Hari ini adalah hari pertama aku masuk SMA, setelah 3 tahun aku menjalani masa SMP kelamku dengan menyandang julukan chuunibyou kini hal itu bisa ku rubah di SMA.
Aku akan hidup dengan normal mulai sekarang, Aku membuka pintu lalu meninggalkan rumah.
"Kau sudah mau berangkat Budi."
Bibi pemilik toko di seberang menyapaku dengan ramah selagi melempar sebuah apel padaku.
"Ini gratis loh."
"Terima kasih bibi." Aku berkata demikian selagi melambai kearahnya, dia memang orang baik.
Aku merasakan hari ini akan menjadi hari yang terbaik dalam hidupku, hanya memikirkannya membuatku bersemangat.
"Dengan kekuatan yang tersegel padaku, akan ku rubah dunia ini kearah yang lebih baik, aku memanggilmu roh suci Aeriel."
Disaat aku mengatakan itu semua orang yang menatapku sembari tertawa.
Gawat, aku keceplosan...demi tidak menarik perhatian lagi aku berlari tanpa bersuara, masih tersisa 5 menit lagi sampai bel berbunyi.
Aku berjalan melewati gerbangnya.
Namun apa yang ku lihat bukanlah sekolah yang ku kenal melainkan bangunan unik yang sering ku lihat dalam anime, mustahil...ini pasti bercanda.
Gadis - gadis berseragam biru melewatiku begitu saja, beberapa laki - laki juga nampak berada di sekililing nya.
Aku hanya diam tertegun di tempat.
Namaku Budi, umur 15 tahun dan sekarang aku telah terpanggil kedunia lain.
Tiba tiba saja saat aku berbalik seorang wanita menarik tanganku, ia seperti berada di awal 30 an, dengan pakaian rapih layaknya sekertaris bos sebuah perusahan ternama.
"Aku baru pertama kali melihatmu, apakah kah kamu mau mendaftar di sekolah ini."
"Tidak, sepertinya aku tersesat." jawabku
"Mana mungkin, kau terlihat muda pasti kau ingin bersekolah disini, ikutlah denganku."
Apa-apaan ini semua, meski aku berusaha menolak, wanita itu terus saja menyeretku.
"Aku benar benar tersesat tolong lepaskan aku."
"Maaf saja, setiap anak muda yang datang kemari, aku akan mengagap dia mau bersekolah disini."
"Mencurigakan?"
"Haha 3 tahun ini siswa kami menurun sangat dratis."
Jadi itu alasannya dia sangat memaksa.
"Maaf saja nyonya cantik, aku ini tidak punya uang."
Atas pernyataanku, wanita ini melepaskan tangannya, syukurlah dia mau mendengarkanku. Aku harus segera pergi dari sini.
"Kau baru bilang aku cantik."
"Hehhhhh"
"...."
"Aku pergi."
"Tunggu dulu, jika kau lulus penerimaan aku akan membiarkanmu sekolah di akademi sihir ini secara percuma."
Aku yang hendak pergi ntah kenapa kakiku mulai terasa berat.
Aku baru di panggil di dunia ini dan belum mengetahui apa saja aturan di sini, menerima tawarannya bukanlah hal buruk, tapi pertanyaannya apakah aku bisa lulus.
Kurasa tidak ada salahnya mencoba.
"Baiklah akan ku lakukan."
"Tolong ikuti saya."
Aku berjalan beriringan bersamanya.
"Namaku Finna Lisberd, aku kepala sekolah disini, namamu?"
"Namaku Budi, Budi saja."
"Budi saja, terdengar unik."
"Tidak maksudku Budi."
"Budi toh."
"Jadi kemana kita."
"Keruang pemeriksaaan untuk melihat apa kau memiliki energi sihir atau tidak, jika kau memiliki energi sihir kau akan langsung di terima di sekolah ini."
Mana mungkin aku memilikinya, sepertinya aku akan gagal..
Kami bedua tiba di sebuah ruangan luas di ujung koridor, didalamnya terdapat sebuah kristal berwarna putih yang indah. Finna menjelaskan bahwa kristal ini akan mengukur seberapa besar energi sihir yang ada di tubuhku dengan hanya menyentuhnya saja, walau ragu aku mengikuti arahannya untuk menyentuh kristal itu.
Lalu
Kristal itu retak hingga terbelah menjadi dua.
Melihat itu Finna terbelalak kaget.
Apa aku merusaknya, gawat, apa aku akan di tuntut. Selagi memikirkan itu perkataan Finna lebih mengejutkan.
"Mulai sekarang kau akan menjadi anakku."
"Heh...HEEEEEEEEEHHHHHH."
Dan seperti inilah hari pertama ku di dunia ini.
Ini adalah sebuah ruangan yang di peruntukan khusus untuk kepala sekolah, di depanku wanita dengan rambut berwana merah muda, Finna Lisberd.
Ia meletakan kedua tangannya di meja selagi menatapku intens.
Orang ini mengatakan hal tidak masuk akal dengan ingin menjadikanku sebagai putranya padahal dia belum pernah menjadi seorang ibu dengan kata lain dia belum menikah di usianya.
"Kenapa apa kau lebih suka menjadi suamiku?"
"Bukan itu, aku ini hanya orang asing kenapa kau begitu mempercayaiku, bisa saja aku mengambil sekolah ini darimu."
"Memang benar."
Sekarang Finna menyilangkan tangannya di depan.
"Kau tahu apa yang terjadi pada kristal itu."
Aku hanya menggelengkan kepala atas pernyataannya lalu ia melanjutkan.
"Kristal itu bisa mengetahui seberapa banyak seseorang memiliki energi sihir hanya dengan menyentuhnya, namun saat kau menyentuhnya kristal itu pecah dengan kata lain energi sihirmu tak terbatas hingga kristal itu tidak bisa mengukurnya."
Aku sedikit paham dengan apa yang di katakan Finna, singkatnya aku tidak hanya di panggil ke dunia ini, aku juga di berkahi kekuatan cheat tingkat tinggi.
Mantap....
"Dengan menjadikan mu sebagai anakku mungkin saja kau bisa membawa akademi ini ke arah yang lebih baik, anggap saja aku sedang bertaruh padamu."
"Soal itu tak perlu sampai mengangkat ku jadi anakmu juga kali, jika aku bisa tinggal disini serta kebutuhanku di jamin itu sudah cukup bagiku."
"Tidak, tidak aku tetap harus mengangkatmu sebagai anakku dengan begitu aku bisa mewarisi akademi ini untukmu terlebih aku juga ingin punya keluarga Hueeeee....."
"Tolong jangan menangis, aku tidak tau apa yang kau inginkan dariku tapi baiklah akan ku terima tawaranmu."
"Senang mendengarnya...langsung saja ku beritahu apa yang harus kau lakukan mulai sekarang."
Finna mengubah kepribadiannya dengan cepat, dia tersenyum licik sebelum berkata :
"6 bulan lagi akan diadakan pertandingan dimana seluruh akademi di benua ini ikut berpartisipasi di dalamnya, aku ingin kau ikut membawa nama baik sekolah ini di tambah jika orang tahu bahwa kau adalah anakku reputasi milikku juga akan melonjak naik."
Aku tersenyum pahit padanya.
"Jadi itu niatmu, jangan terlalu berharap padaku, aku bahkan tidak tahu dasar - dasar tentang sihir."
"Tenang saja guru - guru terbaik di sekolah ini akan mengajarimu."
"Sepertinya aku sudah menginjak ranjau."
"Anggap saja kita saling menguntungkan, apa kau tidak senang mempunyai ibu yang cantik seperti ku "
"Maaf saja ibuku lebih cantik darimu."
"Kalau begitu aku ingin bertemu dengan kedua orang tuamu untuk membahas ini."
Aku menggelengkan kepalaku sebagai jawaban.
"Aku turut berduka jika ada masalah apapun kau bisa menceritakannya padaku."
"Berhentilah bertingkah seperti ibuku."
"Mulai sekarang aku memamg sudah menjadi ibumu...lihat ini."
Aku berjalan mendekat lalu mengambil kertas yang dari tadi di tulis oleh Finna, ternyata itu adalah sebuah kertas pendaftaran masuk akademi.
Yang membuat ku terkejut disana tertulis namaku, Budi Lisberd.
Rasanya malah terdengar aneh tapi biarlah mungkin namaku akan mudah di kenang orang lain.
Selagi memikirkan itu sebuah ketukan terdengar dari balik pintu dan seseorang yang masuk adalah gadis dengan rambut hitam bergaya twintail serta memakai pakaian gothic.
"Kebetulan sekali kau datang Fredica, aku akan mengenalkan seseorang padamu."
Gadis bernama Fredica itu menatapku dengan pandangan kosong.
"Pakaiannya aneh."
"Oi."
Dia berjalan ke arahku lalu meletakan tangannya yang mungil di dadaku.
"Kau sudah menyadarinya yah." Finna berkata demikian yang mana di jawab Fredica dengan anggukan.
"Mulai sekarang dia putra ku loh jika kamu bersikap baik mungkin aku bisa menikahkanmu dengannya."
"Jangan mengatakan seenak jidatmu, aku masih menikmati masa - masa lajang ku."
"Begitukah maaf Fredica kau harus menunggu."
Bukannya marah Fredica malah menghela nafas lalu menarik tangannya kembali.
"Daripada menghawatirkanku lebih baik menghawatirkan diri anda kepala sekolah, di usia anda, anda harusnya sudah menikah."
Jleb.
Serangan itu menusuk tepat di hati Finna dia menangis tersedu - sedu.
"Biar ku perkenalkan diriku sekali lagi namaku Fredica, aku adalah salah satu guru yang mengajar disini kurasa kita seumuran namun aku akan lebih senang jika kau lebih hormat padaku sebagai guru."
Seriusan, dia sudah menjadi guru di usianya yang terbilang muda, seberapa pintar orang ini.
"Apa kepala sekolah ingin memasukannya ke dalam kelasku."
"Itu benar tolong jaga dia.."
"Tenang saja, aku akan membimbingnya dengan baik lebih dari siapapun."
Firasat ku mengatakan sebaliknya Fredica mengalihkan pandangannya padaku setelah meletakan dokumen ke meja Finna.
"Siapa namamu?"
"Budi."
"Untuk sekarang ikut aku, mulai sekarang kita akan berbagi kamar sebaiknya kau selalu merapikan tempat tidurmu."
"Apa maksudnya?"
Aku menatap ke arah Finna dalam kebingungan.
"Pergilah mulai besok kau akan memulai belajar pastikan untuk beristirahat dengan nyenyak untuk sisanya serahkan padaku."
Sebelum aku menjawabnya Fredica sudah menarik tanganku.
Kami berjalan di koridor.
"Anda tidak keberatan sekamar denganku."
"Tak masalah jika kau macam - macam aku hanya harus mengubahmu jadi debu."
"Benar juga, anda pasti bisa melakukannya"
"Kau memiliki energi sihir yang luar biasa jika kau tinggal di asrama seperti yang lainnya mungkin saja akan ada orang yang memamfaatkanmu bahkan menculikmu."
"Sampai segitunya."
"Saat ini kondisi akademi kurang bagus memilikimu di sini adalah sebuah keuntungan bagi kami."
"Jangan terlalu berharap tinggi terhadapku."
Aku berkata demikian saat kami memasuki sebuah ruangan di dalamnya sangat luas.
Syukurlah didalamnya ada 2 ranjang memikirkan aku seranjang dengan gadis ini bisa membuatku terbunuh.
Fredica duduk di salah satu ranjang selagi menatapku.
"Jadi anda tinggal di tempat ini."
"Mulai sekarang tolong panggil aku Fredica sensei, disini para guru di panggil demikian."
"Baiklah."
Fredica bangun dari tempat duduknya lalu berkata.
"Aku akan kembali mengajar pastikan untuk tidak meninggalkan tempat ini."
Aku menganguk sebagai jawaban.
"Kalau begitu aku permisi, aku akan membawakan makan dari kantin."
"Tolong ya."
Aku berbaring menatap langit - langit ruangan ini selagi memikirkan sesuatu.
Keduanya bilang aku memiliki energi sihir luar biasa walau mereka mengatakan hal itu aku sama sekali tidak merasakan apapun.
Mungkin aku akan tahu setelah mulai belajar disini.
Aku bangkit dari tempat tidur lalu pergi ke kamar mandi saat membuka pintunya aku terbelalak kaget, di dalamnya di penuhi pakaian kotor yang menumpuk hingga segunung bahkan pakaian dalam berserakan dimana-mana jika begini aku tidak bisa memakai kamar mandinya.
Dengan berat hati aku akan mencuci semuanya dan membiarkan Fredica memukulku setelahnya.
Bagaimana pun aku tidak mungkin menupang ke kamar mandi di akademi ini terlebih di luar pasti berbahaya mungkin saja akan ada yang menculikku seperti apa yang dikatakannya.
Aku menghela nafas panjang sebelum memulai lalu membayangkan wajah Fredica.
Maafkan aku untuk ini sebaiknya kau mulai melakukannya sendiri mulai sekarang.
Setelah mengenakan blazer sekolah ini, aku dan Fredica berjalan menuju ujung koridor dimana kelasku berada.
Akademi Nervilia adalah salah satu dari ke empat akademi sihir di wilayah kerajaan Calista untuk bangunannya sendiri mereka memiliki 2 gedung sebagai bangunan utama.
Gedung bagian barat di peruntukan untuk kelas menengah sampai bawah sementara bagian timur hanya di peruntukan untuk kalangan bangsawan, karena aku sudah di angkat menjadi anaknya otomatis aku di tempatkan di bagian timur sebagai bangsawan.
Selagi memikirkannya aku mendesah pelan, dari awal Finna sudah merencanakan hal ini supaya aku mendpatkan pendidikan lebih baik, bagaimanapun kelas bangsawan di didik untuk mengelola negara ini.
Aku mengalihkan pandangan ke arah Fredica yang berjalan di sampingku ntah kenapa hari ini dia terlihat lebih menakutkan dari kemarin.
"Fredica sensei.."
"Jangan bicara padaku."
Dia masih marah karena aku mencuci pakaiannya yang kotor.
"Dengar Budi, jika kau mengatakan apa yang kau lihat di kamar mandi, kau akan mati."
"Hiii...maafkan aku, maafkan aku."
Fredica menyibak rambut hitamnya dengan ekpresi puas.
"Itu sudah cukup."
Aku hanya bisa tersenyum pahit padanya saat kami berdua memasuki ruangan.
"Pagi anak - anak."
"Pagi sensei.."
Semua tatapan itu tertuju padaku.
"Seperti kalian lihat kita mendapatkan murid baru, cepat perkenalkan dirimu."
Mengikuti arahan Fredica aku berdiri menghadap semua orang yang akan menjadi teman kelasku, mereka nampak sangat berkelas dengan pakaian berkilauan.
Aku menarik nafas untuk memulai.
"Namaku Budi Lisberd, salam kenal."
"Lisberd? apa kau ada hubungan darah dengan kepala sekolah." salah satu murid laki - laki mengajukan pertanyaan itu, sebelum aku menjawab Fredica memotong perkataanku.
"Dia anaknya."
Mendengar itu, sontak semua orang di kelas berteriak hingga saling berbisik satu sama lain seakan aku adalah bahan gosip mereka.
Aku sedikit lega tidak ada ponsel disini jika ada hal seperti itu pastilah akan menyebar dengan cepat.
Mereka akan menganggapku sebagai anak dari hubungan gelap Finna.
"Apa yang mereka lakukan ?" aku bertanya pada Fredica saat melihat semua orang mengeluarkan cermin dari saku baju mereka.
"Owh, itu namanya cermin penghubung, cermin itu akan menyimpan seluruh infomasi di cermin pusat lalu semua orang bisa mengaksesnya dari sana."
Bukannya itu mirip seperti internet, dunia ini lebih maju dari yang ku bayangkan, tunggu bukannya hal itu berbahaya untukku.
"Anak hasil hubungan gelap kepala sekolah muncul ke permukaan." mereka merekam dirinya dengan cermin itu layaknya sebuah video
Kau pikir aku ikan, kemari akan ku hajar kau.
"Berita heboh menggemparkan dunia."
Heboh jidatmu.
"Tenang murid - murid, sayang sekali anggapan kalian salah, Budi ini adalah anak angkat kepala sekolah." suara Fredica menghentikan kericuhan.
Mendengar itu, semua murid nampak kecewa, mereka harus belajar tentang menghargai privasi orang lain.
Fredica mempersilahkan aku duduk, tempat yang ku pilih adalah kursi pojok belakang dimana di sebelah kiriku jendela sementara sebelah kananku murid perempuan yang sedang tertidur di meja, ngomong - ngomong ada seekor kucing putih di kepalanya.
Kucing itu melihat kearahku dengan tajam.
"Apa lihat - lihat."
"K-kau bisa bicara."
"Tentu saja memangnya hanya manusia yang bisa melakukannya, kau ini bodoh kah.
Di sebut bodoh oleh seekor kucing sungguh menyakitkan. Dia memberikan damage yang sangat kuat.
"Kucing, apa gadis ini baik baik saja."
"Siapa yang kau panggil gadis ini, namanya...."
Sebelum aku tahu namanya sebuah buku menghantam wajahku dan orang yang melakukannya tersenyum puas.
"Kau berani juga sudah membuat keributan di hari pertamamu."
"Maafkan aku."
Sebenarnya Fredica sedang balas dendam padaku, wanita ini jauh menakutkan dari yang ku bayangkan.
Aku mulai membetulkan posisi dudukku sembari memperhatikan penjelasan Fredica, sampai jam pelajaran ke dua aku tidak mengerti apa yang mereka katakan.
Sihir adalah sebuah bentuk yang di ciptakan dari imajinasimu, membayangkannya lalu membentuknya menjadi sebuah element yang di miliki penggunanya.
Hanya orang yang memiliki energi sihir yang bisa melakukannya karena itulah di awal penerimaan akademi, kristal itu memilah siapa yang bisa masuk ke sekolah ini atau tidak.
Semakin lama aku tidak mengerti ngomong apaan guru ini.
Fredica mulai mendemonstrasikan penggunaan sihir dengan mengemgam api kecil di tangannya.
"Budi, majulah...tolong lakukan hal sama yang barusan ku perlihatkan."
"Aku masih pemula, bisakah sensei meminta ke siswa yang lain."
"Hoh, kau Bernai melawan bagaimana kalau sepulang sekolah kau membersihkan seluruh sekolah ini."
Aku buru-buri berdiri lalu melakukan apa yang fredica suruh.
"Aku ini cuma siswa lemah jangan menatapku dengan mata berbinar."
Seorang laki - laki mengangkat tangannya.
"Res seletingmu terbuka."
"Busyet.."
Aku berbalik badan selagi membenarkan celanaku dan semua orang tertawa melihat tingkah lakuku debut SMA ku gagal total sekarang.
"Aku tahu kamu ini mesum tapi sebaiknya kau tidak memperlihatkannya di tempat umum."
Aku tidak bisa berkata - kata lagi atas omongan Fredica.
Aku memilih diam lalu melakukan apa yang sama yang dilakukan Fredica yaitu membuat api di tanganku.
Sihir adalah sebuah imajinasi dari pemiliknya dengan kata lain aku hanya percaya aku bisa membuat apinya.
Sebagai veteran chunnibyio aku pasti bisa melakukannya.
Dan selanjutnya.
Api yang tercipta di tanganku berwarna biru, semua orang terbelalak kaget tak terkecuali Fredica.
"Apa itu?"
"Baru kali ini aku melihat api biru."
Candaan mereka kini berubah menjadi kekaguman, baru saja aku merasakan kekaguman itu sihirku tiba - tiba saja meledak dahsyat.
Selain gadis yang tertidur di kursi sebelahku semua orang keluar kelas.
"Bagus anak baru, kau menghancurkan kelas kita."
Aku hanya tersenyum pahit pada mereka, baru saja aku bisa menggunakan sihir, ini sangat luar biasa.
Fredica berdiri di depanku lalu meminta ku mengikutinya sementara para murid lain di suruh membersihkan kekacauan yang ku perbuat.
"Aku minta maaf lain kali aku akan membalasnya."
Mereka menatapku kesal namun aku tidak peduli dan terus mengikuti Fredica ke tempat sepi.
Kami hanya berdua di taman yang di hiasi bunga serta rerumputan hijau, di tengahnya terdapat sebuah bangunan kecil dimana sebuah meja berada di tengahnya.
Kuyakin ini tempat yang sering di jadikan tempat minum teh oleh para bangsawan.
"Sebenarnya apa yang barusan itu, api biru."
"Ntahlah, aku hanya mengikuti apa yang dilakukan Fredica sensei."
Fredica terdiam sesaat sebelum melanjutkan.
"Coba lakukan lagi tapi sekarang jangan menahan kekuatanmu.."
Aku memiringkan kepala ke arahnya.
"Hal barusan terjadi karena kau menahannya bukan, kau yang masih pemula tidak mungkin bisa menahan energi sihir yang besar jadi sekarang lakukan dengan seluruh kemampuanmu."
"Baiklah jika kau menginginkannya."
Sebuah pukulan menghantam kepalaku walau tubuh Fredica mungil dia masih bisa melakukannya
"Panggil aku sensei."
"Baik, baik."
Aku memilih mengabaikannya lalu berdiri di tempat yang sedikit kosong, aku melakukan hal sama yang ku lakukan di kelas tadi dan yang ku buat adalah bola raksasa dari api biru.
"Mustahil, siapa sebenarnya kau ini." Fredica mengutarakan keterkejutannya.
Aku menoleh ke arahnya dengan senyuman.
"Aku hanya anak biasa yang berasal dari negara bernama Indonesia."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!