Senyumnya begitu cerah seakan dia baru saja mendapatkan sebuah hadiah.
Gadis itu bernama lengkap Mila kamelia, dia baru saja mendapatkan gajih pertamanya yang bekerja sebagi pengantar makanan.
"Alhamdulilah, aku bisa beli lauk enak hari ini. Dan aku bisa kirim uang lebih untuk ibu." Mila begitu gembira tak menyadari ada seorang pria yang menatapnya begitu tajam. Seakan pria itu akan menguliti tubuh Mila.
"Kau lah wanita malam itu!" Ucap Albian Mahesa tiba tiba yang mana membuat gadis itu berjingkrak kaget. Hingga manik mata Mila melotot, terkejut bukan main.
"Eh," Spontan Mila mundur dengan teratur sembari memegang dadanya berdebar tak karuan.
Alis Mila terangkat mengapa pria asing ini seakan mengenali dirinya. Lalu pertanyaan itu kenapa kepada dirinya.
Mila menengok arah sekelilingnya, jarak dengan orang lain begitu jauh. Jadi kalo bukan dirinya siapa lagi.
"Anda bertanya ke saya?" Mila hanya memastikan jika pria asing ini bertanya ke dirinya ia bahkan sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Jawab!" Ulang Albian penuh penekanan, dia bahkan berkata sesingkat itu.
Mila menelan saliva dengan susah payah, ini orang perkataanya terdengar mengerikan.
"Malam malam apa maksud Anda ? Apa Anda salah mengenali seseorang?" tanya Mila penuh percaya diri sedikit juga merasa bingung, walau begitu tak di pungkiri rasanya begitu gugup. Apa lagi dengan jarak begitu dekat.
"Anjai, pakai parfum apaan sih! Wangi sekali." Teriak Mila dalam hati
Padangan mata Albian tak lepas dari sosok gadis kecil di hadapanya. Respon gadis ini sangat berbeda dengan gadis beberapa hari yang lalu, apa memang benar dirinya salah mengenali seseorang. Tapi mengapa wajahnya begitu persis, tetapi Albian sendiri tak terlalu percaya begitu saja dengan perkataan gadis di hadapanya saat ini. Mungkinkan hanya alasan saja, agar bisa lolos dengan mudah seperti malam itu kan.
Bayangan malam itu masih begitu jelas jadi tak akan dirinya mengenali wanita yang salah. Terlebih lagi wajahnya begitu sama.
"kau jangan menipuku! Aku ada foto kamu, apa kau mau foto foto itu akan ku sebar luas!" Ancam Albian penuh emosi.
Mila tak perduli dengan ancaman sebuah foto. Lagi pula apa hubungannya degan foto foto yang di katakan pria asing ini. Jangan jangan ini orang mau menculiknya, ah tapi mana mungkin sih. Dari penampilan nya tak seperti preman, dan jika di pikir pikir penampilannya seperti orang kaya. Ah tapi, jika di pikir lagi mungkin,,,,," otak Mila penuh dengan tebakan
"Terserah." pada akhirnya Mila berkata seperti itu sambil menaikan kedua bahunya tanda tak perduli. Dia mulai melangkah kan kakinya, ingin segera pergi.
Lalu mengirim uang ke ibunya Namun, itu semua hanya keinginan nya buktinya pria itu spontan menahan nya dengan memegang salah satu bahunya.
Sepertinya wanita ini terus mengelak, jika begini ia harus bertindak. Albian merogoh ponselnya sambil memegang bahu sang wanita.
"Baik jika kau tak keberatan! Apa kau tak ingin melihatnya? " tawar Albian sambil menyunggingkan bibirnya tipis.
Mila mengerutkan dahinya" Sialan ini orang tampan sekali, njir. Seumur umur melihat orang sedekat ini." Batin Mila meraung sesaat terpesona dengan wajah sempurna tanpa cacat sedikit pun terlebih lagi jarak hanya satu jengkal saja. Jantungnya berdetak tak menentu.
"Bisa tidak jangan terlalu dekat. Kau buat aku sesak nafas!" Ujar mila gugup sambil mengikis jarak. "Mana ponsel mu biar aku lihat."
Lagi lagi Albian menyunggingkan bibirnya tipis," Manis sekali." Batin Albian mengulurkan ponselnya dan memperlihatkan foto foto tersebut.
"Ini." Mila begitu haran kenapa wajahnya sama persis dengan dirinya." Kenapa bisa. Tgl berapa? hari apa? Aku tak merasa pergi berbuat seperti itu. Aku bahkan tak bisa membayangkan hal seperti ini!" Mila berfikir keras apa kah dirinya pernah melakukan itu, Tapi kapan.
Sesaat Mila bengong di tempat seraya berfikir keras. Namun ketukan di dahinya membuatnya kesakitan dan mendadak kesal.
"Itu hanya foto editan kan! Itu foto palsukan! ohhh,,, apa foto ini hanya akal akalan kau saja untuk menculik ku!" Pekik Mila marah sambil mundur beberapa langkah.
Kali ini Mila akhirnya mengerti jika pria ini mempunyai niat buruk.
"Kau bilang ini editan. Apa aku harus melihat video agar kau sepenuhnya percaya! Hah!" Albian masih tak percaya jika wanita ini masih menyangkal dengan adanya bukti foto tersebut "untuk apa aku mengedit wajah kamu. Aku tidak ada waktu untuk bermain!"
Mila menaikan bahunya "Udah lah hapus saja, tok gak ada untungnya juga kan. Udah ya, aku mau pulang capek pengin istirahat. Jangan tambah beban hidup ku lagi." Mila mengabaikannya tanpa tau perasaan pria itu menahan kemarahan yang sudah berada di ubun ubun.
"Tidak bisa. Kau harus ikut aku." Albian menarik paksa sang wanita membawa masuk ke dalam mobil.
"Ehhhh, gak ya. Tolong penculik...." Teriak Mila sambil melambai kan tanganya berharap ada seseorang menolongnya.
Namun, itu hanya sia sia. Tubuhnya sudah di dorong paksa masuk ke dalam mobil.
orang orang yang melihat itu akan menolong nya, sebelum mobil itu berjalan. Beberapa orang mencegah mengetuk pintu mobil Albian.
"Dio kau keluar jelaskan semua." Printah Albian pria itu memejamkan matanya sambil menekan hidungnya sedikit pening.
"Baik Tuan." Jawab Dio sang supir. Asisten Fahmi sedang menemui klain jadi tak mengikuti nya
Mila berusaha keluar sambil menekan tombol apa saja agar pintunya bisa di buka tapi nihil, mobil itu di kunci dari luar oleh Dio.
"Kau tak akan bisa kabur dengan mudah." Ucap Albian memutar kepalanya menatap wanita yang sedari tadi tak bisa diam.
Mila cemberut "Kau tau seharus aku sudah mengirim uang untuk ibu ku. Tapi kau menghalangi nya." Mila menghembuskan nafasnya panjang"Bu maaf kan Mila." Mila membatin seraya memejamkan matanya. Ia menyenderkan tubuhnya pasrah dengan nasibnya yang entah seperti apa.
"Jangan mencoba cari alasan." Albian tak mudah di kelabui tentunya
Tetapi melihat dengan kondisinya yang terlihat tak berdaya sedikit melunak
"mana nomor rekening orang Tua mu? biar aku yang mengirim uang nya. Katakan berapa banyak yang akan kau kirim." kata Albian membuat Mila spontan membuka matanya. Lalu duduk dengan benar.
"Kau yakin bisa? Aku sedikit tidak yakin." Mila yang tadinya bersemangat percaya tetapi perasaanya ragu untuk mempercayainya.
Mila kembali lesu, hidupnya penuh perjuangan yang tak mudah. Dan tentu saja tak akan percaya dengan ucapan orang terlebih orang ini sangat asing menurutnya.
Satu bulan merantau bersama dengan sahabatnya, demi mendapatkan gajih lebih tinggi di bandingkan di tempat tinggalnya ya hanya mendapat gajih sejuta satu bulannya.
"Kenapa kau meragukan ku. Apa kau kira aku ini penipu?" tanya Albian lebih selidik.
"Percuma saja ngomong sama Anda gak bakal ngerti juga." Ujar Mila sebel, pandanganya menatap luar dari balik kaca mobil. Tubuhnya ia miring kan membelakangi Albian yang masih saja menatap Mila dengan dahi berkerut.
Albian mencoba memahami "Baik lah, biasanya kau kirim lewat apa?"
"Alfamart." Jawab Mila singkat masih di posisi yang sama, tak ingin melihat pria di sampingnya.
Dio masuk setelah urusan dengan orang orang sudah selesai.
Albian lekas memerintah Dio "Cari Alfamart terdekat Dio."
" Baik Tuan. " Setelah itu Dio menghidupkan mesin mobil nya lalu mobil itu berjalan.
Hanya 2 menit saja Dio menemukan Alfamart yang di katakan Albian tadi.
"Ayo turun." Albian menoleh kesamping ternyata wanita di sampingnya tertidur begitu pulas, jadi benar wanita ini benar benar lelah. Albian menghembuskan nafasnya tidak tau harus berbuat apa, rasanya tak tega jika harus membangunkannya tetapi tidak tidak di bangunkan, dirinya tidak tau berapa nominal yang harus di kirim. Albian merasa bimbang kali ini.
"Tuan bagaimana? Jadi turun tidak?" Dio melihat keraguan dari tuanya dia lekas bertanya.
"Hemm, wanita ini tidur. Biar aku mencari petunjuk terlebih dahulu." Albian dengan pelan mendekati sang wanita lalu mengulurkan tanganya mengambil tas wanitanya yang berada di paha wanita itu.
Setelah itu ia membuka dan mencari sesuatu lalu mengambil ponsel tersebut. Ponsel itu sudah tak layak lagi bagi Albian, banyak retak di bagian pinggir dan juga di tengah. Albian mengerutkan dahi "sudah jelek masih saja di pakai." Gumamnya
Albian melirik wajah Mila yang tertidur begitu damai, terlihat sangat tenang seperti seekor kucing kecil yang mengemaskan.
Ponsel Mila lebih mudah di buka karena wanita itu tidak mengunci layarnya. Lagi pula ponselnya sudah jelek siapa yang mau pikirnya.
Albian membuka aplikasi wa satu persatu jatuh satu nama Yaitu Miko dan pesan itu seperti percakapan antara adik dan kakak.
Albian terus menggulir percakapan itu membacanya dari awal sampai akhir, dan mendapatkan nomor rekening.
"Dio aku keluar, jangan sampai dia kabur. Bila perlu kunci kembali mobilnya." ujar Albian sebelum memutuskan turun dari mobil.
Albian menuju Alfamart membawa ponsel wanitanya dan juga mengeluarkan dompetnya. Pria itu sama sekali tak merasa malu dengan membawa ponsel jelek seperti itu. Padahal banyak pasang mata yang memandangnya.
Albian dengan sabar ikut mengantri, mau bagaimana pun ia tau tidak boleh mendahului orang lain.
Setelah giliran nya Albian menyodorkan ponsel itu ke kasir lalu membuka dompetnya yang terlihat banyak sekali kartu dan juga uang berwarna merah di sana. "Krim 5 juta ke nomor itu." Albian meletakan kartu hitam miliknya.
Tadinya kasir itu sedikit meremehkan Albian tetapi setelah melihat kartu yang di keluarkan dia merasa gemetar.
"Ba...baik Tuan. Trima kasih sudah mampir di toko kami." ujar kasir itu ramah dengan gugup.
Albian tak merespon wanita itu, dia lekas mengambil ponsel wanitanya dan kartunya juga kertas struk tersebut.
Ponsel di genggamannya bergetar tanda pesan masuk
(Mil kamu ada di mana sih. Ko gak ada di rumah ) Pesan itu dari Nadia.
Setelah membaca Albian tak menjawab. Dia lekas menutup kembali ponsel sang wanita. Albian sedikit berfikir jika wanita ini di kirim ke tempat tinggalnya. Dirinya tak bisa mendapat wanita ini lagi lalu ia harus membawanya kemana. Sedangkan dirinya tinggal di hotel.
Albian merogoh ponselnya yang berada di saku celana, lalu menghubungi Fahmi.
"Fah, Kau carikan aku tempat tingal sekarang juga. Apartemen."
"Apa tuan akan tinggal di kota ini?" Fahmi malah balik bertanya.
"Ya, untuk sementara waktu. cepat!" Albian tak mengelak.
Albian kembali memasukan ponselnya setelah sambungan itu sudah berakhir.
"Dio, kembali." Printah Albian setelah masuk ke dalam mobil. Wanita itu sudah menganti posisinya.
Sebelum menyimpan kembali ponsel sang wanita, Albian mengambil foto bil tersebut sebagai tanda bukti jika uang itu sudah di kirim. lalu mengirim ke atas nama Miko. Walau Albian tidak pernah melakukan itu tetapi ia sedikit faham, Karena Fahmi dan beberapa anak buahnya juga melakukan itu.
( mbak, banyak sekali uang yang mbak kirim. Apa ini tidak berlebihan.) Miko lekas membalas pesan yang di terima dari sang kakak. Nominal yang dikirim membuat miko terkejut, apa kah gajih kakanya itu besar sekali.
Di tempat kelahiran Mila yaitu Kota Y.
Dua orang berbeda kelamin dan juga usia mereka sedang menonton acara televisi pada sore hari. Sambil menunggu Azan Magrib, Miko sesekali bermain ponselnya.
"Mik, mbak mu ko belum ngabarin seharian ini. Apa dia baik baik saja?" tanya Melati ibu Mila dan Miko.
Ting satu pesan masuk dari sang kakak hanya foto hasil kertas srtuk. Tapi Miko begitu terkejut dengan nominal yang tertera.
"Mik,, kamu dengerin ibu tidak!" Melati kembali bersuara ketika tak di sahut ti oleh sang putra.
"eh,, iya bu. Miko denger ko. Gak ada hanya saja mbak krim uang sebesar Lima juta." Miko memperlihatkan ponselnya ke ibunya. Melati melihat itu menghitung nol nya.
"Ko banyak sekali Mik. Coba kamu hubungi biar ibu berbicara dengan nya." Melati merasa mempunyai firasat buruk, tentang putrinya itu.
Miko lekas menuruti apa yang di katakan ibunya, dia menekan ikon panggil.
Mila merogoh ponselnya dari dalam tas, dengan manik mata yang masih tertutup."Hallo, asalamualikum. Emmm hoam."
"Waalikum salam. Mbak ibu katanya mau ngobrol." Ujar Miko di sebrang sana.
Deg
Mila merasa jantungnya mau lepas, apa yang terjadi. Sepertinya sang ibu akan berbicara serius terlebih lagi uangnya belum di kirim. Pasti ibunya itu sedang ke bingungan.
Saat manik matanya terbuka hal yang pertama di lihat, wajah pria yang sangat menyebalkan tepat di sampingnya. Dengan wajah datar namun manik mata biru itu seakan menebus ke jantung nya.
"Eh,," Mila spontan mundur hingga belang kepalanya terbentur "Aduh, settt,,, sakit sekali." Keluh bercampur desahan kesal Mila sambil mengusap belakang kepalanya
Albian mengulurkan tanganya akan membantu tetapi Mila menghindar.
"Mil kamu baik baik saja kan Nak?" tanya Melati terdengar khawatir, mendengar putrinya sepertinya sedang merasa kesakitan. Dan ia juga mendengar benturan.
"Ah,,, aku baik baim saja bu. Tadi kepalaku terbentur tapi gak pa pa ko." Mila tak ingin ibunya menghawatirkan nya jadi ia lekas menjawab. "Bu maaf aku tadi tidak semp,,,,,"ucapan Mila menggantung di udara
"Nak kamu mengirim uang begitu banyak, apa gajih mu itu besar?" tanya Melati.
"Hah, sebentar. Maksud ibu apa? Coba katakan lagi bu?" Mila kembali bertanya ingin mendengar ulang ibunya mengatakan jika dirinya sudah mengirim uang. Mila melirik sekilat dengan pria di sampingnya.
Albian membiarkan wanita nya mengobrol dengan orang tuanya lebih dulu. Dia akan menjelaskan nya nanti.
.
.
.
Albian membiarkan wanita nya mengobrol dengan orang Tuanya lebih dulu. Dia akan menjelaskan nya nanti.
Mila melihat apa yang di katakan ibunya. Setelah sambungan telfon dengan ibunya telah terputus. Mila terbelalak nominal yang di kirim ke nomor rekening ibu nya. Lalu ia mengecek tasnya, uang gajinya masih di sana. Dan ada sebuah kertas struk kasir, penasaran ia pun mengeluarkan nya dengan tak sabar.
"Ayo turun sudah sampai." Albian mengajak wanita nya turun dari mobil. Mobil itu sudah berhenti di depan lobby.
Jadi Mila kembali memasukan kertas itu dan menutup tasnya, Ia turun matanya menatap, sekeliling bangunan menjulang tinggi itu terlihat sangat kokoh dan ini kali pertamanya Mila menginjakan kaki di tempat seperti ini. Terlihat sangat mewah dan megah tentunya.
Hotel bintang lima Di kota N
Mila begitu kagum melihat bangunan besar di hadapan nya.
"Eh,,Kenapa Anda membawa saya ke tempat seperti ini! Apa anda tidak ada kerjaan membawa orang asing seperti saya." Protes Mila sedikit mengikis jarak dari Albian. Ingin sekali rasanya pulang.
Albian tak menjawab protes sang wanita, ia malah mendekati lekas menangkap tangan Mila menggandengnya dengan lembut. Walau wanita itu memberontak memukul lengannya tetapi Albian tak melepaskan nya.
Wajah datar begitu ketara ketika berada di tempat umum seperti ini bahkan tak ada mimik wajah yang terlihat ramah sama sekali. Begitu dingin dan arogan.
Mila merinding berasa di tarik oleh setan, Jadi ia hanya pasrah saja. Dalam hati berkata"Ya allah apa dosa ku. kenapa aku bisa bertemu dengan orang seperti ini." Manik matanya terus memandang pergelangan tanganya yang hampir memerah. Sakit tentu saja, tetapi ia bahkan tak mampu berteriak atau sekedar meminta tolong.
"Ya, Fah. kau sudah mendapatkan nya!" Albian menjawab panggilan masuk dari Fahmi yang mengatakan jika dia sudah mendapatkan tempat tinggal baru untuknya.
"Ya Tuan, seperti apa yang ada inginkan. Besok bisa di tepati."
Fahmi anak magang yang cuek terhadap lingkungan kantor, dia bahkan tak menempatkan teman. Tak perduli anggapan teman kerjaan nya yang seperti kutub Utara dia hanya fokus bekerja.
Pertemuan dengan Albian itu saat Fahmi yang di tunjuk langsung dari kepala direktur untuk menyambut pewaris perusahan kala itu.
Dan pada saat itu Albian menunjuk Fahmi tanpa pikir panjang dan juga tanpa mengetes kinerja fahmi terlebih dahulu.
Albian melihat dari cara Fahmi menyambutnya begitu baik dan sangat profesional jadi ia menunjuk nya begitu saja, bahkan saat itu juga.
"Bagus, kau sudah menyiapkan ke keperluanku? dan lainya juga." Albian kembali bersuara
"Sudah beres semua Tuan." Fahmi Menjawab tanpa keraguan, jika tuanya memutuskan sesuatu ia harus melakukan lebih tanpa menunggu perintah lagi. Bukan berarti semuanya hanya beberapa hal saja.
Setelah lift terbuka Albian membawa Mila masuk kedalam Tempat tinggalnya.
"Kamu bisa duduk di sana. Jangan coba coba mau kabur!" Albian memperingati Sang wanita sebelum ia masuk ke dalam kamar mandi Namun saat wanita itu berbicara Albian mengurungkannya.
"Ya, tapi tunggu dulu! Apa kah di sini ada mukena. Maksudku aku sudah melewatkan waktu sholat magrib." Cegah Mila saat pria itu akan masuk ke dalam kamar mandi. Tadinya ia hanya melihat seisi ruangan namun ia teringat jika hari sudah sore dan hampir petang. Di tambah lagi begitu banyak drama sedari tadi, dan begitu yakin ini sudah lewat sholat magrib.
Albian masih termenung di sana karen dirinya tidak pernah melakukan itu pada saat hampir petang.
"kamu denger gak sih apa yang aku katakan."
Ujar Mila mendekati Albian yang bengong ia juga menepuk lengan pria itu.
Albian sedikit tersentak apa yang di lakukan sang wanita, yang tiba tiba menepuk lengannya. Ada getaran listrik yang masuk, ketika sang wanita menyentuk kulitnya. Seperti malam itu, malam yang tak bisa ia lupakan.
"Masih saja bengong. Denger gak!" sentak Mila sangat Kesel saat Albian bengong seperti orang linglung.
"Di sini tidak ada. Hemm,, aku akan minta Dio membelikan untukmu. Barang apa tadi yang kau inginkan?" setelah menguasai dirinya lagi Albian pun berkata apa yang ingin di inginkan wanitanya.
"Emang disini tidak ada musola atau bisa pinjam gak usah beli. Lagi pula aku tidak punya uang untuk menggantikan nya nanti. Tadi aja aku sudah berhutang kepada mu. Bahkan gajiku tidak biasa menutup uang yang kamu kirimkan ke orang tau ku. " Ujar Mila panjang sedari tadi ia memikirkan nominal itu dan ia yakin jika uang itu adalah uang pria asing ini.
Albian mlongo apa yang di katakan wanita ini, perkataan pinjem itu tidak ada kamus di kehidupannya.
"Kamu kenapa sih? Ini hampir isya loh."Mila menepuk lengan Abian lagi, suguh kesal kenapa pria ini selalu bengong.
"Beli saja ya, jangan pikirkan soal uang."
"Terserah kau lah." ujar Mila kemudian ia mendorong Albian agar bergeser tidak menghalangi jalan ke dalam kamar mandi.
Albian menurut setelah itu ia menghubungi Dio lalu mengatakan apa yang di katakan wanita tadi. Untung saja Dio agama nya sama dengan Mila jadi tidak perlu menjelaskan panjang lebar.
"Pakean juga dan perlengkapan lainya. 5 menit!" ujar Albian menghampiri sambungan telfon tersebut.
"Hufff, belum mulai saja sudah ada penghalang." Keluh Albian lemas. Pria itu duduk di atas ranjang, pikirannya sedikit buntu. Agar bersatu dengan wanita ini tidak mudah. Walau dirinya mempunyai kekuatan pasti wanita ini tidak akan bisa di bujuk.
tok tok tok
ceklek
"Ini Tuan, barang yanga Anda inginkan." Ujar Dio setelah sang tuan Mudanya membuka pintu.
Dio menyerahkan paper bag yang di bawanya tadi, untung saja di depan gedung tersebut terdapat butik dan kebetulan butik itu tidak hanya menjual gaun tetapi berbagi mukena model lama dan juga baru. Jadi Dio tidak perlu lama mencari barang yang di inginkan tuannya.
Albian membawa paper bag tersebut menaruhnya di atas ranjang setelah menutup pintu
Bersamaan dengan Mila yang keluar dari kamar mandi.
"Ini Barang kamu inginkan, semuanya untuk kamu." Ujar Albian mengulurkan paper bag tersebut tetapi Mila hanya melihatnya. Tak ingin menerimanya takut bersentuhan dengan sang pria.
"Maaf tapi bisa taruh saja. Aku sudah ambil air wudhu nanti batal. Sebelumnya terima kasih." Ujar Mila mau bagaimana pun ia harus jujur.
Albian tak memusingkan itu ia menaruh paper bag itu segera berlalu. Dan sebenarnya ia sudah menahan buang air kecil sedari tadi.
Mila segera melakukan kewajibannya.
#####
Di rumah petak sederhana milik orang tua Mila
"Mik, apa mungkin Mila pinjem ke bosnya ya. Masa ia gajih nya besar sekali." Ujar Melati masih tak percaya kenapa putrinya mengirim uang terlalu banyak menurutnya.
"Emang tadi kakak bilang apa ke ibu?" Miko malah balik tanya.
"Kakak mu hanya terkejut gak bilang apa apa. Tapi mungkin nanti ibu bicara lagi. Takutnya iya itu uang pinjem bosnya, kasian Mila." Ujar Melati
.
.
.
H
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!