NovelToon NovelToon

About Rain And You

Bab 1

Malam itu hujan turun dengan deras, membasahi kota dan menyisakan jalan-jalan yang lengang. Dasha seorang karyawan di salah satu cabang perusahaan Winanta Group yang merupakan perusahaan terbesar di Asia berjalan tergesa-gesa di trotoar dengan payung lusuh di tangannya. Ia baru saja menyelesaikan lembur di kantor, dan hanya ingin segera sampai ke rumah kosnya yang sederhana.

Namun langkahnya terhenti saat melihat sebuah mobil mewah terparkir di pinggir jalan. Di sampingnya seorang pria berdiri dengan jas mahal yang mulai basah oleh hujan. Wajahnya tampak dingin dan serius tetapi ada sesuatu yang membuat Dasha penasaran mungkin caranya menatap hujan tanpa bergerak sedikit pun.

Dasha ragu logikanya mengatakan untuk terus berjalan saja, tapi rasa simpati membuatnya mendekat.

"Butuh bantuan?" tanyanya sambil sedikit mengangkat payungnya.

Pria itu menoleh perlahan, memperlihatkan wajahnya yang tegas dan karismatik. "Saya menunggu sopir saya. Tapi sepertinya dia terjebak macet di jalan" jawabnya singkat.

"Oh" Dasha mengangguk merasa percakapan selesai. Tapi kemudian ia melihat betapa kuyupnya pria itu.

"Kalau begitu mau numpang di bawah payung saya sampai ke tempat berteduh?" tawarnya, meskipun payungnya kecil dan jelas tidak cukup untuk dua orang.

Pria itu terdiam sejenak menatap Dasha seperti menilai apakah tawarannya tulus atau hanya basa-basi. Akhirnya ia mengangguk. "Terima kasih."

Mereka berjalan dalam diam menuju halte terdekat. Dasha berusaha menjaga payung agar lebih banyak melindungi pria itu, meskipun akibatnya ia sendiri jadi basah.

"Nama saya Dasha," katanya mencoba mencairkan suasana.

"Gavin" jawab pria itu singkat.

Dasha merasa percakapan tidak akan berkembang, tapi tetap saja ada sesuatu yang menarik dari pria itu auranya yang penuh wibawa namun menyimpan kesendirian.

Di bawah halte, mereka berteduh sambil menunggu hujan mereda. Dasha mencoba berbasa-basi lagi. "Apa Anda bekerja di sekitar sini?"

Leonard menoleh padanya. Kali ini ada sedikit senyum tipis di wajahnya. "Bisa dibilang begitu."

"Kerja di mana, kalau boleh tahu?"

"Winanta Group."

Dasha terkejut, mengenali nama itu. Winanta Group adalah salah satu perusahaan konglomerasi terbesar di negeri ini.

"Wow berarti kita satu kantor, kamu dibagian apa?" ujarnya polos.

Gavin hanya tersenyum kecil

Ketika hujan mulai reda, sebuah mobil hitam berhenti di depan halte. Seorang sopir turun dan membuka pintu untuk Gavin. Sebelum masuk Gavin berhenti dan menatap Dasha.

"Terima kasih untuk payungnya" katanya

Dasha hanya tertawa kecil. "Tidak masalah. Hati-hati di jalan."

Mobil itu melaju pergi, meninggalkan Dasha yang masih berdiri di halte. Ia mengira pertemuan itu hanya akan menjadi cerita aneh di tengah hujan.

Namun, keesokan harinya, saat Dasha masuk kantor, ia mendapati suasana yang berbeda. Semua orang tampak sibuk dan tegang.

"Ada apa?" tanyanya pada salah satu rekan kerja.

"CEO baru perusahaan kita akan datang hari ini untuk inspeksi," jawab rekannya dengan antusias.

Dasha hanya mengangguk, merasa hal itu tak ada hubungannya dengan dirinya. Tapi semua berubah ketika pria yang ia temui semalam masuk ke ruangan, dengan jas mahal dan tatapan yang sama tegasnya.

Gavin

Mereka saling bertatapan dan sejenak Leonard tersenyum tipis, berbeda dari ekspresinya yang dingin malam sebelumnya.

"Selamat pagi, semuanya," sapanya pada para staf. Lalu pandangannya tertuju pada Dasha.

Dasha tertegun, merasa semua mata kini tertuju padanya. Ia tidak tahu harus berkata apa. Gavin hanya melanjutkan "Terima kasih untuk tadi malam Dasha."

Ruangan menjadi sunyi. Rekan-rekan kerja Dasha memandangnya dengan penuh tanya, beberapa bahkan terlihat terkejut. Bisikan-bisikan mulai terdengar di sudut ruangan, dan Dasha merasa wajahnya memerah.

Dasha tidak tahu harus menjawab apa dia hanya mencoba tersenyum meskipun merasa kikuk dengan perhatian yang tiba-tiba.

Gavin mengangguk singkat, lalu kembali fokus ke para staf. "Hari ini kita akan membahas evaluasi kinerja divisi jadi siapkan semua data yang diperlukan saya harap tidak ada kesalahan." Suaranya tegas menunjukkan wibawanya sebagai pemimpin.

Pertemuan berakhir, tetapi perasaan Dasha tidak tenang. Ia tahu rekan-rekannya pasti akan menginterogasinya nanti.

Dan benar saja, saat Gavin meninggalkan ruangan, salah satu temannya, Karin langsung mendekat. "Dasha sejak kapan kamu kenal CEO baru?"

"Eh, aku nggak kenal dekat kok" jawab Dasha buru-buru. "Cuma kebetulan ketemu tadi malam waktu hujan, mobil dia mogok aku kira dia karyawan biasa disini. Terus aku tawari tumpangan buat neduh dihalte terdekat, terus beliau mau dan sempet ngobrol ringal sih kita"

"Serius? Kamu bisa sesantai itu ngobrol sama dia? Aku bahkan nggak berani menatap matanya tadi," ujar Karin sambil menepuk bahu Dasha, kagum sekaligus iri.

Dasha hanya tersenyum canggung menanggapi komentar Karin. Ia tahu seberapa besar kekaguman orang-orang terhadap Gavin sekarang, apalagi setelah tahu bahwa dia CEO baru mereka.

.

.

.

.

.

Saat hari berlalu Dasha berusaha menghindari kontak mata dengan Gavin. Ia sibuk dengan pekerjaannya, berharap interaksi mereka semalam tidak menjadi perhatian lebih lanjut. Tapi itu tidak semudah yang ia kira.

Sore harinya, seorang staf HR menghampiri meja Dasha. "Dasha bisa ke ruangan CEO sekarang? Beliau memintamu untuk membawa laporan yang tadi pagi kamu kerjakan."

Jantung Dasha berdegup kencang. "Apa? Kenapa saya?" tanyanya panik.

"Entahlah mungkin beliau ingin detail lebih lanjut. Yang jelas, beliau menyebut namamu langsung."

Dengan gugup, Dasha mengumpulkan dokumen dan menuju ke ruangan Gavin di lantai paling atas. Ruangan itu megah, dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota. Gavin sedang duduk di balik meja besar, memandang keluar jendela.

"Masuk," katanya, bahkan sebelum Dasha mengetuk pintu.

Dasha menelan ludah dan masuk perlahan. "Ini laporan yang Anda minta, Pak," ujarnya sambil menyerahkan dokumen tersebut.

Gavin mengambil dokumen itu tanpa mengalihkan pandangannya dari Dasha. "Duduklah," katanya.

Dasha menurut, merasa canggung di bawah tatapan pria itu.

"Saya ingin tahu," Gavin memulai, "kenapa tadi malam kamu menawarkan payungmu kepada orang asing? Apa kamu tidak takut?"

Pertanyaan itu mengejutkan Dasha. Ia berpikir sejenak sebelum menjawab, "Entahlah, mungkin karena Anda terlihat seperti membutuhkan bantuan. Lagipula, hujan deras dan saya pikir tidak ada salahnya membantu seseorang."

Gavin tersenyum tipis, seperti menyimpan sesuatu di pikirannya. "Kamu berbeda, Dasha. Tidak banyak orang yang mau membantu tanpa berpikir dua kali"

Dasha terdiam, tidak tahu bagaimana menanggapi komentar itu.

"Mulai sekarang, saya ingin kamu bergabung dalam tim proyek khusus saya. Saya butuh seseorang dengan pemikiran spontan dan tulus seperti kamu," lanjut Gavin.

"Proyek khusus?" Dasha terkejut. "Tapi, Pak, saya hanya seorang karyawan biasa. Bukankah ada orang lain yang lebih kompeten?"

"Kompeten itu penting, tapi karakter lebih penting," jawab Gavin tegas. "Dan saya yakin kamu punya itu. Mulai besok, kamu akan bekerja langsung di bawah saya."

Dasha merasa bingung sekaligus tertekan. Ia tahu kesempatan ini luar biasa, tapi bekerja langsung dengan Gavin berarti lebih banyak perhatian dan tekanan.

"Baik, Pak. Saya akan mencoba yang terbaik," akhirnya ia menjawab, meskipun perasaan gugup masih membayangi.

Gavin mengangguk, lalu kembali menatap laporan di tangannya. "Kamu bisa kembali ke mejamu."

Dasha bangkit dan keluar dari ruangan itu dengan kepala penuh pikiran. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya Gavin rencanakan, tapi satu hal yang pasti hidupnya baru saja berubah dalam semalam.

Bab 2

Keesokan harinya, Dasha melangkah masuk ke kantor dengan perasaan campur aduk. Ia sudah memberi tahu Karin tentang penugasan barunya, dan reaksi teman-temannya di divisi lamanya tidak jauh dari rasa iri dan kagum.

"Beruntung banget kamu, Dash. Bisa kerja langsung di bawah CEO. Itu seperti tiket emas buat karir kamu" komentar Karin saat mereka berbicara di pantry.

Dasha hanya mengangguk meskipun ia sendiri tidak yakin apakah ini benar-benar keberuntungan. Beban bekerja langsung di bawah Gavin terasa berat. Ia tidak hanya harus menghadapi ekspektasi tinggi, tetapi juga pandangan tajam rekan-rekannya yang mulai menyadari perhatian Gavin padanya.

Hari pertama di tim khusus Gavin dimulai dengan pertemuan kecil. Ruangan itu dipenuhi oleh anggota tim senior yang terlihat kompeten dan berpengalaman. Dasha merasa dirinya tidak sebanding, hanya karyawan biasa yang tiba-tiba terlempar ke dalam lingkaran elite ini.

"Selamat pagi," Gavin membuka pertemuan dengan nada tenang, tetapi auranya memancarkan otoritas. "Tim ini dibentuk untuk mengembangkan strategi ekspansi besar-besaran. Saya ingin semua ide kreatif dan solusi inovatif datang dari kalian. Tidak ada hierarki di sini semua suara sama pentingnya."

Kemudian tatapan Gavin beralih ke Dasha. "Dan saya ingin mengenalkan anggota baru kita, Dasha. Saya yakin kontribusinya akan membawa perspektif segar bagi tim."

Seluruh mata langsung tertuju padanya. Beberapa terlihat ramah, tapi tidak sedikit yang tampak skeptis. Dasha mencoba tersenyum dan memberikan sapaan singkat, meskipun tangannya terasa dingin.

Setelah pertemuan berakhir, Gavin memanggil Dasha untuk berbicara empat mata.

"Bagaimana menurutmu pertemuan tadi?" tanyanya sambil melipat tangan di atas meja.

Dasha ragu-ragu sebelum menjawab. "Sejujurnya, saya merasa sedikit terintimidasi. Semua orang di sini terlihat sangat berpengalaman."

Gavin mengangguk, seolah sudah menduga jawaban itu. "Itu wajar. Tapi alasan saya memasukkanmu ke tim ini adalah karena saya melihat sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. Jangan ragu untuk berbicara, bahkan jika idemu tampak sederhana. Kadang kesederhanaan adalah kunci."

Kata-kata itu memberikan sedikit kelegaan bagi Dasha. Ia mulai merasa bahwa Gavin benar-benar menginginkannya sukses, bukan hanya sebagai formalitas.

Namun, tantangan nyata datang saat Dasha mulai ikut dalam diskusi proyek. Beberapa anggota senior mengabaikan ide-idenya, bahkan ada yang secara terang-terangan mengkritik.

"Maaf, tapi usulan itu terlalu naif," ujar salah satu anggota Aditya saat Dasha mencoba memberikan saran tentang pendekatan pemasaran baru.

Dasha hanya terdiam, merasa malu. Namun, sebelum ia bisa merespons, Gavin memotong. "Saya tidak setuju Aditya. Justru ide seperti itu yang kita butuhkan pemikiran yang tidak terjebak dalam pola lama Dasha lanjutkan."

Dasha melanjutkan dengan hati-hati, dan kali ini Gavin mendengarkan dengan serius. Setelah pertemuan selesai, ia mendekati Dasha dan berkata, "Jangan biarkan komentar seperti tadi menjatuhkanmu. Mereka akan belajar menghargai kontribusimu dengan waktu."

Hari-hari berikutnya menjadi semakin menantang, tetapi Dasha mulai menemukan ritmenya. Ia bekerja keras, belajar dari rekan-rekannya, dan memastikan setiap tugas yang diberikan Gavin diselesaikan dengan sempurna.

Namun, di balik semua tekanan kerja, ada momen-momen kecil yang membuat Dasha semakin mengenal sisi lain Gavin. Seperti ketika ia secara tak sengaja melihat Gavin duduk di balkon kantor, menatap kota dengan ekspresi yang jauh lebih manusiawi dibandingkan biasanya.

"Kenapa sendirian di sini?" tanya Dasha saat memberanikan diri mendekatinya.

Gavin menoleh, tampak sedikit terkejut, tetapi kemudian tersenyum tipis. "Kadang di tengah semua kekacauan, saya butuh waktu untuk berpikir. Dunia ini terlalu sibuk, kan?"

Dasha hanya mengangguk merasa aneh melihat sisi rapuh dari pria yang selama ini terlihat begitu tegar dan berwibawa.

Percakapan itu menjadi awal dari hubungan yang lebih personal antara mereka. Meski tetap profesional di depan semua orang, Gavin mulai menunjukkan perhatian lebih pada Dasha. Dan meskipun Dasha mencoba mengabaikan perasaan yang mulai tumbuh, ia tidak bisa menyangkal bahwa setiap tatapan atau pujian darinya membuat jantungnya berdegup lebih kencang.

Namun, perhatian Gavin pada Dasha tidak luput dari pengamatan orang lain. Bisikan mulai menyebar, dan Dasha sadar bahwa tidak semua orang di kantor senang dengan keberadaannya di tim tersebut.

Di balik senyuman ramah, ada beberapa yang mulai merencanakan sesuatu untuk menjatuhkannya. Dan Dasha tanpa ia sadari, sudah berada di tengah pusaran konflik yang lebih besar dari sekadar hujan malam itu.

.

.

.

.

.

Suasana kantor pagi itu terasa lebih santai dari biasanya. Tidak ada rapat besar atau deadline mendesak, tetapi perhatian semua orang tertuju pada sesuatu yang tidak biasa.

Seorang bocah laki-laki kecil berusia sekitar tiga tahun terlihat menggandeng tangan Gavin, CEO mereka yang biasanya serius dan tegas. Bocah itu mengenakan kemeja kecil yang rapi dengan dasi kupu-kupu, terlihat lucu dan menggemaskan.

"Siapa itu? Anak Pak Gavin?" bisik Karin pada Dasha, yang juga ikut menatap.

"Sepertinya iya" jawab Dasha pelan, tak bisa menahan senyum melihat ekspresi Gavin yang terlihat lebih santai daripada biasanya.

Gavin berhenti di tengah ruangan dan berbicara dengan nada tenang. "Ini Nathan, anak saya. Dia akan ikut di kantor hari ini karena pengasuhnya sedang sakit."

Semua orang langsung tersenyum, beberapa mencoba menghibur Nathan, tapi bocah itu tampak malu-malu dan bersembunyi di balik kaki ayahnya.

Ketika Gavin masuk ke ruangannya bersama Nathan, kantor mulai kembali sibuk. Namun, tidak lama kemudian, Gavin memanggil Dasha ke ruangannya.

"Dasha saya butuh bantuanmu" katanya ketika Dasha masuk.

"Bantuan apa Pak?" Dasha bertanya sambil melirik Nathan yang duduk di sofa kecil memegang mainan tetapi terlihat bosan.

"Nathan sedikit rewel. Saya ada rapat penting sekarang, jadi bisakah kamu mengawasinya untuk sementara? Dia biasanya cepat akrab dengan orang baru" kata Gavin dengan nada yang lebih lembut dari biasanya.

Dasha terkejut, tapi ia mengangguk. "Tentu saja Pak Saya akan menjaga Nathan."

Nathan awalnya hanya menatap Dasha dengan penasaran, tapi setelah beberapa menit, bocah itu mulai melunak. Dasha mengeluarkan mainan kecil dari mejanya sebuah miniatur mobil yang kebetulan ia simpan sebagai dekorasi dan itu langsung menarik perhatian Nathan.

"Wow, mobil!" seru Nathan dengan mata berbinar.

"Kamu suka mobil?" tanya Dasha sambil tersenyum.

Nathan mengangguk antusias. "Aku punya banyak di rumah! Tapi yang ini keren banget!"

Dalam waktu singkat, Nathan dan Dasha sudah terlihat seperti teman lama. Mereka bermain bersama di sudut ruangan dan suara tawa Nathan yang ceria mengisi kantor.

Ketika Gavin selesai dari rapatnya, ia kembali ke ruangan dan menemukan Nathan duduk di pangkuan Dasha, sibuk mewarnai di buku yang entah dari mana Dasha temukan.

"Sudah akrab rupanya," kata Gavin sambil tersenyum tipis.

Nathan menoleh dan langsung berseru, "Ayah! Kak Dasha baik banget! Dia kasih aku mobil, terus ngajarin aku gambar mobil juga!"

Gavin menatap Dasha, kali ini dengan ekspresi yang lebih lembut dari biasanya. "Terima kasih Dasha sepertinya Nathan benar-benar suka padamu."

"Tidak masalah Pak Nathan anak yang menyenangkan," jawab Dasha, merasa hangat melihat bocah itu begitu ceria.

Sejak hari itu Nathan sering menjadi topik obrolan antara Dasha dan Gavin. Bahkan, beberapa kali Nathan meminta ayahnya untuk mengajak Dasha bermain di rumah mereka.

"Dia terus bertanya kapan kamu akan datang," kata Gavin suatu hari saat mereka sedang bekerja.

Dasha hanya tertawa kecil, merasa aneh tapi juga senang mendengar itu. Tanpa ia sadari, Nathan telah menjadi jembatan kecil yang mendekatkan dirinya dengan Gavin bukan hanya sebagai atasan, tetapi sebagai seorang ayah yang penyayang.

Hari itu menjadi awal baru dari hubungan mereka, sesuatu yang lebih dari sekadar profesional.

.

.

.

Maaf ya kalau cara ngomong nya anak usia 3 tahun engga cadel, jujur aku sendiri juga bingung gimana bahasa cadel jadi aku bikin normal aja yaa.

Makasih

Bab 3

Beberapa hari setelah kejadian di kantor, Gavin tiba-tiba menghampiri Dasha saat jam makan siang.

"Dasha" Gavin memulai dengan nada tenang "Nathan tidak berhenti membicarakanmu. Dia bilang ingin kamu datang ke rumah kami akhir pekan ini."

Dasha sedikit terkejut, tidak menyangka Gavin akan mengundangnya ke rumah. "Oh tapi Pak, saya tidak ingin merepotkan."

"Tidak merepotkan sama sekali. Selain itu saya pikir Nathan akan sangat kecewa jika kamu menolak," ujar Gavin dengan nada yang lebih santai dari biasanya.

Dasha akhirnya setuju, meskipun hatinya sedikit gugup. Apa yang harus ia harapkan dari kunjungan ini?

Ketika Dasha tiba di rumah Gavin pada Sabtu sore, ia disambut oleh Nathan yang langsung berlari ke arahnya dengan antusias.

"Kak Dasha datang!" Nathan memekik sambil memeluk kakinya.

Gavin muncul dari pintu, mengenakan pakaian santai yang jauh berbeda dari citra CEO formalnya di kantor. "Masuklah, Dasha. Nathan sudah menunggumu sejak pagi."

Dasha tersenyum dan melangkah masuk, merasa sedikit canggung tetapi juga hangat. Rumah Gavin ternyata tidak seformal yang ia bayangkan. Meski besar dan mewah, suasananya terasa nyaman dengan mainan Nathan tersebar di beberapa sudut.

"Kak Dasha, ayo main!" seru Nathan, menarik tangan Dasha menuju ruang bermainnya.

Sepanjang sore itu, Dasha menghabiskan waktu dengan Nathan. Mereka bermain puzzle, menggambar, dan bahkan mencoba membuat kue kecil di dapur dengan bantuan Gavin. Melihat Gavin dalam peran ayah yang penuh perhatian membuat Dasha semakin mengenalnya sebagai seseorang yang jauh lebih kompleks daripada hanya seorang atasan.

Di tengah-tengah aktivitas, Nathan tiba-tiba berkata, "Kak Dasha, kapan pindah ke sini?"

Dasha tertegun, sementara Gavin yang sedang menuang jus hampir tersedak mendengar pertanyaan itu.

"Nathan, tidak semua orang bisa pindah ke sini begitu saja," jawab Gavin sambil tersenyum, mencoba mengalihkan perhatian putranya.

"Tapi aku mau Kak Dasha di sini terus," rengek Nathan, wajahnya serius.

Dasha tertawa kecil untuk mengurangi kecanggungan. "Nathan, Kakak kan punya rumah sendiri. Tapi kalau kamu mau, Kakak bisa sering main ke sini."

Nathan tersenyum lebar, puas dengan jawaban itu.

Malam itu, setelah Nathan tertidur, Gavin mengantar Dasha ke pintu depan.

"Terima kasih sudah datang hari ini," ujar Gavin. "Nathan sangat senang dan saya juga."

Dasha menatap Gavin sejenak, merasa ada sesuatu yang berubah dalam hubungan mereka. "Tidak masalah, Pak. Nathan anak yang menyenangkan. Saya senang bisa bermain dengannya."

Namun, sebelum Dasha melangkah pergi, Gavin tiba-tiba berkata, "Dasha panggil saya Gavin saja saat di luar kantor."

Dasha terdiam sejenak sebelum tersenyum. "Baik Gavin."

Perjalanan pulang malam itu terasa berbeda bagi Dasha. Hatinya penuh dengan kebahagiaan sederhana, tetapi juga keraguan. Ia tahu hubungan ini mulai berkembang ke arah yang lebih rumit, dan ia tidak yakin apakah ia siap untuk menghadapinya.

Namun, satu hal yang pasti Nathan telah membuka pintu yang sebelumnya tak pernah ia bayangkan. Dan Gavin? Mungkin ia lebih dari sekadar atasan atau bahkan lebih dari sekadar seorang ayah yang penyayang.

.

.

.

.

.

Gavin Pov

Saat Dasha melangkah masuk ke ruang rapat pagi itu, Gavin merasakan sensasi yang sulit dijelaskan. Meski semalam dia sudah bertemu dengan Dasha namun sejak awal dia sudah mengenal Dasha namun sepertinya Dasha tidak mengingat siapa dia. Tentu saja, itu tidak mengejutkan. Mereka berbeda dunia sejak dulu.

Gavin teringat masa kuliah mereka bertahun-tahun lalu. Ia adalah mahasiswa tingkat akhir, seorang senior yang sibuk dengan tugas-tugas besar dan organisasi. Dasha? Seorang mahasiswi baru yang pemalu tetapi selalu tampak menonjol tanpa perlu berusaha.

Ia pertama kali memperhatikan Dasha di perpustakaan kampus, duduk di sudut dengan buku-buku bertumpuk di mejanya. Saat itu, Gavin sedang mencari bahan untuk tugas akhirnya, dan secara kebetulan, buku yang ia butuhkan ada di meja Dasha.

"Maaf, buku ini masih kamu pakai?" tanyanya dengan nada netral.

Dasha mendongak dengan tatapan bingung, wajahnya langsung memerah. "Oh, iya tapi sebentar lagi selesai. Maaf kalau mengganggu."

Gavin hanya tersenyum tipis. Ia tidak pernah peduli pada percakapan kecil seperti itu, tetapi entah kenapa, cara Dasha berbicara membuatnya ingin tahu lebih banyak.

Sejak itu ia sering melihat Dasha. Di kelas di acara kampus, atau bahkan di kantin. Dasha bukan tipe yang menonjol di tengah keramaian, tetapi ada sesuatu tentangnya yang selalu berhasil menarik perhatian Gavin. Ketika ia tahu Dasha aktif dalam kegiatan sosial kampus, ia diam-diam kagum. Ia sering mendengar cerita dari teman-temannya tentang betapa tulusnya gadis itu membantu orang lain.

Tapi Gavin tahu batasannya. Mereka berbeda. Ia adalah kakak tingkat yang sebentar lagi lulus dan masuk ke dunia kerja. Sementara Dasha masih memiliki banyak tahun di kampus. Jadi perasaan itu ia simpan sendiri.

Setelah lulus, Gavin mencoba melupakan semuanya. Dunia kerja, tanggung jawab keluarga, dan akhirnya menjadi CEO membuatnya sibuk. Ia tidak pernah berpikir akan bertemu Dasha lagi hingga hari itu.

Ketika ia melihat namanya di daftar karyawan yang dipromosikan ke tim khususnya, Gavin tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Bagian dari dirinya ingin percaya bahwa ini kebetulan belaka, tetapi ada sisi lain yang merasa ini adalah kesempatan yang tak boleh ia sia-siakan.

Kini, melihat Dasha di depannya, Gavin merasa canggung. Ia telah menyukai gadis ini sejak lama, tetapi posisi mereka sekarang jauh lebih rumit. Ia adalah CEO perusahaan besar, sedangkan Dasha adalah bawahannya. Ia tidak bisa begitu saja membiarkan perasaan lamanya muncul ke permukaan.

Namun, hari demi hari, bekerja bersama Dasha membuat Gavin semakin sulit menahan diri. Senyum hangatnya, cara Dasha menghadapi tantangan dengan keberanian meski terlihat gugup, semua itu mengingatkannya pada gadis yang dulu ia kagumi.

Ada momen kecil di mana Gavin merasa tak mampu menjaga jarak. Seperti ketika ia melihat Dasha bermain dengan Nathan. Cara Dasha tertawa dan menghibur putranya membuat Gavin berpikir, "Bagaimana jika dia lebih dari sekadar karyawan?"

Tetapi ia tahu risiko yang harus dihadapinya. Jika ia membiarkan perasaan ini tumbuh, apa yang akan orang lain pikirkan? Apa yang akan Dasha pikirkan?

Gavin hanya bisa berharap bahwa waktu akan memberinya kesempatan untuk membuka hati dan akhirnya mengatakan sesuatu yang sudah ia pendam selama bertahun-tahun

"Aku menyukaimu, Dasha. Dan mungkin, aku tidak pernah berhenti sejak dulu."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!