"Selamat datang di kediaman keluarga Bimantara kepada kedua pengantin baru kita?" ujar seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan kedua pengantin baru di rumahnya.
Pengantin pertama masuk ke dalam rumah, mereka berdua terkejut mendengar kata sambutan dari wanita paruh baya itu. Terlebih pengantin prianya, bagaimana tidak. Ia juga baru tau, jika bukan hanya dirinya anggota keluarga Bimantara yang menikah hari ini.
"Oma, maksud Oma apa? Memang selain aku siapa lagi yang menikah hari ini?" tanya pengantin pria yang tidak lain adalah cucu dari wanita paruh baya itu.
Sang Oma hanya memperlihatkan senyum manisnya, wanita paruh baya itu tidak langsung memberikan jawaban kepada cucunya.
"Apa Chilla juga menikah hari ini? Kenapa enggak ada yang kasih tau aku, kalo Chilla juga menikah hari ini? Aku 'kan kembarannya, Oma?" tanyanya sekali lagi.
"Nanti juga kamu tau sendiri, Chio," jawab sang Oma yang tidak lain adalah Tiana Larasati Bimantara yang biasa dipanggil Oma Tiana oleh cucunya. Sedangkan cucunya yang baru saja menikah adalah Archio Davion Bimantara yang dipanggil Chio atau Archi.
Tidak lama kemudian, muncul sepasang pengantin baru yang kedua. Pengantin prianya terlihat jelas yaitu Javas Daviandra Bimantara, sedangkan pengantin wanitanya belum ada yang tau siapa. Karena ia menutupi wajahnya dengan kain, seperti pengantin India.
"Papa?" panggil Chio dengan wajah terkejut yang tidak dapat disembunyikan.
"Papa? Beliau Papa kamu, yang?" tanya wanita yang baru beberapa jam dinikahi oleh Chio. Ineisha Nafthania Heksatama. Ineisha memang tidak pernah bertemu dengan Papa dari suaminya, bahkan bukan hanya Papanya. Mamanya juga sama, dari lamaran sampai pernikahan mereka hanya dihadiri oleh Tiana selaku Oma Chio.
Sejak dekat sampai menikah, Chio memang tidak pernah menceritakan tentang keluarganya terlebih kedua orang tuanya pada Ineisha. Bahkan sampai Ineisha mengira suaminya sudah tidak memiliki orang tua atau yang biasa disebut yatim piatu.
Bukan hanya Ineisha saja, bahkan keluarganya pun menganggapnya seperti itu. Tetapi mereka tetap menerima Chio dengan tangan terbuka.
"Iya, Yang," lirih Chio. Lelaki itu tampak sangat kecewa pada pria dewasa yang ada di hadapannya, pria yang tidak lain adalah Papa kandungnya sendiri.
Bagaimana tidak kecewa, Chio bahkan sangat memohon pada Papanya agar bisa menghadiri pernikahannya walau hanya sebentar, tetapi sang Papa tidak mengabulkan keinginannya.
Javas memang lebih banyak menghabiskan waktu bekerja di luar negri, pria itu sangat gila kerja. Gila tidak pernah mau memperdulikan siapapun termasuk sang Mama.
Namun, setelah pernikahannya selesai. Papanya baru pulang kini berada di hadapannya. Bukan hanya itu, yang membuat Chio tambah terkejut jelas saja saat dirinya tau papanya pulang setelah menikah. Bahkan membawa istrinya pulang ke rumahnya.
Walau Chio sangat berharap apa yang ada dipikirannya tidaklah benar, pria itu jelas tidak terima Papanya menikah lagi. Padahal istri papanya yang tidak lain Mamanya sendiri masih hidup, dan juga masih sehat.
"Pa? Ini enggak bener 'kan? Ini cuma prank 'kan? Papa nggak mungkin nikah lagi? Papa nggak mungkin khianatin Mama?" tanya Chio dengan penuh harap, bahwa yang terjadi hari ini bukanlah sebuah kenyataan.
"Papa dan Mama? Papa sama Mama kamu masih hidup, sayang? Terus kenapa mereka nggak ada di saat hari lamaran bahkan nikahan kita?" Inesha protes pada sang suami yang berada tepat di sampingnya.
"Nanti aku ceritain semua, yang. Sekarang biarin aku bicara dulu sama Papaku, tolong kamu diam dulu." Rasanya Chio ingin marah-marah sekarang, tetapi ia tidak mungkin melampiaskan amarahnya pada sang istri.
Dengan tatapan kecewa, Inesha hanya mengangguk paham. Ia merasa dirinya berserta keluarganya telah dibohongi oleh Chio dan keluarganya mengenai orang tua Chio.
Selain Chio sendiri, Tiana–Oma Chio juga selalu mengalihkan pembicaraan jika keluarga Ineisha membahas soal orang tua Chio. Keluarga Ineisha yaitu keluarga Heksatama tentu bukan orang sembarangan, sebelum memutuskan menerima pinangan Chio mereka juga mencari tahu tentang latar belakang Chio dan keluarganya.
Namun, mereka tidak mendapatkan apapun. Hingga mereka mengira Chio benar-benar hanya punya Oma saja.
Padahal Javaslah yang sengaja memprivat seluruh keluarganya, kecuali Chio dan Mamanya dari semua orang. Selain karena ingin melindungi keamanan keluarganya, karena ia sadar persaingan bisnis tidaklah bisa dianggap remeh.
Silain sisi Javas memang lebih banyak menghabiskan waktunya diluar negri. Perusahaan Bimantara memang sejak awal dipegang Chio dibantu Tiana–mamanya, dirinya sendiri pun sudah membuat perusahaan lain di luar negri.
Chio berjalan menghampiri sang Papa lalu berkata, "Pa kenapa diam aja? Aku dari tadi tanya? Semua ini nggak bener'kan?"
Dengan senyuman manisnya Javas menjawab pertanyaan putranya. "Seperti yang kamu lihat dan tahu, ini semua adalah kebenarannya."
Chio tidak tahan, ingin rasanya memukul sang Papa. Namun, Chio tidak memiliki keberanian itu. "Kenapa Papa tega sama Mama? Selama ini Mama udah berusaha jadi istri yang terbaik buat Papa, tapi Papa sekarang dengan teganya menduakan Mama."
"Kamu enggak tau apapun tentang Mama dan Papa, Chio! Jadi kamu nggak perlu ikut campur!" tegas Javas.
Tiana terlihat memijit kepalanya saat melihat pertengkaran anak dan cucunya, walau dirinya sudah memprediksi bahwa pertengkaran Ayah dan anak itu pasti terjadi.
Tentu Tiana sangat tahu, Chio yang begitu sayang pada mamanya tidak akan terima mamanya diduakan.
"Diam!" teriak Tiana menggelegar, untuk melerai pertengkaran Ayah dan anak itu. "Bisa kalian diam! Hari ini hari bahagia kalian berdua, kalian baru saja menikah. Kenapa kalian malah bertengkar seperti anak kecil sih?"
"Chio!" Mendengar panggilan dari sang Oma, Chio tersenyum penuh kemenangan didepan papanya. Tentu pria itu berharap dibela sang Oma, karena memang hanya Oma–nyalah yang ditakuti oleh Papanya.
"Iya, Oma."
"Kamu minta maaf sama Papa kamu sekarang juga! Kamu enggak seharusnya bersikap seperti itu sama Papa kamu," titah Tiana tidak dapat dibantah.
Kesenangan Chio langsung sirna, berganti dengan rasa kecewa karena harapannya dibela Omanya tidak menjadi kenyataan.
"Tapi, Oma," jawab Chio yang berusaha menolak perintang Omanya.
"Enggak ada tapi-tapian! Apapun yang dilakukan sama Papa kamu, kamu sama sekali enggak berhak ikut campur Chio. Kamu urus saja urusanmu sendiri, biar Papamu juga urus urusannya sendiri. Papamu sudah dewasa tentu tau apa yang terbaik untuknya. Termasuk menikah lagi, toh tidak masalah Papamu mempunyai istri lebih dari satu. Oma yakin Papamu bisa bersikap adil."
Dengan malas, Chio akhirnya tetap meminta maaf pada Papanya. Walau ia melakukannya dengan terpaksa.
"Kalila!" panggil Tiana berteriak.
Ineisha menatap sang suami dengan kebingungan, ia penasaran siapa itu Kalila. Karena Oma–Chio memanggilnya dengan berteriak.
Tidak lama kemudian muncul, seorang wanita yang berusia 40 tahun tampak dengan tampilan sangat biasa. Bahkan terlihat seperti gembel.
"Iya, Ma. Ada yang perlu saya bantu?" tanya wanita yang bernama Kalila itu pada Tiana.
"Kamu ini gimana sih, Kalila. Hari ini itu rumah ini kedatangan menantu dan madu kamu, tapi kamu malah nggak menyambut mereka," omel Tiana pada menantunya.
Wanita itu memang adalah menantu Tiana, istri Javas sekaligus Ibu dari Chio. Penampilannya jauh sekali dari Javas dan Tiana, wanita bernama Kalila Fattiya itu bahkan lebih cocok menjadi pembantu di kediaman keluarga Bimantara dibandingkan menjadi menantu.
Ineisha masih tampak terkejut melihat penampilan wanita yang ia tebak adalah Mama mertuanya, dari ucapan Tiana jelas Ineisha dapat langsung menyimpulkannya. Karena gadis itu tidaklah bodoh.
"Maaf, Ma," jawab Kalila sambil menunduk.
"Ineisha!"
"Iya, Oma."
"Ini Kalila, Mama mertua kamu. Kamu harus hormat padanya. Sekarang kamu dan Chio segera meminta restu padanya, walaupun hal itu harusnya dilakukan sebelum pernikahan kalian."
Mendengar titah Tiana, Chio langsung menggandeng istrinya untuk menghampiri sang Mama. Chio menyalami serta memeluk mamanya, diikuti Ineisha.
"Ma, ini Ineisha. Istri Chio."
"Sayang, ini Mamaku. Mama Kalila." Chio memperkenalkan sang istri kepada Mamanya, begitu pula sebaliknya.
"Ma, aku Ineisha. Menantu Mama. Senang akhirnya bisa ketemu sama Mama," ujar Ineisha dengan sopan, walaupun gadis itu kurang suka dengan penampilan Mama mertuanya yang seperti gembel. Padahal Mama mertuanya adalah Mama dari Chio yang menjadi Direktur Bimantara Grup, tentu masalah uang tidak akan membuatnya pusing.
"Ineisha kamu sangat cantik, Nak. Mama juga juga senang bisa bertemu dengan kamu. Semoga pernikahan kamu dan Chio selalu bahagia," do'a Kalila tulus untuk menantunya.
"Terima kasih, Ma." Ineisha tersenyum manis, walau penampilannya Mama mertua kurang bagus. Namun, ia bisa melihat mertuanya adalah orang yang baik. Dirinya termasuk beruntung mempunyai mertua yang baik, karena diluar sana banyak sekali mertua yang jahat.
"Sekarang kamu pergi ke Papa dan istri barunya bersama istri kamu Chio." Lagi-lagi Tiana memberikan titah yang tidak bisa dibantah, walaupun sangat malas Chio tetap melakukannya bersama Inesha.
"Ini Papa, Papa Javas." Chio menyalami Javas diikuti oleh Ineisha.
"Ineisha, kamu mendapatkan kesempatan untuk membuka kerudung yang menutupi wajah mertuamu yang baru. Jadi bukalah perlahan," titah Tiana. Dengan ragu-ragu Ineisha membuka kerudungnya. Hingga terlihat wajah wanita yang baru saja dinikahi oleh Javas.
"Kak Isva," lirih Ineisha dengan wajah terkejut yang tidak dapat disembunyikan.
"Kamu kenal sama istri baru saya?" tanya Javas dengan sengaja.
"Jelas saja Ineisha kenal, wanita yang Papa nikahi itu Kakak kandung Ineisha, Pa," jawabnya dengan kesal.
Sambil terisak, Ineisha menggoyangkan baru kakaknya. "Kak Isva, ini semua enggak benar'kan? Kakak enggak mungkin menikah dengan pria yang umurnya jauh lebih tau dari Kakak? Apalagi yang Kakak nikahi itu ternyata Papa mertuaku?"
"Ini semua benar, Nei? Memang kenapa kalo umur Mas Javas jauh lebih tua? Tapi yang Mas Javas lebih segalanya dari pada suami kamu, kamu perhatikan saja bahkan Mas Javas terlihat lebih muda dari pada umurnya dan lebih tampan juga dari suami kamu," balas Isvara tanpa takut.
Seketika Ineisha terdiam, yang dikatakan oleh Kakaknya memang adalah sebuah kebenaran. Dirinya pun mengakui, bahwa Papa mertuanya lebih tampan dari pada suaminya. Namun, ia jelas lebih mencintai suaminya sendiri yaitu Chio.
Beberapa minggu yang lalu....
Seorang gadis pulang ke rumah riang gembira, gadis itu tidak lain adalah Isvara Kinandari Heksatama. Isvara atau Isva baru saja pulang dari kampus.
Baru saja sampai rumah, Isvara kaget melihat rumahnya mendadak ramai sekali. Tidak biasanya rumahnya ramai seperti ini, kecuali ada acara penting. Sedangkan yang Isvara tahu tidak ada acara penting dalam waktu dekat.
Isvara berdiri di sudut ruangan dengan pandangan ke arah sang ibu yang mondar-mandir tanpa henti, memeriksa setiap sudut dekorasi yang tengah dikerjakan beberapa orang dari salah satu penyedia jasa dekorasi. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan desah frustrasi yang sudah melayang di ujung lidahnya sejak tadi. Ada keletihan yang menyesak di dada, bukan karena sibuknya hari ini, tetapi karena terlalu sering menyaksikan pemandangan yang sama jika akan ada acara di rumahnya.
"Jangan letakkan bunga di situ! Geser sedikit ke kanan, biar simetris!" Suara mamanya terdengar tajam dan tegas. Para pekerja hanya mengangguk, menaati perintah tanpa perdebatan, mungkin sudah terbiasa.
Isvara menghela napas panjang. Gadis itu jadi teringat beberapa hari lalu rumah mereka disibukkan oleh persiapan acara besar—ulang tahun pernikahan kedua orang tuanya yang ke-20.
Namun, acara itu sudah terjadi. Akan tetapi, untuk hari ini Isvara sendiri masih berusaha menebak-nebak acara apalagi yang akan digelar di rumahnya.
Karena jiwa penasarannya meronta-ronta, tanpa menunggu lama Isvara langsung menghampiri mamanya. "Ma."
Mendengar panggilan putri sulungnya, Mama Isvara yang bernama Aina itu langsung menghentikan aktivitasnya.
"Ada apa, Isva?" Isvara tidak langsung menjawab pertanyaan mamanya, gadis cantik itu lebih memilih untuk menyalami sang Mama lebih dulu.
"Ma ini ada apa ya? Kok ada banyak banget orang? Enggak biasanya kayak gini?" tanya Isvara penasaran.
"Kamu enggak tau, nanti malam itu bakalan ada acara penting."
Isvara melotot, karena saking terkejutnya. "Acara apa Ma? Kok nggak ada yang bilang sama aku sih."
"Ada tamu penting buat kita, terutama buat adik kamu. Acaranya dadakan, mungkin Papa, Mama sama adik kamu lupa kasih tau kamu. Mending sekarang kamu siap-siap deh, Mama enggak mau kamu tampil biasa aja di acara nanti. Acaranya memang untuk adik kamu, tetapi Mama mau kedua anak Mama tampil cantik. Pokoknya semua orang harus tau kecantikan princess-princess keluarga Heksatama," jawab Aina dengan panjang lebar.
Isvara tersenyum kecil, sambil melihat disekelilingnya sebelum ia memutuskan untuk pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap.
Aina kembali melakukan aktifitasnya seperti sebelum kedatangan Isvara. Memeriksa semuanya sampai tidak ada lagi yang terlewatkan.
Bagi Aina, detail terkecil pun adalah segalanya. Setiap hiasan bunga, setiap sudut ruangan harus sempurna. Dan itu membuat Isvara lelah.
Bukan hanya lelah fisik, tapi juga lelah jiwa. Karena gadis cantik itu, tidak begitu suka sesuatu yang berlebihan seperti mamanya.
"Apa gunanya semua ini?" gumam Isvara pelan, meski ia tahu mamanya tidak akan mendengar. "Siapa yang peduli kalau bunga-bunga ini nggak simetris? Siapa yang benar-benar akan memperhatikan?"
Namun, Isvara tahu, mamanya peduli. Sangat peduli. Bagi Aina, semua harus sempurna. Bahkan jika itu berarti mondar-mandir mengarahkan pekerja dekorasi sepanjang hari, memastikan setiap pita, bunga, dan taplak meja berada di tempatnya.
Bukan pergi ke kamarnya, Isvara malah berbalik arah menuju kamar sang adik yang memang berada tidak jauh dari kamarnya.
Isvara mengetuk pintu kamar adiknya yang bernama Ineisha dengan perlahan, karena tidak ingin menimbulkan keributan.
"Siapa?"
"Ini, Kakak, Nei," sahut Isvara dari depan pintu.
"Masuk aja, Kak. Enggak dikunci kok." Mendengar jawaban yang keluar dari mulut Ineisha, tanpa berpikir panjang.
Saat masuk kamar adiknya, Isvara melihat sang adik tidak hanya sendiri di kamar. Terlihat ada beberapa orang, seperti stylist, MUA dan juga hairdo. Mereka juga sedang melakukan tugasnya masing-masing.
"Kenapa, Kak?" Ineisha sedang di make up jadi tidak bisa berbicara terlalu banyak.
"Kata Mama bakal ada tamu penting buat kamu? Tamu penting siapa sih?" Rasa penasaran Isvara belum juga hilang, hingga ia memutuskan mencari tahunya lewat sang adik.
Bukan memberikan jawaban untuk sang Kakak, Ineisha hanya tersenyum manis.
"Jawab dong. Jangan senyum doang, kan Kakak jadi makin penasaran tau, Nei," paksanya.
"Nanti juga Kakak bakalan tau kok, siapa tamunya. Tahan aja dulu rasa penasarannya."
Isvara menghela napas, ingin sekali memaksa sang adik sampai memberikannya jawaban. Namun, sekarang adiknya sedang tidak sendirian di kamarnya. Hingga membuatnya kurang nyaman. Karena tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan, ia memilih pergi dari kamar Ineisha.
"Mau ke mana Kak?"
"Ke kamar," jawab Isvara singkat.
"Ngapain ke kamar, di sini aja. Habis ini 'kan giliran Kakak yang bakal di make up." Walau memang ini adalah acara Ineisha, tetapi Aina juga menyiapkan yang terbaik untuk Isvara.
"Enggak usah. Kakak nanti bisa dandan sendiri aja," tolaknya dengan halus.
"Kakak yakin?"
Isvara mengangguk, sebelum benar-benar menghilang dari kamar sang Adik.
Tidak butuh waktu lama, kini gadis cantik itu sudah berada di kamarnya sendiri. Bahkan sedang merebahkan diri, tidak langsung bersiap-siap seperti yang diperintahkan oleh sang Mama.
Isvara meraih buku designnya, dari pada dirinya sibuk menebak-nebak siapa tamu penting sang adik. Toh, memang siapapun tamunya, tidak akan merubah hidupnya.
Hingga ia akan lebih memilih mendesign sesuatu di bukunya, sudah lama juga Isvara tidak melakukan hal itu karena disibukkan dengan kuliah bisnisnya.
Isvara sangat suka sekali mendesign, bahkan hasil designnya selalu memuaskan. Namun, ia tidak bisa menjadi designer, padahal itulah impiannya.
Semua itu karena kedua orang tuanya menginginkan dirinya kuliah bisnis, mereka menginginkan Isvara menjadi pengganti sang Papa untuk mengurus perusahaan. Jika papanya sudah pensiun.
Namun, Isvara tetap mendesign walau hanya sebagai hobby saja.
"Kayaknya aku pengen deh, design gaun untuk pernikahanku sendiri. Mungkin aku nggak bisa mendesign untuk gaun orang lain, tetapi untuk gaunku sendiri harusnya gak papa," kata Isvara berbicara sendiri. Sebelum akhirnya mulai mendesign gaun impiannya.
***
Hari sudah malam, yang berarti tamu yang ditunggu sebentar lagi datang. Isvara sudah siap, tetapi dia tetap berada di kamarnya sampai dipanggil untuk ke ruang makan.
Terdengar suara ketukan pintu, Isvara yang mengira itu adalah pelayan yang datang memanggilnya. Ia segera bangkit untuk membukakan pintu.
Namun, ternyata yang mengetuk pintu bukanlah pelayan yang diperintah oleh sang Mama untuk memanggilnya. Tetapi Ineisha yang terlihat sudah sangat siap untuk bertemu dengan tamu penting.
"Nei, kenapa kamu malah ke kamar Kakak?" tanya Isvara dengan wajah bingung. Bukan menjawab, tanpa aba-aba Ineisha malah memeluk erat sang Kakak. "Aku deg-degkan banget, Kak."
"Wajar kok kamu deg-degkan apalagi kamu mau ketemu sama tamu penting." Isvara berusaha membuat adiknya tenang. Tentu ia sangat paham dengan apa yang kini sang adik rasanya.
"Gimana penampilan aku, Kak? Ada yang kurang enggak?" tanya Ineisha sambil memperlihatkan penampilannya pada Isvara.
Isvara tersenyum, ia memperhatikan adiknya dari atas sampai bawah. Memastikan tidak ada yang kurang pada diri adiknya.
"Kamu perfect banget kok, Nei. Apalagi kamu juga cantik banget."
Ineisha tersenyum bahagia mendengar pujian dari kakaknya, ia tahu bahwa sang Kakak tidak akan membohonginya.
"Makasih, Kak. Kakak juga cantik banget, walaupun enggak di make up sama MUA kayak aku," pujian tulus keluar dari mulut Ineisha.
Apa yang Ineisha katakan adalah sebuah kebenaran, Isvara tidak kalah cantik dari pada adiknya. Bahkan Isvara terlihat sangat cantik sekali, gadis itu memang termasuk pintar dalam masalah merias. Namun, dirinya jarang menggunakan keahliannya kecuali saat acara tertentu.
***
Tamu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, pelayan yang membukakan pintu. Namun, tidak jauh dari pintu sudah ada Darius bersama dengan istrinya menyambut kedatangan tamu walau yang datang hanyalah dua orang.
Seorang wanita paruh baya yang usianya hampir sama dengan Eyang Isvara dan Ineisha, selain tinggal bersama dengan kedua orang tuanya. Kedua adik kakak itu juga tinggal dengan Eyang mereka— Mama Darius yang bernama Rieta akan tetapi tidak setiap hari, karena terkadang Rieta menginap di rumah anaknya yang lain
Mereka berempat saling memperkenalkan diri, karena memang sebelumnya mereka tidak saling kenal. Aina langsung mengajak tamunya ke ruang makan, mereka memang akan makan malam dulu setelah itu mengobrol.
Di ruang makan, sudah ada Rieta yang berdiri di depan meja makan. Rieta merasa seperti mengenal salah satu tamunya, tetapi ia sedikit lupa. Jadi wanita paruh baya itu berusaha mengingatnya.
"Ma, kenalkan ini Archio dan Tante Tiana— Omanya Archio," ujar Aina memperkenalkan tamunya kepada sang ibu mertua.
"Tiana? Saya seperti tidak asing dengan nama itu," ujar Rieta.
Wanita paruh baya yang bernama Tiana itu tersenyum manis. "Tentu saja Anda tidak asing dengan nama saya, Nyonya Rieta. Atau Saya harus memanggil Anda dengan panggilan Eta?"
Mendengar ucapan Tiana, Rieta langsung teringat dengan seseorang. Wanita paruh baya itu langsung berjalan menghampiri Tiana dan memeluknya. "Kak Tiana? Lama kita tidak bertemu."
Rieta bisa langsung mengingat Tiana, karena orang yang memanggilnya Eta hanyalah Tiana.
"Iya, Eta. Walaupun banyak yang berubah di diri kita, aku masih bisa mengenalimu," balas Tiana.
Wajah mereka berdua saat muda dan sekarang memang masih sama, hanya terlihat lebih tua. Serta tubuhnya juga jelas berbeda, saat masih muda dan ketika sudah tua. Apalagi keduanya sudah memiliki cucu.
"Mama sama Tante Tiana kalian saling kenal?" tanya Darius dengan wajah bingung. Karena ia tidak pernah tau, mamanya kenal dengan Tiana. Sedangkan dirinya mengetahui teman-teman sang Mama.
"Kami memang saling kenal, bahkan dulu kami bersahabat. Sebelum akhirnya kita berpisah, karena Mama harus ikut Kakek kamu pindah ke kota lain," jawab Reita dengan senyum mengembang, karena baginya Tiana adalah sahabat baik. Namun, mereka terpisah jauh hingga tidak pernah lagi bertemu. Sampai akhirnya sekarang mereka dapat bertemu, itupun karena tidak sengaja.
Tiana sendiri lebih tua 2 tahun daripada Rieta, tetapi mereka tidak memperdulikannya dan tetap memilih bersahabat baik.
Aina tertawa. "Yaampun, enggak nyangka ya. Mama sama Tante Tiana itu sahabat lama. Yang nantinya bakal jadi besan."
"Iya, sayang. Mungkin memang sudah jodohnya seperti itu."
Tiana dan Rieta asyik berpelukan, untuk menuntaskan rasa rindu mereka.
Sudah cukup puas bernostalgia, Rieta mengajak sahabat lamanya segera duduk di kursi yang sudah tersedia.
Aina tentu tidak lupa mempersilakan Archio yang sejak tadi hanya diam di tempat dengan wajah terkejut, pria muda itu juga tidak menyangka bahwa kedua wanita paruh baya itu ternyata saling mengenal.
Tidak lama kemudian, Isvara muncul bersama Ineisha. Isvara melihat tamu penting yang dimaksud adalah Archio dan wanita paruh baya itu, jelas membuatnya sangat terkejut.
"Ineisha, salim dulu sama Omanya Archio," titah Darius. Tanpa ada penolakan, Ineisha melakukan apa yang diperintahkan oleh sang Papa.
"Aku Ineisha, Oma."
"Yaampun, kamu cantik sekali. Pantas Chio jatuh cinta sama kamu, bahkan enggak sabar mau nikahin kamu," puji Tiana hingga membuat Ineisha menjadi malu-malu.
"Saya memang memanggil cucu saya dengan panggilan Chio, bukan Archio. Agar lebih pendek saja." Semua mengangguk paham dengan penjelasan Tiana.
Isvara tidak sebodoh itu, ia langsung bisa menangkap apa yang baru saja dikatakan oleh wanita paruh baya itu.
Hatinya mendadak merasakan nyeri di dadanya, bagaimana tidak. Dirinyalah yang mencintai Archio sejak pertama kenal, cinta pada pandangan pertama lebih tepatnya. Namun, kini ia harus disadarkan oleh kenyataan bahwa pria yang ia cintai malah memilih sang adik.
Mungkin jika memilih wanita lain, tidak akan sesakit itu. Apalagi yang memperkenalkan Ineisha dengan Chio adalah dirinya.
Chio sendiri adalah teman kampus Isvara, keduanya satu jurusan jadi sangat dekat. Dan beberapa bulan lalu, Ineisha yang memilih satu kampus dengan sang Kakak. Beberapa kali Isvara yang sedang bersama dengan Chio bertemu dengan Ineisha, jadi mau tidak mau Isvara memperkenalkan mereka.
Tanpa Isvara tahu, disanalah semua bermula. Namun, selama ini baik Ineisha ataupun Chio tidak ada yang memberitahu Isvara bahwa keduanya mempunyai hubungan. Karena itulah, Isvara merasa sangat terkejut.
"Kalo yang ini Isvara, putri sulung keluarga kami. Kakaknya Ineisha," ujar Aina memperkenalkan Isvara. Isvara juga menyalami Tiana, sekalipun tidak ada yang memerintahkannya.
"Isvara, Oma," ujar Isvara pelan tanpa tenaga.
"Yaampun, Eta. Kamu beruntung sekali punya dua cucu yang sangat cantik-cantik. Andai aku punya cucu lain yang seumuran sama Chio, mungkin aku tidak segan-segan menjodohkannya dengan Isvara."
Semua tertawa mendengar gurauan Tiana, berbeda dengan Isvara yang sama sekali tidak berminat menanggapinya.
"Isvara itu teman satu kampus sekaligus satu jurusan, Oma," ujar Chio memberitahu sang Oma.
"Oh, yaampun. Takdir memang tidak ada yang tahu ya, berteman sama Kakaknya. Tapi malah jatuh cinta sama adiknya," ucap Tiana dengan wajah terkejut yang seperti dibuat-buat.
"Begitulah, takdir, Kak Tiana. Tidak ada yang tahu akhirnya," balas Rieta dengan senyum manisnya.
"Isvara sebenarnya lebih cantik, tetapi jika Chio cintanya sama Ineisha. Saya bisa apa." Ucapan Tiana kali ini jelas saja membuat semuanya terkejut, tentu saja membuat Ineisha sakit hati.
Adik Isvara itu sudah berusaha dandan agar terlihat sangat cantik, bahkan mendatangkan MUA terkenal untuk mendandaninya. Namun, ia malah mendengar ucapan yang sangat menyakitinya. Bahkan gadis itu sudah berkaca-kaca.
Semua orang jelas bisa menilai, Isvara jauh lebih cantik. Akan tetapi Tiana tidak seharusnya berbicara seperti di depan semua orang.
Suasana yang awalnya ceria langsung berubah menjadi canggung dengan cepat. Chio merasa tidak enak sekali dengan ucapan sang Oma yang menurutnya kurang pantas diutarakan.
"Oma tadi hanya bercanda saja. Enggak perlu dimasukkan ke hati," ujar Chio berusaha membuat suasana tidak lagi canggung.
"Chio benar, saya tadi hanya bercanda. Saya minta maaf sudah membuat suasana menjadi kurang enak." Terlihat sekali, Tiana terpaksa meminta maaf, jika tidak karena paksaan Chio mana mungkin wanita paruh baya itu mau meminta maaf.
Makanan yang dipersiapkan oleh para pelayan keluarga Heksatama sudah terhidang di meja, Aina langsung mempersilakan tamunya untuk makan malam dulu sebelum membahas hubungan Ineisha dan Chio lebih lanjut.
Tentu Aina melakukan itu, agar semuanya melupakan ucapan Tiana. Sebagai ibu yang melahirkan Ineisha jelas saja ia marah dan sakit hati, tetapi ia memilih untuk menahan perasaannya.
Tiana memuji semua masakan yang tersaji dihadapannya, yang menurutnya memang rasanya sangat enak dan sesuai dengan seleranya.
Mereka semua pun asyik mengobrol, kecuali Isvara. Dirinya berada di ruang makan, tetapi keberadaannya sama sekali tidak dianggap. Tidak ada yang mengajaknya mengobrol.
Chio sendiri memang sesekali menanggapi obrolan, tetapi sejak kedatangan Isvara dan Ineisha di meja makan. Pria itu tidak melepaskan pandangannya dari Isvara, ia Isvara bukan Ineisha. Bahkan menurutnya Isvara 100 kali lipat lebih cantik daripada Ineisha hingga membuatnya sangat terpesona.
Walaupun membela Ineisha tadi di depan sang Oma, tetapi bagi Chio juga Isvara lebih cantik.
Hari semakin malam, Chio dan Tiana segera berpamitan. Di saat semua anggota keluarganya mengantarkan Chio dan Tiana ke depan, Isvara lebih memilih untuk cepat-cepat masuk kamarnya.
Ketika sudah di dalam kamarnya, Isvara langsung menangis, tangisan yang sejak tadi berusaha ia tahan. Karena dirinya tidak ingin mempermalukan diri sendiri dengan menangis di depan banyak orang.
"Kenapa tuhan jahat sekali? Kenapa aku harus mengalami sakit hati kayak gini? Kenapa harus Ineisha? Adikku sendiri yang Chio pilih. Apalagi sebentar lagi mereka akan menikah, apa aku akan sanggup melihatnya tuhan?" tanyanya sambil menangis.
Isvara selama 19 tahun hidup di dunia, baru pertama kali jatuh cinta pada Chio. Namun, sekarang ia harus merasakan patah hati karena Chio dan Ineisha.
"Kenapa tuhan seperti tidak adil bagiku? Apa salahku, tuhan?"
Sedang asyik menangis, meratapi kisah cintanya yang tidak terbalas. Isvara mendengar suara ketukan pintu, dengan malas gadis itu bangkit dari kasurnya. Bukan untuk membuka pintu, tetapi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya.
Isvara jelas tidak ingin, keluarganya tahu dirinya habis menangis. Apalagi menangis karena Chio dan Ineisha, karena yang ia dapatkan bukanlah pembelaan malah akan disalahkan.
"Kak buka pintunya, aku mau ngomong," ujar Ineisha sambil terus mengetuk pintu dengan kasar.
"Sebentar, Nei. Kakak lagi di kamar mandi," sahut Isvara dari kamar mandi yang memang berada di kamarnya.
"Buruan, Kak. Aku mau bicara sama Kakak." Ineisha benar-benar tidak sabaran, hingga membuat Isvara semakin kesal padanya.
"Sabar! Kalo kamu nggak mau sabar, mending kamu balik lagi aja ke kamar kamu, kita bisa bicara besok atau kapan. Lagi pula kita 'kan serumah, mau bicara kapan aja bisa nggak harus sekarang juga," tegasnya.
Di luar kamar Isvara, Ineisha memanyunkan bibirnya. Gadis itu merasa sangat kesal pada sang Kakak, padahal Kakaknya tidak melakukan apapun yang membuatnya kesal.
Tidak lama kemudian, Isvara yang sudah selesai dari kamar mandi untuk mencuci muka. Kini wajahnya sudah tidak terlihat habis menangis, walau memang masih agak sembab sedikit.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!