Selamat pagi, terimakasih temen-temen sudah dukung dan support aku selama awal bab mungkin sampai akhir bab, maaf kalau ada kesalahan kata penulisan atau sebagainya. Ini author masih coba-coba, terimakasih yang sudah menanti dan menunggu setiap bab nya.
Kalau ada kesalahan kata, atau semacamnya langsung komentar aja guys. Gak papa kok, author tahan critic. Wkwkwkw
Thankyou All! Selamat membaca!!!
Muach!! ʚ♡⃛ɞ(ू•ᴗ•ू❁)
****
Putriku, Ditawan preman Satu M
Bab satu!
"Rara mau permen bi! "
"Rara juga mau biskuit! "
"Rara pengen, pengen... " gadis gembul itu masih mikir, makanan apa yang mau dia jajankan. "Sama permen lolipop aja deh satu. "
"Ih gemechh.... Bapak kamu kemana nak, kok ga nemenin? "
"Ayah... Ayah lagi kerja bi! " seru gadis itu membuka bungkus lolipop, seraya ia emut dan ia putar-putar tangkainya sampai membuatnya nge-fly dengan rasa merah lolipop. Bibi Asri di depannya, bukanlah keluarga gadis ini, hanya tetangga dekat yang jualan toko kelontong, maklum sejak remaja bu Asri sudah di kasih toko, dia kan dari keluarga china, lalu memiliki suami di Indonesia. Sedangkan gadis yang ada didepannya ini namanya Rara, udah gitu doang gak ada nama panjang.
Rara tinggal di ujung komplek sana, nomor 016. Umur gadis ini terbilang masih sangat kecil, sekitar 8 tahun, 4 tahun sebelumnya Pak Ahmad mengadopsi seorang anak kecil dari yayasan terkenal anak terlantar dibuang disana dan dirawat pria itu dirumahnya. Sekarang Rara berani keliweran kemanapun, karena gadis itu dengan umbel nya memang suka main kemanapun.
"Makasih bi! "
"Nanti aku balik lagi kesini, "
"Iya kan, jangan sungkan beli di warung bibi. Daripada di warung sana, mahal-mahal kan jajannya? Disini bibi bisa kasih kamu permen, biskuit, harganya juga murah. Gak nguras kantong lagi! "
"Um! " Angguk Rara setuju, ia melambai tangan keluar dari toko tembok putih itu dan kembali melanjutkan journey nya sebagai anak bolang, Rara anak bandel, dia suka main, dia sudah kelas dua SD dan kini di matanya main-main sama cari temen, oh Kiya! Dia temen cowok yang mau Rara ajak main masak-masak, bibir kecil Rara belepotan tanah diusap dengan baju.
"Mau samperin Kiya ah! " ucapnya senang, berjalan sambil lompat-lompat bak orang kesenengan. Setelah sampai di depan rumah gede, cakep, elegan milik temen cowoknya tak sungkan Rara memencet bel rumah beberapa kali.
"Kiya! Kiya!!! Main yuk!!! "
Ting-Tong-Ting-Tong! Ting-Tong, ucapnya sambil memencet bel hampir sepuluh kali. Tetangga yang dengar bisa di siram air comberan kalau Rara seperti ini, splurtt- Rara juga pilek, anak itu dengan umbel nya yang keteteran di tangan dan di bibir tak mempermasalahkan kondisi buriknya.
"Kiya! Kamu dimana! Main yuk! "
"Belum sore! Ayo main masak-masakan! "
"Kiya!!! "
"ADUH RAME BANGET ANAK SIAPA SIH! BISA DIEM GAK!! " seru yang didalam rumah, dengan jubah mukenah putihnya keluar dari rumahnya membawa sapu jurik, siap dilempar. Rara terkejut kaget, menelan ludah. "Ih kok tante sih yang keluar, Kiya mana tante! "
"Gak ada! Dia gak boleh main sama kamu! "
Rara langsung cemberut, menyilang kedua tangan di depan dada. "Hm Rara gak mau! Pokoknya Rara mau main sama Kiya! "
"HARI INI!!! TANTE HARUS PANGGIL KIYA!!! "
Seru Rara tak mau berhenti, sampai menggedor-gedor gerbang, dan menarik pilek nya yang terus mampet. Mendengar anak itu berisik dirumahnya, membuat wanita itu budrek. "AllahuAkbar Rara! Pergi atau kalo enggak gue lempar lo pake sandal! "
"Kiya lagi bobo! "
"Yah... Dhuhur gini masa Kiya bobok, cemen ah... " ucap Rara tak suka, manyun. Tante Winda menepuk jidat, menjauhkan lengan anak itu yang semakin gondal-gandil di gerbangnya. "Pulang gak?! Dimana ayah lo hah! Ga dirawat lo sama dia, oh ya tuh orang sibuk terus sama pekerjaan dia sampe ga ngerti ada gendruwo siji yang sangat meresahkan, " ucap mbak Winda begitu menyakitkan, tatapan nya tak lepas pada penampilan anak itu yang seperti sebutan. (Gendruwo) rambut Rara yang berantakan, banyak kutu, wajah belepotan dengan jajan yang dia beli, terus juga tingkahnya Allohuma! Mom Winda pengen jitak nih anak, tapi sadar lawannya anak kecil.
"Hik.... Mau ketemu Kiya... "
"Gak bisa! Sana pergi, ga usah main sama anak gue lagi lo kalo gak pulang! "
"Pulang gak? Pulang!! "
"Hiks! Kiya!!! "
"Tante... Kiya pasti denger teriakan Rara di dalam, tunggu sebentar ya... Rara mau ngomong... Penchtinggg! "
"Ck, dasar mamboo, terserah! "
"Kalo mau kepanggang disini, ya terserah, bukan urusan gue. Eh jangan nempel disini lagi ya, jamur lo ketinggalan sekalian dibawa, "
Rara tak mengerti apa yang dimaksud Tante Winda dari tadi, dia hanya manggut-manggut kurang ngerti sama mikir dengan garuk kepala. "Iya tante, nanti aku minta maaf sama gerbangnya. Aku ajak makan juga gerbangnya, "
"Ya ampun... Astaga, setelah ini aku bisa ikut gila ladenin nih anak... "
"Astaga... " ucap Winda kedua kali, menyerah dan lebih baik masuk ke rumah, melempar sapu ke teras kesal dan lelah karena tuh anak bukannya takut, atau nangis kek anak cewek lain, nih anak malah gak ada takut-takutnya. Aneh.
"Kiya!!! "
"Shsst! "
Dari jendela sana Kiya, sosok anak cowok membuka jendela kamar yang menghadap ke tembok luar rumah, dekat gerbang. Kepala Rara langsung menyelip di antara tembok melihat Kiya dengan peci, dan sarung di pinggangnya juga anak itu membawa al-Qur'an untuk dia baca.
"Kiya! Kamu ngapain di kamar?! Ayo kita keluar main sama-sama!! "
"Aku gak mau... "
"Haram... Kata mama, kalau laki-laki sama perempuan main sama-sama nanti aku bisa masuk Neraka... "
"Aduh kok kamu percaya aja sih sama omongan tante Winda! Mama kamu tuh cuma gertak alasan aja, gak bolehin kamu main sama aku!! " seru Rara mencibir, memasukkan tangannya, niatnya ingin masuk sebadan-badannya juga tapi gak muat. Kiya langsung melotot, "Jangan! Sana kamu pulang aja! "
"Gak mau! Aku mau main sama kamu!! " seru Rara lagi, menyeruakkan kepalanya masuk kedalam gorong tembok yang tengahnya di desain berlobang. Kiya menepuk jidat, "Aku mau lanjut baca Al-Qur'an mau do'ain buat nenek aku yang meninggal, emang kamu juga mau baca al-Qur'an? "
Rara berhenti seketika, menoleh, "Emang kristen boleh baca al-Qur'an? "
"Boleh lah! Kalo niatnya baik, ayo... Sebentar, aku aja yang keluar Ra... Biar kita bisa baca bareng, kata mama kalau Kiya masuk surga, Rara juga harus masuk surga... "
Rara berpikir sebentar, lalu keluar dari lobang pion tembok dan mengangguk setuju. Inginnya bermain bersama temannya, tak jadi karena permintaan Kiya yang tak bisa ia tolak. "Mau... Rara juga penasaran, "
"Kamu pinter banget Kiya bisa langsung Al-Qur'an biasanya orang kalau baca dari Iqro dulu... " ucap Rara karena ia pernah sering lewat Majid, dan lihat mbak-mbak, mas2, temen sepantaran ngaji. Kiya tertawa canggung saat sudah keluar dari rumahnya, "Hehe sebenarnya Kiya cuma coba-coba aja sih, Kiya gak bisa baca. "
"Oh jadi cuma dipegang?! " kaget Rara menutup mulut. Temennya ngangguk, "Iya maafin ya kalo belum bisa baca al-qur'an dengan lancar, tapi walau begini-begini aku udah Iqro empat lo! "
"Itu artinya? " tanya Rara tak tahu, ikut penasaran bagaimana bentuk Al-Qur'an bersama terjemahan itu. Kiya menjawab, "Itu sudah termasuk besar Ra, jadi kalau Rara udah di Iqro enam atau lima itu artinya sudah besar, dan tiket masuk surga lebih komplit! "
"Wowww!!! " bangga Rara, ikut berbinar. Ia duduk di teras setelah Kiya membukakan pintu, gadis itu pun ikut duduk bersamaan dengan temannya. "Tapi kita duduk deketan, emang boleh? " tanya Rara pelan. Anak itu mengangguk, "Boleh asal gak boleh bersentuhan... "
"Bisa ya... Kita main nya sama temen-temen aja, kalau berdua kata mama gak boleh nanti kita berdua bisa dibakar sama malaikat... "
"Ih ngeri... " seru Rara bergidik. Ia membuka Al-Qur'an itu dan bingung sendiri bagaimana bacanya. Kiya yang sok hebat langsung menunjuk Arab, dan memperlihatkan bagaimana cara bacanya. "Ini begini Ra, bacanya Ba... Panjang jadi Baaaaaaaa"
Rara mengikuti, "Baaaaaaaaaaaaaaaaa"
"Kepanjangan! Ayo ulang! "
"Baaaaaaaa"
Rara menelan ludah kecil, merasa tertantang. "Baaaaaaa--aaa.. a? "
"Aduh... Sudah... Sudah Kiya, nafasku tak bisa sepanjang kamu. Hebat sekali kamu bisa panjangnya Baaaaaaaa gitu kayak profesional banget... "
"Ah enggak kok! " seru Kiya malu-malu, padahal senang dipuji. Anak itu menunjuk lagi, "Kalau ini Ti... Tii"
"Pendek."
Rara mengangguk. "Tiiiiii! "
"Itu terlalu panjang.... Coba pendekin lagi, jadi Tiii~"
"Um! " Rara mengangguk dan ia peragakan apa yang di pinta, "Tiii.... "
"Waah! Aku bisa Kiya! Aku bisa!!! " seru Rara bangga sendiri ia mulai memeluk Al-Qur'an bersamaan dengan senyumnya yang mekar. Gadis itu sedikit membuat hati Kiya tersentuh, walau paras rupa temennya sering dikata tuyul atau anak kuntilanak, tapi baginya bagaimanapun Rara adalah gadis yang baik hati, bahkan saat ia jatuh hanya dia saja yang mau membantunya, yang lain sibuk menertawakan.
Rara mengecup bibir kotor nya ke Al-Qur'an sambil di elus. "Enak ya kamu bisa shalat setiap hari, jadi kamu bisa mendapat pahala setiap hari, "
"Hm... Iya kan karena aku wudhu juga... "
Rara memalingkan leher kesamping, "Wudu? Wudhu itu apa Kiya? "
"Wudhu itu bersih-bersih, kata Mama itu dilakukan biar dosa yang nempel di kita langsung hilang kayak mandi, tapi bedanya ini ada niat dan doa, terus kalau wudhu itu bisa menghilangkan kantuk, aku pernah coba pas aku ngantuk di tengah maghrib dan isya saat belajar ngaji sama mama, aku langsung di suruh wudhu dan beneran ajaib! Mataku langsung kebuka lebar, semua beban di pundakku rasanya keluar semua... Whusss! " seru Kiya melambai tangan kedepan bagai anak semilir angin menyapu langit. Rara mengangguk paham, "Asyiknya, kamu ada orang yang membantu mu beribadah... "
"Sedangkan Rara harus ke Gereja, bareng tetangga... " gumam Rara kecil, menunduk kebawah. Karena ayahnya selalu sibuk bekerja, jadi suka sekali memberi alasan yang membuat Rara sukar sendirian di rumah tanpa siapapun menemani. Dan ia saja yang selalu menanti kedatangan ayah angkatnya membawakan martabak pulang. Kiya belum tahu semua masalah temannya itu, tapi satu hal Kiya bisa beritahu, seperti bapak Uztads yang sedang berceramah.
Mengelus kepala Rara pelan, yang artinya Kiya harus rela berwudhu lagi sebelum menunaikan shalat dhuhur. "Kalau bagiku, Allah bisa membantu, apapun masalahnya. Karena kita percaya, Allah yang memberi kita cobaan, dan Allah yang memberi kita solusi. Kalau Rara sedih mulu, aku juga ikut sedih, jangan nangis ya... Nanti malam, kalau kamu masih sendiri di rumah, makan aja bareng aku disini, kita makan terang bulan sama-sama, kita ngaji sama-sama, terus kita main sama-sama, yah walau Kiya tak bisa selamanya di sisi kamu... "
Rara merucut bibir, kedua tangannya tertelungkup di kedua pipi, mengangguk dengan desahan keras. "Ya udah deh... Nanti Rara bakal kesini, Sprutt- Rara juga bakal main sama Kiya, tapi janji ya jangan pergi-pergi, temen Rara cuma kamu aja. Rara gak mau kalau Kiya pergi, Rara gak mau diusir karena Rara jelek, Rara juga gak mau kalau Kiya benci sama Rara karena kita sering bertengkar... "
"Enggak kok tenang aja... "
Kata Kiya menenangkan dirinya, dan membuat Rara si anak yang selalu ditinggalkan bapaknya bekerja setiap pagi, pulang malam dengan lembut penuh perhatian.
Bersambung...
Tolong, panggil saya Alisa buka Bu! Saya masih muda, plisuee, terus juga beri jejak vote guys biar Rara bisa senang dan tersenyum terus walau ditinggal bapake... Semoga bahagia terus Rara, sebentar siapkan sandal habis ini part bapake lebih gemesin buat dicubit ginjalnya...
(*・x・)/
Putriku, ditawan preman satu milliar
Bab 2
Setelah mengajari Rara ngaji, puas Kiya, dia masuk kembali ke kamarnya belum sempat masuk, dihadang mamanya dari belakang. "Kiya berhenti dulu, mama mau ngomong sesuatu. "
Dug-Ini nih, bukan kejutan juga bukan prank, jantung Kiya terpompa cepat. Mamanya hampiri, mba Winda mencubit telinga anaknya ke atas. "Masih aja nakal ya gak nurutin tutur mama hah!! "
"Mah.. Mah... Ampun... Ampun...maafin Kiya maaaa, " seru Kiya telinganya memerah karena dicubit mamanya sendiri, Winda berdecak, suaranya didengar anaknya, sepertinya sang mama marah dengannya. Ah pasti karena dia bermain dengan perempuan, Kiya sangat menyesal dalam. "Maaf ma-"
"Bisa gak jangan main sama tuh anak lagi? Gara-gara dia, kamu jadi ikut bandeng! "
"Kamu nggak pernah dengar mama lagi! Kamu ikut-ikutan sama dia, bisa gak ga usah main lagi, apa lagi mama denger tuh kamu mau ajak dia makan malam, "
"Um, kenapa ma? Rara kan kasihan ditinggal sendiri sama ayahnya... Ya udah Kiya ajak, "
Winda mencerocos, "Aduh kamu ini sama saja ya kayak bapakmu, ada adik iparnya di ajak masuk nyelonong, ikan dibawa sama tuh wedon, masa gak resah mama kamu bawa biji kutu kayak dia? "
"Ma! Gak boleh mama bilang kayak gitu! Rara temen aku! "
Winda berkacak pinggang, tak mau mendengar pendapat anaknya. "Terus mama harus bilang waw gitu? Ya jangan lah kau main lagi sama dia, orang anak kayak gitu gak terawat, gak terjamin kesehatannya kalau kamu main sama tuh anak bisa-bisa kamu penyakitan! "
Kiya langsung menggeleng, istighfar. "ma... astaghfirullah ma... Astaghfirullah... "
"Istighfar ma... Kenapa mama marahin Kiya mulu? Kiya juga gak terlalu megang Rara lama, dia perempuan kata mama Kiya gak boleh deketin tangan Kiya ke tangannya, bukan makhrom, tapi sekarang mama kayak benci banget sama Rara. Dia anak baik lho mam, dia juga bantu aku pas dulu aku ngompol pas kelas satu SD, "
"Ih... Kamu ini Kiya! Gak ngertiin mama... Iiii!!! " Gemas Mom Winda ingin sekali mengkrauk wajah anaknya yang selalu menjawab pertanyaannya. Kiya menggeleng cepat, "Kenapa mama benci Rara? Kenapa tetangga juga suka ngomongin Rara? "
"Dia juga gak ada salah sama kalian, apa-apa. Kenapa kalian sebegitunya padanya? "
"Rara temen aku ma, dia sahabat aku. Sampai kapanpun walau mama ngelarang aku main sama dia, aku juga gak bakal nolak, karena mama yang suruh untuk jaga jarak sama perempuan. Tapi kalau Kiya sampe denger mama ngolok-ngolok temen aku, aku tak mau sekamar tidur lagi sama mama. Mama tidur aja diluar, biar aku sama ayah aja yang tidur dalam kamar... " ucap Kiya berani berbicara, Winda melotot tak percaya dengan anaknya yang speakingnya sangat bagus hingga membuatnya tak percaya, saat Brak- pintu kamar, Kiya saja di dobrak keras saat ditutup, itupun didepannya. "Allohuma... Kiya!! "
"Anak siapa sih dia sebenarnya?! Anakku atau anak mas? " serunya tak suka, Winda ke dapur lebih memilih menenangkan diri disana, sedangkan mengabaikan Kiya yang ngambek tak mau di ajak bicara. Kini jam menunjukan pukul 2 sore akan waktunya adzan ashar, sudah mau sore waktunya Rara pulang ke rumah, mandi setelah itu makan sama makanan go-food yang dipesen ayahnya sejak tadi pagi. Saat sampai ke rumah, Rara ngerasa sepi, gak ada yang ia sambut, atau ajak bicara. Iseng ia berucap begini, "Assalamu'alaikum... " ucapnya pelan, menginjak lantai dengan kakinya lalu menoleh kesamping -kanan kiri padahal di tembok sana, depan televisi ada salib dan patung Tuhan Yesus, tapi beraninya Rara mengucapkan seperti itu dirumahnya.
Jelas-jelas kalau ayahnya tahu, ia bisa digebuk, dibuat tak minta ampun. Rara berjalan dengan kaki kotornya, penuh Ledok tanah dan debu menempel sampai keramik putih bersih itu menjadi kotor, berceceran. Rara menaruh pandangannya ke kulkas, dan mengambil sebotol air aqua dingin besar didalamnya lalu dia teguk sampai habis, "Ah sedapnya... " leganya sedikit bersendawa lalu tertawa sendiri, saat akan menutup botol air, tangannya tergelincir membuat tutup botol jatuh kebawah, Gedubrak-karena ia tak memperhatikan ke depan, kepalanya mengenai ujung pintu kulkas dan ia terjatuh klosok ke belakang bersama air dingin ditangannya yang tumpah di wajah. Itu membuatnya sedikit meronta-ronta, "Aaaaaa!!! Kenapa sih!!! "
"Kenapa juga harus jatuh, ihhh! IH!! GA BANGETT!!! " Serunya kesal membanting tutup botol sembarangan, dan bersedekap dada terus sampai ia mengalihkan wajah kesamping, "Rara gak mau bersihin. Pokoknya Rara gak mau, biar ayah aja yang beresin. Rara ke kamar aja... "
Ucapnya tak bersalah sama sekali, Rara langsung melompati genangan air itu dan membiarkan pintu kulkas terbuka lebar, Rara membiarkan juga lampu ruang tamu menyala terus dan pintu di depan dibiarkan dibuka lebar, selebar lapangan sampai hewan luar pun pasti bisa masuk kedalam. Rara berjinjit-jinjit di dalam kamar, dengan gaun kain tipis pink nya ia melompat-lompat di atas kasur, "YEAYY!!! SENANG SEKALI!! YEAYY!!! "
"Ah! Aku mau main sama pororo... "
"Sama bezzzbear juga... "
Ucapnya setelah seru-seruan jingkrak-jingkrak di atas kasur, gadis itu duduk sila di depan banyak boneka yang selalu ia ajak main, ia juga tak lupa dengan cokelat di laci bawahnya untuk ia makan, dengan pilek belepotan Rara terus main sampai puas. "Pororo, tadi aku main seru-seruan sama Kiya! "
Lalu boneka Pororo menjawab, "Oh ya... Main sama Kiya? Memang main apa? Aku kok gak diajak? " Rara tertawa sendiri, membawa masuk boneka beruang cokelat, "Iya, aku sangat penasaran Rara, beritahu dong... Enak ya punya teman yang perhatian, kadang aku tuh sama pororo suka bertengkar gitu, padahal dia penguin tapi daging ku selalu dia rebut, ada jatahnya sendiri... "
Rara langsung berdecak singkat, memarahi pororo. "Pororo, kamu gak boleh rakus gitu. Ayo maaf-maafan sama Bear... "
"Gak ah, dia nyebelin! "
"Astaghfirullah! " seru Rara menutup mulut, mulai mendekatkan kedua boneka itu semakin dekat. Dirinya langsung mengangguk kecil, "Nah begini kalian bisa akur, ayo akur. Aku aja sama Kiya bisa akur, masa kalian enggak? Jangan ya dek ya... "
"Ihhh! Ya udah deh, ini permintaanmu lho Rara. Kalo enggak, dih mana sudi! " seru pororo, si bear cokelat ikut melet. "Brrr! Aku juga gak mau... "
Rara mengangguk, dan memelukkan kedua tangan mereka bergantian, yang satu di bahu pororo yang satu di pinggang bezzzzbear. Sangat senang sekali rasanya, Rara bisa bermain sama mereka, dirinya ikut tertawa bahagia, lalu ia melanjutkan ceritanya, "Jadi tadi ituh, Rara di ajak ngaji sama-sama... Rara juga di ajak, main... Di ajak, ya banyak lah. "
"Katanya kita kalo wudhu dapat pahala, juga kalo shalat dapat pahala, terus kalo baca al-Qur'an dapat pahala, wah aku sampai kaget banyak sekali ya... "
"Enak sekali Kiya mau mengajari Rara, padahal Rara rusuh belum mandi kayak gini... " komentar Rara pada dirinya sendiri, ia memandangi pakaiannya yang lusuh akan tanah selokan dan raut wajahnya yang semakin kusam walau kulitnya bening. Tapi Rara selalu setia menemani temannya, dan membuntuti nya terus. Pororo mengangkat tangan ke atas, "Beruntung sekali! "
"Iya beruntung sekali! " ucap bear setuju. Mereka bertiga saling berpelukan, membuat Rara ikut menitikkan air mata pada kedua bonekanya yang mau mendengar dirinya bercerita, "Terimakasih teman-teman, aku senang sekali berteman dengan kalian. Kalian semua... Adalah myyyyy bestfriend... " ucap Rara sambil melahap setengah cokelat lalu ia kunyah sampai didalamnya lengket-lengket di gigi. Tiba-tiba ada suara gerbrakan, beberapa barang terdengar pecah dari dalam kamar sini. Entah siapa itu, tapi Rara terus bermain tak mengindahkan satupun suara dentingan di ruang tamu, padahal ada orang asing mengacak-acak ruangan, dan sedang mencari sesuatu.
Saat asyik bermain, Rara di selingi menyanyi "Tralalala... "
"Lalalaa... "
Brak! Pintu dibuka lebar, sampai memantul, dinding ikut meloncat mendengar gebrakan pintunya. Seorang pria dengan celana hitam, masker di mulutnya, dan berjaket kulit hitam masuk ke dalam kamar Rara. Baru gadis itu terkejut, memeluk bonekanya dalam, "Si--siapa kamu?? "
"Hah! "
"Siapa kamu!!! " Seru Rara memundurkan diri, gadis itu terlalu takut untuk melawan, karena pria besar di depannya langsung mengacak lemari pakaiannya dan mengacak laci belajarnya juga, Rara sampai tak bisa berkata-kata.
"Aku teman ayahmu. "
"Dia menyuruhku untuk ke kamarnya, kamu tahu dimana kamarnya? Aku susah mencarinya... "
Rara langsung mengerjap mata, oh tujuannya dari ayahnya. Hm... Hm, Rara langsung mengangguk mengerti. "Ayo aku antar, kamar ayah ada disana, jauh harus naik tangga! "
"Oh begitu, bisa kamu antarkan? "
"Boleh, ayo... Biar Rara antarkan paman, " seru Rara turun dari kasur dan menuntun paman itu untuk ke kamar ayahnya yang ada di lantai atas, selama Rara antarkan, ia sangat penasaran dengan keadaan ayahnya selama bekerja. "Apa ayah mencariku? "
"Siapa ka-"
"Mungkin, dia mungkin mencarimu. " jawab paman itu cepat, setelah meninggalkan jawabannya tadi yang tak jadi diucapkan. Rara mengangguk senang, rupanya ia dirindukan, Rara sangat senang, heppy sekaligus loncat-loncat. "Lihat kan pororo, ayah tak pernah meninggalkan Rara! Benar kan dugaan Rara, ayah selalu dimanapun, pasti nyariin Rara, tanpa Rara pasti ayah sudah sedih... " lirih gadis itu bicara sendiri dengan bonekanya, paman di belakangnya menatap anak itu dari atas. 'Gila nih anak, ' gumamnya dalam hati. Terus mengikuti anak itu, karena kesempatan pria itu untuk menjalankan tabiat jahat pada kepala keluarga ini.
"Apa ayah juga makan banyak disana? "
"I-"
"Jangan dijawab dulu! Rara tahu, tahu kok! Rara juga makan lahap di rumah, nanti kalau paman ketemu ayah tolong bilang ya kalau Rara bisa jaga, dan rawat diri sendiri di rumah. Ayah gak perlu khawatir, Rara udah besar... "
"I--iya dek... " jawab pria itu seadanya, yang penting ia harus keluar dari sini. Mereka berdua sampai di depan pintu kamar ayahnya, saat Rara akan membuka knop pintu, pintu kamar ayahnya tak bisa dibuka. Rara langsung merucut bibir. "Yah... Pasti dikunci, paman bawa kunci ayah? "
"Soal itu... Paman lupa tadi, ayahmu sudah menitipkan kunci padaku tapi terjatuh mungkin di jalan saat aku bersepeda motor tadi, apa tak ada kunci yang mungkin dibawa kamu atau apa begitu? "
Rara berpikir sebentar, "Gak ada paman! Rara juga gak pernah ngintip ruang kerja ayah, karena kata ayah privasi. "
"Tapi kalo paman memang kejatuhan kunci kamar ayah di jalan, biar Rara telepon ayah aja buat paman bisa di anterin kunci lagi. Tunggu ya, Rara ambil HP Rara... "
"Eh gak usah. " ucap pria itu menangkap lengan Rara cepat, dan menariknya kembali. Pria itu membenarkan maskernya yang sedikit menurun, "Kamu kembali aja ke kamar ya, "
"Tapi paman, kuncinya bagaimana? "
"Bisa kok, paman bisa tanpa kunci. "
"Hm? Memang bisa ya? " gumam Rara tak percaya, paman didepannya juga sedikit asing baginya, ia merasa tak mengenal paman ini sama sekali tapi ya sudahlah kalau paman ini benar-benar temennya ayah Rara. Rara juga senang karena ada temennya ayah yang datang, dan memberitahu kalau ayah rindu dirinya saat kerja. Rara tersenyum sendiri sambil lompat-lompat turun ke bawah, pria itu menatap kepergian Rara dan segera mengambil penjepit rambut di sakunya lalu mulai mengotak-atik knop pintu, setelah terbuka pria itu tertawa, "Oh cuma gini aja bisamu Ahmad, benar-benar. Anakmu yang polos itu juga mudah dipengaruhi, "
"Bodoh, persis seperti mu Ahmad... "
Ucap pria itu tanpa mempedulikan CCTV kamar menyala kesana-kemari memutari ruangan, pria itu mulai beraksi mencuri sesuatu dari tempat ini dan akan meninggalkan jejak tanpa diketahui siapa dalang dibalik masker hitamnya.
Bersambung...
Selamat sore, kawan-kawanku yang bahagia. Aku Alisa, semoga kalian semua terhibur dengan cerita ku ini. Asekk, kalau kalian merasa ada yang kurang, atau salahkah dalam aku menulis, bisa dong di kasih komentar. Bisa dong dee, bisaaa(∩´∀`∩)💕
Bab 3.
"Tadi ada orang, yang nanya kamar ayahku. Apa aku udah benar ya? "
Pororo berjalan disamping Rara dan duduk di sampingnya juga. "Memang orang itu siapa? Kenalan mu atau bukan? "
"Bukan sih, Rara gak tahu dia siapa, Rara juga gak kenal orang itu. Tapi katanya dia temen ayah jadi yah Rara kasih tahu kamar ayah, "
"Tapi ngapain ya, yang jadi pertanyaan Rara kenapa orang itu tanya kamar ayah? "
"Mungkin lagi ambil sesuatu begitu. Penting mungkin, cepet-cepet buat ayah kamu, " seru pororo di samping. Rara mengangguk paham, "Oh begitu, ya Rara paham. Rara tahu, ya.. ya... jadi Rara tak mempermasalahkan sama sekali kan, soalnya itu urusan ayah, "
"Iya! Ayahmu senang denganmu Ra! "
"Dia pasti merasa berjasa mempunyai dirimu. "
"Yap betul! "
"Kita juga bangga padamu Ra setiap hari, setiap kanu membantu orang ada saja ya pahala yang kamu dapatkan, " ucap bezzzbear. Rara mengangguk setuju, "Ucapan kalian berdua sama persis mirip Kiya. Kiya juga bilang kalau shalat, wudhu, baca al-qur'an dapat pahala, mungkin kalau Rara berbuat baik, apa Rara nambah pahala? "
"Pasti dong Ra! "
"Pastilah!!! "
***
Di depan mobil yamaha putih terparkir di teras rumah, seorang pria dengan baju rapi tanpa Jaz karena ia gantungkan di lengan menutup pintu kencang, pria yang terbilang cukup muda itu menatap seisi rumah dari luar, yang berantakan dan porak-poranda, sebagian juga ada bekas kaki kotor seseorang yang menempel di lantai. Tak lain pria itu adalah Ahmad, tangannya jatuh bersamaan dengan HP yang ia genggam tadi untuk wawancara di telepon dengan client kerjanya, tapi terkejut sesaat melihat keadaan rumah begitu berantakan ketika ia pulang malam itu, sekitar jam 9 malam ia baru pulang tak membawa apa-apa pula.
Kaki pria itu masuk kedalam, tanpa melepas sepatu sama sekali. Tatapannya terus mengalir ke arah setapak kaki kotor yang menempel, lalu ia membungkuk. "Apa ada orang masuk? " itu dipikirnya, sebelum ia begitu terkejut tak hanya itu saja saat ada di ruang tamu yang bagian dalam, dirinya melihat kulkas disana terbuka lebar, dibuat dinginnya kulkas merusak hawa sekitar, Ahmad memeluk diri karena kedinginan. Dia merasa ada sesuatu buruk yang baru saja terjadi, "Rara! Rara!!! " panggil Ahmad dari luar, berlari masuk kedalam mengecek anak itu entah dimana sekarang, Ahmad membuka pintu lebar sampai bertabrakan dengan tembok.
"Dimana dia! "
Paniknya, segera berlari ke dapur yang jaraknya sedikit jauh. Pria itu berhenti saat ada jejak kaki di lantai atas, jejak kaki kecil yang sama persis dengan jejak di lantai ruang tamu. Entah hanya feeling aja atau bagaimana, Ahmad udah gak enak aja. Dia langsung lari menaiki tangga, mengos-mengos pas udah di ujung tangga, "Apa yang dia lakukan? Kenapa seisi rumah bisa berantakan? "
"Ck, kemana dia juga, " ucap Ahmad mulai mendobrak pintu ruang kamar di tambah ruang kerjanya kencang, ia buka lebar sampai terpampanglah keadaan kamarnya yang berantakan. "Apa-apaan ini! Siapa yang melakukan ini?! " serunya, terkejut sangat saat kedua mata netra cokelatnya berpasang tatap mata dengan keadaan kamar yang berantakan, juga sendal selop basah karena sesuatu, lalu... Mungkin barang penting Ahmad sedang tak baik-baik saja.
"Laptopku! Dimana laptop ku?! " serunya, mengecek sana-sini, mencari dimana keberadaan benda penting itu, karena sangat ia butuhkan sekarang. Saat tak ia temukan sama sekali, Ahmad langsung menggebrak meja dengan sekali kepalan, meja kerjanya yang berantakan karena ada orang yang mengacaknya, juga ia tendang semua benda di sekitarnya. "Sial!!! Akhhh!! "
"Barang-barangku! Siapa yang mencuri semua barang ku! Siapa! Sial, ada dokumen yang harus kusembunyikan di laptop ku, bangsat emang siapa sih yang nyelonong masuk ke rumah! "
"Ck! "
"Dimana tuh anak, pasti dia tahu semua ini." ucap pria itu segera mencari keberadaan anak itu, yang entah berada dimana, dicari tak kunjung ketemu. Bahkan sampai Ahmad bertanya kepada tetangga, tetangganya hanya mengendik bahu, kebanyakan mereka malah menyindirnya, "Oh anakmu? Ngapain dicari? Wong biasanya di telantarin gitu kan? "
Karena ucapan tetangganya, membuat Ahmad semakin kepalang kesal, urat-urat merah nya muncul begitu saja tanpa diundang, ia terus mengepalkan tangan tak henti dengan kedua kakinya yang terus tersleok-sleok mencari hingga ke gang sempit. Biasanya, anaknya itu malem-malem gini suka main ditempat ini, "Rara! Rara! "
"Dimana kamu Ra!! "
"RARA!!!! "
Serunya, menebas rerumputan lalang dengan kedua tangannya yang menghalangi pemandangan, suasana juga semakin gelap, tapi ada-ada saja gebrakannya. Pria itu jadi pusing sendiri, memiliki anak seperti itu, "Ck, dari dulu gak ku adopsi aja dia. "
"Menyusahkan diriku saja, " ucapnya pelan, tak berucap seperti seorang ayah. Padahal itu keputusannya sendiri pada empat tahun dulu, di tahun 2020, karena Ahmad sudah selesai kuliah ia ikut pekerjaan apapun, untuk mendapatkan penghasilan sendiri, sampai tak bisa menghidupi kedua orangtua Ahmad, hingga pria itu rela pergi ke kota demi mencari uang, sampai sekarang pria itu masih mengirimi mereka uang, sebelum itu Ahmad tak pernah sekaya ini, sampai rumah di komplek ini bukan rumah satu-satunya yang ia tempati. Rumahnya juga berada di tempat lain, yang tak diketahui orang lain, karena keberadaan anak itu, entah mengapa Ahmad semakin diberuntungkan, ia jadi memiliki usaha sendiri, dan memiliki penghasilan atas usaha nya yang jualan makanan berminyak, bekerja sama dengan negara china.
Itupun, Ahmad masih belum sadar diri. Karena Rara lah, dirinya bisa mendapat pekerjaan itu. Entah mengapa semuanya terasa begitu mudah, Ahmad sampai melupakan bagaimana rupa anaknya sekarang, yang selalu mendapat nyinyiran tetangga, Ahmad terlalu fokus dengan dunia nya sendiri, tanpa mengerti bahwa ia punya dunia lain yang harus ia tepati janjinya.
Salah satu anak perempuan melihatnya masuk ke dalam gang yang sudah hampir ditutup itu, karena sering ada penampakan disana. Dia adalah teman Kiya, atau tetangganya anak laki-laki itu, juga anak perempuan yang cemburu dengan kedekatan Rara dengan Kiya yang sering dipanggil Sindy, "Paman! Paman kenapa ada disana?! "
"Astaga, jangan masuk sana! Disana banyak ular... "
"Kata mom, gak boleh... "
Ahmad langsung menoleh, "Kamu tahu tidak dimana Rara? " tanya pria itu begitu saja, keluar dari sana dan menghampiri Sindy yang seukuran bawah pinggangnya. Anak itu mendongak, demi bisa melihat wajahnya, "Gak, Sindy gak lihat Rara... "
"Emang Rara suka ngilang ya? "
"Udah biasa, nanti palingan balik lagi. Paman tunggu aja di rumah, biasanya dia suka keluyuran... "
"Bikin Sindy ikut pusing ajah... "
Ahmad langsung mencekal kedua lengan anak itu keras, "Tapi tahu kan dimana dia sekarang? Paman butuh banget... "
"Kalau kamu tahu, langsung aja bilang paman. "
"Engga paman, Sindy juga baru pulang dari warung mak Asri. "
"Tapi... mungkin jam segini, Rara ke rumah Kiya sih... "
"Rumah Kiya?! Ngapain dia kesana!! " ucap Ahmad sedikit marah, matanya melotot keluar membuat Sindy sedikit ketakutan mendengar amarah pak Ahmad di depannya yang meledak-ledak. Sindy memakai kerudung biru menggeleng, "Cuma itu yang Sindy pikirkan, biasanya dia main ke rumah Kiya. "
"Semalam ini?! "
"Em gak tau paman, mungkin iya? "
"Ck, tuh anak nyusahin! "
Sindy terpejam kaget, "Paman... Paman... Marah sama Rara? "
"Bukan, bukan urusan mu. Sana balik ke rumah mu, jangan keluyuran malem-malem. "
"Eh iya paman, Sindy mau pulang dulu. Assalamu'alaikum, " ucap Sindy sopan, ia berjalan melewati tubuh Ahmad sambil menyembunyikan senyumnya yang tak henti melebar. 'Yes, habis ini Rara bakal dimarahi. Kapok kan? Salah sendiri, kegatelan deket-deket pacarku, ' pikir Sindy, padahal Kiya juga tak suka dengan sikap jahatnya yang selalu mendekati dirinya, dan menindas Rara secara terang-terangan.
Ahmad mengepal tangan keras, membuang dasi kerjanya sembarangan. "Bangke tuh anak! Bangsat!!! "
"Ck, nyusahin aku saja. "
"Kalau benar hilang karna dia, sungguh aku tak akan membiarkan dia keluar rumah setelah itu. "
Ting-Tong! Ting-Tong! "Mba Winda!! "
"Mba Winda!! Tolong keluar!!! Suruh Rara keluar juga!! "
Winda yang akan tidur, menyiapkan selimut dan kasurnya yang sudah tertata rapi tak jadi, karena niatnya terhenti oleh suara keras seseorang yang menyahut namanya di luar gerbang. Winda melihat dari jendela, tanpa menggunakan kerudung, "Bentar mas!! " seru Winda saat mengetahui kalau itu adalah Ahmad, bapak dari Rara yang sering kasar dengan rumahnya.
"Waduh apa-apaan ini? Ada apa! Kenapa lo kesini! "
"Mau berulah lagi kayak anak lo itu? Cukup ya, gak anakke gak bapakke, sama ae! "
Cibir Winda bersedekap dada dengan daster lengan pendek, dan kerudung menutupi dada, wanita itu enggan menatap wajah pria yang sudah matang di depannya. Pria itu mengetuk gerbang, "Dimana anak saya? "
"Kamu tahu? "
"Loh--" Winda menoleh, "Kok nanya saya, lah memang saya siapa? Ibuke Rara gitu? "
"Jangan tanya saya, wong dia gak kesini, "
"Beneran? Tapi kata Sindy dia sering main kesini... " lirik Ahmad dari samping. Winda mengangguk, dan merasa resah dengan kehadiran gadis itu yang cerewet dan selalu memaksa anaknya, Kiya untuk mau bermain dengannya. "Oh ya benar sekali, anak lo bikin rusuh di rumah gue. Masih dhuhur mas, masih belum adzan pas itu, panas-panas. Anak lo aja yang riweh udah mampir ke rumah gue, dih didik yang bener dong, masa didik anak sampe maksa anak gue buat main sama dia, no level-level, " kata Winda melambaikan jari telunjuknya. Ahmad menelan ludah, "Ah ya maaf mba, kalau misalnya Rara membuat embak jijik atau bagaimana tapi serius saya mau nyari dia.. "
"Kalau mba Winda tahu tolong telepon saya, "
"Kenapa gue? " seru Winda keras, melotot sampai dirinya tak sudi untuk berhubungan dengan keluarga pria itu, Winda memainkan bibirnya, "Sudah kubilang kan? Buang saja anak tak berfaedah mu itu, untuk apa masih kau pertahanin. Karena kau aja ga becus ngerawat anak sendiri, dia jadinya kayak gitu, rusuh sama tetangga-tetangganya. Ga ngerti pas dia lewat kecium bau apa? "
"Kecium bau Tai! "
"Lo seharusnya ga usah ngerawat dia kalo ga telaten, buat apa? Buang aja! Buang aja tuh anak, balikin ke yayasan panti asuhannya. Lebih mudah kan? "
Ahmad berdecak, "Kalau soal itu gak bisa, soalnya saya sudah adopsi dia. Kalo saya balikin, saya yang malah di denda, karena melanggar aturan, "
"Dihhhh! Siapa sendiri ngadopsi anak, mendung nikah sono punya anak sendiri, lebih enak, gampang, dan gak ribet, daripada ngurus anak darah daging orang lain, bukannya seneng malah mendarah daging lu. Ya kan? "
Ahmad mengangguk, "Kok ngerti mba? "
"Kalau gitu mbak tahu gak siapa orang yang masuk ke rumah saya? Soalnya laptop saya bersama dokumen penting kerja saya dicuri disana, saya tanpa itu harus ngulang dari awal, "
Winda langsung tertawa mendengarnya, merasa puas dengan masalah yang ketimpa pria itu. "Hahahaha, ya itu namanya karma. "
"Mangkanya jadi pria itu kalau udah jadi pengusaha sukses jangan sombong, sering pulang lah bagi-bagi jajan atau makanan lah, lah ini enggak cuma numpang tidur doang, lu gak pernah nyempat nyapa tetangga, udah berangkat shubuh, pulang malam gitu aja wes. "
"Terserah saya dong mbak, orang itu rumah saya. Kenapa malah emba yang merasa cemburu? " seru Ahmad menaikkan sebelah alis, sambil memegang gerbang. Winda melotot, "Cemburu? Cemburu saya? "
"Saya cemburu sama elo??? "
"Gak lah, mana mungkin. Orang saya cuma memberitahu, jangan ngeles... "
"Anak juga gak pernah dirawat, seliweran kan omongan tetangga. Sekarang gue bilang gini, lo ada urat malu ga ketemu dan nanya gitu seolah minta bantuan ke kita hm? Bahkan pas ketemu kita aja, elo gak ada sadar diri sama sekali, "
"Mampus! Biar usaha lo bangkrut sekalian... " ejek Winda menjulur lidah, Ahmad mengumpat kesal, ia dikatai seperti itu. Dia sampai memukul gerbang hitam di depannya. "Kalau mba Winda gak tahu urusan saya jangan ikut campur ya!!! "
"Ma... Ada apa rame-rame? "
"Om Ahmad? "
"Ada apa kesini? "
"Nyari Rara? "
"Hm, dimana dia? " tanya Ahmad cepat. Kiya yang setengah ngantuk setelah belajar menggaruk kuping, "Tadi pulang, aku lihat dia di jendela tadi kayaknya ngarah ke rumah, "
"Tapi saya nggak ngeliat dia?? "
"Ada ommm, tadi Kiya lihat Rara baru aja pulang sebelum paman kesini. Coba cek dulu deh di rumah mungkin aja ada kan? "
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!