NovelToon NovelToon

CINTA BERKALANG KABUT

Berharap Ini Hanya Mimpi

Bumi yang dipijak Aina rasanya runtuh saat ia diminta untuk mengenali siapa pria yang terbaring di ruangan mayat itu.

Kemeja merah hitam kotak-kotak, adalah hadiah Aina untuk Fatar setahun yang lalu saat Fatar berusia 26 tahun. Aina tak mungkin lupa karena semalam saat video call dengan Fatar, lelaki itu menggunakan kemeja ini.

"Tidak mungkin!" Aina menggeleng. Semalam Fatar baik-baik saja. Fatar baru setahun yang lalu mengambil sumpahnya sebagai seorang dokter. Ia baru saja bekerja di salah satu rumah sakit ternama di kota ini.

Fatar yang bulan depan akan menikahinya.

Tangan Aina bergetar menatap cincin pertunangannya dengan Fatar.

"Nona.....!" dokter perempuan itu menyentuh pundak Aina.

"Tidak.....!" Aina langsung memeluk tubuh kaku Fatar dengan beberapa memar di wajahnya. "Ini nggak mungkin kamu, sayang. Fatar, jangan lakukan ini. Buka matamu...!" Aina berteriak histeris.

Putri, sahabat Aina yang datang bersamanya saat ditelpon oleh polisi langsung memegang tangan Aina. "Ai, kuatkan dirimu."

"Bagaimana aku bisa kuat. Tadi malam Fatar baik-baik saja. Fatar orangnya sangat berhati-hati saat membawa kendaraan. Bagaimana ia bisa mengalami kecelakaan ini?"

"Mobilnya masuk jurang. Pengemudinya tak menggunakan sabuk pengaman sehingga ada benturan di dada dan kepalanya." kata dokter perempuan itu yang diketahui bernama Wati.

"Air bag mobilnya tak terbuka?" tanya Aina.

"Mobil itu adalah mobil klasik yang belum ada air bag nya." kata polisi yang bernama Arya.

"Mobil klasik? Mobil Fatar adalah mobil sport baru yang dihadiahkan orang tuanya saat Fatar menjadi dokter." Aina jadi heran.

"Anda, tunangannya korban kan? Setidaknya itu nama yang kami baca paling atas ditelpon korban sebelum kecelakaan."

"Iya." Aina bersandar di dinding. Putri memegangnya. Perempuan itu nampak pucat. "Lalu mobil siapa yang dikemudikan oleh Fatar?" hanya Aina sambil terus menangis.

"Mungkin itu mobil milik perempuan yang bersamanya saat kecelakaan." kata Arya lagi. Tangannya menunjuk ke tempat tidur yang ada di sebelah tempat tidur tempat Fatar di baringkan.

"Perempuan?" Aina menjadi semakin bingung.

"Ya. Perempuan itu duduk di samping tunangan anda. Dia juga meninggal karena mengalami benturan yang keras di perutnya sehingga ia mengalami keguguran dan akhirnya kehabisan darah karena mayat mereka baru ditemukan oleh petani yang melintas di jalan itu tadi subuh. Nona, apakah anda mengenali perempuan ini?" tanya Arya.

Aina menguatkan hatinya. Ia melangkah mendekati brangkar tempat mayat perempuan itu di baringkan. Wajahnya juga sangat pucat. Perempuan berambut hitam lurus. Wajahnya terlihat cantik. Seperti gadis dari negeri Korea.

"Kami tidak menemukan identitas apapun pada perempuan ini. Iya bahkan tak membawa ponsel."

Aina menggeleng. Ia sama sekali tak mengenalnya.

"Anakku.....!" perhatian Aina teralihkan dengan kedatangan keluarga Fatar.

Dessy, ibunya Fatar, datang sambil meraung-raung. Di belakang perempuan itu ada Vijai Chavan. Ayah Fatar memang keturunan India.

"Anakku....tidak.....!" Dessy memeluk tubuh putranya. Perempuan itu pun nampak hancur. Putra bungsunya, dan satu-satunya anak lelaki di rumah mereka.

Vijai Chavan pun memeluk tubuh putranya. Hati orang tua mana yang tak hancur saat tahu kalau anaknya harus meninggal dengan tragis seperti ini.

Setelah puas menangis, Dessy menguatkan hatinya. Ia menoleh ke samping dan nampak Aina ada di sana. Wanita paru baya itu langsung memeluk calon menantunya dan kembali histeris.

"Aina....Aina sayang, bagaimana Fatar bisa menikahi mu?"

Dessy memeluk Aina dengan erat membuat posisi tubuh Aina kini menghadap ke mayat perempuan itu. Aina sebenarnya tak peduli dengan mayat itu sampai matanya menatap anting-anting yang dikenakan perempuan itu. Anting-anting dengan gantungan dolphin. Persis seperti yang diberikan Fatar padanya saat mereka bertunangan.

Siapa perempuan itu? Tanya Aina sangat penasaran. Dan ia ingin mencari tahu kebenarannya.

*************

Aina membaringkan tubuhnya di atas makam Fatar yang masih basah. Ia tak peduli gaun hitamnya menjadi kotor karena hujan yang turun setelah proses pemakaman selesai.

"Nak, ayo bangun! Nanti kamu sakit." Diana, ibunya Aina memeluk putrinya. "Jangan seperti ini, nak. Istighfar. Kamu harus merelakan kepergian Fatar. Ini sudah kehendak Allah."

"Mengapa, Bu? Mengapa Allah begitu kejam memisahkan kami? Sebulan lagi kami menikah."

"Sabar anakku." Hati Diana juga hancur melihat putrinya yang nampak putus asa. "Jangan berkata Allah kejam. Itu dosa."

Dessy ikut berjongkok di samping Diana. Ia memegang pundak Aina. "Anakku, kamu harus belajar ikhlas, nak. Ibu juga hancur. Tapi mau bagaimana lagi? Sekeras apapun kita menangis dan merintih, Fatar tak akan pernah kembali lagi."

"Benar, sayang. Ayo kita pulang, sebentar lagi magrib."

Diana dan Dessy mengangkat tubuh Aina. Gadis itu langsung pingsan.

Di makam itu sudah sepi. Diana dan Dessy tak mungkin mengangkat tubuh Aina karena kedua wanita itu pun sedang lemah. Beberapa lelaki yang bersama mereka sudah menunggu di tempat parkir.

"Mari Bu, aku bantu." Seorang lelaki tiba-tiba saja muncul. Ia berpostur tubuh tinggi dan kekar. Tanpa banyak bicara, ia langsung mengangkat tubuh Aina ke gendongannya dan melangkah tergesa karena hujan yang mulai turun.

"Aina kenapa ?" tanya Sahrul, papanya Aina.

"Aina pingsan, pa." ujar Diana dengan wajah khawatir.

Sahrul langsung membuka pintu mobil dan meminta agar Aina diletakan di jok belakang mobilnya.

"Kami akan membawa Aina ke rumah sakit." ujar Sahrul pada keluarga Fatar lalu segera masuk ke dalam mobilnya. Diana duduk di belakang sedangkan pemuda yang tadi mengangkat tubuh Aina, kini entah kemana.

**********

3 hari Aina di rawat di rumah sakit. Tubuhnya lemah karena Aina tak bisa makan. Sekuat apapun ia mencoba tegar, nyatanya Aina belum bisa melupakan kematian sang tunangan.

Hari ini Aina sudah diperbolehkan pulang. Mamanya dan papanya menjemput Aina bersama Putri sahabat karibnya.

Aina menangis lagi begitu ia minta diantarkan ke makam Fatar.

"Aku tahu ini sangat menyakitkan untukmu. Tapi jangan sakiti dirimu sendiri. Kamu harus belajar mengikhlaskan kepergian Fatar. Hanya dengan itu, maka kamu akan bisa menerima rasa kehilangan ini."

Aina memeluk Putri sahabatnya. Kedua orang tua Aina bersyukur karena persahabatan keduanya terjalin erat semenjak mereka sama-sama masuk SMP hingga kini. Putri mampu menenangkan Aina bahkan mengajaknya untuk pulang ke rumah.

Satu jam kemudian, Aina tertidur karena pengaruh obat yang diminumnya. Dalam tidurnya, ia memimpikan seorang perempuan cantik berambut hitam, bermata sipit dengan kulit putih pucat. Ia sangat cantik, menarik dan senyumnya begitu manis. Perempuan yang menggunakan anting-anting dengan gantungan dolphin.

Aina tersentak bangun. Ia membuka matanya dengan perasaan yang tiba-tiba saja menjadi gelisah. Dia ingat dengan sangat jelas wajah wanita itu. Tapi siapa? Mengapa wanita itu bisa bersama Fatar?

Perlahan Aina pun turun dari ranjangnya. Ia segera ke kamar mandi dan mencuci wajahnya. Setelah itu ia mengganti pakaiannya yang basah karena keringat. Aina duduk di depan meja riasnya. Menatap wajahnya yang pucat dengan mata panda yang membuat penampilannya menjadi berantakan.

Kenangan pertemuannya pertama kali dengan Fatar terbayang lagi. Waktu itu, Aina masih kelas 3 SMA. Ia menyeberang jalan dengan tergesa-gesa karena mendapatkan kabar kalau papanya tiba-tiba saja pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Bus yang ditumpanginya dari sekolah berhenti di seberang jalan.

Bunyi ban mobil yang diinjak secara mendadak menyadarkan Aini kalau dia sudah menyeberangi jalan tanpa melihat situasi kendaraan yang berlalu-lalang. Ia pun jatuh di depan sebuah mobil dengan ketakutan yang amat sangat.

Pengendara mobil itu turun dan segera mendekati Aina. "Nona, kamu baik-baik saja?" tanya pria itu.

Aina mengangkat wajahnya. Matanya langsung bertemu dengan mata hitam, berbulu mata tebal dan alis yang tebal pula.

"Aku....aku.....!"

Pria itu membantu Aina berdiri. "Maaf kalau aku melukaimu."

"A...aku yang salah karena menyeberang jalan tanpa memperhatikan sekeliling. Maafkan aku ya, kak." Aina membungkuk hormat dan segera berlari menuju ke rumah sakit.

Perkenalan yang singkat namun sangat berkesan bagi Fatar. Karena hanya selang 2 jam, Fatar mencari Aina di dalam rumah sakit. Menurutnya, ia mencari Aina karena ponsel gadis itu jatuh saat Aina terjatuh tadi.

"Ini ponselmu." kata Fatar. "Aku Fatar."

Aina menerima ponselnya dari tangan Fatar, memindahkannya ke tangan kirinya, lalu menjabat tangan Fatar yang terulur. "Aku Aina. Aina Jasmin Kurniawan."

"Fatar Krisna Chavan." Fatar menyebut nama lengkapnya juga.

Tatapan keduanya bertemu. Aina merasakan jantungnya berdetak sangat kencang.

"Boleh aku tahu nomor teleponmu?" tanya Fatar.

"Untuk apa?"

"Agar aku tahu bagaimana menghubungimu jika aku rindu."

*************

Tolong bilang ini hanya mimpi

Ku merindukanmu setengah mati

Tuhan Kau tau aku menyayanginya

Tapi ternyata Kau lebih sayang dia

Datanglah sebentar hari ini

Walaupun sekedar lewat mimpi

Aku ingin pulang

Ku ingin mengadu

Secepat itu kau pergi tinggalkan diriku

Bagaimana

Jika ku merindukan dirimu

Jika ku butuh hangat pelukmu

Tak bisa kau kembali padaku

Bagaimana

Cara ku hidup tanpa dirimu

Kuatkah ku lanjutkan hidupku

Tanpamu

Tuhan jaga dia untukku

tenanglah kau di sana, tidurlah yang nyenyak

ku lanjutkan mimpimu

semoga kau di sana melihatku bangg

Lagu milik Ghea Indrawari mengiringi langkah Aina yang kembali datang ke makam Fatar. Sore ini dia datang sendiri. Membawakan bunga anyelir warna merah. Bunga yang pertama diberikan Fatar padanya saat datang ke rumahnya.

"Bagaimana caraku mengatasi rindu ini, sayang? Hanya kamu obat atas rasa rindu yang aku alami. Fatar...., kok kamu tega meninggalkan aku sendiri." Aina memeluk papan yang bertuliskan nama Fatar. Sampai akhirnya perempuan itu menyadari, ada makam baru di samping makam Fatar. Sepertinya ada yang baru dikebumikan tadi pagi. Karena kemarin saat Aina datang ke sini, makam itu belum ada.

Aina melihat ada seorang lelaki yang datang. Ia meletakan bunga di atas makam itu. Aina seperti pernah mengenalnya. Tapi di mana?

**********

Hai, selamat datang di novel emak yang baru.

Semoga suka ya....

tolong dibagikan ke teman-teman kamu ya?

Fatar Lelaki Baik

Perlahan Aina berdiri. Ia menghapus air matanya. Lelaki itu masih berdiri menatap makam itu. Ia berpostur tinggi dan nampak kekar. Wajahnya menggunakan masker dan dia memakai kacamata hitam.

"Aina......!"

Aina menoleh dengan kaget mendengar namanya dipanggil. Air matanya kembali mengalir. "Kakak....!"

Aira memeluk adiknya. Ia tahu bagaimana sayangnya Aina pada Fatar. Lelaki yang adalah cinta pertama Aina.

"Maaf kakak baru datang. Denis sakit dan harus dirawat di rumah sakit." Aira melepaskan pelukannya. Ia menghapus air matanya adiknya. "Kakak tahu ini sangat sulit. Tapi kamu harus belajar menerima kenyataan ini walaupun berat."

Aina mengangguk. Aira pun mengusap papan yang bertuliskan nama Fatar. Ia mengenal Fatar sebagai lelaki yang baik. Aira percaya Fatar mampu memberikan kebahagiaan. Agi Adiknya. Kenyataan justru berkata lain. Fatar tidak ditentukan untuk berjodoh dengan Aina.

"Kita pulang yuk! Sudah mau magrib. Nggak baik ada di kuburan." Aira menggandeng tangan adiknya. Mereka pun melangkah meninggalkan kompleks pemakaman itu.

Aina masih melihat kalau lelaki itu ada di sana. Mungkin dia juga enggan meninggalkan makam karena orang terkasihnya baru saja meninggal.

************

"Hai.....!" sapa Fatar sambil membawa bunga anyelir di tangannya.

Aina tersenyum melihat kedatangan lelaki yang sering dimimpikannya akhir-akhir ini.

"Kok bisa tahu rumah aku di sini? Kamu mengikuti aku ya?" Aina memasang wajah curiga.

"Nggak. Aku tahu alamat mu dari papa ku."

"Papamu? Memangnya papamu tahu tentang aku?"

"Ya. Papaku Vijay Cavay."

"Dokter Vijay? Itu kan dokter papaku."

Fatar tersenyum. "Aku pernah beberapa kali mengantarkan papa ke sini. Namun nggak turun karena aku nggak tahu kalau ada bidadari di sini."

"Ih...kamu bisa saja." Itulah awal manis antara Fatar dan Aina. Saat itu Aina masih kelas 3 SMA dan Fatar sudah mahasiswa kedokteran semester 6. Cinta pertama yang manis, ditambah lagi dukungan kedua orang tua membuat hubungan itu sangat direstui.

Fatar yang lembut, Fatar yang perhatian, Fatar yang membuat Aina banyak dicemburui oleh para gadis karena merasa Aina sangat beruntung dicintai oleh lelaki setampan dan seromantis Fatar.

**********

"Aina, kamu melamun?" tanya Aira, kakanya.

Aina tersenyum. "Aku hanya mengingat pertemuan awal antara aku dan Fatar, kak."

Aira duduk di samping adiknya. Keduanya kini ada di teras belakang rumah orang tua mereka. "Fatar lelaki yang baik ya ?"

"Ya. Hanya saja, diakhir kehidupannya, Fatar meninggalkan tanda tanya besar yang tak ada yang bisa menjawabnya. Ia mengalami kecelakaan bersama seorang wanita. Wanita tanpa identitas. Wanita itu sedang hamil saat mereka mengalami kecelakaan."

"Apa? Kamu nggak tanya siapa wanita itu?"

Aina menggeleng. "Dia mayat tanpa identitas. Aku juga belum menanyakan pada orang tua Fatar karena mereka masih berduka. Lagi pula, orang tua Fatar mengatakan kalau mereka tak mengenal perempuan itu saat mereka mengurus jenasah Fatar."

"Mungkin perempuan itu hanya menumpang di mobilnya Fatar. Maklumlah Fatar kan seorang dokter."

Aina menarik napas panjang. "Aku nggak tahu, kak. Masalahnya Fatar mengalami kecelakaan dengan mobil yang lain."

Aira menatap adiknya. "Lalu itu mobil siapa?"

"Aku nggak tahu, kak."

"Nggak tanya ke polisi yang menangani kecelakaan itu."

"Belum sempat karena setelah Fatar dikebumikan, aku justru masuk rumah sakit."

"Kamu mau menyelidiki siapa perempuan itu?"

"Perempuan itu datang di mimpiku."

Aira mengusap punggung adiknya. "Sebaiknya kamu jangan selidiki, de. Yakinlah kalau Fatar itu lelaki baik. Kalau mimpi itu datang lagi, segera sholat. Jangan biarkan pikiranmu menjadi kosong."

Aina mengangguk. "Kak, mas Tio nggak ikut ke sini?"

Aira menggeleng. "Kamu kan tahu dia sibuk."

"Mas Tio sudah jadi jaksa yang terkenal ya."

"Alhamdulillah."

"Kakak bahagia kan menikah dengannya. Walaupun kalian hanya dijodohkan, namun aku yakin kalau mas Tio sangat mencintai kakak. Makanya dia tak mau membatalkan perjodohan kalian."

Aira hanya mengangguk sambil tersenyum. Ia tak ingin adiknya melihat kesedihan yang sudah lama ditahannya. Kesedihan yang sebenarnya ingin ia ceritakan tapi untuk saat ini tak mampu ia katakan karena keadaan adiknya yang sedang berduka.

"Kak, gimana kabar mantan pacar kakak waktu kuliah di Australia? Dulu kan kakak bilang kalau sehari sebelum kakak menikah, dia datang mencari kakak dan bermohon agar jangan menikah dengan mas Tio. Apakah dia sudah menikah juga?"

Aira mengangkat kedua bahunya. "Entahlah. Mungkin juga sudah. Karena kami kan sudah 6 tahun tak pernah ketemu. Oh ya, setelah ini rencanamu apa?"

"Entahlah. Mungkin mencari pekerjaan. Aku baru saja diwisuda 2 bulan yang lalu. Sebenarnya aku ada tawaran kerja di sebuah bank swasta namun Fatar tak mengijinkan. Dia mau kalau kami menikah dulu. Dia ingin punya anak di usia muda. Sayangnya, dia justru pergi diusia yang masih sangat muda."

Aira memeluk adiknya. "Sabar, sayang."

Kedua kakak adik ini memang saling menyayangi. Aina berusia 7 tahun lebih tua dari adiknya.

**********

"Pak Arya?" panggil Aina saat melihat polisi yang menangani kecelakaan Fatar itu ada di kompleks makam ini. Aina baru saja selesai mengunjungi makam Fatar.

Polisi muda yang tampan itu menoleh. Ia mengerutkan dahinya. "Oh....Aina kan?"

Aina mengangguk. "Bapak ngapain di sini?"

"Aku mengunjungi makam ayahku."

"Oh...Fatar juga di kuburkan di sini."

"Aku tahu. Ia dikuburkan di samping perempuan yang sama-sama mengalami kecelakaan bersamanya kan?"

"Apa?"

Arya kaget melihat ekspresi Aina. "Memangnya kamu tak tahu? Orang tua Fatar mengambil mayat perempuan itu 3 hari setelah Fatar dimakamkan. Aku sendiri yang ikut mengantarkan jenasahnya di sini."

"Memangnya identitas perempuan itu sudah diketahui?" tanya Aina semakin penasaran.

"Ya. Orang tua Fatar mengenalinya. Orang tua Fatar juga meminta saya untuk tak meneruskan penyelidikan kecelakaan Fatar. Karena memang diketahui bahwa mobil itu kecelakaan sendiri. Tak ada tanda-tanda kesengajaan dalam kecelakaan itu."

Aina terkejut. Jadi orang tua Fatar mengenal perempuan itu? Tapi kenapa mama dan papa Fatar mengatakan kalau mereka mengenal perempuan itu?

"Aina, kamu kenapa ?" Arya memegang tangan Aina. Gadis itu tiba-tiba saja merasa pusing. Arya menuntun Aina berjalan menuju ke tempat yang lebih teduh karena walaupun sore sudah menunjukan pukul setengah lima namun matahari memang masih bersinar dengan teriknya.

Setelah Aina duduk di bangku beton, Arya pun membuka tas punggung yang dibawahnya. "Ini ada air mineral. Masih disegel. Minumlah."

"Terima kasih." Aina menerima botol air mineral itu, membuka segel dan penutup botolnya lalu meminumnya sampai setengah isi botol.

"Kamu sudah merasa lebih baik?" tanya Arya penuh perhatian.

"Sudah. Terima kasih ya, pak."

"Sama-sama. Jangan panggil aku dengan sebutan bapak. Usia kita pasti tak selisih jauh. Aku usianya 27 tahun. Dan kamu?"

"22 tahun. Aku panggil kakak saja ya?"

Arya mengangguk sambil tersenyum. "Itu kedengarannya lebih bagus dari pada sebutan bapak."

Aina menarik napas panjang. "Aku ingin melihat nama perempuan itu." Aina melangkah meninggalkan Arya. Ia bahkan sedikit berlari memasuki kompleks makam. Matanya menatap sebuah makam yang ada di sebelah makam Fatar. Sebuah nama tertulis di sana.

WILMA GUNAWAN. Perempuan itu memiliki tahun kelahiran yang sama dengan Fatar. Bulannya saja yang berbeda.

Aina mengambil ponselnya dan memotret papan yang bertuliskan nama perempuan itu lalu ia segera pergi.

"Aina, mau kemana?" ternyata Arya masih menunggunya.

"Aku mau pergi, kak."

"Aku antar saja."

"Aku bisa naik taxi."

Arya memegang tangan Aina dan menarik gadis itu. "Ayo aku antar kamu pulang. Kamu kelihatannya sedikit terguncang."

Aina menurut. Ia memilih ikut dengan polisi muda itu.

"Alamatmu di mana?" tanya Arya saat mobil mulai meninggalkan kompleks pemakaman.

Aina menyebutkan sebuah alamat.

"Lho, itu alamat rumah almarhum tunanganmu kan? Kamu tinggal di sana?"

"Aku hanya ingin pergi ke sana saja."

Arya pun tak banyak bertanya. Ia membawa Aina ke alamat itu. Aina mengucapakan terima kasih sebelum akhirnya turun.

Dadanya terasa sakit saat menatap rumah megah yang sudah sering didatanginya saat Fatar masih hidup.

Satpam penjaga pintu pagar langsung membukakan pintu pagar saat melihat kedatangan Aina.

"Selamat datang, nona."

Aina tersenyum pada satpam itu. Ia masuk menuju ke rumah.

Gadis itu tak ikut pintu depan, ia ikut pintu samping yang ia tahu biasanya tak di kunci.

"Assalamualaikum!" sapanya memberi salam.

"Waalaikumsalam!" terdengar balasan dari dalam. Seorang wanita tua keluar. "Eh, nak Aina!" Yuni, kepala pelayan di rumah ini segera menyambut Aina dengan pelukan hangat.

"Bagaimana keadaanmu, nak? Kamu nampak kurus." Bi Yuni memegang pundak Aina.

"Aku baik-baik saja, bi. Papa dan mama Fatar ada?"

"Tuan dan nyonya sedang pergi ke Penang. Nyonya sakit. Ia selalu menangis mengingat almarhum tuan Fatar."

Aina menahan air matanya. "Aku boleh masuk ke kamar Fatar kan?"

"Silahkan non. Semenjak tuan Fatar meninggal, nyonya melarang kami membersihkan kamar itu. Pakaian kotornya bahkan masih ada di keranjang."

Aina segera menuju ke lantai dua. Ia sudah beberapa kali masuk ke kamar Fatar. Bahkan pernah tidur di sana saat Fatar sakit.

Saat Aina membuka pintu kamar itu, air matanya kembali mengalir karena perasaan rindu yang ia rasakan untuk lelaki itu.

Mata Aina menatap foto pertunangan mereka setahun yang lalu. Foto berukuran 20R itu ada di dinding kamar Fatar. Ia sengaja menaruh foto itu karena menurut Fatar, setiap hari ia merindukan Aina walaupun baru ketemu.

Di atas nakas dekat tempat tidur Fatar, ada foto liburan mereka ke India. Waktu itu, sepupu Fatar menikah dan orang tua Fatar mengajak Aina ikut. Aina diperkenalkan pada semua saudara-saudari Fatar yang sangat menyukai Aina.

Aina membuka laci nakas itu dan ia melihat sebuah cincin. Bukan cincin pertunangan mereka tapi cincin yang lain.

***********

Cincin siapakah itu?

Kenyataan Yang Menyakitkan

Tangan Aina gemetar saat memegang cincin itu. Cincin tunangannya dengan Fatar bentuknya ada 2 garis diantara batu permata yang menempel di tengah. Sedangkan cincin ini polos, seperti cincin pernikahan pada umumnya. Cincin pertunangan milik Fatar dipegang oleh Aina. Saat di rumah sakit, ketika jenasah Fatar akan dimandikan, salah satu perawat memberikan cincin itu.

 Aina melihat ke bagian dalam cincin itu. Matanya terbelalak melihat nama yang ada di dalamnya. WILMA GUNAWAN.

Jantung Aina bagaikan berhenti berdetak. Kalau mau dilihat lingkar cincin itu, pasti masuk ke jari Fatar. Lalu siapa Wilma Gunawan? Kenapa dia harus dikuburkan di samping Fatar? Kenapa ada cincin pernikahan yang bertuliskan namanya di kamar Fatar?

Perempuan itu berusaha meyakinkan dirinya bahwa Fatar tak mungkin ada hubungan khusus dengan perempuan itu. Ia masih percaya kebersamaannya selama 5 tahun bersama Fatar bukanlah waktu yang sebentar untuk mengenal pribadi pria yang sangat romantis itu.

Aina berjalan mondar mandir di dalam kamar Fatar. Ia menatap foto pertunangan mereka. "Siapa dia Fatar? Apa hubungan mu dengan perempuan ini?" tanya Aina tanpa bisa menyembunyikan kegundahan hatinya. Ia kembali membuka laci nakas itu. Mencoba mencari sesuatu tapi tidak ad. Aina membuka laci di bagian bawah. Mengeluarkan semua isinya sampai akhirnya ia menemukan sebuah amplop berwarna coklat. Aina mengeluarkan isinya. Ada beberapa foto USG kehamilan. Dan di atas foto USG itu bertuliskan nama nyonya Wilma Gunawan. Ada juga sebuah kertas. Nampaknya sebuah surat.

Fatar, kamu memblokir nomorku, tak mau menemui aku saat aku mencari mu di rumah sakit. Ini aku kirimkan bukti pemeriksaan USG ku, aku benar-benar hamil. Apakah kamu kan lari dari tanggung jawabmu? Ataukah kamu tak percaya kalau ini adalah anakmu?

Kertas yang dipegang Aina jatuh begitu saja dari tangannya. Ia menggeleng seakan menolak untuk percaya kalau itu adalah sebuah kenyataan yang membuktikan kalau Fatar mengkhianati nya.

Aina mengambil foto USG itu dan membaca tanggal pemeriksaannya 2 bulan yang lalu.

Gadis itu rasanya ingin marah, menangis, berteriak untuk semua yang telah terjadi. Namun ia tak tahu harus bagaimana. Sebuah kenyataan yang menyakitkan.

"Non, ini bibi bawakan secangkir teh hangat." Bibi Yuni masuk ke dalam kamar dan meletakan secangkir teh di atas meja belajar Fatar. Pintu kamar memang sengaja tak dikunci oleh Aina.

"Bibi sudah lama kan kerja di sini?" tanya Aina.

"Ya. Semenjak den Fatar berusia 5 bulan. Ada apa memangnya?" tanya bibi Yuni.

"Pasti bibi tahu kan semua yang terjadi di rumah ini?"

Bibi Yuni mengangguk. "Nyonya sangat mempercayai bibi dan menceritakan banyak hal tentang keluarga ini."

Aina mendekati bibi Yuni lalu memegang tangan kanan perempuan tua itu dan mengajaknya duduk di sofa panjang.

"Bibi, siapa perempuan bernama Wilma Gunawan?"

Wajah bibi Yuni terlihat pucat.

"Aku yakin bibi pasti tahu siapa dia."

"Non...." bibi Yuni menggeleng. "Tolong jangan paksa bibi bicara. Tuan muda juga sudah tak ada. Sekarang, nona pandang saja ke depan. Jalan hidup nona masih panjang. Kenang lah tuan muda sebagai lelaki yang baik. Tuan muda sangat sayang pada nona."

"Fatar punya perempuan lain? Mengapa Wilma Gunawan harus di makamkan bersebelahan dengan Fatar? Katakan sesuatu, bi. Jangan buat aku jadi gila karena penasaran."

Tangis perempuan berusia 50an itu pecah.

"Aku nggak akan bilang ke papa dan mama Fatar kalau aku tahu dari bibi. Tapi tolong katakan sesuatu padaku, bi. Katakan kalau Fatar dan Wilma itu ada hubungan."

Bi Yuni menatap Aina. Ia melihat mata perempuan muda yang begitu putus asa.

"Kira-kira 2 bulan yang lalu, bibi mendengar suara teriakan nyonya. Ia menangis dan saat bibi masuk ke kamarnya, tuan Fatar sedang berlutut di depan nyonya. Mereka berdua sama-sama menangis. Menurut tuan Fatar, saat ia mengikuti seminar di Manado, teman-temannya entah sengaja atau tidak, memberikan obat perangsang di minumannya. Menurut mereka, itu hadiah untuk melepaskan keperjakaan tuan Fatar. Perempuan itu pun ternyata dijebak juga oleh teman-temannya. Siapa yang sangka, kisah satu malam itu membuat Wilma hamil. Tuan Fatar menolak bertanggungjawab. Namun perempuan itu menemui nyonya. Ia hanya minta dinikahi sampai anak itu lahir. Selesai menikah pun ia berjanji tak akan menganggu hubungan tuan dengan nona. Ia hanya ingin anaknya di akui. Dan nyonya Felia, kakak dari tuan Fatar yang memang belum memiliki anak, ia berjanji akan mengambil anak itu dan menjadikan anaknya. Makanya mereka pun menikah secara diam-diam di rumahnya nyonya Felia. Hanya pernikahan siri memang."

Air mata Aina jatuh perlahan. Kepalanya bagaikan di hantam oleh palu yang sangat besar. "Terima kasih, bi." katanya lalu menghapus air matanya. Aina perlahan berjalan meninggalkan kamar Fatar.

"Non, mau kemana?" bibi mengejanya.

"Aku mau pulang, bi. Selamat sore." gadis itu mengeluarkan ponselnya dan memesan taxi online.

Namun ternyata, bukan rumahnya yang menjadi tujuan Aina melainkan ia kembali ke makam.

Hari sudah menjelang malam dan hujan rintik perlahan turun.

Aina berdiri di antara makam Fatar dan Wilma.

"Mengapa kamu nggak jujur kepadaku, Fatar? Mengapa kamu tak mengatakan kebenaran tentang keberadaan Wilma? Apakah setelah kita menikah nanti, kamu ingin menjadikan aku sebagai istri kedua? Mengapa....?" teriak Aina lalu perlahan ia tersungkur jatuh diantara dua makam itu.

"Bangun Fatar! Jelaskan padaku mengapa kamu menutupi semua ini? Bukankah kamu bilang tidak ada kebohongan diantara kita? Bukankah kamu pernah berjanji bahwa seumur hidupmu kamu tidak akan pernah menyakiti aku? Bukankah kamu selalu bilang aku adalah wanita satu-satunya dalam hidupmu? Mengapa harus bersembunyi, Fatar? Mengapa kamu tega padaku? Membiarkan aku tahu semua ini namun kamu tak ada lagi untuk menjelaskan semuanya. Aku benci kamu, Fatar! Aku benci kamu....!" Aina berteriak mengeluarkan semua kegundahan hatinya. Ia memukul-mukul tanah yang ada. Tak peduli dengan tubuhnya yang basah. Aina merasa sangat hancur. Tubuhnya menjadi lemah dan Aina pun pingsan.

***********

"Sayang, mengapa sih kamu nggak pernah marah padaku? Sekalipun aku sering merajuk, sering cemburuan, kamu tuh selalu tersenyum. Teman-teman aku sering iri padaku. Kata mereka kamu tuh menurut banget sama aku."

Fatar membelai wajah Aina. "Kenapa juga harus marah padamu? Rugi dong aku. Bagaimana kalau kamu minta putus padaku? Bisa apa aku tanpa kamu?"

"Segitu sayangnya kamu sama aku?"

"Bahkan melebihi diriku sendiri." Catat membawa Aina ke dalam pelukannya. "Aku janji padamu, sayang. Tidak akan ada wanita lain selain kamu. Kamu adalah hidupku. Tanpa kamu bersamaku, aku akan mati."

Aina sangat bahagia. Ia membalas pelukan Fatar. Keduanya larut dalam kemesraan ketika Fatar mencium bibir Aina dengan sangat lembut. Ciuman Fatar dibalas oleh Aina.

Suasana yang mendukung karena keduanya ada di kamar Fatar membuat pasangan itu melangkah terlalu jauh. Aina pasrah saat Fatar membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Aina terbuai dengan sentuhan Fatar yang menimbulkan desiran aneh di sekujur tubuhnya.

Hampir saja keduanya lupa diri sampai akhirnya ketika di pintu kamar Fatar membuat lelaki segera menjauhi tubuh Aina. Ternyata itu adalah bibi Yuni.

"Ada apa, bi?" tanya Fatar tanpa membuka pintu.

"Tuan, nyonya meminta saya untuk mengajak tuan dan nona Aina malam malam."

"Sedikit lagi bi. Papa dan mama duluan saja makannya."

"Baik tuan." terdengar suara langkah kaki Bibi yang menjauh. Fatar mendekati Aina. "Sayang, maafkan aku yang hampir saja mengambil sesuatu yang belum menjadi milikku." Fatar mengusap wajahnya kasar. Terlihat jelas penyesalan di wajahnya.

"Bukan hanya kamu yang salah, kok. Aku juga." Aina langsung memeluk Fatar dengan perasaan lega karena keduanya tak melewati batas pergaulan yang ada.

***********

"Apakah lelaki sebaik itu, yang sangat menjaga dan menyayangiku, bisa berhubungan dengan orang lain? Apakah benar Fatar dijebak oleh teman-temannya ataukah memang dia lelaki yang nakal saat jauh dariku? Ya Allah, mengapa semuanya ini aku tahu justru disaat Fatar sudah pergi?" tangis Aina. Hatinya kembali sakit.

"Nona.....!"

Perlahan Aina membuka matanya. Ia terkejut melihat ada seorang wanita tua, menggenakan kebaya tua, duduk di samping tempat tidurnya.

"I...ibu siapa?" tanya Aina kaget. Ia segera bangun dan terkejut saat menyadari kalau dirinya berada di sebuah kamar yang sederhana namun nampak bersih.

"Tenang, nona. Nona berada di rumah kami. Nona ditemukan pingsan di kompleks kubur oleh anak saya." ujar perempuan tua itu. Ia tersenyum ramah dan Aina merasa sedikit tenang. "Nama saya Tita. Panggil saja bibi Tita."

"Terima kasih bibi. Ini....ini baju siapa?" Aina menyadari kalau ia menggunakan pakaian yang lain.

"Baju nona basah. Nanti sakit kalau dipakai terus. Jadi bibi pakaikan pakaian ponakan bibi yang tertinggal di sini. Maaf ya, mungkin nona tidak suka."

"Ini nyaman, bi."

"Pakaian nona sudah bibi cuci. Tapi masih basah. Maklum, di luar masih hujan deras. Oh, ya bibi sudah siapkan makanan. Ayo kita makan. Nanti kalau hujannya sudah reda, anak bibi akan mengantarkan nona pulang. Ponsel nona kayaknya juga kehabisan batrei. Mau di charger tapi nggak ada model charger yang seperti hp nona di sini."

Aina turun dari ranjang. Ia masih mendengar hujan yang turun cukup deras.

Saat keduanya keluar kamar, seorang lelaki nampak baru masuk. Ia membuka jaket hujan dan helm yang ada di kepalanya.

"Nona itu sudah siuman, Bu?" tanya lelaki itu.

Aina terpana menatap wajah lelaki itu. Tinggi, berbadan tegap, rambutnya agak bergelombang dan wajahnya seperti blesteran bule.

"Perkenalkan ini Emir, anak bibi yang menemukan nona di kompleks pemakaman."

Lelaki itu tersenyum. "Saya Emir." Lelaki itu mengulurkan tangannya.

"Aina." ujar Aina sambil berpikir, dimana ia pernah melihat lelaki tampan ini?

**********

Siapa saja yang tahu pernikahan Fatar dan Wilma?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!