"Kau adalah ratu yang mandul!!"
"Kau bekerja sama dengan pemberontak agar kerajaan hancur!!"
"Semua keluargamu adalah pemberontak!!!"
Semua tuduhan itu diteriakkan oleh rakyat pada Keira yang sedang bersujud di depan raja.
"Bunuh dia!!!"
"Bunuh semua keluarganya!!!"
"TIDAAAKKKK!!!! JANGAN!!!! TIDAKKK!!!" teriak Keira.
"Raja, kau yang tahu kenapa aku tidak bisa memiliki anak. Kau yang paling tahu!!" lanjutnya berusaha mengubah keputusan raja.
"Raja, dia telah menuduh mu melakukan semua ini dengan sengaja. Sungguh wanita tidak tahu diri!! Padahal Raja telah menempatkannya di posisi yang paling terhormat selama lebih dari sepuluh tahun. Dia hanya berhak mendapatkan hukuman Yang Mulia" tambah wanita licik yang sekarang tanpa malu bergelayut manja di lengan Raja.
Wanita licik itu memang berulang kali berencana untuk menurunkan posisi Keira. Dan kini sepertinya berhasil. Tanpa memeriksa kebenaran, pria yang ada di atas kursi kebesaran itu memerintahkan algojo membunuh semua keluarganya sampai tak bersisa.
Mata Keira bergetar menatap darah yang keluar dari semua tubuh keluarganya.
Dalam hati, hanya satu pertanyaan yang tersisa.
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
Tak terasa sudah lima belas tahun berlalu sejak hari eksekusi semua keluarga Keira. Semua pertanyaan yang berawalan dengan kata kenapa tak pernah mendapatkan jawaban sama sekali. Dan sekarang, dia menjadi seorang pesakitan tua di dalam penjara yang usang.
Setiap jengkal kulitnya dihiasi oleh luka penyiksaan. Keriput bercampur darah menyelimuti wajahnya yang menua. Dan sepertinya, hari ini dia tidak sanggup lagi melanjutkan hidup. Keira hanya berbaring di tanah penjara, menatap ke sinar bulan yang terpantul di dinding.
Sekelebat perjalanan hidupnya berlalu dengan sangat cepat di kepala.
Dari sejak dia ditetapkan sebagai calon ratu kerajaan Galespire di usia yang masih sangat muda. Menjalani semua pelatihan dan pendidikan agar bisa menjadi calon ratu sempurna bagi Raja selanjutnya.
Setelah berusia tujuh belas tahun, akhirnya dia dikirim ke kerajaan untuk menjalani pernikahan dengan Raja yang baru. Seorang pria dengan rambut gelap, wajah garang dan badan yang sangat tegap. Saat melihat raja pertama kali, dia merasa siap mengabdikan diri selamanya.
Tak dia sangka, semua itu tidak berguna sama sekali. Karena Raja telah memiliki pendamping wanita yang sangat dicintainya. Dinikahi di hari yang sama dengannya.
Hanya saja, wanita itu berasal dari keluarga prajurit biasa. Dianggap tidak pantas menyandang gelar Ratu sepertinya. Meski merasa janggal, Keira tidak protes dan tetap menikah. Menjalani kehidupan sebagai ratu yang tidak pernah dianggap oleh raja sama sekali.
Sampai akhirnya dia diturunkan dari kursi ratu dan berakhir di penjara.
"Seandainya aku bisa mengulang semuanya. Aku akan bersenang-senang dengan waktuku di dunia. Aku akan makan enak, tidur nyenyak dan ... . Memiliki beberapa pria yang bisa memuaskan ku" kata Keira lalu terkekeh.
Ya, selama menikah Keira tidak pernah disentuh oleh Raja. Dia juga tidak ingin disentuh oleh pria lainnya, dengan anggapan kalau hal itu adalah bentuk pengkhianatan pada Raja.
"Sungguh hidup yang sia-sia" katanya lalu menghembuskan napas terakhir dengan tenang. Setidaknya, ini adalah anugerah terakhir yang bisa diberikan Tuhan padanya. Mati dengan tenang meski bentuk tubuhnya tak lagi dalam keadaan baik.
Tubuh Keira menjadi sangat ringan. Dia merasa sangat nyaman dan tenang.
Perlahan dia membuka matanya dan tersenyum. Pantas saja dia merasa nyaman. Dia sedang berendam air hangat di sebuah bak mandi yang terbuat dari Kuningan. Temperatur airnya sangat pas, membuat seluruh tubuh yang selama ini terbiasa dengan siksaan merasa santai.
"Sungguh nyaman" katanya lalu memejamkan mata lagi. Berusaha untuk mengingat betapa nyamannya berendam sebelum menjalani kehidupan selanjutnya setelah mati.
"Saya menambahkan mawar, agar Anda lebih nyaman Ratu" kata seseorang. Keira membuka mata dan melihat Jane, pelayan setia sekaligus teman masa kecilnya. Yang mati bersama seluruh keluarganya dulu.
"Jane, kau tampak baik-baik saja" katanya.
"Apa? Bagaimana saya bisa baik-baik saja. Raja sialan itu telah menikahi wanita lain. Bahkan sekarang menghabiskan malam pernikahan di kamar wanita lain, bukan bersama Anda. Yang merupakan Ratu nya. Saya tidak baik-baik saja" cecar Jane dengan gaya kesal yang masih diingat oleh Jane, membuatnya kembali tersenyum.
Dia sangat merindukan temannya ini. Karena itu Jane yang pertama muncul saat akhirnya Keira mati
"Aku tidak peduli. Yang penting kau ada disini" kata Keira belum tahu apa yang terjadi.
"Anda seharusnya marah Nona. Anda adalah Ratu sah di negara ini. Bahkan sudah menunggu pernikahan ini selama lebih dari tiga belas tahun."
Keira kembali menutup mata dan menyesap keharuman yang dihasilkan kelopak-kelopak mawar yang mulai masuk ke dalam air. Menikmati setiap gelombang air saat dia bergerak sedikit.
"Sudahlah. Mandi air hangat sungguh membuatku nyaman" balasnya tidak membuat Jane puas. Temannya itu masih mengerucutkan bibir, mirip seperti yang diingat Keira.
"Saya tidak mau Anda diperlakukan seperti ini di hari pernikahan. Semua orang tampak menghormati Anda padahal dalam hati mereka tertawa. Mungkin bersorak mengetahui wanita rendahan dari kerajaan dapat mengalahkan putri bangsawan yang terhormat"
Melihat Keira tidak merespon dan terus menikmati mandinya, Jane merasa kesal. Dia menghentakkan tubuh Keira, mencoba mencari pembelaan.
"Kenapa rasanya nyata?" tanya Keira yang berpikir kalau semua ini hanyalah flashback kehidupan lamanya.
"Nyata apanya? Ini semua nyata Nona. Anda telah diperlakukan tidak adil di kerajaan!!"
"Tunggu!!" teriak Keira mulai memeriksa tubuhnya.
Dia bisa merasakan tubuhnya. Tubuh seorang wanita berusia tujuh belas tahun. Kulit halus dan kenyal, bersih tanpa bekas luka dan darah kering bekas penyiksaan. Wajahnya juga tidak memiliki keriput sama sekali. Dia memeriksa semua kuku tangan dan kakinya. Semuanya lengkap dan masih tampak sangat bagus. Tidak terlepas atau berdarah.
"Nona, Anda kenapa?"
Jane juga masih sangat muda. Tampak seperti ada di usia remajanya. Lima belas atau enam belas tahun.
"Dimana kita?" tanya Keira mulai merasa tidak senang.
"Di kamar Ratu"
"Kenapa aku disini?"
"Karena Anda baru saja menikah dengan Raja tadi pagi. Tapi ternyata dia menikahi selirnya juga. Tanpa ada pemberitahuan sama sekali sebelumnya. Nona, Anda mulai menakuti saya. Apa Anda terlalu terpukul sampai melupakan semua ini?"
Lupa? Bagaimana bisa dia melupakan semua ini? Tidak mungkin. Dia sangat ingat betapa sakit hati dirinya saat mengetahui Raja telah mencintai wanita lain. Bahkan menikahi wanita itu di hari yang sama. Namun dia berpura-pura kuat karena tidak ingin membuat keluarganya juga Jane sedih.
Kalau dia mengingat semua, dan merasakan apa yang tubuhnya seharusnya rasakan. Apa itu berarti ... Dia tidak mati?
Dia tidak mati dan kembali ke waktu saat dia pertama datang ke kerajaan ini untuk menikah? Kenapa? Kenapa dia tidak mati saja? Kenapa dia harus merasakan semua ini lagi?
"Tidaaaakkkkkk" teriaknya lalu memukul air dengan keras. Membuat percikan besar yang masuk ke dalam matanya. Perih sekali.
"Nona, apa Anda begitu sedih?" tanya Jane tidak dia dengarkan.
Tunggu. Apa mungkin, Tuhan memintanya untuk menjalani hidup ini lagi, dengan cara yang berbeda? Jadi, Tuhan ingin dia merubah apa yang dia sesali? Agar hidupnya tidak terasa sia-sia? Apa benar itu yang terjadi?
Kalau begitu ...
Perlahan senyum nakal mengembang di wajahnya yang cantik.
"Nona, Anda tidak apa-apa?" tanya Jane berusaha mengkonfirmasi apakah Keira dalam keadaan sehat. Karena dia hanya diam selama beberapa saat.
"Tidak apa-apa. Aku hanya ... "
Keira melihat Jane, mendadak melompat keluar dari air dan memeluk temannya itu.
"Aku merindukanmu. Kau tidak akan pernah tahu bagaimana menderitanya aku hidup tanpamu" lanjutnya membuat Jane bingung.
"Tapi kita selalu bersama Nona. Belum pernah berpisah"
Setelah kematian tragis Jane dan seluruh keluarganya, Keira kehilangan dirinya. Hanya bisa menerima semua siksaan. Berharap semua sakit dan pedih itu akan membuat kematiannya cepat datang.
Tapi permintaannya tidak dijawab dengan cepat oleh Tuhan. Tubuhnya bertahan menerima semua siksaan sampai lima belas tahun lamanya. Membuatnya terpaksa hidup dengan menyedihkan di penjara.
Keira ingat malam ini. Dulu, dia menangis semalaman karena tidak disentuh oleh Raja. Meratapi bahwa posisinya telah digantikan oleh wanita lain yang mendapatkan hati Raja.
Lalu hari-demi hari penuh dengan penderitaan akan segera dimulai.
"Tidak. Semua tidak boleh terjadi" gumamnya.
"Apa Nona?" tanya Jane tidak mengerti.
"Kau ... Tidak boleh menderita" kata Keira.
"Apa?"
"Tidak. Bukan hanya kau. Aku juga. Semua keluargaku juga. Kita tidak boleh menderita. Tidak boleh menangis. Yang harus kita lakukan adalah selalu bahagia. Kita harus bahagia bagaimanapun caranya"
Meski tidak mengerti maksud Keira, Jane mengangguk.
Malam yang panjang berakhir juga. Sinar matahari terik menerpa wajah Keira. Dia terbangun dan merasa bahwa hari ini sangat indah.
"Matahari bersinar cerah, bunga warna-warni bermekaran, pohon berdaun hijau tertiup angin ringan dan langit biru tanpa awan. Sungguh cuaca yang menawan" katanya melihat pemandangan diluar jendela.
Maklum saja, Keira menghabiskan lima belas tahun di dalam penjara bawah tanah yang dingin dan gelap. Tidak pernah memiliki kesempatan melihat pemandangan dari jendela kecil berteralis yang terletak jauh dijangkauannya.
"Selamat pagi Nona. Anda sudah bangun?"
"Jane, senang melihatmu"
"Nona, pagi ini Anda diperintahkan untuk makan bersama Raja dan selirnya" kata Jane dengan nada kesal.
Pagi ini.
Kejadian yang sama berulang kembali. Keira ingat pagi itu dia juga diundang makan. Lalu menampakkan rasa kesal di wajahnya karena Raja tidak mendatanginya semalam. Bahkan menampakkan kemesraan dengan wanita liciknya di depan Keira.
"Rias aku biasa saja" jawab Keira malas.
"Nona, Anda harus tampil lebih mewah daripada sebelumnya. Tunjukkan bahwa Anda adalah Ratu di kerajaan ini!"
"Untuk apa? Lagipula pria itu juga tidak akan melihatku. Lebih baik aku menghemat alat rias yang mungkin tidak akan pernah bertambah banyak ini"
Apapun yang dilakukan oleh Keira tak akan pernah mengubah pria jahat itu. Dia akan tetap menjadi Ratu yang terabaikan.
"Tapi Nona ... "
"Lakukan perintahku! Dan jangan lupa untuk memanggilku dengan sebutan Ratu! Bukan Nona lagi. Karena kita ada di kerajaan sekarang. Jangan sampai satu kesalahan membuat kita dihukum"
Jane segera mengangguk, menepikan semua protes yang siap meluncur dari bibirnya. Perlahan, wajah cantik Keira menjadi lebih mempesona. Rupanya, riasan tipis semakin menonjolkan kecantikannya. Kenapa dia tidak tahu tentang hal ini dulu?
Dia selalu menutupi wajah muda dan cantiknya dengan riasan tebal. Hanya untuk menunjukkan kedudukannya di kerajaan ini. Tidak mengerti kalau semua itu adalah perbuatan yang sia-sia.
"Anda sangat cantik Nona ... Eh Ratu. Sangat cantik. Apalagi dengan gaun biru langit yang mendukung warna mata Anda"
"Iya, terima kasih Jane. Sekarang kita berangkat!"
"Baik Ratu"
Keira keluar dari kamarnya. Menghadapi mata pelayan yang melihatnya dengan kagum. Namun, tidak menghentikan mereka berbicara tentang nasib buruknya. Tidak didatangi oleh Raja di malam pernikahan.
"Selamat pagi Ratu" sapa seorang prajurit dengan baju besi berwarna hitam. Bukankah ini Jendral Malone? Tangan kanan Raja jahat yang ikut mengulurkan tangan membunuh keluarganya dulu?
Ingin sekali Keira melampiaskan kemarahannya namun, wajah Jenderal Malone menghentikannya. Kenapa Keira baru tahu kalau Jenderal Malone ternyata tampan?
Dengan rambut kemerahan dan alis yang tegas. Lalu wajah berhiaskan beberapa luka di pipi dan dagunya. Tiba-tiba gairah dalam diri Keira bergejolak.
"Jenderal Malone" jawab Keira membuat mata berwarna cokelat itu mengarah padanya.
"Siap Ratu"
"Apa kau sudah menikah?" tanya Keira membuat Jenderal Malone, Jane dan beberapa prajurit disitu heran. Karena dia tidak pernah sekalipun mengetahui riwayat pernikahan para prajurit kerajaan saat itu. Bagi Keira, semua itu tidak terlalu penting dulu. Tapi sekarang berbeda.
"Saya belum menikah"
Belum menikah? Bagaimana bisa pria dengan wajah garang dan tubuh se kekar ini belum menikah? Apa semua wanita di kerajaan ini buta? Keira mulai membayangkan tangannya meraba tubuh kekar di balik baju besi itu. Perlahan bagian bawah tubuhnya merasa basah dan ... pintu tiba-tiba terbuka.
Membuat Keira melihat wajah seorang pria yang telah membuat hidupnya tersiksa dulu.
"Kau sudah datang" kata pria itu disusul oleh langkah kecil wanita licik yang sangat dibenci oleh Keira.
"Iya. Aku sudah datang"
"Apa itu cara bicara kepada seorang Raja?"
Kenapa pria itu protes dengan gaya bicara Keira? Dia memang membenci pria itu dan tidak berniat menyembunyikannya dalam hati. Dia akan menunjukkan kebenciannya dari cara bicara dan kelakuan. Hanya pada pria ini saja dan wanita liciknya.
"Sayang sekali Anda tidak menyukai cara bicara saya. Tapi ... Beginilah saya" jawabnya lalu berjalan masuk ke dalam ruang makan.
Mata Keira melihat wanita kecil dengan gaun berwarna merah yang menerawang. Sungguh memberi kesan seorang pelacur yang siap membuka kakinya untuk siapapun.
"Selamat pagi Ratu, Anda tampak sangat cantik pagi ini" kata wanita licik itu.
Darah Keira mendidih hanya berada di ruangan bersama dua orang yang paling dibencinya. Tapi dia harus menahan emosi itu.
"Tentu saja" jawabnya singkat lalu melihat penataan meja yang janggal. Raja berada di salah satu sisi meja, dekat dengan wanita licik. Sedangkan kursinya diletakkan sedikit lebih jauh dari keduanya. Tanpa banyak bicara, Keira meminta Jane memindahkan piringnya. Ke ujung sisi meja yang satunya.
"Tapi Ratu, Anda akan berada lebih jauh lagi" protes Jane.
"Lebih baik seperti itu" jawab Keira. Jane terpaksa menjalankan perintahnya. Membuat Keira makan di tempat yang jauh dari dua burung merpati yang saling mencintai itu.
"Kenapa kau duduk di tempat yang jauh?" tanya Raja menyadari apa yang dia lakukan.
"Pasti Ratu merasa tidak nyaman dengan keberadaan saya. Seharusnya saya tidak ikut sarapan pagi ini" jawab wanita licik dengan nada manja menjijikkan.
"Kau tidak salah. Ratu, kembalikan posisi kursi itu ke tempat sebelumnya! Kau membuat kami tidak nyaman!"
Memangnya siapa yang nyaman makan dengan kalian? Pikir Keira.
"Saya hanya memikirkan kenyamanan Anda, Raja. Tidak melihat wajah Anda juga membuat saya makan dengan lebih tenang" jawabnya berani.
"Apa?"
"Sungguh membuang waktu makan. Tidak bisakah kita mulai makan sebelum semuanya menjadi dingin?" desak Keira membuat Raja jahat itu menyerah.
Berada di sisi meja yang satunya seperti ini benar-benar membuat Keira makan dengan lahap. Apalagi dengan semua bunga yang ada di atas meja, menutupi wajah dan badan pria jahat dan wanita licik itu.
Kenapa sebelumnya dia tidak melakukan hal ini? Dan memilih untuk melihat kemesraan keduanya yang membuat nafsu makan Keira menghilang? Cih.
"Yang mulia Raja, apa ini tidak apa-apa? Bagaimana dengan Ratu?" tanya Mary dengan suara lucu dan manjanya.
"Tentu saja tidak apa-apa. Aku adalah Raja. Semua terserah padaku" jawab William lalu melepas jubah kebesarannya. Dan mulai menanggalkan gaun pernikahan Mary. Dia mengecup leher wanita itu dan mulai terangsang. Dengan cepat, dia melemparkan tubuh kecil dan rapuh itu ke atas ranjang. Lalu menindihnya.
"Tapi Ratu juga Anda nikahi hari ini. Akan sangat memalukan bagi Ratu kalau tersebar kabar Anda lebih memilih untuk tidur dengan saya daripada dia"
"Jangan memikirkan sesuatu yang tidak berguna!"
"Tapi Raja, saya takut"
Wanita rapuh itu memeluk tubuhnya. Membuat birahi yang muncul kembali tenggelam dengan cepat. Berubah menjadi rasa segan untuk menyentuh wanita yang dikasihinya. Apalagi melihat ketakutan yang terpancar di wajah Mary. William memilih untuk membuat wanita itu tenang lebih dulu.
"Tenanglah. Kita juga menikah hari ini. Bukankah hal ini yang kita impikan dari dulu? Ratu hanyalah wanita yang harus ku nikahi untuk berada di posisi ini. Jangan takut. Selama aku di sisimu, tidak akan ada orang yang berani mengusik mu."
"Tapi ... "
"Aku adalah Raja di negeri ini. Raja yang menguasai empat wilayah. Apa kau masih meragukan kemampuanku dalam melindungi mu?"
"Tidak. Tentu saja tidak. Anda memang pria yang layak menjadi Raja empat wilayah"
"Kau pasti terlalu lelah dengan persiapan pernikahan. Lebih baik tidurlah, agar tubuhmu tidak lelah" kata William menyerah dengan penyaluran birahinya malam ini.
Setelah Mary tertidur, dia menghampiri meja. Menuang anggur untuk dirinya sendiri di gelas dan meminumnya.
Dua pernikahan dalam sehari. Sesuatu yang tidak pernah William bayangkan sebelumnya. Hanya satu wanita yang dicintainya, tapi ternyata tidak membuat kedua orang tuanya, mau meloloskan keinginannya menjadikan Mary sebagai Ratu.
Karena ada satu wanita lain. Wanita yang telah disiapkan menjadi Ratu baginya. Wanita yang katanya sejak kecil telah menerima pendidikan dan pengetahuan sebagai Ratu.
Keira Knightley.
Putri bangsawan dari wilayah Nemorosa. Sedangkan Mary hanya berasal dari keluarga prajurit miskin.
Terpaksa William menerima pernikahan yang diusulkan. Dengan syarat menikahi Mary di hari yang sama. Karena dia tidak ingin menyentuh seorang wanita asing. Satu-satunya wanita yang akan mengandung putranya nanti adalah Mary. Bukan wanita asing yang sama sekali tidak dikenalnya.
Keesokan harinya, protokol kerajaan membuatnya melakukan sesuatu yang tidak disukainya lagi.
"Anda harus makan bersama Ratu. Hal itulah yang membuat keluarga Kerajaan bersatu" kata penasehat kerajaan.
Terkurung dengan protokol kerajaan, William terpaksa menyetujui. Tidak mengira wanita asing yang dinikahinya kemarin ternyata memiliki wajah yang cantik sekali. Dengan tubuh yang tinggi semampai. Sangat pantas berada di posisi Ratu karena kecantikan dan keanggunannya.
Tapi, kenapa wanita itu bersikap aneh kepada Jenderal Malone? Dan memilih untuk bicara ketus padanya? Seakan wanita itu lebih tertarik pada Jenderal Malone daripada dirinya.
Bahkan wanita itu memilih untuk duduk lebih jauh dari yang seharusnya di meja makan. Membuat William tidak dapat melihat wanita itu dari balik semua bunga dan lilin yang menghiasi meja.
"Raja, kenapa Anda tidak makan?" tanya Mary dengan suara lembut. Menyadarkan William kalau dia terlalu banyak memperhatikan wanita lain, bukan Mary.
"Tidak. Ayo makan" jawabnya mengembalikan fokus pada wanita yang dicintainya.
Sarapan telah usai dan wanita itu berjalan mendekat ke arah William. Mary ingin berdiri untuk menunjukkan perbedaan tingkat keduanya. Tapi William melarangnya. Baginya, Mary memiliki kedudukan lebih tinggi daripada wanita itu.
"Saya sudah selesai" kata wanita itu lalu berbalik dan meninggalkan ruang makan. Tanpa terlihat kesal atau apapun. Hanya berpamitan dan pergi begitu saja.
"Raja, pasti Ratu kesal melihat saya tidak berdiri" ujar Mary.
"Dia tidak akan pernah berpikir seperti itu. Kau adalah wanita yang lebih baik daripada dirinya. Jangan pernah merasa lebih rendah saat bersamaku!"
"Baik Raja"
Baru saja William ingin meninggalkan ruang makan, dia mendengar suara wanita yang jelas-jelas sedang menggoda seorang pria. Dan wanita itu ternyata adalah ... Ratu.
Senyum tipis dan gerakan tangan halus jelas-jelas menunjukkan bahwa wanita itu sedang menggoda Jenderal Malone.
"Anda pasti lelah berdiri disini terus. Bagaimana kalau malam ini Anda menemani saya berjalan-jalan ke taman? Toh malam ini Raja akan sibuk di kamarnya" kata wanita itu begitu jelas terdengar di telinganya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya William merubah mimik wajah wanita itu. Dari senang menjadi murung. Sangat jelas terpampang, wanita itu, Ratu yang baru dinikahinya sama sekali tidak menyukai William.
"Saya? Tidak melakukan apa-apa. Saya pergi" jawab wanita itu lalu pergi dengan pelayannya. Meninggalkan Jenderal Malone yang melihat William dengan takut.
"Raja, saya ... "
"Kau tidak perlu menjelaskan apa-apa padaku, Jenderal!" tegas William lalu kembali ke ruangannya bersama Mary.
Saat dia kira bisa bersenang-senang tapi penasehat kerajaan telah menunggunya dengan berbagai macam pekerjaan. Salah satunya adalah menerima utusan dari empat wilayah yang menghadiri pernikahannya kemarin
Karena kehadiran Mary kemungkinan besar akan membuat masalah, William menyuruhnya beristirahat di kamar.
"Anda merasa terganggu dengan kehadiran saya?" keluh Mary
"Tentu saja tidak"
"Kalau begitu saya boleh ikut menemui mereka?"
Merasa tidak punya alasan untuk menyingkirkan Mary dari sisinya. William masuk bersama selirnya. Tidak menyangka akan mendapatkan reaksi keras. Tidak hanya dari utusan Nemorosa. Namun tiga wilayah yang lain juga.
"Seharusnya Anda menemui kami dengan Ratu" kata pemimpin wilayah Aetherlyn.
"Ternyata Anda bukan Raja yang bijaksana" ujar pemimpin wilayah Rimegate.
Pemimpin wilayah Migesta hanya diam saja tapi melayangkan pandangan merendahkan pada Mary.
Dan yang terburuk dari semuanya. Pemimpin wilayah Nemorosa. Ayah dari Ratu.
"Ini namanya penghinaan. Belum puaskan Anda menghina saya kemarin? Menikahi wanita lain disaat putri saya harusnya menjadi satu-satunya pengantin. Dan bahkan tidak mengajak putri saya yang jelas seorang Ratu. Dan membawa wanita ... Tidak jelas ini ke pertemuan sepenting ini"
William merasa harga dirinya sebagai Raja direndahkan. Siapapun yang ingin dia ajak, itu adalah terserahnya. Sebagai seorang Raja, tidak boleh ada yang mengoreksi tindakannya.
"Dia adalah istriku" Belanya tidak membiarkan Mary terpojok.
"Putri saya adalah Ratu yang sempurna. Tidak akan pernah mengingkari tugasnya sebagai seorang Ratu. Pasti Anda yang melarangnya ikut karena kehadiran wanita ini. Saya akan anggap ini sebuah penghinaan. Yang mulia Raja terdahulu pasti kecewa dengan kelakuan putranya yang selalu dibangga-banggakan" ucap pemimpin wilayah Nemorosa lalu pergi dari ruangan Raja.
Diikuti oleh pemimpin wilayah lain. Membuat William kehilangan wibawa, di depan wanita yang dicintainya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!