Sean mendekat dan langsung memeluk Sonia dengan erat, dia melepaskan segala kerinduan yang selama ini dia pendam pada gadisnya.
"Kamu harus sembuh Sonia, kamu nggak boleh sakit begini." Sean juga menitikkan air matanya tapi dengan cepat dia hapus, Sean berusaha tegar di hadapan Sonia.
"Kenapa kau kembali lagi Sean?" Tangis Sonia terdengar begitu sendu.
"Aku merindukanmu Sonia, tak cukup kah waktu 5 tahun bagimu menjauh dariku?" Sonia tak menjawab lagi, dia hanya terisak dalam pelukan Sean, pria yang menjadi cinta pertamanya itu kini kembali.
...***...
Angel merasa dirinya sangat bodoh dan tidak berharga, "Derren tidak akan pernah menikahku, dia hanya menjadikan aku sebagai pemuas nafsunya saja. Aku tidak mau jika begini selamanya." Angel mengambil pisau dan menusukkan berkali-kali ke perutnya hingga banyak mengeluarkan darah. Angel memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri, karena begitu frustasi dengan sikap Derren yang tidak pernah mau memberikan kepastian dalam hubungan mereka.
Penghuni kos-kosan lain mengetahui bahwa Angel sekarat karena ada salah satu tetangganya ingin memberikan cemilan pada Angel.
Polisi pun datang dan kamar Angel diberi line police. Seketika semua penghuni kos digegerkan dengan aksi Angel bunuh diri dengan cara yang tragis.
Dokter dan polisi menyatakan kalau Angel meninggal dunia, akibat kehilangan banyak darah.
...***...
Dua hari kemudian Sonia baru mendapatkan kabar bahwa Angel meninggal bunuh diri di kamar nya, saat itu Sonia hendak bercerita pada Angel mengenai Sean, yang mana Sean adalah masa lalunya. Selama ini Angel begitu penasaran dengan pria yang Sonia cintai.
Sonia begitu shock mendengar kematian sahabatnya, dia menangis karena ditinggalkan oleh Angel.
"Kenapa kamu malah mengakhiri semuanya dengan cara seperti ini sih Ngel, Ya Allah. Masih banyak cara lain kan buat mengakhiri hubungan kamu, kenapa kamu malah mengakhiri hidup kamu sendiri? Terus aku harus berbagi cerita sama siapa sekarang ini? Kamu egois tau nggak." Sonia merutuki Angel di makam nya, Sonia belum bisa menerima kepergian Angel dengan cara seperti ini.
Sonia datang bersama Sean ke makam Angel, Sonia dan Sean kembali menjalin hubungan setelah 5 tahun berpisah, mereka balikan setelah Sean menbesuk dia di rumah sakit waktu itu. Sean memeluk Sonia untuk menenangkan hati gadisnya.
"Sekarang dia sudah tenang disana, kamu nggak boleh larut juga dalam kesedihan ini. Kamu harus semangat menjalani semuanya tanpa Angel." Sean menenangkan Sonia.
"Aku sangat benci sama Derren tau nggak, ini semua pasti gara-gara dia. Dasar laki-laki bajingan, nidurin mau, nikahin banyak gaya, cowok kurang ajar emang." Umpat Sonia pada Derren seolah Derren ada di hadapannya.
Saat akan pulang, Sonia melihat Derren datang ke makam Angel, emosi Sonia langsung memuncak, dia menampar dan memukul Derren menggunakan sepatu pansusnya. Deren mengaduh kesakitan, Sean berusaha menenangkan Sonia namun tidak berhasil.
"Ngapain kamu kesini hah? Belum puas juga kamu udah bikin Angel begini? Apa salah nya sih kamu beri kepastian sama Angel, ini nggak. Nikahin dia kamu nggak mau, mutusin dia juga kamu enggan, emang kamu pikir hubungan kalian sekedar pelampiasan nafsu doang? Kalau memang begitu kenapa kamu nggak sewa aja wanita murahan, banyak kok, kenapa harus sahabat aku sih yang kamu jadikan korban? Dasar kurang ajar." Sonia teriak sambil menunjuk wajah Derren, lelaki itu babak belur dibuat oleh Sonia. Sean mencoba untuk memeluk Sonia agar tidak marah-marah lagi dan cara itu berhasil, Sonia kembali menangis dalam pelukan Sean.
"Udah udah, jangan kayak gini. Gimana pun juga ini sudah menjadi takdirnya Angel." Sean kembali menenangkan Sonia.
"Aku bukannya bilang kalau tidak mau menikahi dia Son, tapi aku meminta waktu sama dia, itu aja kok." Dengan entengnya Derren bilang begitu pada Sonia yang membuat gadis itu kembali naik pitam.
"Minta waktu? Mau sampai kapan hah? Sampai dia mati? Ini kamu liat, dia udah mati. Ini waktu yang kamu minta itu?"
"Aku juga tidak menyangka kalau dia akan senekad ini, ini juga bukan kesalahanku." Sonia ingin memaki Derren lagi namun ditahan oleh Sean.
"Udah Son, kamu ngak usah ikut campur urusanku." Sonia kembali melayangkan sepatunya ke wajah Derren hingga akhirnya Sean menggendong Sonia dan memasukkan nya ke dalam mobil.
"Kamu jangan begini dong sayang, lelaki begitu tidak akan pernah merasa bahwa dirinya salah, dia akan selalu merasa benar. Jadi percuma aja kamu berdebat dengan lelaki modelan begitu, yang ada tenaga kamu bakalan terkuras."
"Aku kesel banget Sean, aku sangat tau bagaimana Angel mencintai dia tapi dia sama sekali nggak ada ada empati untuk Angel, asal kamu tau nih ya, Angel itu meninggal karena tidak diberi kepastian hubungan oleh Derren, Angel sendiri yang ngomong sama aku sebelum dia meninggal." Emosi Sonia masih menggebu, Sean merasa lucu dengan ekspresi Sonia karena yang dia tau, Sonia sangat jarang sekali marah dan merepet seperti ini.
"Iya aku ngerti, tapi kamu jangan kepancing emosi begini."
"Maafin aku Sean, aku ngak bisa nahan ngeliat muka tuh cowok." Sean kembali memeluk Sonia dengan sedikit terkekeh.
Sean membawa Sonia ke sebuah cafe, perut mereka berdua sangat lapar, apalagi Sonia yang baru saja habis memaki-maki Derren.
...***...
...Beri dukungannya dengan cara like, subcribe serta tinggalkan jejak di kolom komentar ya sahabat, terima kasih sudah membaca cerita ini...
...Baca juga karya author yang lain ya ☺...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!