“Asha, bukankah sudah kukatakan jangan kesini lagi. Kamu selalu bertindak sesuka hati tanpa memikirkan orang lain. Aku butuh privasi, tidak selamanya apa yang kamu mau harus dituruti.” Ucapakan Kafka membuat Asha bingung, pasalnya tujuannya kali ini ke Stanford benar-benar bukan sengaja menemui Kafka.
“Tapi kak, Asha ke sini bukan sengaja mau menemui kak Kafka. Asha ada urusan penting mau ke …” belum selesai Asha bicara namun Kafka sudah lebih dulu memotong.
“Asha, aku butuh waktu untuk menerima semua ini. Walaupun untuk saat ini sebenarnya tidak ada kamu dalam rencanaku, semua terjadi begitu cepat tanpa aku bisa berkata tidak.” Asha semakin tidak mengerti dengan yang diucapkan Kafka.
“Maksud kak Kafka apa? Sha tidak paham.”
“Asha, lebih baik kamu pulang dulu. Kita bicara setelah aku selesai USMLE Step 3, aku harap kamu mengerti Asha. Ujian ini sangat penting bagiku, pulanglah” ada rasa nyeri dalam hati Asha, Kafka memang belum tahu kalau dia ke Stanford untuk mendaftar di jurusan yang sama dengannya. Asha sengaja minta pada orang tuanya untuk menyembunyikan bahwa dia juga mengambil kedokteran seperti Kafka.
“Tapi kak, Asha tidak bisa pergi begitu saja. Asha benar-benar ada urusan di sini.” Raut muka Kafka tampak berubah dan itu cukup membuat Asha merasa takut.
“Asha, kalau aku bilang pulang ya pulang! Oh, atau karena sekarang apa yang kamu inginkan tercapai jadi kamu merasa selalu harus ada disampingku? Dulu kamu mengusir siapapun yang dekat denganku, bahkan Alena.”
“Apa maksud kakak?” Asha semakin tidak paham arah pembicaraan Kafka.
“Kamu senang kan sekarang akhirnya bisa menikah denganku? Bukannya itu yang kamu inginkan Sha?” Asha sangat terkejut mendengar ucapan Kafka bahwa sebelum Ayahnya Asha meninggal, beliau meminta Kafka untuk menjaga Asha dan Kafka tidak bisa menolak karena situasi dan kondisi.
Dengan bantuan ustadz akhirnya terjadilah akad nikah antara Kafka dengan Asha yang diwalikan oleh Ayah Asha dan disaksikan asisten Malvin dan Keenan juga keluarga dan dokter. Karena saat itu Asha masih dalam perjalanan menuju Jakarta jadi Asha tidak tahu, bunda Maira urung mengatakan pada Asha karena saat itu dia masih berduka setelah Ayahnya berpulang.
Asha pergi setelah mendengar banyak perkataan dari Kafka, dia berlalu setelah kegilaan yang dilakukannya. Air mata yang sedari tadi di tahannya luruh juga, dia bukan pulang ke apartemen Kafka atau pulang ke Jakarta. Asha justru bergegas ke bandara untuk membeli tiket kembali ke Boston tepatnya ke Harvard, berharap ada penerbangan tercepat ke Boston hari itu setelah sebelumnya dia mengabari Amoora. Entah apa yang akan ada di depannya nanti, yang jelas saat ini dia ingin cepat sampai di Boston dulu untuk mengurus beberapa hal karena dia putuskan tidak jadi mendaftar spesialis di Stanford.
Setelah kejadian tersebut untuk ke dua kalinya Kafka kehilangan jejak Asha, namun kali ini dengan status yang berbeda. Ada penyesalan dalam hati Kafka setelah apa yang dia katakan pada Asha.
Setelah hari-hari panjang yang Asha lalui, dia memutuskan untuk mengubur nama Asha bersama kenangan pahit yang dia alami. Tak ada lagi Ashana, dia memulai aktivitas barunya dengan nama Keyra. Keyra menjalani harinya sebagai dokter jantung anak, sementara di tempat yang berbeda Kafka menjalani hari sebagai dokter bedah jantung.
Seperti hari-hari biasanya Ashana yang kini lebih suka dipanggil Keyra mengawali pagi harinya dengan segelas es coklat dan buah untuk sarapan. Sarapan berat untuk Key hanya akan membuat aktivitasnya sedikit terganggu, dia harus cekatan ketika pagi datang. Key baru akan makan berat setelah dia visit pasien paginya.
"Morning dokter Key." Panggil seorang perawat yang melihat Key hendak masuk lift.
"Morning ners Lili?," kay menoleh ke sumber suara.
Lili adalah salah satu perawat yang berada di tim Key, mereka berdua masuk lift menuju lantai lima untuk pertukaran shif dengan dokter maupun perawat lain. Disana sudah menunggu dua rekan Key yang lain, teman Key sedari mereka mengambil sekolah dokter sampai menjadi spesialis dibidang mereka masing-masing. Dia Ashana Keyra Zerrin dokter spesialis jantung anak, perempuan keturunan Indo-Turki dengan tinggi 165 cm berkulit putih bersih. Kemudian dua sahabatnya Zehra Amoora Zeliha yang juga spesialis jantung anak dan Argantara Gracio Linford sebagai dokter anestesi. Ketiganya adalah lulusan Harvard Medical School & Boston Children's Hospital dan sekarang berada dibawah asuhan dokter Andrew ahli bedah jantung ternama di rumah sakit Singapore General Hospital (SGH).
Key sedang melihat rekam medis beberapa pasien anak yang berada dibawah penanganannya saat dokter Andrew memanggilnya.
"Dokter Key, bisa keruangan saya?."
"Baik dok." (sambil meletakkan rekam medis pasiennya dimeja dan segera menuju ruangan dokter Andrew).
Awalnya mereka ngobrol cukup santai sambil membahas beberapa kasus yang saat ini sedang dalam penanganan Key, sampai pada pembahasan yang cukup serius antara dokter Andrew dengannya. Pembicaraan yang sebelumnya tidak akan pernah terpikirkan dalam benaknya sama sekali. Dia menghela nafas panjang setelah Kembali kemejanya, dilihatnya berkas-berkas dari dokter Andrew yang kemudian dia letakan di meja. Key harus fokus dulu untuk join visit pasien anak-anak yang ada di ruang intensif rawat jantung, seperti itulah hari-harinya dirumah sakit ini. Menjadi spesialis jantung anak tidak mudah juga, selain harus berhadapan dengan kondisi berbagai macam penyakit jantung anak dia juga harus berhadapan dengan karakter anak-anak dan tentunya harus lebih memperhatikan tidak hanya kondisi fisik tapi juga mental mereka. Sungguh ini adalah hal yang tidak pernah ada dalam benaknya sebelumnya, karena awalnya Key berniat mengambil spesialis bedah jantung. Namun karena suatu hal yang tidak disengaja malah membawanya menjadi spesialis jantung anak.
Tidak pernah sekalipun Key menyesalinya, justru saat ini dia bersyukur karena Argan yang tidak sengaja salah input data Key dan Amoora yang seharusnya spesialis bedah jantung malah masuk ke spesialis jantung anak. Sementara itu Argan sendiri juga salah input seharusnya dia masuk spesialis jantung anak tapi malah memasukkan namanya ke anestesi yang tertukar dengan Amoora.
"Yoo, ngelamunin apa sih?." Amoora menepuk Pundak Key dari belakang dan cukup membuatnya tersentak.
"Astagfirullah Amoora, sehari saja kamu tu kalau gak buat aku kaget kayaknya alergi."
Amoora terkekeh mendengar protes dari sahabatnya itu. Keyra menceritakan perihal dokter Andrew yang memintanya untuk membantu salah satu Rumah Sakit yang ada di Indonesia selama kurang lebih tiga bulan. Itu berarti Keyra harus kembali ke Indonesia setelah hampir lebih dari sembilan tahun dia tidak pernah pulang ke Jakarta. Mendengar penuturan sahabatnya itu Amoora hanya tersenyum sehingga membuat Keyra lagi-lagi protes.
"Ih, kenapa coba malah senyum gitu?" Amoora semakin terkekeh melihat sahabatnya itu mencebik kearahnya.
"key ... Key, dengerin dulu ish" Amoora mengatakan bahwa bukan cuma Key yang harus ke Indonesia tapi dia juga Argan sebagai tim di bawah asuhan dokter Andrew selama 3-4 bulan akan ikut. Dokter Andrew memang ada project kerjasama dengan salah satu rumah sakit di Indonesia yang mengharuskan mereka untuk sementara waktu akan berada di rumah sakti itu.
Sebagai sahabat Amoora paham ada banyak kekhawatiran yang saat ini dipikirkan Key, terutama tentang ketakutannya ketika harus bertemu dengan Kafka. Dia ingat betapa Key sangat berubah setelah hari itu, hari di mana Key yang tersenyum bahagia saat menceritakan akan ke California untuk daftar ulang spesialis bedah jantung Standford juga untuk menemui Kafka. Namun jauh dari yang ada harapannya, baru sehari sampai di California dia memutuskan untuk pulang ke Boston memilih untuk melanjutkan spesialisnya di Harvard lagi. Key kembali dengan membawa luka batin yang sialnya juga luka fisik karena kecelakaan saat dari bandara menuju kampus Harvard.
"Oh, kukira hanya aku yang akan di buang kesana. Tidak jadi sedih kalau gitu (sambil terkekeh)." Amoora langsung memukul lengan Key saat melihat tingkah sabahabatnya itu.
"Ish ... sshh sakit tahu Nyet." Rintih Key (dia, Amoora dan Argan memang selalu menggunakan panggilan Nyet ketika mereka sedang bercanda) karena saking akrabnya mereka, mereka bertiga memang sudah akrab sejak pertama berjumpa dalam kelas anatomi saat masih sama-sama menjadi mahasiswa kedokteran di Harvard.
Mereka berdua terkekeh bersama dan berubah menjadi lebih serius ketika sudah sampai di depan pintu ruangan PICU SGH. Pagi itu mereka melakukan visit pertama mereka, menanyakan satu per satu keluhan yang dialami oleh anak-anak, melihat rekam medis satu persatu dengan serius. Terkadang mereka sambil mendongengkan cerita atau ikut bermain sejenak dengan anak-anak, agar mereka tidak terlalu bosan berada di ruang rawat karena anak-anak lebih rentan dengan perubahan kondisi psikologis dan modnya.
Setelah visit pertamanya Key kembali sebentar keruangannya untuk makan dan minum sebentar sebelum melanjutkan menemui pasien-pasien rawat jalan. Dia sedikit termenung memikirkan akan kembali ke Indonesia setelah sekian lama dan tidak pernah terpikir hari itu akan datang. Mungkin dia memang egois, selama ini Bunda dan adik-adiknya lah yang selalu datang ke Singapur. Bagi Key masih sama bahkan setelah Sembilan tahun kejadian itu berlalu, masih segar diingatannya tentang hari di mana Kafka membentaknya dan mengatakan hal-hal menyakitkan.
Untuk pertama kalinya saat itu dia merasa bahwa Kafka benar-benar membencinya, dari sekian banyak Kafka berusaha mengusir Key dari hidupnya. Tepat sejak itu, sejak dia memilih kembali ke Harvard dan mengalami kecelakaan. Dia tidak mau lagi dipanggil dengan nama Ashana, Asha atau Sha, luka hati dan kecewanya terhadap Kafka terlalu dalam hingga dia hanya mau dipanggil dengan nama Keyra. Sejak saat itu pula hari-hari Asha yang sekarang lebih suka di panggil Key berubah, tidak ada binar mata teduh itu lagi. Key hanya ingin fokus pada Pendidikan spesialis dokternya, menjalani takdir yang Tuhan rencanakan untuknya. Sampai hari ini tiba mau tidak mau dia harus ke Indonesia untuk memenuhi tugasnya dari SGH.
Key tersadar dari lamunannya, segera dia habiskan makanannya dan menuju poli rawat jalan anak. Hari itu poli rawat jalan tidak terlalu banyak pasien, Key bisa selesai lebih awal dan sejenak istirahat sebelum visit pasien sore. Dia kembali keruangannya dan disana sudah ada Argan yang tampak serius melihat rekam medis pasien.
"Hari ini jadi timnya dokter Kaivan lagi?," tanya Key, sambil menuju meja Argan dan ikut melihat rekam medis pasien.
"Enggak tu, aku sudah kembali di bawah tim dokter Andrew," jawab Argan yang menarik kursi dari meja sebelah ke mejanya agar Key duduk di sampingnya.
"Argan."
"Hmm .. kenapa?" Argan yang semula serius melihat rekam medis menghentikan aktifitasnya dan beralih fokus pada Key.
"Kamu akan ke Jakarta juga?."
"Iya, sudah pasti dan minggu depan aku bersama dokter Andrew berangkat," Key nampak terkejut dengan yang ucapan salah satu sahabatnya itu. Ternyata Argan lebih dulu berangkat dengan dokter Andrew. Sama halnya dengan Amoora, Argan tahu apa yang ada di pikiran Key. Segala bentuk kekhawatiran yang sedang berkecamuk dan bergumul dalam benak sahabatnya itu.
"Jangan khawatir, aku dan Amoora akan selalu jadi garda terdepanmu. Nikmati saja hari-hari yang saat ini kamu lalui, mungkin saatnya untuk menghadapi yang kamu hindari selama ini Key. Bener gak nyet?," (Argan melontarkan pertanyaan pada Amoora yang ternyata sudah ada dibelakang Key tanpa dia sadari).
"Iyess, kita hadapi sama-sama nanti. Aku siapin palu besar buat mukul dia nanti kalau macam-macam sama sahabatku ini," Amoora terkekeh sambil merangkulkan tangannya kebahu Key yang disambut tawa Key dan Argan.
Setelah istirahat makan siang mereka bertiga kembali pada kegiatan masing-masing, Key dan Amoora kembali untuk visit terakhir di NICU dan bangsal anak sebelum pulang. Sedangkan Argan kembali mempelajari rekam medisnya untuk persiapan dia melakukan anestesi untuk operasi besar bersama dokter Andrew.
Sementara itu di Jakarta, di rumah sakit Harapan seorang dokter ahli bedah jantung baru saja selesai melakukan operasi katup jantung bersama timya. Dia Kafka Acacio Narendra, pria berusia 33 tahunan, tinggi 178 cm, kulit putih dengan hidung mancung keturunan Indo-china. Menyelesaikan pendidikan terakhir sebagai spesialis dokter bedah jantung sebagai lulusan terbaik di Standford dalam kurun waktu kurang dari 6 tahun. Dua tahun terkahir memilih untuk kembali ke Indonesia dan bekerja sebagai spesialis bedah jantung di Rumah Sakit Harapan Jakarta. Keahlian, kecerdasan dan ketepatannya dalam melakukan tindakan diakui oleh senior-seniornya sehingga membawanya masuk dalam tim utama yang berarti dia bisa melakukan tindakan dan memilih timnya sendiri.
"Dokter Kafka, mau kekantin bareng?," tawar seorang rekannya saat melihat Kafka baru saja duduk di ruangannya setelah selesai operasi.
"Oke Revan, aku juga sudah lapar." Kafka beranjak dari kursinya menuju kantin bersama rekannya, mereka berdua sampai kantin dan sudah berada di meja kantin sedang menunggu makanan.
"Kamu sudah dengar belum Kaf, minggu depan akan datang tim spesialis jantung yang akan mengerjakan project kerjasama sekaligus diperbantukan menjadi dokter di sini?,"
"Hmm ... dari yang aku dengar belum semua tim akan datang minggu depan."
"Oh, lalu apa kamu sudah tahu siapa saja mereka?," mendengar pertanyaan dari rekannya itu tiba-tiba Kafka merasa akan ada sesuatu yang terjadi, entah mungkin hanya firasatnya saja.
"Sementara ini dari yang dokter kepala sampaikan dokter Andrew akan membawa tim terbaik yang ada di bawah bimbingannya. Minggu depen dokter Andrew beserta dokter anestesi yang akan datang lebih dulu, kalau tidak salah namanya Argantara. Selebihnya untuk dua dokter lain belum ada keterangan." Makanan mereka sudah datang dan perbincangan pun berhenti berganti menikmati makan siang yang sudah sangat terlambat itu.
Kafka sudah kembali keruangannya, sejak dari kantin tiba-tiba dia membuka file yang dikirimkan oleh dokter kepala tentang kerjasama yang akan dilakukan rumah sakit harapan dengan rumah sakit SGH. Ada lima pasien dokter Andrew yang akan melakukan tindakan operasi jantung di rumah sakit Harapan dan mereka adalah pasien anak-anak dengan rentang usia 10-16 tahun. Dari data yang tertera dokter Andrew membawa 3 dokter yang akan ikut serta, 1 dokter anestesi dan 2 dokter spesialis jantung anak. Namun untuk 2 dokter jantung anak belum tertera profilnya secara lengkap dan hanya menyertakan nama dokter Keyra dan dokter Amoora, namun bukan nama lengkap. Kafka menutup kembali filenya kemudian dia bergegas untuk pulang karena jadwal hari itu sudah selesai.
Dokter Andrew dan Argan lebih dulu berangkat ke Jakarta untuk bertemu dengan tim yang akan menjadi rekan mereka dan mempersiapkan hal-hal yang mungkin dibutuhkan Key juga Amoora. Akan lebih mudah bagi mereka berdua nanti untuk menyesuaikan diri saat datang ke rumah sakit ketika beberapa hal sudah siap. Selain itu karena Argan akan lebih sering mengikuti tindakan operasi jadi akan lebih baik untuknya berangkat lebih dulu bersama guru tersayang mereka yang tak lain adalah dokter Andrew.
Mereka bertemu dengan tim dokter dari rumah sakit harapan, melakukan meeting juga breafing terkait hal-hal yang akan mereka lakukan selama beberapa bulan kedepan. Tujuannya agar tidak terjadi miskomunikasi dan dapat saling mendukung satu sama lain. Mereka sudah berkumpul dalam ruangan meeting khusus jantung.
“Selamat siang dokter Andrew.” Direktur rumah sakitlah yang menyapa dan mulai memperkenalkan satu persatu tim yang ada di divisi jantung dan bedah jantung.
“Dokter Andrew perkenalkan, ini dokter kafka. Salah satu bedah jantung terbaik di rumah sakit kami.” Kafka mengulurkan tangannya untuk berkenalan
“Saya Kafka, mohon bantuan dan kerjasamanya dok.” Dokter Andrew membalas mengulurkan tangannya juga.
“Saya Andrew, salam kenal dan mohon kerjasamanya juga ya dok.” Kemudian dokter Andrew memperkenalkan Argan pada semua yang ada diruangan itu, termasuk pada dokter Kafka.
Argan merasa pernah melihat Kafka, namun dia lupa dimana pernah bertemu atau melihatnya. *Argan baru pertama bertemu Kafka ya guys, tapi dia pernah melihat foto Kafka sebagai screen layar macbooknya Key dulu, dulu ya guys sebelum Key mengalami kecelakaan.*
Argan dan Kafka saling berkenalan satu sama lain, mereka akan menjadi satu tim ke depannya. Jadi menumbuhkan hubungan dan komunikasi dengan baik harus dilakukan. Meskipun Argan masih berusaha mengingat-ingat dimana dia pernah melihat Kafka. Dokter Andrew memang sengaja memilih dokter Kafka bersama timnya untuk tindakan operasi lima pasiennya, tentunya dengan berbagai pertimbangan. Bahkan Argan sudah diminta untuk ikut dalam operasi yang akan dilakukan dokter Kafka lusa.
Argan baru saja merebahkan dirinya dikasur apartemennya. Seminggu sebelumnya memang dia sudah minta orang kepercayaan keluarganya untuk mencarikan 2 apartemen siap huni untuk dirinya juga Amoora. Untuk Key tentunya dia akan tinggal di rumahnya setelah sekian lama tidak pernah pulang ke Indonesia. Baru saja memejamkan mata, suara ponsel membangunkannya.
“Nyet, gimana hari pertama di sana?,” lebih tepatnya Argan, Key dan Amoora sedang melakukan video call. Argan menceritakan breafing pertamanya dengan tim bedah jantung rumah sakit harapan.
“Not bad, lusa gue akan mulai operasi pertama dengan tim mereka.”
“Realy Argan? nanti crita lagi ya gimana tim mereka melakukan tindakan,” kali ini Key yang bersuara.
“Hmm .. udahan dong gue mau tidur dulu ni, ngantuk,” Key dan Amoora pun mengakhiri vidio call dengan Argan karena mereka tahu pasti dia lelah, selain hari pertama baru masuk kerja di tempat yang baru juga harus adaptasi dengan orang-orang baru.
Keyra mengantar Amoora kebandara untuk berangkat ke Jakarta, bukan Key yang menyetir ya disini. Mereka pergi menggunakan taksi, sampai saat ini Key masih belum bisa menghilangkan traumanya atas kecelakaan sembilan tahun lalu.
“Sampai ketemu 2 minggu lagi di Jakarta Key.” Amoora memeluk Key tanda berpamitan karena pesawatnya 10 menit lagi akan berangkat
“Hmm .. jaga diri, salam buat Argan dan dokter Andrew,” Key baru beranjak pergi setelah Amoora menghilang dari pandangannya. Dia berjalan menyusuri lorong-lorong yang ada di bandara changi singapura. Key sedang menunggu taksi yang dia pesan sambil menikmati pemandangan langit senja saat itu. Banyak yang dia pikirkan akhir-akhir ini, entah apa yang akan dia hadapi nanti saat kembali ke Jakarta. Dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua akan berjalan dengan baik, dia harus siap sekalipun harus berjumpa dengan Kafka.
Tidak perlu lagi lari menghindari kafka, sudah sembilan tahun mereka sama sekali tidak bertemu, juga tidak sekalipun Key berkomunikasi dengan Kafka. Selain karena dia sudah tidak punya nomor telepon Kafka karena ponselnya hancur saat kecelakaan, Key juga sudah lama tidak aktif dalam bermedia sosial. Selama sembilan tahun terakhir dia benar-benar fokus dengan pendidikan spesialis jantung anak, setelah lulus fokus di SGH untuk menangani pasien-pasiennya.
Selama dua minggu kedepan Key akan melalui hari-hari nya tanpa Amoora, jadwal Key juga sangat padat. Dia harus menyelesaikan beberapa jadwal operasi yang harus dia tangani, serah terima beberapa pasien yang saat ini masih ada dalam pengawasannya kepada dokter lain. Bukan tanpa alasan dia berangkat paling terakhir dari pada Argan juga Amoora, karena memang jadwalnya di rumah sakit Singapore General Hospital sangat padat. Bahkan tiga jam sebelum keberangakatannya ke Indonesia dia masih harus melakukan tindakan operasi bersama tim bedah jantung anak lainnya.
Saat ini Key sudah berada di terminal 3 bandara Changi singapura untuk flight menuju Jakarta menggunakan maskapai Batik Air, saat ini masih pukul 11.00 waktu singapura dan berarti di Indonesia masih pukul 10.00 wib. Key flight pada pukul 11.25 waktu singapura dan butuh waktu sekitar 2 jam untuk Key sampai di bandara Soetta karena ada beda waktu 1 jam antara singapura dengan indonesia. Jauh-jauh hari dia sudah menghubungi Rion untuk menjemputnya di bandara, sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan adik bungsunya.
"Halo, ada apa Amoora?," ponsel Key berdering dan ternyata Amoora yang menelpon.
"Aku jemput dibandara nanti, landing pukul 12.25 kan?," untung saja saat itu Key belum mematikan ponselnya karena flight masih sekitar 20 menit lagi.
"Gak usah Amoora, Rion udah jemput ke bandara."
"Masalahnya sampai di Jakarta kamu harus langsung ke Rumah Sakit," Sontak saja Key ngomel ke Amoora, bagaimana tidak ngomel sementara belum sempat dia istirahat tapi sudah harus langsung masuk kerja.
"Haah, gila gak sih aku baru landing lho itu Amoora, masak iya harus langsung ke Rumah Sakit?."
Amoora menjelaskan kenapa Key harus langsung ke rumah sakit begitu tiba di Jakarta, karena Atlantik salah satu pasien rawat jalannya saat di singapura kemarin dilarikan ke rumah sakit harapan karena mengalami gejala yang lebih parah dari kondisi sebelumnya. Cukup sulit membujuk anak itu agar bersedia segera melakukan operasi perbaikan katup jantung. Dokter Andrew mengatakan satu-satunya kemungkinan untuk membuat anak itu bersedia untuk secepatnya bersedia di operasi adalah dengan mempertemukan dokter Key dengan Atlantika.
“Jelaskan padaku nanti saat sudah sampai di Jakarta, pesawatku sudah mau flight.” Key memutuskan sambungan telponnya dengan Amoora dan dia segera bergegas menuju pesawat.
Perjalanan udara selama kurang lebih dua jam tanpa hambatan ditempuh Key dari singapura menuju bandar udara international Soekarno Hatta. Tepat pukul 12.25 wib key sudah landing di Jakarta, Rion dan Amoora juga sudah sampai di bandara sejak 20 menit lalu.
“Rion,” Amoora berlari menghampiri Rion, sementara itu yang punya nama tampak celingak celinguk karena mendengar Namanya dipanggil oleh seseorang.
“Kak Amoora. Kenapa disini?,” Tanya Rion saat melihat orang yang memanggilnya adalah sahabat kakaknya.
Dia menceritakan pada Rion tujuannya datang ke bandara untuk menjemput Key karena ada hal mendesak yang mengharuskan kakak Rion itu harus segera menuju rumah sakit begitu sampai di Indonesia. Key keluar dari arah pintu kedatangan dengan koper-kopernya itu dan di luar sudah menanti Rion juga Amoora. Key bergegas pergi dengan Amoora setelah mengambil beberapa barang yang harus dia bawa ke rumah sakit termasuk snelli dan baju scrubs nya. Sementara itu Rion pulang membawa koper-koper Key.
Butuh kurang lebih tiga puluh menitan dari bandara menuju rumah sakit harapan, Amoora dan key tidak terlalu banyak ngobrol. Selain karena Amoora harus fokus menyetir apalagi jalanan Jakarta yang cukup padat dijam-jam tertentu, dia juga tahu kalau Key belum cukup istirahat. Bagaimana tidak, tiga jam sebelum flight dia masih berada di ruang operasi setelah itu langsung bersiap menuju bandara agar tidak tertinggal pesawat. Bahkan sesampai di Indonesia bukannya istirahat tapi sudah harus pergi kerumah sakit.
“Masih tiga puluh menit kita sampai, kamu tiduran dulu saja,” Titah Amoora pada Key sambil memundurkan kursi duduk Key.
“Gak papa nih aku tiduran sebentar Oora? *Key lebih suka memanggil Amoora dengan sebutan Oora ya guys*
“Hu um, gak papa. Nanti aku bangunkan saat sampai,” Tidak butuh waktu lama untuk Key terlelap, meskipun saat ini sebenarnya dia cukup lapar tapi tidur lebih utama untuknya saat ini.
Mereka sudah sampai di parkiran rumah sakit saat dering telepon membuat Key terbangun dari tidurnya. Ternyata ponsel Amoora yang berdering, tampak nama Argan yang muncul dilayar ponselnya itu.
“Halo Nyet, ada apa? Masuk parkiran ini, sabar,” Teriak Amoora yang seolah tahu apa yang akan di tanyakan Argan. Sementara itu key tampak meregangkan tubuhnya, dia lebih tampak segar walaupun hanya istirahat tidur kurang lebih dua puluhan menit.
Argan terkekeh mendengar teriakan salah satu sahabatnya itu dari ujung telepon. “Ish .. belum di tanya sudah main jawab saja.”
“Oora, aku mau mandi dulu tapi ya.” Key adalah dokter spesialis jantung anak, jadi soal kebersihan dia benar-benar memperhatikan apalagi saat ini baru saja melalui perjalanan international. Jadi dia harus pastikan dirinya sudah bersih dan berganti pakaian baru.
“Bisa di ruangan kerja kita beb, ada kamar mandi pribadi.” Argan yang mendengar suara Key langsung saja berteriak dari ujung telepon karena Amoora meloud speker ponselnya. Key terkekeh mendengar teriakan sahabatnya itu.
“Sudah dulu Nyet, kita gak turun-turun dari mobil ini kalau kamu masih telepon.”
“Ok, aku tunggu disini.” Argan mengakhiri panggilannya.
Saat ini Key dan Amoora sudah berada di ruangan yang di sebut Argan, sementara Key sedang bersih-bersih dan berganti pakaian. Amoora menyiapkan rekam medis Atlantika, dia paham benar bagaimana sahabatnya itu bekerja. Setelah ini Key pasti akan langsung melihat rekam medis milik Atlantika. Key sudah siap dan tampak lebih segar dari sebelumnya.
“Sudah cantik tenang saja hahaha.” Amoora menggoda Key sambil memberikan rekam medis milik Atlantik.
“Hahaha, bukannya memang kita ini cantik ya?.” Dia menerima rekam medis kemudian sambil menarik Amoora untuk segera menuju ruangan meeting para dokter.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!