Namanya Danesya Arsi Maharani sering di panggil Arsi. Anak yang berasal dari keluarga biasa saja. Nama ayahnya adalah Lanakuli Sadewa yang biasa di panggil Dewa dan Ibunya bernama Anisa Kayu Jati biasa di panggil Nisa.
Memiliki seorang adik yang selalu di sayang keluarga. Dia Meli Respati yang selalu membuatnya iri akan kasih sayang yang di berikan orang tua kepadanya. Ini adalah kisah dari si Arsi malang yang datang entah sejak kapan, mungkin sejak dirinya lahir.
Bahkan ia ingat sampai sekarang, saat umurnya kurang lebih empat tahun orang tuanya menyiksanya. Mereka menjambak rambutnya dan menggeretnya masuk ke dalam rumah dan setelah masuk dirinya langsung di pukul dan di tendang oleh ayah nya, padahal ia tidak melakukan kesalahan.
Ia hanya bermain tanah di halaman rumah. Ia menangis kencang saat itu tapi dengan teganya mereka semakin menyiksanya, di tambah dengan ibunya yang ikut memukulinya menggunakan sapu. Sampai matanya memburam dan tidak melihat adapun selain gelap. Saat ia terbangun ia sudah berada di luar rumah dan hari yang semakin gelap. Tapi itulah takdir.
Gadis jelek, bodoh ya bodoh tapi sekarang ia tidak terlalu bodoh karena selalu memasuki peringkat 3 besar. Karena ia jelek dan bodoh. Mungkin itu yang membuat keluarga tidak menyukai. Menurut mereka ia hanya anak yang tumpang, yang menyusahkan mereka dan membuat mereka malu memiliki anak sepertinya.
Tidak hanya keluarga tapi juga anak di sekolah. Mereka mengganggapnya tidak pernah ada di lingkaran mereka. Mereka selalu mengatainya jelek, dekil, bau dan seharusnya dirinya tidak bersekolah di sana. Dirinya tidak menyukai mereka yang suka membullynya. Ia pikir dirinya tidak pernah melakukan kesalahan kepada mereka tapi kenapa mereka selalu membullynya.
Mereka hanya membutuhkannya saat keadaan genting seperti saat teman seorang tersebut tidak berangkat baru dia akan mendekatiku tanpa dosanya. Kalau tidak saat ada ulangan apalagi mapel matematika mereka akan langsung mendekati untuk bertanya jawaban dengan tidak tahu malunya.
Ia memang tidak membenci mereka. Seperti yang dirinya katakan tadi bahwa ia hanya tidak menyukai mereka, karena mereka menyakitinya.
Ia orang yang selalu berkhayal bahwa selalu ada orang yang mendukungnya, menjadi temannya, dan orang yang selalu ia bayangkan tidak lain boyband asal Negeri Gingseng. Dirinya juga tidak tahu mengapa ia sangat menyukainya. Mungkin karena dia lucu, ah tidak mungkin karena keren, atau karena suaranya yang menurut dirinya sangat merdu, tapi tidak juga. Ah ia sekarang tahu karena he is perfect.
Selalu berkhayal bagaimana jika dia menjadi teman nya. Kita bertukar cerita, tertawa bersama, menjahilinya. Tapi itu hanya sebuah keinginan yang tidak akan terjadi bukan. Cukup dengan membayangkannya saja membuat nya senang itupun tergantung dianya, jika dia sakit entah kenapa aku menangis padahal dia yang sakit. Dirinya ingin memiliki sosok berkuda putih yang seperti di dongeng dongeng. Ia bahkan lebih bahagia jika dirinya hidup di dunia khayalannya.
Ia seseorang selalu berharap bahwa, jika ada hari esok. Dirinya ingin semua ini menjadi lebih baik.
Selalu berharap seseorang akan menjemputnya dari dunianya yang kelam menuju secerah matahari tak tertutup mendung.
¥¥¥^^^^
Hai hai hai.
Ada yang kayak gitu nggak?
Ingin seseorang yang membawa kecerahan.
Atau kalian malah lebih ke seseorang yang suka mendung??
Seperti biasa. Pagi ini dia sudah bangun untuk memasak. Memang di rumahnya ada pembantu. Tapi pembantu di rumah ini hanya untuk melayani Papa, Mama, serta Meli dan dirinya? tentu saja tidak. Ini sudah biasa untuknya mengerjakan semua kebutuhannya sendiri.
Setelah masak dan memakan makanan yang ia buat tadi. Ia segera beranjak untuk berangkat sekolah. Ia berjalan ke halte untuk menunggu bus yang akan mengantarkan ku pergi ke sekolah Bakti Bangsa.
Jika kalian bertanya kenapa tidak memakai mobil atau memakai motor, apa tidak punya? jawabannya adalah punya. Kenapa memakai bus umum? kalian pasti tahu jawabannya sendiri tanpa harus dirinya yang menjawab.
15 menit berlalu dan ia sudah berada di dalam bus dan duduk di dekat jendela. Bus berhenti di halte selanjutnya. Tapi sepertinya pagi ini tidak terlalu ramai penumpang, terlihat dari bangku sisi kanan dan kursi yang berada di belakangnya kosong.
Akhirnya tidak berselang lama ia sampai di halte terdekat dengan sekolah. Tidak ingin berlama lama segera turun tidak lupa untuk memberikan ongkos perjalanan. Ia melihat jam yang melingkar di tangan kirinya pukul 06.30 yang menurut nya. Ia berangkat terlalu siang.
Menghembuskan nafasnya dengan kasar dan berjalan menuju sekolah sambil berpikir apa yang akan terjadi dengannya selanjutnya. Sampai di depan gerbang sekolah ia menundukkan kepalanya tidak berani melihat siswa siswi yang menatapnya dengan sinis bahkan ada banyak cibiran yang terdengar sepanjang berjalan.
"Eh, awas nanti lo ketularan bau lagi,"-1
"Hm, nanti ada pertunjukan apa lagi ya,"-2
"Awas kuman." -3
"Iyuh, jijik gue lihatnya."-4
Mendengar cibiran cibiran itu membuatnya semakin menundukkan kepalanya dan terus berjalan dengan lebih cepat lagi. Tidak berselang lama bel yang menunjukkan bahwa pelajaran di mulai berbunyi.
Semua siswa baru saja menduduki kursinya masing masing. Mereka menunjukkan wajah tegang karena hari ini jam pertama adalah matematika menunjukkan yang masuk kelas pertama kali adalah Mr. killer.
Dia di juluki killer karena sifatnya yang tidak bisa menoleransi kesalahan siapapun, dan dia juga bersikap dingin kepada semua siswa. Mereka takut tapi tidak dengannya.
Alfin Ginanjar itu namanya. Dia adalah guru muda di sekolah Bakti Bangsa. Umurnya baru saja menginjak 26 tahun. Maka dari itu, walaupun killer dia memiliki banyak penggemar kaum hawa berkat parasnya yang rupawan.
Dia sudah menikah dan dirinya tahu siapa yang Alfin nikahi. Namanya Mbak Saras dia orang yang sangat cantik dan ramah pada setiap orang. Tapi sekali dia tidak menyukai seseorang langsung saja jurus kejudesannya keluar.
Ia tahu mbak Saras juga dari Alfin karena satu tahun yang lalu Alfin menyuruhnya untuk membantunya menentukan dekorasi saat dia ingin melamar Mbak Saras. Karena kejadian itu Alfin dan Saras menganggapnya sebagai adiknya, kalau dirinya di luar sekolah atau sedang berdua dengan pak Alfin dirinya di suruh memanggilnya dengan sebutan "Bang" itupun Bang Alfin yang minta.
Jangan salah, walaupun Bang Alfin killer tapi saat di bersamanya dan Mbak Saras kata killer akan hilang dengan sendirinya dan berubah menjadi orang yang sangat perhatian. Bukankah sangat terbanding berbalik jika tidak dengannya atau mbak Saras. Lamunannya terbuyar saat mendengar sapaan dingin dari seseorang.
"Selamat pagi," sapanya dengan tatapan tajam.
Kaum hawa yang mendengar sapaan bang Alfin langsung tersenyum cerah, termasuk Meli sebelum mereka membalas sapaan bang Alfin
"Selamat pagi pak!"
Tapi senyuman itu tidak berlangsung lama dan berganti menjadi wajah panik mereka, saat mendengar kalimat yang di lontarkan dari mulut bang Alfin selanjutnya.
"Hari ini ulangan, tutup buku dan masukkan ke dalam tas kalian masing masing,“ perintahnya.
Semua murid langsung bingung saat mendengar kata sakral itu dari mulut bang Alfin. Tapi mereka tetap melaksanakan apa yang di perintahkan.
Jika tidak siap siap nilai yang menjadi taruhannya.
Bang Alfin mulai membagikan kertas ulangan beserta soalnya ke meja - meja murid, ia bisa melihat murid yang menerima kertas itu langsung menghela nafas dengan kasar. Saat bang Alfin sampai tiba di hadapannya, dia menundukkan badannya dan berbisik sesuatu padanya.
"Semangat cantik, adiknya Abang."
Tentu saja tidak ada yang tahu kecuali dirinya sendiri. Karena mereka telah di sibukkan dengan kertas masing masing. Setelah Alfin selesai dengan pekerjaannya yaitu membagikan kertas beserta soal ulangan Alfin kembali ke mejanya sambil menyeret kursi dari meja guru.
Ia yang melihat hanya bingung tak lama ia mendengus. Sekarang semua murid yang ada di kelas menatap apa yang di lakukan oleh Alfin. Alfin meletakkan kursinya di sampingnya dan menengok ke arahnya sambil tersenyum lebar yang membuat semua kaum hawa memekik dan menatap ia sinis, termasuk juga adiknya yang tengah memandangnya dengan tajam. Ia yang melihatnya pandangannya langsung beralih menatap soal yang berada di hadapannya.
Mengarahkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan. Melihat banyak siswi yang mengerjakan sambil melirik lirik ke arahnya dan Bang Alfin. Ia hanya mendengus. Apa lagi yang akan terjadi padanya.
Terakhir pandangannya tertuju pada Bang Alfin yang tengah memasang senyumnya ke arahnya yang membuatnya ingin menampol wajahnya sekarang juga. Akan dipastikan jika dirinya menampol wajahnya sekarang akan membuat seisi ruang menjadi geger, atau bahkan menggemparkan seluruh siswa siswi yang berada di sekolah bakti bangsa.
Arsi berdecak dengan kesal menangani kejahilan Alfin padanya. Entah itu mengambil soal ulangannya, atau menarik jawabannya sambil tersenyum tengil, mengambil pensilnya untuk memainkannya sampai menari narik rambutnya dengan tangannya sambil tersenyum tengil. Dipastikan jika orang lain yang melihat ini akan langsung lari terbirit-birit karena syok. Secara Pak Alfin datar, cool menjadi Pak Alfin alay bin lebay.
Terakhir kalinya ia berada di puncak kesabaran saat dia meniup-niup wajahnya dari samping dan yang membuat kesabarannya membludak saat Alfin dengan sengaja menendang nendang kakinya menggunakan kakinya. Membuatnya tidak bisa berkonsentrasi dan tulisannya menjadi ceker ayam.
Ia mendorong wajah Alfin saat dia menendang kembali kakinya yang membuatnya terjatuh dari kursi dan meringis kesakitan. Sebelum semua orang menyadari itu ia langsung kembali fokus pada soal yang aku kerjakan, lebih tepatnya pura pura tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Ia melihat Meli adiknya berjalan dengan berlenggak lenggok seperti model papan bawah ke arah Alfin dan akan memegang lengan Alfin.
"Ayo pak saya saya bantu," ucapnya dengan suara yang di lembut lembutkan. Baru saja Meli menyentuh sedikit tangannya sudah di sentak duluan sama Alfin.
Bang Alfin menatapnya dengan tajam kemudian dia beralih menatap Meli dengan datar sambil duduk lagi di sampingnya. "Sudah kamu kembali duduk ke tempat mu, " perintah bang Alfin lebih dingin dari pada tadi.
Sebenarnya dirinya ingin ngakak saat melihat bang Alfin kejengkang tapi sebisa mungkin aku tahan agar tidak keluar.
Alfin menengok ke arahnya. Dengan wajahnya yang memerah akibat kesal, saat Meli sudah kembali duduk di tempatnya. "Jahat lo Ar," katanya kesal.
Ia yang mendengar penuturan Alfin dan melihat wajah kesalnya semakin menundukkan kepalanya. Diam diam menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawa yang kapan saja bisa meledak.
Kapan lagi bisa melihat dia kesal dengan wajahnya yang memerah. seketika dia berbisik padanya “Malu nggak Bang." Yang membuat wajah Alfin semakin memerah.
"Mau ketawa, ketawa aja gue mah ikhlas," katanya dengan kesal dan jangan lupakan tatapan tajamnya yang menusuk.
Ia menengok ke arahnya dan tersenyum lebar saat melihatnya mencebik kan bibirnya, aku segera mengambil ponsel dan mengabadikannya. Hap, berhasil tapi dia menyadarinya dan akan meraih ponselnya tapi segera ia masukkan ke saku baju depan. Dirinya pastikan dia tidak akan berani mengambilnya.
"Curang lo," katanya dan merebut pensil yang berada di genggaman ku tapi dia mengembalikannya kembali saat ia menggunakan kartu AS nya.
"Awas ya sampai gangguin Arsi lagi, Arsi aduin sama Mbak Saras," bisik ku dan ya berhasil.
Dia tidak mengganggunya lagi dan mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan "15 menit lagi selesai." Ucapnya final sambil menoleh ke arah diriku sambil tersenyum remeh.
15 menit berlalu terasa sangat cepat dan kini lembar jawab serta soal ulangan sudah berada di meja guru. Alfin terlihat sedang mencari cari lembar jawaban seseorang. Tapi sepertinya dia mencari lembar jawab ku sangat ketara sekali dari wajahnya yang jahil melihat ke arah dirinya saat semua orang tengah sibuk sendiri dengan urusan masing masing.
Semua itu terbukti saat dia mengangkat salah satu lembar jawaban dengan alis yang terangkat. Dia melihatnya dan langsung tercetak dengan jelas wajah kesalnya dan merapikan kembali lembar jawaban yang sudah di acak acak sendiri olehnya. Arsi gitu loh.
Setelah selesai merapikan semua barang yang dia bawa termasuk soal dan lembar jawaban. Alfin segera beranjak dari duduknya dan berdehem dengan keras agar semua perhatian terpusat padanya.
"Cukup sekian hari ini, selamat istirahat," ucapnya datar.
Suara riuh langsung terdengar saat bel istirahat berbunyi, waktunya untuk para pelajar mengisi perut mereka yang kosong, ada juga yang tetap berada di kelas seperti aku. Bedanya mereka berkelompok kalau dirinya sendiri. Bisa ia dengar mereka masih membicarakan bang Alfin.
Arsi mendengus entah yang ke berapa kalinya saat ada kata kata memuja dari sekelompok orang yang bergosip, seperti Pak Alfin ganteng banget sih, keren, cool dan masih banyak lagi. Tidak tahu saja mereka gimana kelakuan Alfin yang sebenarnya. tiba tiba pikirannya terhenti dan terkejut saat ada yang menggebrak mejanya.
"Brakk!!"
sungguh menakutkan.
“Brakk!!"
Sungguh menakutkan. Itu yang ada di pikirannya sat ini.
Arsi menundukkan kepalanya tidak berani menatapnya. Dengan tidak sopan dia mendudukkan pantatnya di mejanya sambil menatapnya dengan tajam. Sedangkan teman temannya memandangnya sinis dan terkekeh melihatnya ketakutan.
Dia yang menggebrak mejanya adalah Almira Rivana seorang ratu bullying, tapi dia tidak asal dalam membully. Jika mereka memiliki kesalahan yang bisa di toleransi mungkin hanya akan mendapatkan kata kata pedas dari Mira.
Menurutnya, Mira dan antek anteknya yang bernama Devi dan Lusi itu masih masuk dalam kategori baik. Perbuatan mereka ada benarnya juga, tapi seharusnya tidak sampai membully. Mungkin hanya butuh kata kata pedas darinya yang membuat pencari masalah langsung K.O. Mereka juga tidak membully orang yang tidak mencari masalah dengan mereka dan hanya membully orang membuat masalah dengan mereka.
"Lo ada masalah sama gue?" tanya Mira.
Ia yang mendengarnya langsung menunduk tidak berani menatap ke arahnya. Batin ku terus menjerit apa yang akan terjadi padanya setelah ini. Arsi menjawabnya dengan menggeleng pelan.
"Lo ikut gue."
Perintah Mira padanya yang membuat banyak pasang mata menatap ke arahnya. Arsi juga hanya bisa pasrah saat saat Devi dan Lusi menyeret lengannya membawanya ke taman belakang sekolah? pikiran ku langsung kalut bahkan tubuhnya sendiri sudah bergetar sekarang.
Mira menyentuh dagunya dan mengarahkan kepalanya menghadapnya hingga mata kami bertubrukan. "Lo ada hubungan apa sama Pak Alfin," tanyanya membuatnya menundukkan kembali kepala ku. Matanya sungguh menakutkan.
"Lo tenang saja gue enggak bakalan ember, so lo siapanya Pak Alfin?" tanyanya sekali lagi, kali ini dia berbicara dengan lembut. Kenapa Mira seperti Mbak Saras.
Sekali lagi dia mengangkat dagunya hingga dirinya menatap wajahnya dari dekat. Bukannya menjawab Arsi malah memperhatikan wajahnya yang entah mengapa semakin ia perhatikan maka semakin ia melihat Mbak Saras dari dirinya.
"Cepat jawab." Bentakan dari Devi membuat dirinya takut kembali. Dia melihat Devi dan dan Lusi pergi entah kemana.
Arsi meremas roknya sebelum menjawab dengan takut takut. "Ak, aku temannya Bang Alfin tapi Bang Alfin menganggap aku adiknya.”
"Nah kan bener, yey..." Mira berteriak kegirangan sambil melompat lompat kecil.
Ia di buat bingung olehnya saat ini, ada apa dengan Mira, kenapa tiba tiba dia sesenang itu. Seketika dirinya ingat Alfin jangan jangan Mira menyukai Alfin ini tidak boleh di biarkan. Buru buru aku berkata "Tapi kamu jangan suka ya sama Bang Alfin," kata ku pelan sambil melihat kearahnya dengan takut.
Mira menghentikan kegiatan melompatnya dan menatapnya tajam membuat nya menunduk kembali. Dengan setengah berbisik dia berkata "Kenapa?" tanyanya pada ku dengan wajah sedih.
Sebenarnya Arsi tidak tega melihatnya bersedih tapi bagaimanapun Saras dan Alfin tidak boleh berpisah. Dengan mantap ia menjawab "Bang Alfin sudah menikah sama Mbak Saras."
Dia menangis sesenggukan mendengar perkataan dari dirinya. Ia yang melihatnya jadi tidak tega, mana Devi sama Lusi sudah pergi lagi. Dia langkahkan kaki ku dengan hati hati menuju tempatnya menangis dan mengusap bahunya pelan, entah ini benar atau salah ia hanya mengikuti kemauan hatinya.
Dengan masih terus menangis dia dia berkata "Apa gue boleh rebut Pak Alfin dari mbak Saras,” tanyanya lirih yang membuat usapan tangan ku di bahunya berhenti.
Seketika dia langsung berteriak dengan kencang “Enggak."
Entah dari mana aku mendapatkan keberanian seperti ini sampai dirinya bisa berteriak di depan Mira. "Ma, maksud ku kamu tidak boleh merebut kebahagiaan orang lain sedikit pun itu bukan hak kamu, kamu perempuan sama seperti Mbak Saras, jadi bagaimana nanti perasaan mbak Saras kalau kamu rebut Bang Alfin darinya." Ucap Arsi lembut mencoba memberi pengertian padanya.
Dia menoleh dan menatap Arsi dengan tajam "Kenapa enggak boleh rebut Pak Alfin,” tanyanya tajam.
Hanya satu yang ada di pikirannya saat ini, saat Mira melontarkan pertanyaan itu dari bibir Mira.
"Aku nggak mau Mbak Saras terluka walau hanya seujung kuku," ucapnya lantang melawannya.
Dirinya sudah tidak peduli lagi dengannya yang seorang ratu bullying yang pasti ia tidak akan pernah rela jika ada yang menyakiti mbak Saras. perlahan air mata Arsi menetes dengan deras.
Dia mendongak lagi "Kena..." ucapannya terpotong oleh deheman seseorang.
Arsi menengok ke arah seseorang yang berdehem dengan keras dan ternyata Alfin yang sedang menatap ke arahnya dengan heran melihat air matanya yang berderai. Ia langsung berlari dan menubruk badan Alfin dan menangis keras di pelukannya.
"Bang jangan pernah tinggalin Mbak Saras," pintanya padanya.
Merasa ada yang tidak beres karena merasa Alfin menatap Mira dengan lama dan berkata "Maaf." seketika tangisnya pecah lebih keras dan mendorong Alfin.
"Kenapa?" tanya Arsi serak tanpa menatap matanya dan menghapus air mata yang masih menbanjiri pipinya. Dia mencoba untuk memeluknya kembali, tapi langsung ia tepis tangannya dengan cepat.
Alfin menatap Arsi dalam sebelum tersenyum penuh penyesalan "Maaf Abang sudah merencanakan ini sejak awal, Abang enggak bisa bertahan sama Saras," ucapnya lirih di hadapannya.
"Kenapa?" tanya Arsi lagi.
Dia menatap Arsi dengan rasa bersalah "Maaf, Abang sudah mencintai orang lain." Ucapnya dan tersenyum dengan getir.
Air matanya tidak lagi menetes dan menatap Alfin dengan datar. Sungguh dirinya kecewa dengan bang Alfin "Siapa? apa dia?" tanyanya sambil menunjuk Mira yang sedang tersenyum senang saat melihat Alfin menganggukkan kepalanya.
"Apa kurangnya Mbak Saras Bang?. Bukankah Mbak Saras baik, cantik bahkan Mira kalah dari Mbak Saras," ucap Arsi jujur. "Bahkan Mbak Saras selalu menuruti apa yang Bang Alfin mau. Apa segitu enggak cukup!!" teriaknya di depannya.
Sedangkan Alfin kini menunduk "Maaf, tapi aku benar benar sudah tidak mencintai Saras tapi Mira," ujarnya sambil menatap Mira yang sedang tersenyum di depan bangku taman.
Arsi tertunduk miris mendengarnya lalu langsung mendonggak menatap kembali bang Alfin dengan tajam. Tangan kanan ku segera berlabuh di pipinya "Lo tega tau nggak, ternyata sama saja lo sama laki laki lain. Tau gini gue enggak bakal bantuin lo dulu, bego!" umpat ku. Sungguh ini baru pertama kalinya aku mengumpat selama aku hidup.
Merasakan bahwa dia tersentak mendengar ucapan Arsi yang menggunakan LO, GUE. Padahal selama ini ia tidak pernah menggunakan kata itu dalam keseharian. Kata kasar bahkan tadi sampai mengumpat. Arsi masih mendongak menatapnya lalu mendorong bahunya beberapa kali sampai dia ikut terdorong ke belakang.
"Apa lo nggak bisa jawab!!" teriak Arsi padanya.
Ku lihat dia ingin bicara pada ku "Abang bisa..." ucapannya terpotong oleh Arsi. Entah kenapa ia muak melihat Alfin saat ini.
"Bisa apa, bisa jelasin, noh jelasin sama patung," ucap Arsi padanya, dia memegang tangan nya dan kali ini dirinya biarkan dia sesukanya.
"Maaf, Abang cuma bercanda." ucapnya tiba tiba membuatnya terkekeh sinis ke arahnya.
"Bercanda lo bilang, ha ha ha lucu baget," sarkas Arsi dan menyentak tangan bang Alfin yang tadi memegang tangannya. "gue cuma mau tanya sama lo. Apa sih kurangnya Mbak Saras sampai lo lebih milih cewek nggak jelas dan murahan ini dari pada dia."
Setelah mengucapkan kata itu. Dia merasakan pipi nya menjadi panas. ya aku di tampar oleh Bang Alfin sampai berguling beberapa kali di tanah. merasakan ada darah segar yang ada di bibir dan dahi nya. Ia yakin saat dia berguling dahinya mengenai sesuatu yang sangat keras. bahkan kini matanya memburam.
Ia paksakan tubuhnya untuk berdiri dari tanah dan tersenyum sinis ke arahnya yang sepertinya merasa bersalah terlihat dari matanya yang berkaca kaca bahkan tubuhnya sampai bergetar. Dia ingin memeluk ku tapi segera ku tepis tangannya kuat kuat. "Cih, bahkan lo bisa sampai kayak gini sama gue," ucap Arsi datar.
"Lo urus saja tuh selingkuhan lo, nggak perduli lagi gue sama lo. Mbak Saras nggak butuh cowok kayak lo, lo tunggu saja sebentar lagi gue bakal bilang sama pengacara gue buat urus surat cerai Mbak Saras. Oh ya, satu lagi gue nggak sudi punya Abang kelakuannya kayak lo." Jelas Arsi padanya.
Ia segera meninggalkannya di taman belakang sekolah bersama selingkuhan barunya itu. Berjalan dengan cepat keluar gerbang sekolah dan menyebrang tanpa melihat kiri kanan, tanpa dia sadari ada sebuah truk yang melaju kencang ke arahnya hingga dirinya terpental sangat jauh, bau anyir masuk dalam Indra penciumannya.
Sebelum Arsi benar benar benar menutup matanya. Ia mendengar suara Alfin yang meneriakkan namanya dan semuanya langsung gelap.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!