WARNING‼️Bijaklah membaca cerita sesuai umur ya guys.
Untuk 21+ banyak adegan dewasa juga menguras air mata.
Happy Reading ~~~
-
-
-
"Apa? Biaya operasinya 200 juta? Maaf dok, apa tidak bisa di kurangi lagi? Atau di cicil?" Ucap seorang gadis bernama Emily Nayana.
"Maaf bu, tidak bisa. Itu sudah prosedur dari rumah sakit."
Emily Nayana harus menelan pil pahit tak kala sang ibu yang harus menjalani operasi kelainan jantung. Selama bekerja menjadi sekertaris, uang gajihnya hanya untuk pengobatan ibunya. Ayahnya meninggal saat dia masih SMP.
Beruntungnya Emily anak yang pintar, dia selalu mendapatkan beasiswa hingga lulus kuliah. "Ya Tuhan kemana aku harus mencari uang 200 juta dalam waktu 2 hari?" Lirih Emily yang sedang duduk di taman belakang rumah sakit.
DDRRTTT DDDRRRT DDDRRRTTTT
Ditengah lamunannya ponselnya bergetar dia pun membuka tasnya dan menjawab telepon itu "Ha-halo mbak Anna!" Terdengar suanya yang serak akibat menangis.
"Halo El, kamu lagi dimana? Besok kamu mulai kerja kan? Tadi bu Linda nanyain kamu." Kata mbak Anna.
"Ii-iya besok aku kerja mbak, aku masih dirumah sakit mbak!"
"Kamu habis nangis, El? Kenapa El? Cerita sama mbak."
Hanya mbak Anna dan ibunya yang memanggilnya dengan sebutan El, panggilan masa kecil Emily.
Emily pun menceritakan apa yang dia alami pada sahabatnya itu. "El, besok kamu masuk kerja yah, kita coba pinjam ke kantor, kamu kan udah 3 tahun bekerja disini siapa tahu ada keringanan dari kantor. Gimana?"
"Ma-mau mbak, Alhamdulillah ya Allah. Makasih ya mbak, aku sama sekali enggak kepikiran." Dengan isak tangisnya Emily terus mengucap syukur.
-
-
Besok paginya Emily sudah siap berangkat ke kantor, tanpa riasan makeup pun wajahnya sangat cantik. Dia pamitan dulu ke ibunya lalu pergi ke kantor.
Sesampainya di kantor, Emily langsung menemui mbak Anna. Dan membicarakan tentang pinjaman itu. "Nanti jam istirahat kamu temuin bu Linda, aku temani yah, jangan sedih lagi mudah-mudahan ini jalannya!" Kata mbak Anna.
Emily memeluk sahabatnya yang sekaligus sudah dia anggap sebagai kakaknya. "Makasih ya mbak selalu ada buat aku."
Saat jam makan siang mbak Anna dan Emily sudah berada di ruangan bu Linda "Saya mohon bu, untuk biaya operasi ibu saya!" Ucap Emily dengan memelas.
"Maaf Emily, kalau 200 juta kantor belum bisa memberikan. Batas maksimal peminjaman 30 juta saja." Jawab bu Linda.
Emily dan mbak Anna hanya bisa menghela nafasnya. "Begini saja Emily, bagaimana kalau kamu langsung mengajukan pinjaman ke pak Calvin saja, mungkin beliau bersedia."
"Pak Calvin CEO baru kita, bu? Aduh bu saya enggak berani, melihat mukanya aja_"
Omongan Emily terputus saat mbak Anna menyenggol lengan sahabatnya itu "Baik bu, Emily akan mencobanya semoga pak Calvin mau membantu Emily. Terima kasih banyak bu." Mbak Anna membawa sahabatnya itu keluar.
-
-
"Aku takut mbak, kalau aku di pecat gimana?" Ucap Emily pasrah dan terduduk lemas. "El, itu pak Calvin baru datang, ayo sana!" Mbak Anna sedikit mendorong Emily ke depan pak Calvin.
Tapi Emily malah hampir jatuh di tangan bossnya. "Astaga maaf pak, maaf saya enggak sengaja!" Kata Emily dengan menunduk hormat.
Calvin adalah seorang CEO perusahan AXN Grup yang baru menjabat seminggu disana. Sifatnya terkenal sangat arogan dan sombong meskipun wajahnya sangat tampan.
"Tidak sopan!" Calvin mendelik tajam ke arah Emily dan mbak Anna. Asistennya bernama Jay langsung mengikuti bossnya ke dalam ruangannya.
-
-
"Tuh kan mbak sih...gimana coba mau minjam? Haduh aku pusing banget mbak!" Emily benar-benar pasrah.
"Sorry ya El, mbak enggak maksud gitu tadinya, kirain kamu enggak akan jatuh. El, coba kamu minta tolong ke bu Linda, jadi biar bu Linda yang jadi perantara kamu sama pak Calvin."
Emily menoleh ke mbak Anna, ada bagusnya juga sih saran mbak Anna. Dia mengangguk dan menemui bu Linda. Setelah bicara dengannya, bu Linda mau membantunya. Bu Linda langsung menghubungi ruangan pak Calvin.
"Emily, kamu bisa kesana sekarang. Saya sudah bicara dengan asistennya, katanya pak Calvin menunggu mu. Semoga berhasil yah Emily." Kata bu Linda.
Dengan langkah cepat Emily ke ruangan pak Calvin. Jay mempersilahkan Emily masuk kedalam. "Permisi."
-
-
Calvin masih sibuk dengan laptopnya, sementara Emily berdiri menunggu Calvin bicara "Duduk!" Teriak Calvin.
Emily dengan gugup duduk didepan bossnya itu. "Kamu yang tadi nabrak saya kan? Ada perlu apa? Saya sibuk, 5 menit dari sekarang!"
"Bismillah! Pak maaf, saya mau mengajukan pinjaman sebesar 200 juta untuk operasi ibu saya. Dan saya akan mencicilnya selama saya bekerja di sini." Ucap Emily sambil meremas ujung roknya.
"Wow....datang-datang mau pinjam uang! Kamu pikir saya bank apa?" Jawab Calvin ketus.
"Sa-saya mohon pak...saya akan melakukan apa saja yang bapak suruh, asalkan ibu saya bisa di operasi. Tolong pak, saya enggak tahu harus kemana lagi cari pinjaman saya_"
BRAK
Calvin berdiri dan duduk di ujung meja didepan Emily. Dia terpikiran sesuatu. "Baik, saya akan cairkan hari ini juga, dengan satu syarat."
"Syarat? Apa pak?"
"Bercinta dengan saya!" Ucap Calvin dengan berbisik ke telinga Emily "200 juta hanya seujung kuku saya, bahkan kamu bisa mendapatkan lebih dari itu." Lanjut Calvin dengan suara seraknya.
"Penawaran yang sangat menarik bukan?"
Emily sontak kaget dan berdiri lalu mendorong Calvin "Saya bukan wanita mu****n pak! Jaga mulut bapak!" Dia menangis sesegukan.
"Hahaha kamu bilang, akan melakukan segalanya. Hmm sepertinya kesepakatan kita ba_"
"Iya saya mau!" Emily dengan lantang menjawab. Calvin mendekati Emily dan merapatkan pinggangnya "Nanti malam Jay akan menjemputmu, untuk biaya rumah sakit ibumu akan ku urus sekarang, mengerti?"
Emily mengangguk pelan dan pasrah. Kesucian yang selama ini dia jaga hanya untuk suaminya kelak, akan dia berikan pada bossnya ini nanti malam.
"Good girl...dandan yang cantik yah." Kata Calvin dengan mencium ujung hidung Emily.
-
-
-
"Jay, cari tahu tentang Emily dan ibunya. Segera urus pengobatan ibunya dan berikan fasilitas yang memadai."
"Emily yang tadi boss?" Tanya Jay.
"Iya, dan bawa dia nanti malam ke apartment ku!" Jawab Calvin sembari membuka laptopnya. "Baik boss!"
-
-
Emily menangis sendirian di rooftop, dia tak menyangka akan mengakhiri kegadisannya malam nanti. Tapi demi ibunya dia akan melakukan segalanya supaya ibunya sembuh. "Ya Tuhan...maafkan aku!" Emily terus menangis dan menutup mukanya.
Selesai bekerja Emily ke rumah sakit menemui ibunya dulu. Ternyata ibunya sudah dipindahkan ke ruang VIP, dan jadwal operasi pun akan dilaksanakan 2 hari lagi.
"Ternyata pak Calvin menepati janjinya. Baiklah...aku akan menyerahkan mahkota ku. Maafkan aku ibu, maaf!". Lirih Emily dalam batinnya.
"Mau kemana nak?" Tanya ibu Emily "Mmm, bu malam ini El ada acara kantor nanti kalau udah selesai El langsung kesini. Ibu tidur duluan aja."
Emily sudah berpamitan dengan ibunya, saat dia keluar dari ruangan itu Jay sudah menunggunya "Silahkan nona Emily, tuan Calvin sudah menunggu anda!"
Keduanya berjalan menuju mobil ke apartment Calvin. Sepanjang jalan Emily hanya terdiam dan menunduk lemas seolah nyawanya akan hilang malam ini. "Eum maaf pak Jay, apa pak Calvin sudah menikah?" Tanya Emily gugup.
"Belum nona, beliau masih single." Jawab Jay. Emily merasa lega setidaknya dia tidak menjadi pelakor. Mungkin simpanan seorang Calvin. Entahlah!
Sesampainya di apartment Calvin, Jay mempersilahkan Emily masuk. Dia juga memberitahu passcode apartment bossnya itu.
-
-
Emily masuk dengan perasaan was-was, dia melihat sekeliling dalam apartment itu. "Besar sekali...ini sih udah kayak lapangan bola."
"EHM...!!"
Emily menoleh ke sumber suara, ternyata Calvin muncul dengan bathrobenya, sepertinya habis mandi. Dadanya juga terlihat s*xy. "Duduk!" Calvin tak basa-basi dia memberikan map berisi surat perjanjian.
Dengan tangan bergetar Emily membuka dan membaca surat perjanjian itu. Matanya melotot ketika melihat poin, dimana Emily harus siap melayani Calvin kapan pun saat Calvin membutuhkan kehangatan. "Apa? Pak ini_"
"Kamu bisa cek rekening kamu, saya sudah transfer 300 juta untuk biaya sehari-harimu dan ibumu. Setelah operasi, akan ada namanya proses pemulihan dan pemeriksaan rutin. Pastinya biayanya tidak sedikit." Ucap Calvin dengan menyeringai.
"Baik pak, saya setuju!" Jawab Emily dengan lemas. Dia menandatangani surat perjanjian itu. Calvin langsung merebut map itu dan menarik pergelangan tangan Emily ke kamar.
-
-
-
BUGH
Calvin membanting Emily ke kasur dan membuka bathrobenya "Tunggu pak!" Emily menahan dada Calvin.
"Ada apa lagi?" Ketus Calvin "Ini per-pertama buat saya, tolong perlakukan saya dengan baik." Lirih Emily dengan tetesan air matanya.
"Hahaha pertama kali? BULSHIT! Wanita seperti kamu pasti sudah pernah merasakan kenikmatan diluar sana!" Seringai Calvin. Namun Emily tak membalasnya dia pasrah dan menutup matanya.
Calvin mulai mencium bibir Emily dengan lembut, tapi Emily malah diam saja tak membalasnya, Calvin menggigit sedikit bibir bawah wanitnya "Ahh!" Dengan penuh nafsu, Calvin mencium dan menyesap bibir ranum itu.
Emily lama-lama mulai mengikuti alurnya, meskipun awalnya dia merasa kaku tapi sekarang dia mulai menikmatinya, kedua tangannya sudah mengalung di leher Calvin "Ahhh pak...!" Ciuman Calvin turun ke leher dan menyesapnya lagi dalam dalam.
Satu tangannya membuka kancing kemeja Emily. Dengan sekali sobekan, Calvin berhasil melepas baju Emily dan melemparnya. Tersisa bra merah yang membuat gunung kembar nan padat berisi itu menyembul.
"Oh shit...!" Calvin seperti menemukan makanan yang lezat dia langsung membuka bra itu dan melumat gunung kembar itu dengan lahap. Calvin menyesapnya sehingga banyak kissmark di dada Emily.
Pertama kalinya ada pria yang menyentuh Emily seperti ini. Seperti ada gelanyar aneh dalam tubuhnya. Dia meremas lembut rambut Calvin dan menikmati permainan bossnya itu.
"Dasar wanita m*****n! Kamu menikmatinya sekali." Gumam Calvin sembari menyeringai, dia melanjutkan lagi aksinya dengan membuka rok dan pakaian dalam Emily.
"Putih sekali...aku tak tahan!"
Calvin menunduk dan membuka lebar paha Emily dan melumat juga men ji lat lembah nirwana yang berwarna pink muda itu. "Ssshh....pak...ahhh pelan-pelan!"
Calvin terus mengobrak-ngabrik lembah itu sampai Emily mengeluarkan pelepasan pertamanya. "Sekarang saatnya!" Dia sudah siap-siap memasukan Juniornya yang sudah menegang.
"Pe-pelan pak, ini pertama buat saya...saya takut!" Lirih Emily.
"Berisik!" Calvin mulai memasukan Juniornya, namun sulit sekali "Kenapa susah sekali? Harusnya mudah kan untuk wanita sepertinya."
Dengan sekali hentakan Calvin berhasil menerobos gawang putih itu. Emily merasakan sakit yang luar biasa, dia pun menangis, dan meremas sprei dengan kencang hingga kukunya memutih.
"Aaaaarrrrggghhhh........pak....sa-sakiiiiit."
Calvin membulatkan matanya ketika melihat ada cairan merah keluar dari lembah Emily, dan mengucur ke sprei putih itu "F*ck! Dia masih peraw*n....ma-maafkan aku Emily."
Calvin sedikit jadi tidak fokus, hati kecilnya menyesal karena sudah menuduh Emily. Tapi nasi sudah jadi bubur, dia pun melanjutkan permainannya pelan-pelan, dia mencium bibir Emily lagi supaya wanitanya tak merasakan kesakitan.
Dia juga menghapus air mata Emily dengan lembut. "Aku akan pelan-pelan." Emily masih meringis kesakitan dia hanya mengangguk dan tak menjawab.
Emily memeluk punggung Calvin dia tak kuasa merasakan sakit, seperti ada yang robek didalamnya.
Calvin terus melanjutkan aksinya "Ahhh...ssshh pak...aku mau pipis...!" Emily terus meracau di bawah Calvin, matanya terpejam menikmati setiap sentuhan bossnya itu.
Calvin memaju mundurkan juniornya dengan penuh nafsu "Tunggu aku!" Keduanya keluar bersama, Calvin akhirnya menyemburkan lahar panasnya ke dalam rahim Emily.
Dia pun ambruk diceruk Emily dan mencium kening wanita itu cukup lama "Kita tidur dulu, nanti dilanjut." Calvin menyelimuti tubuh dirinya dan Emily. Dia memeluk Emily dan tidur bersama.
"Maafkan aku ibu."
Dalam pelukan Calvin, Emily menyesal namun dia tak menampik kalau dia juga menikmati malam ini. Sentuhan Calvin membuat hatinya berdesir. Dia menatap wajah Calvin dengan tatapan kosong.
"Tidur El, sudah jam 12 malam. Besok kamu enggak usah kerja, kita akan kerumah sakit bersama besok. Ingat perjanjian kita?" Ucap Calvin dia menatap lekat mata Emily.
Calvin sedikit me ngan cam Emily "Ba-baik pak."
"Saya bukan bapak kamu!"
"Heuh? Ma-maksudnya?"
"Saya belum setua itu dipanggil bapak. Umur kita hanya beda 5 tahun." Ketus Calvin "Jadi saya harus panggil bapak_eum apa?" Tanya Emily dengan gugup.
Calvin tak menjawab dia menatap terus wajah cantik Emily. Sebetulnya niat Calvin membantu Emily, supaya Emily mau menjadi pacar pura-puranya, agar Calvin tidak di jodoh jodohkan lagi oleh omahnya.
Tapi sejak pandangan pertama, Calvin jatuh cinta pada kecantikan dan kelembutan Emily. Mungkin dengan cara ini dia bisa mengikat Emily.
"Eum...mm-mas aja gimana? Maaf pak saya lancang!"
Calvin mengangkat dagu Emily "Jangan pernah berpaling dariku, atau mengkhianatiku. Ingat hutang-hutangmu! Kamu dalam genggamanku Emily." Katanya, dengan tegas.
"Iya mas...aku enggak akan macam-macam!" Jawab Emily dengan lantang. Calvin mengikis jarak dan mencium lembut bibir ranum itu dengan lembut. Suara decakan keduanya menggema di kamar Calvin.
"Kamu milikku, Emily." Ucap Calvin dengan suara paraunya.
Tangan Emily sudah meremas rambut Calvin lagi, hatinya menolak namun tubuhnya seakan meminta lebih. "Ahhhh mas...!" Calvin langsung memasukan lagi pusakanya.
Dia memompanya dengan pelan lama-lama menjadi cepat. Entah sudah berapa ronde mereka melakukannya hingga jam 3 pagi. Emily pun sudah sangat lelah sekali, Calvin tak ada puasnya men ja mah tubuh Emily.
"Arrghhh....!" Semburan terakhir dari Calvin, dia benar benar lelah. Emily sudah tidur duluan, Calvin memeluk wanita dengan erat dan mencium keningnya.
"Cantik...aku akan bertanggung jawab. Kau milikku Emily, selamanya milikku!"
Sorot matahari membuat Emily terbangun dari tidurnya, dia melenguh membuka matanya perlahan. Ketika ingin duduk, pangkal pahanya terasa perih sekali "Aaaww...sakit." Emily memegangnya dan meringis.
Calvin ternyata sudah bangun sedari tadi dia menunggu Emily bangun, dia masih berte******g dada, hanya memakai celana panjang saja "Masih sakit?" Tanya Calvin.
"Ja-jangan dibuka...perih!"
Calvin tak mendengarkannya dia membuka selimut itu dan mengecek lembah nirwana itu. Memang sedikit bengkak akibat ulahnya.
"Nanti kita periksa ke dokter yah, ayo mandi, Jay sudah membawakan baju ganti untukmu!" Calvin menggendong Emily dalam keadaan polos ke kamar mandi.
Didalam sana, Emily duduk dipangkuan Calvin. Dengan telaten Calvin menyabuni wanita itu "Eum, mas makasih udah mau bantu aku!" Ucap Emily dengan pelan "Tidak ada yang gratis di dunia ini nona!" Jawab Calvin.
"Iya mas aku ngerti. Nanti mas bisa potong gaji aku."
Calvin tak menjawab dia malah men ji lat leher mulus Emily dengan lembut, kedua tangannya meremas gunung kembar yang kini jadi favoritnya.
"Kau canduku sayang..."
"Ahh mas...!" Tangan Emily reflek memegang kepala Calvin dan terjadilah pertempuran pagi itu. Di dalam bathub Emily mendesah dan melebarkan pahanya, supaya Calvin dapat mengaksesnya.
Calvin menggendong Emily ala koala ke tempat shower, dia langsung menyandarkan wanitanya ke tembok, dan mengangkat satu kaki Emily lalu memasukan juniornya "Ssshhh mas...pelan-pelan sakit punggung aku!"
Calvin mulai pelan-pelan dia terus memompa lembah kenikmatan itu dibawah guyuran shower. "Kamu sempit sekali babe...ahhhh shit....!" Tangan Calvin tak bisa diam, sembari memompanya dia juga memainkan lembah itu.
-
-
Selesai pergulatan panas itu keduanya kini sudah berganti baju, Calvin jg sudah mengganti spreinya. Keduanya sekarang sarapan di kamar. "Sini." Calvin menarik Emily ke pangkuannya.
"Aku makan di_"
"Diam, suapin aku cepat!" Calvin menyodorkan sendoknya ke Emily. Dan mereka pun makan satu piring bersama. "Maaf apa mas enggak jijik makan bekas aku?" Tanya Emily.
"Kenapa harus jijik? Kita bahkan sudah melakukan lebih."
"Ingat apa yang sudah aku keluarkan sangat banyak nona. Bukan uang sedikit tapi ratusan juta. Jadi jangan membantah."
Emily mengangguk patuh, mau bagaimana lagi sudah jalannya seperti ini. Selesai sarapan kini keduanya menuju rumah sakit.
-
-
-
"Ibu...!" Emily memeluk ibunya yang baru bangun. "Kamu kemana semalam nak? Ibu khawatir, maafin ibu ya nak sudah menyusahkan kamu." Lirih bu Asih.
"Maaf bu, semalam ada acara kantor, terus pulangnya tengah malam, El langsung pulang ke kontrakan enggak kuat di jalan ngantuk!" Emily terpaksa berbohong agar ibunya tak khawatir.
Bu Asih menoleh ke belakang Emily, ternyata ada seorang pria berdiri di dekat pintu. "Dia siapa nak?"
Emily memperkenalkan Calvin ke ibunya "Beliau pak Calvin, bossnya El, bu. Pak Calvin juga yang sudah mengurus pengobatan ibu.
"Alhamdulillah, terima kasih banyak pak. Nanti ibu dan El akan menyicilnya setelah ibu keluar dari rumah sakit." Ucap bu Asih.
"Tidak perlu bu, nanti perusahaan akan memotong gaji Emily setiap bulannya." Kata Calvin dengan lembut.
"Maafin ibu nak, selalu menyusahkan mu. Ibu janji nak, nanti ibu akan mencuci baju-baju tetangga lagi untuk membantu kebutuhan kita sehari-hari." Lirih bu Asih sambil memeluk anak perempuan satu-satunya itu.
Emily tak menjawab dia merasa bersalah pada ibunya karena sudah menyerahkan kehormatannya pada Calvin demi ibunya. Dia hanya menangis tanpa bicara lagi.
Calvin merasa tersentuh atas apa yang di lihatnya sekarang. Dia merasa sedikit keterlaluan pada Emily. Calvin berjanji dalam hatinya, akan memperlakukan wanitanya ini dengan baik dan tak akan menyakitinya.
Dokter Alan masuk ke dalam dan memberikan hasil rontgen terakhir bu Asih. "Operasi akan di lakukan besok malam, jadwalnya lebih cepat. Para dokter sudah siap. Gimana ibu sekarang?" Tanya dokter Alan dengan ramah.
"Alhamdulillah badan ibu terasa jauh lebih sehat, terima kasih dok."
"Sama-sama bu, ini tanda tangan dulu bu Emily."
Calvin sedikit tak suka ketika dokter Alan tersenyum pada Emily. "Ehm...ayo cepat, El. Kita ada meeting hari ini."
Emily cepat-cepat dan pamit pada ibunya. "Sampai ketemu besok bu Emily." Ucap dokter tampan itu.
Setelah pamitan pada ibunya, Calvin dan Emily pergi kerumah sakit lain untuk memeriksakan lembah Emily yang bengkak.
-
-
-
"Gimana Kay?" Tanya Calvin pada dokter cantik itu yang ternyata teman kuliahnya dulu semasa di Inggris.
"Sudah aku kasih salep, kalau bisa jangan berhubungan dulu supaya bengkaknya kempes." Ucap dokter Kayla.
"Te-terima kasih dok." Emily sangat malu sekali, pasalnya dia adalah teman Calvin. Sudah pasti akan menilai buruk dirinya.
"Oh iya, kamu belum cerita, Cal."
"Emily istriku, kami sudah menikah secara Agama. Memang belum kami rayakan, karena ibunya Emily sedang sakit." Ucap Calvin.
Emily menoleh ke Calvin dan menunduk lagi. "Dasar mulut lelaki, pintar banget bohongnya!"
"Oh begitu pantas saja kamu tidak ada kabarnya tahu-tahu sudah menikah. Selamat ya pak Calvin dan bu emily."
Keduanya pamit dari sana. Kini Calvin membawa Emily ke suatu tempat. Rupanya, Calvin sudah membelikan apartment untuk Emily.
-
-
-
CEKLEK
"Ayo masuk!"
Emily mengikuti Calvin dari belakang. Dia melihat lihat isi apartment bintang 5 itu. "Ini fasilitas yang kamu dapatkan, dan besok Jay akan menyiapkan mobil juga supir yang akan mengantar kamu." Kata Calvin.
"Apa? Maaf mas, kalau apartment mungkin aku masih bisa menerimanya, tapi kalau mobil? Maaf mas, aku enggak bisa terima. Posisi aku di kantor cuma seketaris biasa. Aku enggak mau ada orang yang berpikiran buruk mas." Ucap Emily sambil menunduk dan meremas ujung bajunya.
Calvin menaikan dagu Emily dan menatapnya, omongan Emily sebetulnya ada benarnya juga. "Hmm oke! Mobil hanya kamu pakai kalau bertemu dengan ku saja, fair kan? Dan, jangan pernah dekat dengan pria lain."
"Iya mas."
Calvin menghempaskan dagu Emily, dia menarik wanita itu ke kamar. Dan melakukan aksinya lagi. Emily sudah pasrah. Karena perjanjian sinting itu. Tapi kali ini tatapan Emily kosong ketika bercinta dengan bossnya.
Dia malah meneteskan air matanya. Untung saja Calvin sudah mengeluarkan pelepasannya. "Kenapa kamu nangis?"
"Enggak apa-apa mas." Ucap Emily, dia berdiri dan memunguti semua pakaiannya. Dia berjalan gontay ke kamar mandi.
Di dalam sana Emily meringkuk di dalam bathub, hancur sudah segalanya. "Aku kotor...aku benci diriku."
-
-
-
Ternyata di luar kamar mandi, Calvin menempelkan kupingnya ke pintu. Dia mendengar isak tangis Emily yang begitu menyayat hati. Dia menghela nafasnya dan membereskan kasur itu.
CEKLEK
Emily sudah selesai dengan mandinya, dia memakai baju di dalam kamar mandi. Terlihat mata Emily bengkak. Calvin melewati Emily dan masuk ke kamar mandi seolah tak memperdulikan wanitanya. Padahal dalam hatinya, ingin sekali dia memeluk Emily.
Emily membuka pintu balkon apartment itu, dia menghirup udara siang itu. "Seandainya ayah masih hidup, mungkin sekarang hidup aku sama ibu baik baik saja."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!