NovelToon NovelToon

QUEEN MAFIA : REVENGE

Bab 1: Pengkhianatan yang Membekas

Hujan turun deras malam itu, menambah kesan gelap yang sudah meliputi kota. Di bawah sinar lampu jalan yang temaram, jalanan menjadi basah, memantulkan bayangan kendaraan yang melintas cepat. Quenn berjalan tanpa tujuan pasti di sepanjang trotoar yang hampir sepi, meskipun di balik penampilannya yang tegas dan percaya diri, ada rasa sakit yang terus menggerogoti hatinya. Wajahnya yang cantik dan tajam itu tidak menunjukkan tanda-tanda kebingungannya, namun siapa pun yang tahu akan bisa melihat ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.

Di dalam dirinya, sebuah badai sedang bergemuruh—sebuah perasaan yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Beberapa minggu lalu, dunia yang telah ia bangun dengan susah payah runtuh dalam sekejap. Marco. Hanya satu nama yang menggema di setiap sudut pikirannya. Marco adalah lelaki yang selalu ia percayai, tangan kanannya yang paling setia, teman yang telah lama bersamanya melewati badai kejahatan. Namun kini, nama itu hanya menambah luka yang semakin dalam.

Quenn tidak tahu kapan perselingkuhan itu dimulai, tapi yang pasti, pengkhianatan Marco adalah sesuatu yang paling tidak terduga. Seperti halnya seorang pemimpin mafia lainnya, ia tahu bahwa dalam dunia kejahatan, pengkhianatan adalah hal yang tak bisa dielakkan. Tapi itu tidak mengurangi betapa dalamnya rasa sakit yang ia rasakan. Marco telah menjual rahasia mereka—informasi penting yang seharusnya hanya diketahui oleh sedikit orang—kepada pesaing mereka, sebuah organisasi yang berusaha menguasai wilayah yang selama ini dikuasai oleh Quenn dan gengnya.

Puncaknya adalah malam yang penuh darah itu. Setelah Marco memberi informasi yang salah, rencana besar mereka untuk mengirimkan pengiriman senjata ke pelabuhan utama dihancurkan, dan dalam kekacauan yang ditimbulkan, Luca—salah satu orang paling dekat dengan Quenn—tewas. Luca adalah teman sekaligus tangan kanan yang telah mendampingi Quenn sejak ia pertama kali memasuki dunia ini. Baginya, Luca lebih dari sekadar seorang loyalis—dia adalah keluarga. Kini, Luca telah hilang, dan pengkhianatan Marco menambah beban berat yang harus ditanggung Quenn.

Di rumah besar yang jauh dari keramaian kota, markas besar organisasi mafia Quenn, suasana terasa berbeda dari biasanya. Ruang tamu yang biasanya dipenuhi oleh anggota geng dan pertemuan strategis kini terasa hampa dan sunyi. Quenn berdiri di depan jendela besar, menatap keluar. Hujan yang turun seolah mencerminkan perasaan yang ada dalam dirinya—gelap, dingin, dan penuh kesedihan. Angin malam yang sejuk menyentuh kulitnya, tapi ia tidak bergerak. Matanya yang tajam menyusuri jalanan kota yang menjadi saksi bisu dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, dan bayangan wajah Luca kembali muncul dalam benaknya. Setiap kenangan tentang Luca terasa seperti sebuah luka yang menganga, tak bisa sembuh.

Di balik semua itu, ada perasaan yang jauh lebih besar—marah, sangat marah. Marco harus membayar untuk apa yang telah ia lakukan. Tidak hanya karena kematian Luca, tetapi juga karena telah merusak dunia yang telah dibangun dengan penuh perjuangan. Quenn tahu, untuk bertahan hidup di dunia ini, ia harus kuat. Dan sekarang, lebih dari sebelumnya, ia tahu bahwa untuk membalas dendam, ia harus menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Tiba-tiba, suara langkah kaki yang ringan terdengar di belakangnya, dan suara lembut Rina menyapanya. Rina adalah sekretaris Quenn sekaligus orang yang sangat ia percayai. Meskipun Rina tampak lebih muda dan lebih lembut dibandingkan Quenn, di balik itu, ia adalah sosok yang sangat cerdas dan penuh perhitungan.

“Quenn,” suara Rina memecah keheningan, “Ada kabar dari jaringan kita. Mereka... mereka tahu kamu akan datang.”

Quenn menoleh sedikit, matanya masih tak beralih dari jendela. “Tahu?” Quenn bertanya dengan nada datar, meskipun dalam hatinya ia sudah tahu bahwa kabar ini tak terlalu mengejutkannya. Musuh-musuhnya pasti sudah mulai bergerak, mereka tidak akan tinggal diam setelah apa yang terjadi.

Rina mengangguk, sedikit khawatir. “Mereka sudah bersiap. Kalau kamu ingin melanjutkan rencanamu malam ini, mereka akan menunggu.”

Quenn menghela napas panjang, menatap kaca jendela yang memantulkan bayangannya. Sesaat ia merasa bingung—adakah semua ini akan berakhir begitu saja? Apakah balas dendam adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan semua ini? Namun, begitu cepat ia mengusir pikiran itu. Balas dendam adalah haknya. Dan ia tidak akan berhenti sampai Marco merasakan apa yang telah ia lakukan.

“Aku sudah memutuskan,” jawab Quenn akhirnya dengan suara yang tenang namun penuh kekuatan. “Beri tahu mereka, malam ini kita bergerak.”

Rina mengangguk dengan cepat dan keluar, meninggalkan Quenn sendirian dengan pikirannya. Saat wanita itu menghilang ke lorong, Quenn kembali memandang kota yang terbentang di depannya. Dunia ini keras, kejam, dan penuh pengkhianatan, tapi itu adalah dunia yang ia pilih. Itu adalah dunia yang ia kuasai.

“Marco,” gumam Quenn perlahan, mengingat nama yang telah merusak segalanya. “Kamu tidak tahu siapa yang sedang kamu hadapi.”

Di luar, hujan semakin deras, seolah alam turut mendukung tekadnya. Malam ini, Quenn akan melancarkan serangan balasan, dan dia tidak akan membiarkan siapapun lolos dari hukuman. Segala persiapan telah selesai, dan kini saatnya untuk bertindak. Setiap detik yang berlalu membuatnya semakin yakin—Marco dan mereka yang bersekongkol dengan pengkhianatannya harus menerima balasan yang setimpal.

Di ruang bawah tanah markas, anggota geng Quenn mulai berkumpul. Semua tahu bahwa malam ini akan menjadi malam yang menentukan. Mereka telah menunggu instruksi dari Quenn, dan kini saatnya untuk melaksanakan perintah. Dengan wajah penuh tekad, mereka mempersiapkan senjata, memeriksa perlengkapan, dan merencanakan serangan terakhir yang akan mengubah segalanya.

Rina kembali ke ruang utama dengan ekspresi serius. “Mereka sudah siap. Kami akan memulai sesuai rencana.”

Quenn mengangguk, kemudian mengalihkan pandangannya ke meja besar di depan mereka. Di atas meja itu ada peta kota, dengan titik-titik merah yang menandakan lokasi-lokasi strategis yang perlu diserang. Quenn sudah memikirkan semuanya dengan detail—setiap langkah, setiap kemungkinan, dan setiap risiko.

“Malam ini, kita tidak hanya membalas dendam,” kata Quenn, suaranya rendah namun penuh kekuatan. “Kita akan menghancurkan mereka. Kita akan membuat mereka menyesali keputusan mereka untuk berkhianat.”

Saat itu, satu perasaan muncul dalam hati Quenn—keadilan, yang lebih dari sekadar hukum, lebih dari sekadar balas dendam. Ini adalah tentang membuktikan bahwa tidak ada yang bisa lolos begitu saja. Marco, dan siapa pun yang berusaha mengkhianati Quenn, akan belajar bahwa dunia ini memiliki aturan yang tidak bisa dilanggar begitu saja.

Dengan tegas, Quenn mengambil langkah pertama menuju ruang pertempuran yang telah dipersiapkan, dan serangan malam itu dimulai.

Bab 2: Perang Dimulai

Langit malam yang gelap bagaikan selubung hitam yang menutupi setiap gerak-gerik yang terjadi di bawahnya. Hujan yang masih terus turun semakin deras, menciptakan suara gemericik yang mendominasi keheningan malam itu. Quenn berdiri di depan pintu utama markas, matanya yang tajam memeriksa setiap detail di luar. Anggota gengnya telah siap, dan segala sesuatu telah dipersiapkan. Mereka hanya menunggu perintah dari pemimpin mereka.

Di balik penampilannya yang tenang, jantung Quenn berdegup kencang. Malam ini, dia tidak hanya berjuang untuk balas dendam. Ini adalah pertempuran untuk mempertahankan apa yang telah ia bangun, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa tidak ada yang bisa merusak kekuasaannya tanpa konsekuensi. Jika Marco dan sekutunya berpikir mereka bisa mengkhianatinya begitu saja, mereka akan segera mengetahui sebaliknya.

“Kami siap, Quenn,” suara berat Erik, tangan kanan Quenn yang juga seorang veteran dalam dunia kejahatan, terdengar di belakangnya. Erik adalah sosok yang selalu siap menghadapi apa pun—berani dan sangat cerdas dalam pertempuran. Namun kali ini, meskipun ekspresinya terlihat tegas, ada kecemasan yang samar di matanya.

Quenn menoleh, tangannya mengusap pelan permukaan meja di depannya, merasakan dinginnya yang tajam. “Tunggu perintahku,” katanya singkat, lalu menatap ke arah peta yang terhampar di depan mereka. Peta kota yang mereka pelajari dengan cermat selama beberapa hari terakhir. Titik-titik merah itu menunjukkan tempat-tempat yang akan mereka serang—tempat di mana Marco dan anak buahnya bersembunyi, tempat di mana segala rencana kotor mereka dijalankan.

“Rina, pastikan semua jaringan kita berfungsi dengan baik. Tidak ada ruang untuk kesalahan malam ini,” perintah Quenn dengan tegas, menyentuh bahu sekretarisnya yang berdiri di samping meja.

Rina mengangguk, segera bergerak untuk memastikan bahwa setiap jalur komunikasi berfungsi dengan lancar. “Semua terhubung. Kita tidak akan terkendala,” jawabnya.

Sebelum Quenn sempat merespons, sebuah suara keras dari luar mengalihkan perhatiannya. Suara mesin mobil yang mendekat dengan cepat, suara klakson yang berdering, dan tiba-tiba pintu markas dibuka dengan paksa. Beberapa orang bergegas masuk, dan di antara mereka, tampak salah satu anak buah Marco, seorang pria bertubuh besar bernama Dominic.

Dominic adalah seorang yang selalu dianggap tidak penting oleh Quenn—selalu di bawah radar, terlalu kasar dan tidak cerdas untuk menjadi ancaman. Namun, dia tampaknya menjadi salah satu dari sedikit orang yang tersisa dari kelompok Marco yang berani menghadapi Quenn langsung.

“Apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Quenn dengan suara dingin, matanya menyipit, memeriksa setiap gerakan Dominic.

“Marco mengirimku untuk memberi peringatan,” jawab Dominic dengan nada yang sedikit terburu-buru, namun tetap mencoba mempertahankan kewibawaannya. “Dia tahu kalian akan bergerak malam ini. Tapi kalian tidak akan bisa menang, Quenn. Kami sudah siap.”

Quenn hanya tersenyum tipis, matanya berkilat dengan tajam. “Kalian begitu yakin bisa menang, Dominic? Kita lihat nanti.”

Sebagai balasan, Dominic melangkah lebih dekat, menurunkan suara agar tidak terdengar oleh yang lain. “Mereka sudah menyiapkan lebih dari yang kalian bayangkan. Ini bukan hanya tentang Marco. Ada orang lain di belakangnya. Seseorang yang jauh lebih berbahaya dari yang kalian kira.”

Quenn menatapnya, bingung sejenak. Namun, dalam sekejap, matanya kembali tajam, penuh keyakinan. “Siapa yang kau maksud?”

Dominic tersenyum, tapi senyum itu tidak menunjukkan kepuasan. Hanya ada rasa takut yang terselubung di dalamnya. “Aku hanya datang untuk memperingatkan. Pilihan ada padamu sekarang.”

Tanpa berkata apa-apa lagi, Dominic berbalik dan pergi, meninggalkan Quenn dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Ada sesuatu yang lebih besar dari yang ia bayangkan, dan Marco tidak beraksi sendirian. Ada pihak ketiga yang memanipulasi permainan ini, dan itu akan mengubah segalanya.

“Siapkan semuanya. Kita bergerak sekarang,” perintah Quenn dengan suara yang lebih keras. “Tidak ada yang bisa menghentikan kita.”

Malam ini, perang akan dimulai.

---

Di luar markas, para anggota geng Quenn bersiap. Mereka mengenakan pelindung tubuh, memeriksa senjata mereka, dan saling berbicara dalam bisikan. Sementara itu, Quenn berdiri di tengah-tengah mereka, memimpin dengan kekuatan dan ketegasan yang sudah tidak diragukan lagi. Ia tahu apa yang harus dilakukan, dan setiap perintah yang keluar dari mulutnya diikuti dengan keyakinan. Tidak ada ruang untuk kesalahan.

Ketika Quenn melangkah keluar dari markas, udara malam yang dingin menyentuh kulitnya, namun itu tidak mengganggu ketenangannya. Malam ini, dia akan menuntaskan apa yang telah dimulai. Setiap musuh yang telah mencoba merusak hidupnya akan tahu apa artinya berhadapan dengan Quenn.

Di dalam mobil yang melaju cepat menuju pusat kota, Quenn duduk dengan tenang, memandangi jalanan yang basah oleh hujan. Di dalam hatinya, ada ketegangan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Setiap detik terasa penting. Setiap gerakan harus dipikirkan dengan cermat. Tidak ada lagi ruang untuk kesalahan.

Rina duduk di sampingnya, memperhatikan pemimpin mereka dengan hati-hati. Rina tahu betul bahwa Quenn adalah wanita yang tidak pernah mundur dari tantangan apapun, tetapi malam ini terasa berbeda. Ada sesuatu yang lebih besar yang mengintai, dan mereka belum sepenuhnya siap untuk menghadapi itu.

“Quenn...” Rina memulai, namun berhenti sejenak. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak tahu bagaimana cara mengatakannya. “Apakah kita benar-benar tahu siapa yang ada di belakang Marco?”

Quenn tidak langsung menjawab. Matanya tetap terfokus pada jalanan di depan, tetapi jawabannya datang dengan nada yang rendah dan penuh keyakinan. “Jika ada seseorang yang lebih berbahaya dari Marco, kita akan menemukannya malam ini. Kita tidak akan berhenti sampai semuanya selesai.”

Perjalanan menuju pusat kota berlangsung tanpa gangguan, tetapi ketegangan yang terasa di udara tidak bisa diabaikan. Quenn merasa seperti sebuah perang besar sedang menanti di depan mata, dan dia harus siap untuk itu. Namun, di benaknya, satu hal yang lebih mengganggu—apakah kejahatan yang lebih besar sedang menunggu di balik semua ini?

Malam itu, pertempuran yang akan menentukan masa depan Quenn dimulai.

Bab 3: Labirin Pengkhianatan

Pusat kota semakin dekat, dan Quenn bisa merasakan ketegangan yang menyelimuti tubuhnya. Mobil yang mereka naiki melaju cepat di jalan-jalan basah yang sepi, lampu-lampu kota yang redup menjadi saksi bisu perjalanan mereka. Quenn duduk dengan tenang di kursi belakang, matanya yang tajam mencerna setiap detil yang terlewatkan. Di sampingnya, Rina memegang ponsel dengan tangan yang sedikit gemetar, memantau komunikasi terakhir dari jaringan mereka.

“Ada pergerakan,” kata Rina, suaranya sedikit bergetar meskipun berusaha terdengar tenang. “Ada lebih banyak orang di luar sana daripada yang kita duga. Marco tidak sendirian.”

“Sudah kuduga,” jawab Quenn tanpa sedikit pun menunjukkan kegelisahan. Suaranya tetap tenang, bahkan dingin. Ia tahu bahwa jika ada satu hal yang selalu pasti di dunia ini, itu adalah pengkhianatan. Dan kini, dunia yang telah ia bangun dengan keras, telah siap untuk dihancurkan oleh tangan yang tidak dikenal.

Di luar mobil, suasana kota semakin tampak gelap dan penuh misteri. Setiap gang yang mereka lewati tampak seperti lorong yang berujung pada kegelapan, dan Quenn merasa bahwa setiap jalan yang mereka ambil malam ini adalah bagian dari sebuah labirin besar yang penuh jebakan. Setiap langkah mereka menuju pusat kota semakin mendekatkan mereka pada musuh yang tak tampak, namun Quenn tidak takut. Ia sudah siap untuk menghadapi apa pun.

“Apa yang mereka rencanakan?” tanya Quenn, matanya tak pernah lepas dari jalanan.

Rina terdiam sejenak sebelum menjawab, “Informasi yang kita dapatkan menunjukkan ada lebih banyak pengawal yang ditempatkan di lokasi utama—bangunan di pusat kota yang akan menjadi titik serangan. Sepertinya mereka juga sudah mengetahui bahwa kita akan datang.”

Quenn mendengus pelan, tak terkejut. “Jelas. Jika mereka tahu kita akan bergerak, itu artinya mereka sudah siap untuk melawan. Tapi mereka tidak tahu apa yang kita siapkan.”

Ketegangan yang melingkupi suasana semakin pekat saat mereka mendekati titik serangan. Bangunan yang dituju Quenn adalah sebuah gedung tua di tengah kota, tempat di mana Marco dan sekutunya bersembunyi. Gedung itu telah lama digunakan sebagai markas rahasia untuk kegiatan ilegal, tempat di mana transaksi senjata, informasi, dan pertemuan mafia dilakukan dalam bayang-bayang. Di sanalah mereka harus menghadapi musuh, dan di sanalah, Quenn yakin, pengkhianatan yang lebih besar sedang menunggu.

Saat mobil berhenti di depan gedung, suasana malam itu terasa aneh. Jalanan yang biasanya ramai kini tampak sunyi, terlalu sunyi. Seperti ada sesuatu yang mengintai dari dalam kegelapan. Semua anggota geng Quenn sudah siap di luar, bersembunyi di tempat-tempat yang telah mereka tentukan, siap untuk menyerang.

Quenn memerintahkan agar semua orang bergerak dalam diam, berbaur dengan malam yang kelam. Mereka tidak bisa membuat suara, tidak bisa meninggalkan jejak. Semuanya harus sempurna. Quenn melangkah keluar dari mobil dengan hati-hati, mengenakan pelindung tubuh dan membawa senjata yang terbungkus rapat. Tangan kanannya, Erik, bergerak mendekat. “Semua sudah siap,” kata Erik dengan suara pelan namun penuh tekad.

Rina berjalan di belakang mereka, tetap mengawasi ponsel yang terhubung dengan jaringan intel mereka. Setiap detik terasa berharga. Mereka tidak bisa melakukan kesalahan malam ini.

Pintu masuk ke gedung itu terletak di bagian belakang, tersembunyi dari pandangan. Quenn memimpin mereka memasuki lorong sempit yang gelap, dikelilingi oleh tembok-tembok beton yang usang. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar, namun Quenn merasakan ada sesuatu yang mengganggu. Setiap kali mereka berbalik, bayangan gelap sepertinya mengikuti mereka. Sesuatu atau seseorang sedang mengamati.

“Ada yang tidak beres,” bisik Rina, suaranya lebih rendah dari sebelumnya.

Quenn mengangguk perlahan. “Mereka tahu kita datang. Bersiaplah.”

Begitu mereka tiba di pintu utama gedung, Quenn memerintahkan agar Erik dan beberapa anggota geng lainnya membuka pintu dengan senyap. Ketika pintu itu terbuka, mereka langsung masuk ke dalam ruangan besar yang remang-remang. Quenn merasakan atmosfer yang berbeda—sesuatu yang lebih gelap dari biasanya. Ada sesuatu yang sangat mencurigakan dalam setiap langkah mereka, seperti ada yang mengatur setiap gerakan mereka.

Di depan mereka, sebuah ruangan besar terbentang. Cahaya lampu yang samar menyorot ke meja panjang di tengah ruangan, di mana tampak sosok-sosok yang sedang duduk. Di antara mereka, ada satu sosok yang tidak asing bagi Quenn—Marco. Namun di sampingnya ada wajah baru, seorang pria bertubuh besar dengan pakaian hitam yang mencolok. Wajahnya keras, dan matanya menyiratkan ancaman.

“Quenn,” kata Marco dengan nada yang terkesan santai, meskipun matanya menunjukkan sesuatu yang berbeda—ketakutan yang tersembunyi. “Aku tahu kamu akan datang. Tapi aku rasa kamu tidak sepenuhnya siap untuk ini.”

Quenn berdiri tegak di tengah pintu, matanya tajam menatap Marco. “Apa yang kamu lakukan di sini, Marco? Kamu tahu kamu telah mengkhianatiku. Aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja.”

Marco tertawa pelan, namun tawa itu terdengar kering dan tidak meyakinkan. “Kamu masih belum paham, Quenn. Ini bukan hanya tentang kita. Ini lebih besar dari itu. Ada orang lain yang telah memutuskan bahwa ini adalah waktumu untuk jatuh.”

Quenn merasakan ketegangan yang semakin tebal. Ada sesuatu yang besar sedang terjadi—sesuatu yang lebih berbahaya dari sekadar Marco dan pengkhianatannya. Ada pihak ketiga yang berada di balik semua ini, dan kali ini, musuh yang lebih kuat sedang menunggu di balik bayang-bayang.

Pria bertubuh besar itu bergerak maju, langkahnya pasti dan berat. “Aku adalah orang yang akan menyelesaikan urusan ini, Quenn. Tidak ada yang bisa menghalangimu, kecuali kami.”

Di saat itu, Quenn tahu bahwa pertempuran yang akan datang bukan hanya melawan Marco. Ini adalah perang melawan kekuatan yang lebih besar dari apa pun yang pernah ia hadapi. Mereka telah masuk ke dalam permainan yang jauh lebih berbahaya—dan kali ini, kemenangan tidak akan mudah diraih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!