"Tega kamu Bang, tega! kamu mau menjualku pada lelaki itu?
di mana perasaan kamu...!?" kata seorang wanita pada suaminya setengah berteriak.
"Heh, Tanti! kamu tahukan kalau hidup kita itu miskin. Untuk makan saja pas-pasan. Jadi ini, jalan satu-satunya yang terbaik untuk mengembalikan kesejahteraan hidup kita."
"Kesejahteraan? apa maksud kamu Bang?"
"Tanti, kalau kamu jadi menikah dengan orang kaya, kehidupan kita itu akan terjamin Tanti."
"Kamu itu egois Bang, sangat egois. Kamu cuma hanya bisa mementingkan diri kamu sendiri. Bagaimana dengan hatiku Bang? Perasaan ku!"
Tanti kembali ke kamar dengan berlinang air mata.
Hatinya remuk redam. Seperti tak tahu lagi dengan apa yang akan terjadi dengannya, masa depannya dengan Putri kecilnya yang masih dua bulan.
Sudah dua tahun Tanti menikah dengan Tengku Arifin. Yah, itulah nama suami Tanti yang sekarang akan menjual Tanti.
Tanti tak bisa membayangkan, bagaimana nasibnya, jika dia benar-benar akan di serahkan kepada seorang lelaki muda itu. Bagaimana kehidupannya ke depan? bagaimana dengan Aurel bayinya yang masih berusia dua bulan?.
Tanti tidak akan bisa berpisah dengan anaknya. Dia juga seorang ibu, dia sangat mencintai buah hatinya.Jika dia harus di jual, maka tidak mungkin dia bisa membawa anaknya.
Di kamar Tanti hanya bisa menangis. Dadanya terasa sesak.
"Putriku, Apa yang harus mama lakukan Nak? kenapa dunia ini begitu tidak adil. Jika Mas Arifin benar-benar akan menjualku, bagaimana dengan nasib mu Nak?" ucap Tanti sembari menatap putrinya yang masih terlelap.
Lagi-lagi air mata Tanti menetes. Dia hanya bisa meratapi nasibnya yang begitu memilukan. Nasib yang akan menyisakan luka yang mendalam di hatinya. Akankah dia sanggup untuk menerima semua kenyataan ini?"
Ceklek. Pintu kamar terbuka.
Arifin dengan sorot mata tajamnya, menatap Tanti dalam. Sorot matanya itu, seakan pisau tajam yang akan menusuk hati istrinya.Pisau yang akan menyayat hati Tanti, hingga menjadi serpihan-serpihan yang tak kasat mata.
Bayangkan saja, suami mana yang akan tega menjual istrinya sendiri demi mendapatkan uang?
Tanti tidak akan berani untuk melawan Arifin. Suaminya itu terlalu kuat untuk dia lawan. Arifin tidak akan mungkin merubah keputusannya sedikitpun.
"Kenapa kamu nangis?" tanya Arifin pada istrinya.
"Apa, kenapa kamu nangis. Kamu tanyakan itu pada ku Bang! di mana otakmu? Di mana perasaan mu? kamu setega itu denganku. Kamu kejam Bang, Kamu kejam!"
"Kali ini kamu tidak bisa membantah. Aku sudah mengadakan perjanjian dengan Tuan Arka wijaya. Dia akan menjadikanmu istri. Tapi itu untuk sementara Tanti."
Tanti masih menangis. Dia tidak menyangka, ternyata suami yang selalu dia puja di setiap waktu, yang dia cinta dengan segenap jiwa, justru dengan teganya mencampakannya.
Dia telah membuang Tanti. Seperti sampah. Sampah kotor yang tak layak untuk dipungut. Sampah yang hanya bisa untuk diinjak dan disingkirkan.
Hati yang remuk, apakah mungkin bisa kembali utuh seperti semula? Hidup yang hancur, bagaimana caranya untuk bisa bangkit?
Bayi itu masih tertidur pulas. Dia tampak sedang menikmati mimpi indahnya. Bayi yang tidak berdosa itu, akankah dia mengerti dengan kondisi yang sedang di alami oleh kedua orang tuanya?
Bayi itu tak akan mengerti. Dia tak akan mengerti ayahnya akan menjual ibunya.
Seandainya dia mengerti, apakah dia mau memaafkan ayahnya? Mungkin saja tidak. Dia bahkan tidak akan menganggap ayahnya itu ada.
Arifin menatap Putri kecilnya.
"Biarkan dia tinggal bersama orang tuamu. Atau serahkan aja dia ke panti asuhan."
Tanti berdiri. Dia hampir saja menampar suaminya. Namun dengan sigap, Arifin langsung mencekal tangannya.
"Kau berani melawanku heh! " bentak Arifin menatap istrinya nanar. Kemarahannya kian memuncak. Ubun-ubunnya seakan sudah dipenuhi asap. Kobaran api kemarahan sudah merasuk dalam dirinya.
Arifin mencengkeram lengan istrinya dengan kuat.
"Tolong lepasin Bang! sakit tanganku." Tanti berusaha memberontak sekuat tenaga.
Arifin mencengkeram tangan Tanti dengan sangat kuat.
"Jangan membantah Tanti! kau harus turuti semua keinginanku. Kalau tidak, aku benar-benar akan membuang anakmu itu." Suara Arifin menggelegar.
Suara itu memenuhi semua sudut kamar. Bayi kecil yang bernama Aurel itu, menggeliat dan menangis.
Tanti terkejut mendengar penuturan suaminya.
Membuang anaknya?
Ayah mana yang akan tega membuang bayinya sendiri? darah dagingnya, yang tak berdosa itu akan di buang? Di manakah naluri seorang ayah?
Demi uang, dia tega menjual istrinya sendiri. Bahkan dia mengatakan dia akan membuang Aurel bayi tanpa dosa itu. Dimanakah perasaannya?
oek..oek..oek..
Aurel menangis. Sementara Arifin melepaskan cengkeramannya.
Tanti buru-buru mendekat ke arah bayinya. Dia kemudian dengan cepat menggendong Aurel.
Bentakan itu, seakan telah menyakiti telinga Aurel. Aurel sedari tadi tidak berhenti menangis. Dia seakan tahu, kalau ayahnya, akan memisahkan dirinya dari ibu kandungnya.
Tanti menangis sembari menatap Aurel penuh iba.
"Keluar Bang...! keluar kamu dari kamar ini. Kamu sudah menyakitiku juga darah dagingmu sendiri. Kamu bukan manusia Bang. Kamu kejam!"
"Kamu jangan pernah melawanku Tanti! Awas saja kalau kamu berani menggagalkan rencanaku dengan Tuan Arka. Kamu akan tahu akibatnya!" Arifin mengancam istrinya.
Tanti diam. Dua hanya bisa menundukkan kepalanya. Untuk sekarang, dia tidak mau terlalu memikirkan suaminya itu.
Dia cuma mau fokus pada Aurel. Dia akan menenangkan tangisan Aurel.
"Sayang...kamu pasti haus yah. Kamu tadi boboknya nyenyak sekali. Mama juga tidak tega untuk membangunkan mu."
Tanti kemudian menyusui anaknya itu.
Hati Tanti masih di penuhi kesakitan. Sakit harus menjadi seorang perempuan yang di campakan. Sakit menjadi seorang perempuan yang seperti barang, harus di perjualbelikan dan dibuang, jika sudah tidak ada harganya lagi.
Tanti hanya bisa mencoba tersenyum pada sang buah hati. Dia berharap ini adalah sebuah mimpi buruk.
"Sayangku Aurel. Mama tidak akan pernah jauh darimu. Ayahmu tidak akan bisa memisahkan kita Nak, mama janji. Akan berjuang sekuat tenaga untuk menjagamu," gumam Tanti di sela-sela tangisannya.
Aurel menatap Ibunya. Tatapan mata yang indah, yang membuat hati Tanti merasa lebih tenang. Walau jauh di dalam jiwanya, ada perasaan yang berkecamuk.
Antara takut kehilangan anaknya, juga antara takut akan menjadi milik seorang lelaki yang sama sekali belum dia lihat apalagi dia kenal. Dia hanya tahu namanya saja. Yah, lelaki muda itu adalah Arka Wijaya.
Semua orang mengenal pengusaha muda Arka Wijaya. Arka Wijaya yang selalu mendapat sorotan publik, dan mendapatkan penghargaaan sebagai seorang pengusaha muda yang rumah tangganya sangat harmonis, Dia juga menjadi sosok seorang pengusaha muda yang sangat dermawan.
Dia seringkali mengumpulkan anak yatim piatu untuk di berikannya sedekah. Dan dia juga sangat menghargai kinerja para karyawannya.
Dia selalu memberikan komisi pada setiap karyawan yang mampu untuk bekerja dengan baik di kantornya. Dia pengusaha muda yang sangat berbakat.
Dalam waktu singkat, dia berhasil mengembangkan bisnis orang tuanya sampai ke manca negara.
...****************...
Pagi ini, setiap orang sudah kembali melakukan aktivitasnya. Di sebuah ruangan, tepatnya di ruang kerja Big Bos besar Arka Wijaya, tampak Arifin sedang berdiskusi dengan Arka.
"Bagaimana Arifin, apakah kau bersedia untuk menyerahkan istrimu itu padaku?" tanya Arka pada Arifin.
"Iya. Tentu saja Tuan." Jawab Arifin mantap.
Dia tak perduli dengan kehancuran hati istrinya itu.
"Berapa yang kau mau Arifin.?" tanya Tuan Arka.
Arifin menyeringai licik
Uang. Yah uang. Demi uang dia tega menjual istrinya. Demi uang, dia rela menyerahkan istrinya sendiri pada lelaki lain.
"Tidak banyak Tuan. Saya cuma mau minta satu Milyar saja." Arifin menegaskan.
"Bagus. Aku akan memberikanmu cek sebesar satu milyar itu." Tuan Arka menyetujuinya.
Arka menyerahkan sejumlah cek berisi satu milyar itu pada Arifin. Arifin tersenyum senang. Dia mencium kertas itu.
"Tapi ini untuk tubuh istriku Tuan, jika istriku berhasil memberikan seorang anak padamu, maka aku akan meminta uang lagi untuk anak itu."
Arka terkejut. Ternyata Arifin licik juga.
Dia sudah memberi Arifin uang sejumlah satu Milyar, ternyata uang itu masih kurang? dan Arifin akan kembali setelah Tanti berhasil memberikan Tuan Arka seorang anak.
"Kenapa Tuan diam? Bukankah uang itu, tak seberapa di banding kekayaan yang Tuan miliki sekarang."
Arka mengangguk.
"Baiklah. Tapi Arifin, kau harus tanda tangani dulu surat perjanjian ini."
Arka menyerahkan sebuah kertas yang sudah di ketik rapi, dan sudah siap untuk Arifin tanda tangani.
"Silahkan kau baca isinya!" pinta Tuan Arka.
Arifin Pun membaca isi surat perjanjian itu.
Di situ tertulis,
Setelah Arifin menyerahkan Tanti padanya, maka Arifin tidak boleh menemui istrinya lagi. Arifin harus pergi dari kehidupan Tanti sejauh-jauhnya.
Setelah Tanti berhasil hamil dan memberikan keturunan pada Arka, Arka akan menceraikannya dan akan mengambil anak itu.
Setelah itu, Tanti bisa hidup bebas lagi. Dia boleh kembali lagi pada Arifin dan keluarganya.
Apakah ini adil untuk Tanti?
Mungkin saja tidak. Karena bagaimanapun juga, Tanti itu manusia. Dia itu perempuan yang mempunyai perasaan.
Perempuan bukan barang yang untuk di perjual belikan.
Perempuan bukan sampah yang harus terbuang jika sudah tak terpakai.
Perempuan yang jika sudah di berikan luka, luka itu akan selalu menyisakan bekas di hatinya.
Arifin Pun menandatangani surat perjanjian hitam di atas putih itu.
Arka tersenyum. Dia sangat puas karena sebentar lagi, dia akan mendapatkan seorang wanita yang harus siap untuk memberikan keturunan untuknya.
****************
Malam ini, Laura terlihat sangat cantik. Di depan cermin, dia tampak sedang memoles wajahnya.
Begitu ayu wajahnya, hidung yang mancung, tubuh yang tinggi, dan kulit yang putih bersih, semua itu menyempurnakan keindahan dalam tekstur tubuhnya. Membuat suaminya selalu mencintainya.
Arka mendekap mesra tubuh istrinya dari belakang. Dia juga menatap ke cermin.
"Kau cantik sekali sayang." Puji Arka.
Laura tersenyum.
"Iya Arka. Tapi maafkan aku, karena aku tidak bisa memberimu keturunan. Aku ini mandul sayang." Kata Laura mengelus Pipi Arka dengan salah satu tangannya.
"Tidak masalah sayang, kamu adalah cinta sejati ku."
"Aku tidak tahu, bagaimana caranya aku harus memberi tahu orang tuamu kalau aku itu mandul." Laura terlihat bersedih. Matanya berkaca-kaca.
Bagaimanpun juga, Laura itu seorang wanita. Dia juga ingin memiliki anak dari rahimnya sendiri. Bukan anak adopsi ataupun anak suaminya dari wanita lain.
"Tidak usah sayang, kau tidak perlu memberi tahu mereka."
"Tapi Arka, mereka sangat mengharapkan anak dariku."
Arka melepas pelukannya. Dia memutar tubuhnya dan melangkah ke ranjang.
Dia kemudian naik keranjang. Dia bersandar di kepala ranjang.
Laura memutar tubuhnya menghadap ke arah Arka.
Dia tersenyum.
"Arka, aku takut. Jika orang tuamu kecewa padaku."
"Tidak akan sayang, Aku sudah punya cara supaya mereka selalu mempertahankan mu sebagai menantunya."
Laura berdiri dan melangkah ke arah suaminya.
Dia kemudian berbaring di sisi suaminya.
"Apa yang sedang kau rencanakan sayang?" tanya Laura sembari menyandarkan kepalanya ke dada bidang suaminya.
"Mungkin cara ini, akan membuat dadamu sesak. Tapi tidak ada cara lain sayang."
"Apa?" Laura menatap Arka dalam.
"Apa kau siap untuk mendengarnya sayang."
Laura mengangguk.
"Baiklah, akan aku ceritakan. Kalau kau kepengin bertahan menjadi istriku dan pengin di pertahankan menjadi menantu oleh orang tuaku, kamu harus bersiap-siap berpura-pura hamil di depan orang tuaku."
"Apa, bagaimana caranya sayang? nanti kalau kita ketahuan."
"Nggak akan sayang. Aku jamin orang tuaku pasti akan percaya. Kan mereka tidak tinggal bersama kita."
"Kalau aku pura-pura hamil, terus bayi itu, kita akan dapatkan dari mana seorang bayi merah itu? kita akan cari kemana? apakah kita akan mengadopsi seorang bayi yang baru di keluarkan dari rahim ibunya? di mana kita akan mendapatkannya sayang?"
Arka tersenyum. Dia menghela nafasnya dalam. Dia mencoba memberi kekuatan pada dirinya sendiri, untuk menceritakan apa yang sekarang sedang dia rencanakan.
"Kita akan mendapatkannya sayang, Dan itu adalah masalah yang sangat mudah untuk ku."
Laura melepaskan pelukannya. Dia menatap suaminya penuh tanda tanya.
Sebenarnya apa yang sedang suami tercintanya itu rencanakan?
"Ayolah sayang, sekarang katakan apa rencanamu! jangan berbelit-belit begitu. Aku sangat penasaran. " Pinta Laura.
"Kamu sudah siap mendengarnya sayang?"
"Yah, aku siap."
"Kita akan mendapatkan seorang bayi. Dan bayi itu bukan bayi adopsi. Dan bayi itu adalah darah dagingku."
"Maksudmu?."
"Yah, aku sudah mendapatkan wanita yang sudah siap untuk memberikan kita anak."
Laura tampak marah. Dia menangis.
"Kau akan menikah lagi Arka?"
"Sayang, sudahlah, jangan menangis! Ini jalan satu-satunya supaya orang tuaku tidak mencampakanmu. Karena jika mereka tahu kau mandul, mereka akan membuangmu. Dan mereka pasti akan menyuruhku untuk menikahi perempuan lain."
Laura menghela nafasnya dalam. Dia memejamkan matanya. Mencoba untuk tenang.
"Mas, itu akan sangat menyakitkan untuk ku. Kau akan menyentuh wanita lain sayang. Apakah aku akan sanggup? kenapa kita tidak mengadopsi anak saja?"
"Laura. Orang tuaku menginginkan darah daging ku. Anak adopsi itu tidak berhak mewarisi kekayaan orang tua angkatnya."
"Tapi Mas, "
"Laura, aku tahu perasaanmu. Kau pasti akan sakit hati mendengar ini semua. Tapi kau akan lebih sakit hati lagi, kalau Mama menyuruhku untuk menceraikanmu karena tahu kau mandul."
Laura tampak berfikir.
Memang benar kalau mertuanya itu sangat menginginkan seorang cucu. Mereka adalah orang kaya. Namun anak mereka cuma satu. Yaitu Arka.
Dan sudah seharusnya Arka itu mempunyai seorang anak untuk meneruskan usahanya nanti.
"Sayang, kalau Mama tahu kamu mandul, aku yakin. Dia juga akan tetap mencarikan wanita lain untuk ku. Dan sama saja kan, aku harus menikahi wanita lain."
"Dan apakah kamu bisa bayangkan, kalau kamu harus hidup berpoligami dalam pengawasan Mama ku, justru Mamaku akan lebih sayang pada menantu, yang sudah memberikannya cucu itu." Arka mencoba memberi pengertian.
Laura mencoba mencerna semua kata-kata Arka.
"Terus kalau ini, maksudmu bagaimana? kau akan berpoligami juga kan?"
"Sayang, poligami ku kali ini, cuma kamu dan aku yang tahu. Mama tidak perlu tahu. Aku akan menyewa seorang wanita, untuk menjadi istriku sampai dia berhasil hamil dan memberiku keturunan. Tapi setelah dia melahirkan, aku akan ceraikan dia. Dan kita akan dapat seorang anak darinya. Darah daging ku." Arka begitu antusias.
"Tapi apa kau tidak akan mencintainya?" tanya Laura penuh kekhawatiran.
" Tidak akan sayang, dia itu sudah bersuami. Dan setelah aku menceraikannya, dia bisa kembali ke pelukan suaminya."
"Apa, bersuami! Kok bisa!"
Laura merasa tidak habis fikir saja. Seorang wanita bersuami, mau di nikahi oleh Arka dan akan menyerahkan anaknya nanti pada pasangan Arka dan Laura. Benar-benar aneh.
"Sayang, aku semakin bingung. Apa maksud kamu? wanita bersuami mana yang akan kau nikahi? kenapa kamu memilih wanita yang bersuami, bukan janda atau perawan. Bagaimana bisa?"
"Bisa saja sayang, karena suaminya sendiri yang meminta uang satu milyar dan menjual istrinya itu padaku."
"Apa! "Laura terbelalak. Dia tak menyangka mendengar cerita itu.
Seorang suami tega merelakan istrinya, untuk orang lain demi uang satu milyar itu.
Astaga, apakah ada suami sekejam itu. Bagaimana nasib istrinya. Batin Laura.
"Tapi, kamu tidak akan jatuh cinta kan pada wanita itu?."
"Ya tidaklah sayang, aku cuma akan mencintai satu perempuan yaitu kamu."
Cup.
Arka mengecup bibir istrinya. Setelah itu dia meminta istrinya untuk melayani kebutuhan batinnya.
***
Aurel masih ada di dekapan ibunya. Tanti dengan penuh sayang, mencoba untuk menimang Aurel agar tertidur.
Mata Aurel menatap lekat ibunya.
"Kenapa sayang... Kamu masih kurang yah mimi cucunya? Nanti yah, Mama mau mandi dulu. Nanti kita mimi lagi yah."
Tanti meletakan Aurel di ranjangnya. Setelah itu, dia melangkah ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi, Tanti tidak melihat Aurel lagi. Aurel hilang entah kemana.
"Aurel...Aurel. Di mana kamu Nak?"
Tanti mencarinya ke setiap sudut rumah.
Sesampai di halaman depan rumah, Tanti melihat sosok suaminya, yang berjalan tergesa-gesa sembari menggendong Aurel.
Tanpa fikir panjang lagi, Tanti mengejarnya. Dia berlari sekuat tenaga untuk bisa merebut Aurel dari tangan Arifin
"Bang...tunggu Bang ! jangan bawa Aurel ! kembalikan dia padaku Bang...!" Teriak Tanti penuh harap.
Di fikirannya saat ini adalah, dia benar-benar tidak mau kehilangan Aurel. Dia tidak akan, membiarkan suaminya membawa Aurel pergi jauh.
Arifin tak menghiraukan teriakan istrinya. Secepat kilat dia membawa Aurel pergi.
Dan pada sampai akhirnya, Arifin tersandung oleh batu, dan diapun ambruk di tanah bersamaan dengan anak bayinya itu.
Tanti berhenti saat dia sudah sampai di tempat Arifin dan Aurel jatuh.
Arifin berdiri.
Tanti mencoba untuk merebut bayinya dari tangan Arifin.
"Bang, berikan Aurel padaku!" pinta Tanti.
"Tidak Tanti. Kau harus merelakan Aurel pergi denganku. Karena nanti sore, Tuan Arka akan menjemputmu."
"Aku tidak mau Bang! Abang jahat...!"
"Kau harus mau Tanti. Karena aku sudah menerima uang satu milyar darinya. Dan aku pun sudah
menandatangani surat perjanjian hitam di atas putih."
Deg.
Tanti terkejut. Inikah takdir yang harus dia jalani. Dia akan berpisah dengan Aurel setelah suaminya menyerahkannya pada Tuan Arka.
Tanti menitikkan air matanya. Bulir bening itu, menghias pipi mulusnya.
"Tapi mau kau bawa kemana Aurel Bang?" tanya Tanti yang masih di rundung kecemasan.
"Tenanglah Tanti, Aurel ini juga anak ku. Mana mungkin aku tega membuangnya. Dia akan aku titipkan pada tempat yang aman."
"Tapi Bang, Aurel itu masih bayi. Dia masih membutuhkan seorang ibu. Tolong mengertilah Bang! kamu mau titipkan dia di mana."
"Terserah akulah Tanti, aku akan bawa kemana anak ini. Dia juga darah daging ku."
" Teganya kamu Bang. Kamu akan memisahkan aku dengan darah daging ku sendiri. Suami macam apa kau ini Bang! menjual istrinya, dan akan memisahkan anak bayinya dengan ibu kandungnya sendiri."
"Keputusanku sudah bulat Tanti. Kau harus menjadi istri simpanan Tuan Arka! setelah kamu berhasil memberikan keturunan untuknya, kau boleh bawa Aurel dan tinggal lagi bersama ku. Kita akan hidup bahagia dengan uang yang di kasih Tuan Arka. Dan hidup kita tidak akan kesusahan lagi." Kata Arifin antusias.
Dia benar-benar mengatakannya dengan penuh nafsu.
"Sebentar lagi aku akan jadi orang kaya. ha...ha..." Tawanya memecah. Membuat hati Tanti semakin teriris.
"Bang, aku nggak mau Bang! di mana perasaan Abang sebagi seorang suami. Aurel itu masih menyusu Bang."
"Sudahlah, jangan terlalu banyak berdebat denganku. Kau jangan lupakan tugas seorang istri. Tugas seorang istri adalah berbakti pada suami. Dan kamu harus nurut menjadi istri simpanan Tuan Arka."
"Apa, Harus nurut! nurut dengan keinginan biadab mu itu?" Tanti mencoba melawan. Bagaimanapun juga dia tidak mau menyerah dengan keadaan. Dia tidak rela kalau tubuhnya harus di perjual belikan.
"Kamu tidak usah memikirkan Aurel. Dia aman bersama ku. Akan aku titipkan aurel pada seseorang. Dan masalah susu, kamu tidak perlu khawatir. Dengan uang Arka, aku bisa membelikan semuanya untuk Putriku tanpa harus aku kerja keras lagi."
Lagi-lagi Tanti berusaha untuk merebut Aurel dari tangan Arifin. Namun Tanti yang malah terdorong dan terhuyung kebelakang. Dan diapun terpental jatuh.
Akhirnya Arifin berhasil membawa Aurel kabur.
Tanti terduduk di tanah. Saat sosok suaminya sudah tak ada lagi di hadapannya. Dia menangisi kepergian Aurel.
Hatinya berasa sangat perih. Kenapa secepat ini dia harus berpisah dengan Putrinya. Putri tercintanya yang baru di lahirkan dua bulan yang lalu.
Ibu mana yang akan rela berpisah dengan anak bayinya. Anak yang masih membutuhkan dekapan sang ibu. Anak yang sangat membutuhkan Asi ekslusif. Dan anak bayi yang butuh sentuhan sang ibu di setiap saatnya.
"Kamu akan membawa kemana anak ku pergi Bang. Jangan sakiti dia!" Ratap Tanti sembari memandang ke langit lepas.
Tanti memandang ke langit. Di atas sana, awan tebal masih menyelimuti langit. Kilatan petir seakan mulai menyambar-nyambar langit yang terlihat tampak kelam itu. Suara halilintar memecahkan kesunyian.
Tanti masih bersimpuh di tempat itu. Suara tangisan Tanti semakin terdengar nyaring. Namun tak ada satu orangpun yang melihat kejadian tersebut.
Karena waktu ini, seperti akan terjadi hujan besar.
Awanpun semakin tebal. Gelap langit semakin terasa. Walau masih pagi, tapi cuacanya sudah sangat mencekam.
Tanti masih bersimpuh. Tak terasa tetesan gerimis itu membasahi tubuh Tanti. Membarengi hujan tangis dalam dirinya.
Hujanpun turun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!