NovelToon NovelToon

Arsen Dan Lavina

(1)Perkenalan

Arsen Mahendra, anak pertama dari keluarga Mahendra. Ia anak laki-laki yang baik dengan senyum menawan. Ia memiliki seorang adik bernaman Lavina Mahendra, cantik dan pintar. Lavina juga jago sekali memasak. Arsen juga sangat suka dengan masakan Lavina.

"Kak tolong ambilin aku minum aku haus."

Lavina memang sangat manja pada kakaknya itu, Arsen membawakan Lavina sebodol air meniral.

"Capek ya habis olahraga? Sini kakak pijiti."

"Enggak usah, kakak bantuin ayah saja sana."

Hedra Mahendra, beliau adalah ayah Arsen dan juga Lavina. Bekerja sebagai dokter bedah disalah satu rumah sakit ternama. Dan di sebalahnya Susi Amirana, istri Hendra atau ayah dari Lavina dan juga Arsen.

"Yah, Arsen boleh bantuin Ayah?"

"Boleh, kamu potong rumput di halaman belakang."

Arsen 21 tahun mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas di Indonesia. Sudah cukup dewasa namun belum memiliki kekasih. Karena perasaan anehnya pada sayang adik. Perasaan yang sebenarnya tak boleh ada, karena diam-diam Arsen jatuh cinta dengan adiknya.

"Senyummu Lavina, tawamu dan juga candamu semua yang ada di dirumu aku suka. Memang aneh, tapi diam-diam aku jatuh cinta padamu." Batin Arsen.

Makan siang Arsen selalu menyisakan kulit ayam untuk Lavina karena Lavina sangat suka dengan kulit ayam. Meski dulu ketika mereka masih kecil sering berebut ayam goreng. Arsen memberikan kulit ayam ke piring Lavina.

"Kakak tahu aja apa yang Vina suka."

Arsen memandangi Lavina, Lavina jadi gugup entah seperti ada getaran aneh juga yang melanda jiwa Lavina.

"Nanti sore kita jalan-jalan ke taman ya?"

"Siap bos."

Sore itu Arsen dan Lavina jalan-jalan ke taman, Arsen membelikan Lavina es krim dan mereka kini duduk di bangku taman. Menikmati pemandangan sore yang indah.

"Vin mungkin ini salah tapi aku jatuh cinta sama kamu. Aku sudah tak bisa menyembunyikan perasaanku ini."

Lavina sedikit terkejut mendengar pengakuan kakaknya itu. Meski sebenarnya ia juga merasakan hal itu. Dan persaan itu selalu menghatui mereka, perasaan cinta yang mengebu-ngebu. Antara Lavina dan juga Arsen.

"Ini salah kak, kita salah. Kita tak boleh seperti ini."

Arsen memeluk Lavina adiknya sendiri, Lavina mencoba melapaskan pelukan Arsen namun tidak bisa.

"Tapi Vi, bukanya cemburu kalau aku dekat dengan Aluna."

Lavina termenung ia tak tahu harus menjawab apa. Dalam hati kecilnya ia juga ingin bersama dengan kakaknya tapi ini terlalu tidaklah mungkin.

"Tapi kak, ini tidak benar kak, kita tidak mungkin bisa bersama."

Lavina yang kini telah meneteskan air matanya itu.

Aresn mengusap air mata Lavina, Arsen sedikit merasa bersalah karena telah mengungkapkan perasaannya ini pada adiknya. Karena pastinya nanti akan membuat Lavina kepikiran. Perasaan yang tidak seharunya ada namun malah mereka rasakan.

"Aku takut kak, Aku takut rasa ini terlalu dalam dan kita tak akan pernah bisa bersama."

Isak tangis Lavina semakin menjadi saja. Arsen memeluk Lavina dan berbisik "kita jalani saja semua ini" sambil mengusap rambut Lavina.

Lavina melepaskan pelukan Arsen, ia tak ingin melakukan kesalahan yang besar. Meski sebanarnya ia juga merasakan perasaan yang sama.

"Mungkin kita memang tak bisa bersama, tapi asal kamu tahu Vin. Aku hampir gila karena memikirkan semua ini, apa kamu tahu Aluna kekasihku yang aku anggap kamu, sama seperti kamu hanya menjadikan Arkan pelampiasan saja."

Lavina memang tak benar-benar cinta dengan Arkan, namun ia juga tak mau bersama dengan kakaknya. Karena pastinya nanti mereka tak akan bisa besama. Hari semakin gelap Arsen mengajak adiknya pulang, karena pastinya jika mereka pulang terlambat ayah dan ibu mereka akan memarahinya. Dan Arsen tidak mau dimarahi, jadi mereka segera bergegas pulang.

Sejak kecil sampai sekarang, Arsen selalu merasa jika kasih sayangnya kedua orang tuanya tertuju pada Lavina. Arsen berfikir karena Lavina anak bungsu, ditambah Lavina juga sangat manja sekali.

Arsen menyentuh tangan Lavina, bahkan Arsen mengenggam tangang adiknya itu. Seakan ia tak mau melepaskan tangan itu, dan jantung Lavina berdetak lebih kencang.

Ponsel Arsen berdering ia menerima pesan dari Aluna. Setelah menerima pesan dari Aluna, Arsen menyuruh Lavina untuk pulang duluan karena Arsen ada urusan. Lavina hanya menurut saja.

Arsen menuju ketempat Aluna, Aluna adalah kekasihnya. Hanya karena kesalah pahaman mau tak mau ia harus menjadi kekasih Aluna. Karena ayah Aluna adalah pemegang saham tertinggi diperusahaan ayahnya. Aluna menyuruh Arsen datang kesebuah hotel, entah apa yang sebenarnya direncanakan oleh Aluna. Arsen telah sampai di depan kamar tempat Aluna menginap.

Dan Aluna membukakan pintu kamarnya, setelah Arsen mengetuk pintu kamarnya.

"Ada apa katakan sekarang, aku enggak punya banyak waktu."

"Kamu bilang, kamu akan selalu ada untukku dan kapan pun."

"Itu dulu sebelum aku menyadari perasaan ku sama orang lain."

Aluna hanya diam saja menatap Arsen. Dan ia menarik Arsen masuk ke dalam kamarnya itu. Dan mereka terjatuh sehingga Arsen jatuh menimpa Aluna, Arsen segera bangun. Ia tak mau melanggati orang gila seperti Aluna. Aluna menjadi ambisius seperti ini setelah ia ditinggal pergi oleh kekasihnya, yang lebih memilih bersama dengan sahabatnya sendiri. Itu memang sakit, dan sekarang ia jatuh cinta lagi, dan ia jatuh cinta pada Arsen. Maka dari itu ia tak akan pernah membiarkan Arsen lari darinya.

Lavina sampai di rumah sendirian, ayah menanyakan Arsen. Dan Lavina menjawab jika Arsen ada urusan. Lavina mandi, ia memikirkan ungkap perasaan Arsen. Namun ia juga tak bisa menyakiti Arkan yang tulus mencintainya.

Aluna lebih tua satu satu di atas Arsen. Dan ia juga berambisi segera menikah dengan Arsen. Meski Arsen sudah menolaknya, dan hanya ingin menjadi kekasihnya saja.

"Arsen, Aku mau kita tidur bersama malam ini."

"Dasar gila."

"Prak.." Aluna melempar ponselnya ke wajah Arsen. Arsen merasakan sakit di pipinya, yang kini terlihat memar berwarna merah kehitam-hitaman itu. Arsen tak membalas perbuatan Aluna, dan ia hanya memilih untuk diam saja.

"Kamu itu bawahan, dan bawahan harus nurut sama atasan."

"Maaf saya harus pergi," ucap Arsen yang langsung keluar dari kamar Aluna.

Arsen magang di kator Aluna, dan menjadi bawahan Aluna. Arsen pulang ke rumahnya, ia tak sabar melihat keadaan Lavina. Lavina pasti marah karena ia tinggal begitu saja.

"Dasar gila, kamu cantik Aluna tapi rasaku untuk Lavina." Batin Arsen.

Aluna akan membuat perhitungan, karena perbuatan Arsen hari ini. Ia tak terima akan perlakuan Arsen hari ini padanya. Karena Arsen itu harusnya menurut denganya.

"Awas saja Arsen kamu akan mendapatkan balasan untuk semua ini."

-Tbc-

(2) Pudar

Arsen mampir toko kue, ia terlihat tengah membungkuskan hadiah untuk Lavina lewat jasa pembungkusan kado. Kue kesukaan Lavina tentunya, trik jitu Arsen untuk melumpuhkan hati Lavina. Pasti Lavina tak akan marah jika diberi hadiah. Arsen segera naik taksi dan pulang ke rumah.

Arsen telah sampai rumah, langsung ditanyai ibunya.

"Arsen, kenapa meninggalkan Lavina? Kenapa Lavina kamu biarkan pulang sendirian?"

"Sekarang Lavinanya di mana Yah?"

"Pergi ke toko buku."

Arsen masuk kamar Lavina dan menaruh bingkisan kue di laci Lavina. Ia segera mandi, dan berniat menyusul Lavina. Arsen menduga jika Lavina marah padanya.

Sudah satu jam Lavina berada ditoko buku itu. Ia membeli sebuah novel, dan kemudian pulang. Ketika ia hendak membayar, Lavina mencari dompernya ia lupa tak membawa dompet. Akhirnya ie memgambil ponselnya dan menelfon Arkan.

"Kan, jemput aku, ditoko buku biasa."

Belum sempat menjawab Lavina langsung menutup ponselnya dan ia juga tak memberi kesempatan untuk Arkan bicara. Arkan langsung saja memakai jaketnya dan menuju toko buku yang dimaksud oleh Lavina. Arkan memang sering mengantarkan Lavina ke toko buku itu. Arkan sendiri heran, karena setiap membeli buku tak pernah di baca Lavina dan palingan yang baca Steffi atau teman-temanya yang lain.

Arkan adalah kekasih Lavina, mereka sama-sama masih kuliah tingkat pertama. Keduanya menjalin cinra sejak SMA. 10 menit kemudia Lavina melihat Arkan diseberang jalan. Dan Lavina langsung saja menuju ke tempat Arkan. Arkan memberikan bebrapa uang lembaran seratus ribu untuk Lavina. Lavina segera membayar dan pulang diatarkan oleh Arkan.

Arkan sangat mencintai Lavina, sejak dulu hingga saat ini. Namun cinta Lavina pudar setelah ia menyadari rasa sayangnya pada Arsen kakaknya sendiri. Rasanya aneh saat ini, entah mengapa Lavina menjadi merasa enggak enak sama Arkan. Ia tak mau membawa Arkan terlalu dalam masuk kedalam hidupnya. Intinya Lavina tak ingin Arkan sakit hati nantinya. Karena jujur saja Lavina tak punya perasaan apa-apa sekarang. Rasanya untuk Arkan mulai memudar.

Arsen hanya penutup agar tak ada yang tahu jika Lavina mencintai kakak kandungnya itu. Perasaan yang sebenarnya tak boleh ada itu. Arsen yang menyusul Lavina melihat Lavina diboceng Arkan. Entah mengapa Arsen sedikit kesel melihat Lavina dibonceng sama Arkan. Arkan si cowok kalem yang memiliki pesona bintang.

Akhirnya sampai juga didepan rumah Lavina, Lavina turun dari motor Arkan.

"Makasih yah Kan.".

"Sama-sama, bukanya biasanya begini ya? Lavina yang manja dan merepotkan tapi aku cintai." Ucap Karel yang tiba-tiba saja mencium kening Lavina. Lavina sedikit kaget, dan Arkan langsung saja pamit, karena ia tak mau mendengar ocehan Lavina. Perlahan Lavina membuka pintu rumahnya itu. Dan ternyata ada ayahnya di sana.

"Darimana aja kamu? Katanya ke toko buku kok lama sekali?"

"Dari rumah temen ngerjain tugas Yah."

"Tadi kamu diantar sama siapa, pacar ya!" goda Ayahnya.

"Apaan sih Yah, dia itu anak om Roy teman Ayah itu loh."

Lavina menaiki tangga dan menuju kamarnya, ia melihat hadiah dari Arsen. Lavina tersenyum, karena ia tahu pasti Arsen mau menyogoknya dengan kue itu.

Arsen juga sudah sampai rumah, ia langsung saja naik menuju kamarnya. Saat ini Arsen masuk kedalam kamarnya. Kamar Arsen dan Lavina memang berdapingan. Arsen bersandar di tembok yang merupakan pembatas kamar Mereka.

"Vin, Lavina." suara Arsen.

Lavina yang mendengar suara Arsen langsung bersandar juga di tembok pembatas kamar mereka. Kini hanya dinding yang mengahalangi mereka.

"Maaf kakak enggak maksud ninggalinkamu tadi. Kakak ada urusan."

"Udahlah kak, kakak tadi ketemu sama kak Aluna kan?".

"Tadi kakk malah lihat kamu di cium Arkan."

Lavina terdiam sejenak, "Jadi kakak tahu tadi ketika Arkan menciumku? Apa kakak cemburu?" Batin Lavina.

"Sudahlah Kak, kita memang saling cinta tapi ingat kita ini sedarah. Kita tidak ditakdirkan bersama."

Air mata Lavina terjatuh seketika, ia tak ingin Arsen tahu jika saat ini ia sedang menangis.

"Tapi aku hampir gila dengan perasaan aneh ini, rasa ingin memilikimu Vin."

Mereka sama-sama bersadar ditembok, batin mereka sama-sama tersiksa. Rasanya seperti berperang tapi bukan dengan pistol, atau senjata lainnya. Tapi rasanya ini lebih sakit, berperang dengan hati. Saat kisah cinta mereka tak dapat bersatu. Karena hubungan darah sebagai kaka adik.

"Kenapa Vin, kenapa kita harus dilahirkan sebagai kakak adik kenapa? Kenapa kita harus lahir di hamin yang sama?"

Suara isak tangis Lavina terdengar ditelinga Arsen. Suara yang Lavina tutupi, malah didengar Arsen.

"Jika bisa memilih kak, aku enggak ingin hidup kaya gini."

Suara Lavina terdengar parau, karena ia menangis. Dan mereka hanya terdiam, Lavina berbaring di kasurnya itu. Sementar Arsen keluar kamarnya dan menuju kamar mandi. Kamar mandi di kamar Arsen memang sedang rusak.

Arkan memegangi bibirnya yang tadi ia gunakan untuk mencium kening Lavina. Memang bukan rahasia umum lagi kalau Arkan sangat mencintai Lavina. Dan banyak pihak yang berpendapat jika mereka telah pacaran. Arkan senyum-senyum sendiri saat membayangkan ketika ia mencium Lavina tadi. Arkan sangat bahagia, meski banyak wanita yang mengejarnya namun hanya Lavina yang Arkan cintai.

Arsen baru saja selesai mandi, ia tak mendengar suara apa pun dari dalam kamar adiknya itu. Memang biasanya Lavina sering sekali memutar musik. Dan kali ini tidak terdengar musik sama sekali.

"Apa dia sedang belajar yah? Aku takut ketika kitq saling tahu rasa ini kita malah berjauh-jauhan." Batin Arsen.

Lavina tengah memikirkan perasaanya itu. Perasaanya pada Arsen perasaan yang tak seharusnya ada. Tapi kenapa ada, jadi serba salah. Apalagi sekarang ia tahu jika Arsen juga merasakan hal yang sama dengannya. Sungguh cinta menyiksa mereka, jika orang tua mereka tahu akan hal ini tak tahu apa yang akan mereka lakukan pada Arsen dan Lavina.

Lavina sering pergi ke bar bersama dengan Aldo dan juga Steffi. Mereka adalah sahabat Lavina, dan ditambah Arkan. Lavina yang melihat ponselnya penuh dengan panggilan tak terjawab dari Aldo dan Steffi. Lavina membalas dengan pesan jika dirinya masih dalam keadaan tidak baik.

Aluna merasa ada yang aneh dari hubungan

Arsen dan Lavina. Aluna sempat mengambil ponsel Arsen, dan didalam galeri Arsen banyak sekali foto Lavina. Dan ini tak seharusnya ada, itulah yang ada dalam fikiran Aluna. Karena terlalu aneh saja seorang kakak menyimpan foto adiknya begitu banyak seperti ini.

"Aku harus cari tahu, apa yang sebenarnya terjadi!"

Aluna mulai curiga jika Arsen menaruh hati dengan Lavina, dan itu bisa jadi senjata Aluna agar bisa bersama dengan Arsen.

-Tbc-

(3)Kecurigaan Aluna

Arsen baru saja ingat jika ponselnya dibawa oleh Aluna. Ia takut Lavina chat macam-macam dan akhirnya semuanya terbongkar. Tiba-tiba saja Arsen masuk kedalam kamar, dan Lavina seperti ingin berteriak. Tapi saat tahu yang masuk adalah Arsen, Lavina mengatur nafasnya kembali. Menarik nafasnya agar lebih tenang.

"Ada apa kakak kemari?"

"Jangan keras-keras."

"Kakak cuma mau ngomong jangan chat nomor kakak, soalnya ponsel kakak ada sama Aluna."

Lavina tengah mencerna ucapan Arsen kakanya itu. Ia berfikir kenapa ponsel kakaknya ada pada Aluna, apakah kakaknya itu tukeran ponsel dengan Aluna. Lavina cemburu karena kini Arsen lebih mementingkan Aluna daripada dirinya. Melihat expresi Lavina, Arsen langsung menjelaskan jika dirinya dan Aluna tak ada hubungan apa-apa.

Mereka hanya sebatas atasan dan bawahan, dam Arsen juga harus menerima Aluna sebagai kekasihnya. Aresen menjelasakan jika Aluna yang mengambil paksa ponselnya itu. Lavina mengangguk, tanda jika ia mengerti. Mereka berdiri berhadap-harapan dan saling pandang. Arsen menjauh dari Lavina dan berjalan meninggalkan Lavina, namun langkahnya terhenti saat Lavina menarik tanganya.

Dan tiba-tiba saja Lavina memeluk Arsen dengan sangat erat, seakan tak ingin melepaskan kakaknya itu.

"Aku percaya sama kakak, tapi aku rasa kakak harus menerima Aluna sebagai kekasih kakak."

Arsen melepaskan pelukan Lavina, dan menatap sang adik.

"kakak enggak akan sama siapa pun, karena kakak maunya sama kamu. Status kakak dengan Aluna hanyalah pura-pura saja."

"Tok..tok..tok." suara pintu diketuk dan suara ibu memanggil nama Lavina.

"Kak ngumpet."

Arsen langsung saja masuk ke kolong kamar Lavina agar tidak ketahuan oleh sang ibunya

"Iya bu, ada apa?"

Lavina kemudian membuka pintu kamarnya.

"Itu ibu nyari rollan rambut kok enggak ada."

Lavina pura-pura seperti berfikir, di mana rollan rambut ibunya.

"Em, aku juga tidak tahu."

"Ya udah mama tunggu di meja makan."

Lavina mengangguk, ibu Lavina turun meja maka. Setelah situasi aman Arsen keluar dari kolong tempat tidur Lavina.

"Kok kamu doang yang dipanggil Vin ? Kenapa aku enggak? Akukam juga anak mereka?"

Lavina hanya diam saja, ia tak mengerti apa maksud Arsen. Karena memang sejak dulu anak bungsu lah yang dimanja.

"Kenapa ya mungkin karena aku sakit kak, kamu tau kan gue harus minum obat tepat waktu."

Suara Lavina berat, ia kembali ingat jika dirinya sedang sakit dan harus rajin minum obat.

Arsen merasa bersalah telah bertanya seperti itu pada Lavina. Lavina sakit jatung, jantung Lavina mempunyai kelainan sejak lahir. Dan karena itulah ibu lebih sayang dengan Lavina ketimbang Arsen. Lebih perhatian dengan Lavina, karena Arsen sehat-sehat saja. Dan Arsen juga bisa melakukan segalanya sendiri.

Sedangkan Lavina ia berlari saja tidak sanggup, selalu absen saat pelajaran olahraga saat masih sekolah. Jantungnya sering terasa sesak apa lagi jika musim dingin. Dari kecil Arsen lah yang selalu menjaga Lavina. Bahkan dulu Lavina pernah pingsan dijalan, dan Arsen juga yang mengendong Lavina sampai rumah. Dan sampai rumah Arsen juga yang dimarahi ibu dan ayahnya.

"Bukan itu maksud kakak, mungkin saja kakak bukan anak kandungan mereka."

Senyum Lavina mengembang saat mendengar ucapan Arsen tadi. Namun ia juga tak mau berharap yang bukan-bukan dan yang hanya sebuah harapan kosong saja.

"Dan itu tandanya kita bisa bersama kak?"

"Tapi kita harus cari tahu dulu, jangan terlalu berharap. Takutnya hanya bikin hati kita sakit."

Arsen keluar dari kamar Lavina dan menuju meja makan. Mereka menuruni tangga secara bergantian dan duduk di kursi.

"Sen, gimana dengan magangmu di kantor Aluna?"

"Beres kok Yah, oh ya Yah kapan kita liburan?"

Ayah hanya tersenyum saja, karena menurutnya liburan tidaklah penting. Karena pekerjaan kantor sangatlah banyak, dan harus diselesaikan.

"Iya Yah, aku juga ingin liburan, pusing tahu mikir mulu." Ucap Lavina dengan gaya manjanya itu.

"Kamu nanti liburan sama kakak aja yah."

"Berdua sama kak Arsen gitu?"

"Iya, Ibu yakin Arsen bisa menjaga kamu dengan baik."

Dalam hati Lavina ia senang sekali bisa berduaan dengan Arsen.

"Oh ya Vin, kamu boleh ajak Steffi sama Aldo."

"Dan kamu Sen jangan lupa ajak Aluna, tapi kalau ada Aluna jangan lupa tanggung jawab kamu sama adikmu."

Seketika saja wajah Lavina berubah muram saat mendengar nama Aluna. Dan mereka akhirnya menyantap hidangan makan malam mereka.Selesai makan Lavina dan Arsen langsung naik ke kamar mereka masing-masing. Arsen menarik tangan Lavina sebelum Lavina masuk kedalam kamarnya.

"Tenang saja, aku enggak akan ngajak Aluna."

Lavina senang karena Arsen tidak akan mengajak Aluna, namun kini Lavina jadi bingung kalau ia tidak mengajak Arkan pasti Steffi dan Aldo curiga.

" Entah ini jalan yang salah atau benar, jika memang Lavina adik hamba. Tolong tuhan, tolong hilangkan perasaan ini dari hati saya dan juga hati Lavina. Rasanya saya gila, saya punya kelainan karena saya mencintai adik saya sendiri. Seharusnya ini tidak terjadi, dan seharusnya cinta ini tak ada. Saya berdosa karena mencintai adik saya sendiri."

-Arsen-

Sang fajar telah menampakkan sinarnya, Lavina terbangun dari mimpi indahnya itu. Ia melihat barang-barang sudah tertata rapi.

"Eh anak ibu yang cantik udah bangun."

"Ibu, ini ada apaan sih?"

"Katanya mau liburan, ibu udah siapin semua dan ibu juga udah kasih tahu Aldo sama Steffi, dan kamu tinggal berangkat saja."

"Kak Arsen dimana?"

"Kak Arsen sudah ada di villa mama, dan kamu tinggal nyusul sama temen-temen kamu."

Lavina langsung saja mandi. Setelah siap, ia melihat Steffi dan Aldo telah datang kerumah. Lavina sedikit bingung saat melihat Arkan juga ikut. Aldo yang menyetir mobil, Lavina dan Arkan duduk dibelakang.

Akhirnya sampai juga di villa keluarga Lavina dan ternyata disana sudah ada Arsen, Aluna dan juga Kiki. Kiki adalah teman Arsen, Arsen sengaja mengajak Kiki agar kiki bisa membatunya mengahadapi cewe gila seperti Aluna itu. Arsen sedikit kaget saat mekihat Arkan, ia ingat saat Arkan mencium kening Lavina kemaren.

Arsen mengantarkan Lavina kekamarnya, ia membawakan barang-barang Lavina masuk. Arsen tak mau sang adik kecapean.

"jangan cemas," Bisik Arsen saat berada didalam kamar.

Dan pada saat itu juga Aluna menguping pembicaraan Arsen dan Lavina. Lavina hanya memandangi Arsen,

"Jangan biarkan liburan kita rusak."

"Tidak tenang saja."

Arsen memeluk Lavina, dan diam-diam Aluna merekam kejadian itu. Aluna mulai yakin jika Arsen menaruh hati pada Lavina.

"Aku sayang sama kamu Vin, kakak tidak akan biarkan siapun merusak momen bahagia kita ini."

Aluna mendengar percakapan Arsen dan juga Lavina.

-Tbc-

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!