NovelToon NovelToon

Satu Cinta Untuk Dua Wanita

Pernikahan Tak Diduga

...Assalamu'alaikum sahabat fillah...

...Ini merupakan lanjutan dari kisah Fian Aznand yang ada di novel "Engkau Milikku" Kalian bisa baca novel itu terlebih dahulu jika ingin tahu siapa Fian Aznand dan latar belakang kehidupan Fian Aznand, tapi jika ingin baca ini langsung juga boleh aja. ...

...Semoga suka dengan cerita ini ya, salam sayang dari author 😊 Jangan lupa berikan dukungan dengan vote dan komentar nya. Untuk visual tokoh, kalian bisa lihat di akun sosial media author. ...

...Ig : velinaselina02...

...Tiktok : vebigusriyeni...

...Jangan lupa follow...

...***...

Fian sedang sibuk dengan dokumen kerja yang harus dia selesaikan malam ini, dia sekarang berada di sebuah desa terpencil yang tidak begitu banyak penduduk.

Rumah yang ditempati oleh Fian juga sedikit terpencil dari rumah warga yang lain, kiri, kanan, dan belakang hanya terdapat ladang jagung sehingga suasana di sekitar rumah itu sangatlah sepi dan hening.

Seminggu lagi adalah hari pernikahannya dengan Naima Aghnia, gadis yang tidak sengaja bertemu dengannya di sebuah mall dan akhirnya bekerja di perusahaan miliknya hingga menjadi kekasih bahkan sekarang sudah menjadi calon istrinya.

Awalnya Fian ke desa itu untuk melihat lokasi proyek yang akan dia garap namun lokasi itu tidak cocok dengannya karena ada seorang gadis dari masa lalu yang ternyata orang desa itu.

Fian datang ke desa itu bersama dengan Hamid, orang kepercayaannya, namun malam ini Hamid diminta oleh Fian untuk mencari makanan, lalu tiba-tiba lampu mati.

"Sial, kenapa pakai acara mati lampu segala sih?" Fian menghidupkan senter dari ponselnya dan berjalan keluar rumah untuk melihat sekring.

Saat membuka pintu, tiba-tiba tubuh Fian dilabrak oleh seorang gadis yang langsung memasuki rumah Fian dengan begitu ketakutan.

"Heh siapa kamu?" Teriak Fian, namun gadis itu langsung menarik Fian masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu. Suasana gelap membuat gadis itu semakin ketakutan, dia bersembunyi bersama Fian di dalam rumah tersebut. Fian dapat mendengar kalau gadis itu terisak dalam tangisnya, lalu tiba-tiba pintu rumah tersebut digedor dengan kuat oleh tiga orang pria berbaju hitam lengkap dengan penutup wajah hingga Fian tidak bisa mengenali mereka.

Kaca rumah dilempar dengan batu hingga pecah yang mengakibatkan ketakutan luar biasa bagi gadis itu.

"Mending kita sembunyi di dalam kamar saja, jauh lebih aman." Ajak Fian yang dibalas anggukan oleh gadis tersebut. Mereka berlari menuju kamar dan mengunci kamar itu, Fian merasakan degupan kencang di jantungnya.

"Mereka siapa?" Fian bertanya pada gadis tersebut.

"Aku tidak tau, aku tadi diminta untuk datang ke sebuah kebun oleh gadis bernama Vivi lalu tak lama aku dikepung oleh tiga orang berpakaian hitam, mereka membawa senjata tajam, aku sangat takut, aku melihat rumah ini makanya aku langsung ke sini." Tuturnya dengan suara terdengar gemetar.

"Vivi? Apa maksudnya memintamu untuk datang ke kebun malam-malam begini?"

"Dia bilang mau menunjukkan sesuatu padaku, aku sendiri tidak tau, karena aku sangat mempercayainya makanya aku datang." Fian mengangguk, dia berniat untuk keluar.

"Tunggulah di sini, aku akan menghadapi mereka."

"Jangan, aku tidak mau kamu kenapa-napa, tetaplah di sini." Fian teringat dengan perkataan kakak iparnya sebelum dia berangkat ke desa itu, dia tidak ingin kalau pernikahannya batal hanya karena hal seperti ini.

"Baiklah, kita tunggu saja sampai aman di sini, sebentar lagi temanku akan datang." Gedoran dan teriakan ketiga pria misterius itu menggema di dalam pendengaran Fian dan gadis itu.

"Bagaimana ini? Kenapa mereka belum pergi juga?" Gadis itu semakin ketakutan, ada sekitar sejam lebih mereka di dalam kamar bersembunyi hingga akhirnya lampu pun menyala menerangi ruangan kamar tersebut.

Fian dapat melihat dengan jelas wajah gadis yang dia tolong itu, begitu juga dengan gadis tersebut.

"Sepertinya mereka sudah tidak ada lagi." Kata Fian, mereka keluar dari kamar lalu mengintip keluar dan ternyata memang sudah aman.

Gadis manis berwajah anggun dan lembut itu terlihat lega, dari logat bahasa yang dia gunakan, Fian bisa menebak kalau dia bukan dari Indonesia. Wajahnya seperti orang arab, ya bisa dibilang seperti itu, cantik, tinggi, putih dan sangat lembut.

"Terima kasih, kamu sudah bersedia membantu saya." Ucap gadis 23 tahun itu pada Fian.

"Ya." Jawab Fian dengan singkat.

"Apa kamu berani untuk pulang sendiri? Ini sangat gelap." Ujar Fian saat melihat di luar rumah begitu gelap, hanya hamparan ladang jagung yang terlihat.

Gadis itu tampak sedikit ragu karena baru saja dia hampir dibunuh oleh orang yang tidak dia kenal.

"Tunggulah di sini, aku akan mengantarkan mu." Fian kembali ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya yang tidak mendapatkan sinyal semenjak datang ke desa itu tadi pagi.

Syena berdiri di teras rumah, dia melihat kalau warga berbondong-bondong menghampiri dirinya, gadis itu tersenyum lega namun seketika berubah karena mendengar teriakan Vivi yang menggema di antara rombongan tersebut.

"Lihat itu bapak-bapak, ibu-ibu, mereka malah berzina di dalam rumah itu." Teriak Vivi yang membuat para warga tersulut emosi.

"Dasar wanita hina, kalau mau berbuat tak senonoh jangan di kampung kami ini." Teriak seorang pria yang usianya berkisar 40 tahunan.

"Ada apa ini?" Tanya gadis itu heran.

"Bunuh saja dia, dasar wanita biadab." Kembali teriakan itu menggema.

"Vivi, kenapa ini? Kenapa kamu menuduh aku begitu?"

"Jangan sok suci kamu Syena, kamu itu melakukan zina kan dengan Fian di dalam rumah itu?"

"Fian?" Syena nama gadis itu, dia baru tahu kalau pria yang sudah menolongnya bernama Fian.

"Demi Allah, aku dan dia tidak berbuat apa-apa, aku berani bersumpah." Jawab Syena dengan air mata yang sudah melimpah dari kelopak matanya.

Mendengar suara ribut di luar, Fian keluar dan kaget melihat warga sudah berkumpul di depan rumahnya.

"Ada apa ini?" Tanya Fian.

"Nah ini dia laki-lakinya, seret saja mereka berdua, datang ke kampung ini hanya membuat bala."

"Kalian tidak boleh main hakim begini, memangnya ada apa?"

"Kalian sudah berbuat zina di kampung kami."

"Kami tidak berbuat apa-apa." Bela Fian.

"Memang untuk apa kalian berdua dalam rumah ini malam-malam." Fian mencoba untuk menceritakan apa yang terjadi sebenarnya pada warga, namun karena hasutan Vivi, warga tetap menuduh mereka telah berbuat zina dan terus menyudutkan Fian dan Syena.

Fian menatap benci ke arah Syena yang memang tidak tau apa-apa.

"Sialan kau, kau menjebak ku ya?" Tuduh Fian pada Syena.

"Wallahi, aku tidak menjebak atau berniat buruk padamu."

Setelah perdebatan sengit, akhirnya Fian dan Syena dibawa ke balai desa untuk dinikahkan. Wali Syena adalah wali hakim, teriakan sah dari para saksi membuat Fian dan Syena sekarang sudah menjadi suami istri yang sah secara agama.

Mereka diusir malam itu juga dari kampung tersebut, tak lama Hamid datang membawakan makanan, dia sangat kaget melihat bos nya sudah terjebak seperti ini. Fian menemani Syena untuk membereskan barang-barangnya lalu lanjut ke tempat Fian menginap untuk mengemasi barang-barang Fian pula.

Sekarang sudah pukul 9 malam, wajah Fian dan Syena sedikit terluka akibat amukan warga yang sudah menuduh mereka berbuat zina tadi.

Fian sedari tadi menahan emosinya pada Syena, dia masih tidak terima dengan semua keadaan ini, dia masih menganggap kalau Syena sudah menjebak dirinya.

"Dasar wanita kurang ajar, kau sudah membuat aku terjebak olehmu, kau pikir aku menerima semua ini hah? Asal kau tau Syena, seminggu lagi aku akan menikah dengan gadis yang sangat aku cintai dan kau sudah membuat semua rencanaku hancur." Di dalam mobil yang dibawa oleh Hamid, Fian terus menyalahkan dan memarahi Syena, gadis itu tidak bisa lagi membela dirinya, dia hanya bisa menangis tersedu.

"Maafkan aku, tapi aku tidak menjebak mu Fian."

"Persetan dengan ucapanmu." Fian membuang wajahnya, rahangnya mengeras, tangannya mengepal dengan sempurna. Syena hanya bisa menunduk, dia tidak memiliki keberanian untuk menatap Fian.

Hamid melakukan rem mendadak hingga tubuh Fian dan Syena yang duduk di bangku belakang terdorong ke depan.

"Kenapa?" Tanya Fian.

"Bos, ada yang mencegat kita." Fian menatap mobil di depannya dan melihat kalau Vivi keluar dari mobil itu, Fian keluar dengan emosi yang meledak-ledak lalu melayangkan tamparan kuat di kedua pipi Vivi. Bukannya menangis, dia malah tertawa dengan girang melihat amarah Fian padanya.

"Apa salahku padamu hah?" Teriak Fian pada Vivi.

"Salahmu itu, kau selalu mengabaikan aku dan sekarang kau bilang kalau kau akan menikah dengan wanita yang kau cintai, kau pikir aku terima dengan perlakuan seperti itu hah?" Balas Vivi dengan sengit pada Fian.

"Sialan kau Vivi, dulu kau menolak ku dan sekarang kau menghancurkan hidupku."

"Haha waktu itu aku menolakmu berharap agar kau terus mengejar ku dan membuat aku merasa sangat dicintai tapi kau malah mengabaikan aku."

"Dasar wanita tidak tau diri, kau pikir aku akan mengemis cinta padamu? Haha itu tidak akan terjadi sialan."

"Sekarang aku tidak peduli lagi padamu Fian, aku sudah puas karena bisa membuat kau gagal menikah dengan gadis impianmu itu, aku yang sudah menjebak kalian berdua, selamat menikmati pernikahanmu bersama dengan Syena." Syena yang sedari tadi hanya menonton saja, sekarang membawa langkahnya untuk mendekati Vivi lalu menampar Vivi dan menarik hijab Vivi hingga hijab itu terlepas.

"Kurang ajar kau Syena."

"Kau yang kurang ajar, kenapa kau melibatkan aku seperti ini hah?"

"Aku melakukan hal ini karena aku juga membencimu, kau sudah mengambil hati calon suamiku padahal kau tau kalau dia akan menikah denganku."

"Aku tidak pernah peduli dengan calonmu itu, aku tidak pernah ingin mendekatinya."

"Tapi dia selalu mendekatimu."

"Ya itu bukan salahku, harusnya kau memberi pelajaran padanya bukan padaku."

"Tetap saja kau yang salah, jika kau tidak masuk ke desa ini, dia tidak akan terpincut olehmu."

"Kau benar-benar keterlaluan Vivi, tapi aku sangat puas karena tidak ada pria yang tulus mencintaimu, dasar pengemis." Vivi murka mendengar hinaan Syena padanya, dia mendekati Syena dan akan menampar Syena namun ditahan oleh Fian.

"Jangan sentuh istriku, apa yang dikatakan oleh istriku itu semua benar, kau memang pengemis rendahan yang tidak tau malu." Fian menghempaskan tangan Vivi, dengan emosi Vivi mengambil pisau yang ada di sakunya untuk mencelakai Fian dan Syena tapi dengan cepat Fian menghalangi, Fian memutar dan menahan kedua tangan Vivi ke belakang tubuh Vivi hingga Vivi kesulitan bergerak dan melawan.

"Sekarang katakan padaku, apa yang terjadi sebenarnya?" Tanya Fian pada Vivi.

"Jangan harap aku akan mengatakannya."

"Hamid, kumpulkan semua warga di sini, aku ingin semua warga melihat kelakuannya, bukankah orang tuanya begitu terhormat di desa ini." Hamid menuruti perkataan Fian dan mengumpul semua warga.

Sekitar 25 menit menunggu, akhirnya warga dan juga kedua orang tua Vivi hadir di sana.

"Ada apa ini? Kenapa kau memperlakukan anakku seperti itu?" Tanya ayah Vivi melihat anaknya di ikat oleh Fian.

"Kalian harus lihat perlakuan wanita murahan ini, dia yang sudah menjebak aku dan Syena serta memprovokasi kalian semua."

"Nggak, bohong, dia bohong."

"Kami ada buktinya." Hamid memutar rekaman Video saat Vivi mengakui kalau semua itu memang perbuatannya atas dasar marah pada Fian dan Syena.

Kedua orang tua Vivi begitu malu dengan kelakuan putri mereka, calon suami Vivi mengatakan di hadapan semua warga kalau dia tidak jadi menikahi Vivi.

"Aku tidak sudi menikah dengan wanita seperti dia, pernikahan ini dibatalkan." Ujar calon suami Vivi lalu pergi dari sana.

"Kau tidak bisa mengambil keputusan seperti itu, kau tidak bisa membatalkannya begitu saja." Teriak Vivi tapi tidak dipedulikan oleh calon suaminya itu.

Warga sangat menyesal karena sudah menghakimi Fian dan Syena hingga mereka menikahkan Fian.

"Kalian pikir segampang itu minta maaf padaku?" Semua warga hanya menunduk.

"Aku akan membuat desa ini hancur dalam sekejap, kalian sudah menghakimiku tanpa peduli dengan kebenaran yang aku sampaikan dan nikmatilah semua ini. " Ancam Fian.

"Tolong jangan hancurkan desa kami, kami mohon ampuni kami." Fian tidak peduli pada permohonan mereka, Fian, Hamid, dan Syena memasuki mobil keluar dari desa itu, sebelum pergi dia memberi ancaman yang sangat mengerikan untuk penduduk di sana.

"Besok, saat matahari terbit, desa ini akan rata dengan tanah dan kalian semua akan terlunta-lunta." Ancaman Fian memang tidak main-main, apalagi Fian adalah orang yang sangat kaya raya, jadi hal itu tidaklah sulit untuknya, dia meminta pada Hamid untuk mengerahkan anak buahnya menghancurkan desa itu.

...***...

Tepat pukul 1 dini hari, Fian sampai di Jakarta, dia menginap di hotel bintang lima milik Sean, abang kandungnya.

Hamid kembali bersama dengan beberapa orang suruhan Fian untuk meratakan desa itu.

Fian dan Syena memilih satu kamar, mereka ingin berbincang terlebih dahulu karena semua ini sangat mendadak bagi mereka.

Setelah berganti pakaian dengan nyaman, Fian dan Syena ngobrol saling berhadapan di atas sofa, Syena mengenakan bergo hitam yang sangat elegan di wajahnya.

"Kenapa kamu bisa ke desa itu?" Tanya Fian pada Syena.

"Aku ke sana hanya untuk menikmati keindahan desa itu saja karena kata teman-temanku desa itu sangatlah bagus dan cocok untuk dikunjungi."

"Kau pergi sendiri?" Syena mengangguk.

"Semua keluargaku sedang berada di Bali, kami ke Indonesia hanya untuk liburan saja, aku baru tiga hari di desa itu dan selama ini Vivi sangat baik padaku, aku tidak menyangka kalau dia akan mencurangi ku seperti ini Fian." Fian menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.

"Lalu kenapa kamu malah dikejar oleh orang-orang itu?"

"Vivi memintaku untuk pergi ke suatu tempat, dia bilang ingin memberi kejutan padaku dan menutup mataku, aku tidak tau kapan dia pergi tapi yang pasti cukup lama aku tidak mendengar suaranya, saat membuka mata, aku melihat ada 3 orang dengan penutup wajah mengelilingiku dan menodong ku dengan senjata tajam milik mereka, aku yang ketakutan tidak tau harus kemana, lalu aku melihat cahaya dari arah rumahmu makanya aku ke sana." Ya, waktu itu memang Fian keluar dengan cahaya dari senter hp nya. Syena menceritakan apa adanya pada Fian, gadis itu merasa sangat bersalah pada Fian.

"Maafkan aku karena sudah memarahimu tadi." Fian menyesal saat ini.

"Iya tidak apa Fian."

"Syena, aku tau kalau pernikahan kita ini hanya karena terpaksa, aku mohon padamu untuk melupakan semuanya karena aku akan menikah dengan wanita yang aku cintai, pernikahanku akan dilaksanakan seminggu lagi." Syena memahami keadaan Fian saat ini, dia juga tidak mungkin akan memaksa Fian untuk membatalkan pernikahannya dengan calon istri Fian hanya demi dirinya.

"Aku mengerti Fian, kalau begitu, kamu menikah saja, anggaplah semua ini tidak pernah terjadi, aku tidak masalah dengan hal itu. Pernikahan kita hanya akad secara agama saja, tidak ada surat menyurat yang di sahkan oleh negara jadi kamu bebas jika ingin menikah lagi." Fian menatap Syena, dia tidak menyangka kalau Syena memiliki hati selapang itu.

"Terus bagaimana denganmu?"

"Aku tidak apa-apa Fian, lanjutkan pernikahanmu dan aku akan melanjutkan hidupku." Fian memegang tangan Syena dengan bahagia.

"Terima kasih Syena, terima kasih."

"Iya, sekarang tidurlah, anggap saja semuanya tidak pernah terjadi." Fian merasa begitu bahagia karena Syena tidak menghalangi dirinya untuk menikah dengan Naima.

...Bersambung...

Menjatuhkan Talak

Suara azan subuh berkumandang yang membuat Fian terbangun dari tidurnya, dia mengerjapkan mata dan melihat Syena sudah duduk di atas sajadah mengenakan mukena putih sambil memegang tasbih.

Fian menatap wanita yang kemarin dia nikahi, Syena sangatlah baik dan lembut, tutur katanya sangat enak di dengar.

Syena tak menyadari kalau Fian tengah menatapnya, Syena berdiri hendak shalat subuh namun suara Fian menghentikannya dan menatap Fian yang sudah bangun.

"Apa kamu tidak ingin shalat berjama'ah denganku?" Syena tersenyum mendengar perkataan suaminya.

"Kalau kamu bersedia menjadi imamku, tentu aku mau." Jawab Syena dengan lembut.

"Sebentar ya, aku mandi dulu." Syena mengangguk dan menunggu suaminya, setelah siap, mereka menunaikan shalat subuh berjama'ah.

Selesai shalat dan berdoa, Fian menanyakan mengenai diri Syena, dia sangat ingin mengenal Syena lebih dalam lagi karena mereka hanya berkenalan singkat setelah menikah.

"Aku berasal dari Marocco, ayahku asli Yaman dan ibuku orang Marocco, aku sendiri lahir dan besar di Marocco bersama dengan kedua orang tuaku, aku anak kedua dari tiga bersaudara, kedua saudaraku laki-laki. Aku seorang dokter anak di rumah sakit besar yang ada di Belanda, saudara laki-laki yang pertama seorang tentara dan adikku yang terakhir masih menduduki bangku kuliah, dia seorang dokter hewan, aku mengambil cuti selama 15 hari untuk dapat pergi bersama dengan keluarga besarku ke Indonesia."

"Wah kamu ternyata seorang dokter ya, kakak iparku juga seorang dokter anak tapi dia sudah tidak bekerja lagi." Ujar Fian mengingat kalau Seyyal juga seorang dokter anak.

"Oh ya, dia bekerja dimana?"

"Dulu dia di Turki lalu pindah ke New York dan setelah menikah, dia tidak bekerja lagi dan menetap di London." Syena mengangguk.

"Hmm hari ini aku akan ke Bali, besok aku akan ke Belanda, aku berdoa semoga pernikahanmu berjalan dengan lancar Fian." Hati Fian sangat tersentuh dengan kebaikan Syena, Syena sama sekali tidak menghalanginya menikah dan bahkan Syena rela jika tidak dianggap istri oleh Fian.

"Bagaimana dengan pernikahan kita ini Syena?"

"Bagaimana apanya? Kamu lupakan saja Fian, anggap saja pertemuan kita ini adalah sebuah kesalahan yang tidak perlu diingat." Perkataan ringan dari Syena terasa sangat berat bagi Fian.

"Tapi bagaimana pun semua ini tidak adil untukmu, aku akan menikah dengan orang lain."

"Iya, aku sudah bilang kalau kamu boleh menikah lagi dan aku akan melanjutkan hidupku."

"Melanjutkan hidupmu bagaimana? Jika kau ingin menikah lagi bagaimana?"

"Aku sudah menikah denganmu, ya sudah, kenapa harus dipusingkan."

"Maaf Syena tapi aku tidak mungkin untuk memiliki dua orang istri, aku tidak ingin Naima terluka dengan menjadikan dia sebagai istri kedua, aku ingin meratukan Naima dengan menjadikan dia satu-satunya istri dalam hidupku." Syena menarik nafasnya dan menatap Fian dengan lembut.

"Talak lah aku Fian, aku ikhlas." Fian membulatkan matanya mendengar perkataan Syena, dia dapat melihat guratan sedih dan kecewa di mata Syena.

"Kamu yakin?" Syena mengangguk.

"Dengan kita bercerai, semua ini akan terlepas dan tidak ada yang harus dikhawatirkan." Jawab Syena dengan mantap.

"Maafkan aku sudah menyakitimu Syena." Ucap Fian merasa bersalah pada wanita yang kini berstatus istrinya.

"Tidak masalah Fian, terima kasih karena sudah berlaku baik padaku selama menjadi istrimu dan kamu juga sudah menjadikan aku seorang istri seutuhnya Fian." Fian tak tahan mendengar ucapan syukur dari Syena, hatinya terluka karena akan meninggalkan wanita sebaik Syena.

Fian memeluk Syena dengan erat dan mencium lembut kening Syena lama lalu Fian memantapkan hatinya dan memegang kepala Syena.

"Syena Almira, detik ini aku menjatuhkan talak satu padamu dan kau bukanlah istriku lagi." Mendengar kata talak dari Fian membuat hati Syena sangatlah perih dan terluka, dia tidak menyangka kalau jalan hidupnya akan seperti ini, baru kemarin dia dinikahi oleh Fian dan hari ini dia ditalak oleh suaminya itu.

Air mata Syena jatuh membasahi kedua pipinya dan menitik ke tangan Fian.

"Maafkan aku Syena." Syena mengangkat pandangannya dan tersenyum pada Fian.

"Semoga nanti kita menemukan kehidupan kita masing-masing ya Fian." Ada rasa bersalah yang begitu besar di hati Fian saat ini pada Syena, dia tidak bisa memungkiri kalau saat ini dia telah jatuh cinta pada mantan istrinya itu setelah mereka menghabiskan malam indah yang mana kesucian Syena sudah diteguk oleh Fian.

Karena rasa takut untuk ditinggalkan yang begitu mendominan di hatinya pada Naima, Fian lebih memilih untuk terus melanjutkan pernikahannya dengan Naima, gadis asal Mesir yang sangat dia cintai juga.

Siang harinya Fian mengantarkan Syena ke bandara lalu dia kembali ke rumah Sean dengan hati yang masih merasa bersalah pada Syena.

"Maafkan aku Syena, semoga nanti kamu akan menemukan kebahagiaanmu bersama dengan lelaki yang kamu cintai." Harap Fian.

Sesampainya di rumah Sean, dia sudah disambut oleh ketiga keponakan nya itu.

"Kangen ya sama uncle." Fian memeluk ketiga anak itu dan memberikan beberapa makanan pada Sonia.

"Kamu baik-baik aja kan Fian?" Tanya Sonia.

"Alhamdulillah baik Son."

"Syukurlah, kok cepat pulangnya? Bukannya kamu di sana selama 3 hari ya?"

"Aku nggak jadi untuk melakukan proyek di sana, lokasinya kurang bagus."

"Oh makan dulu yuk."

"Oke."

Fian tidak memberitahukan mengenai apa yang terjadi antara dirinya dan Syena pada keluarga besarnya, dia dan Syena sepakat untuk menyembunyikan hal ini dari keluarga mereka masing-masing.

...***...

Pernikahan Fian dan Naima dilaksanakan di London dengan meriah dan megah, semua tamu undangan yang hadir begitu menikmati acara tersebut. Sean begitu bahagia melihat adiknya menikah dengan wanita seperti Naima, Fian juga terlihat sangat bahagia dengan pernikahan tersebut.

Segala kemegahan tersuguh dalam acara tersebut, persiapan dari Sean dan Sonia tidaklah sembarangan, mereka menyiapkan segalanya dengan baik hingga acara pernikahan itu begitu memuaskan bagi Fian dan Naima.

"Akhirnya kamu ketemu pawang mu ya Fian, semoga kalian selalu bahagia sampai nanti." Sonia memeluk Fian, dia adalah orang yang paling bahagia melihat Fian menikah.

"Terima kasih Sonia, doa yang sama untukmu." Sonia lalu memeluk Naima.

"Wah ternyata anak bungsu di keluarga kita sudah menemukan jodohnya, bakalan rame nih mansion kalo kita semua berkumpul nantinya." Ujar Miller sambil memeluk Fian.

"Terima kasih atas hadiah darimu bang, doakan supaya aku memiliki anak kembar seperti kamu dan Bang Sean."

"Jangan deh, lama kau puasa kalau punya anak kembar, repot." Seyyal mencubit pinggang suaminya.

"Nggak bakalan bisa kita main ps bareng lagi ya Fian." Kenzo tak ketinggalan untuk memberi selamat pada Fian dan Naima.

"Ya bisa aja kalau waktunya pas, bisa di atur itu bang."

"Naima, jaga adikku ini baik-baik ya, jangan sampai kamu kecolongan, ntar yang ada kamu diselingkuhi lagi sama Fian." Pesan Kenzo pada Naima dengan nada bercanda, Fian langsung terdiam dan terpaku beberapa saat sebelum Naima mengamit tangannya.

"Dia sangat setia padaku, tidak mungkin dia akan selingkuh." Jawab Naima dengan ceria, rasa bersalah Fian pada Naima semakin terasa karena bagaimana pun status Naima adalah istri kedua Fian.

Walaupun secara catatan negara Naima adalah istri pertama Fian, namun secara agama Syena lah istri pertama Fian Aznand.

"Benarkan Fian." Suara Naima membuat lamunan Fian buyar.

"Haha iya benar."

"Diselingkuhi dengan wanita lain memang nggak akan tapi diselingkuhi dengan ps ya nggak jamin." Balas Kenzo yang diiringi tawa oleh mereka semua.

Satu persatu para tamu undangan memberikan selamat pada Fian dan juga Naima hingga acara hari itu selesai dengan sempurna.

Setelah sesi foto-foto dan serangkaian acara dilakukan, Fian membawa Naima ke kamar mereka yang juga sudah disiapkan oleh Sonia dan Sean.

Kamar itu sangat bagus karena dekorasinya begitu cocok untuk pendukung malam pertama Fian dan Naima. Mereka akan membuka kado besok karena hari ini sangat melelahkan, Fian menatap Naima yang saat ini tidak mengenakan hijabnya, rambut panjang Naima terurai, kecantikan Naima tidak diragukan lagi, Naima mengenakan lingerie pemberian dari Seyyal.

"Kamu cantik banget Naima, bagiku kamu bagaikan seorang bidadari." Naima tersipu mendengar pujian yang dilayangkan oleh suaminya itu, dia menundukkan pandangannya dan merasa sedikit malu karena ini adalah hal pertama baginya berpakaian terbuka di depan laki-laki.

Fian mengangkat dagu Naima lalu menghapus jarak antara dirinya dan Naima, sapuan bibir Fian di bibir Naima membuat Naima melayang. Malam pertama ini dihabiskan oleh Fian dan Naima bersama hingga kamar yang kedap suara itu menjadi saksi bagaimana kemesraan mereka berdua.

...Bersambung...

Pertemuan

Tiga tahun kemudian

Fian menemani Naima jalan-jalan pagi di sekitaran komplek perumahan bersama dengan Rayyan, sebulan lagi Naima akan melahirkan anak kedua mereka.

Setelah menikah dengan Naima, mereka memutuskan untuk tinggal di Budapest, Hungaria. Di sana Fian mengelola bisnis restoran, cafe, serta hotel. Fian dan Naima sudah di karuniai seorang putra tampan, hasil buah cinta mereka berdua.

"Papa, sampai kapan perut ummi kempes lagi?" Rayyan bertanya pada Fian sambil menatap perut ummi nya.

"Loh kenapa memangnya?" Tanya Fian balik.

"Soalnya aku merasa sesak nafas melihat perut ummi yang semakin besar begitu." Tawa Fian dan Naima pecah mendengar ocehan putra mereka.

"Ya sampai adik kamu lahir nak, baru nanti perut ummi kempes lagi, dulu waktu kamu di dalam perut juga ummi begini."

"Hah? Aku juga di dalam perut ummi dulu pa?"

"Iyalah, emang dimana kamu sebelumnya kalau bukan di dalam perut ummi kamu." Ujar Fian.

Rayyan menghentikan langkahnya dan menatap perut Naima dengan seksama, dia mengukur perut Naima lalu melihat dirinya.

"Bagaimana mungkin aku muat dalam perut ummi." Celoteh anak itu, Fian tak kuasa lagi menahan tawanya lalu menggendong Rayyan dan mengecup kedua pipi Rayyan.

"Kamu nggak sebesar ini saat dalam perut ummi nak, kalau sebesar ini bisa-bisa ummi kamu sekarat."

"Jadi sebesar apa pa?"

"Nanti kamu akan tau saat melihat adikmu lahir." Rayyan hanya mengangguk dan tidak bertanya lagi.

"Sayang, hari ini kamu mau USG kan?" Fian memegang pinggang Naima.

"Nanti saja kalau kamu udah nggak sibuk lagi, sekarang mendingan kamu fokus aja sama kerjaan kamu dulu." Fian mengecup kening lalu bibir istrinya dengan lembut.

Naima istri yang sangat sempurna bagi Fian, tutur katanya lembut, sikapnya manja, menerima apapun yang Fian berikan serta tidak terlalu banyak menuntut dan menjadi istri yang qona'ah hingga mereka saat ini dilimpahkan dengan rezeki yang berlimpah ruah, Fian begitu sangat mencintai Naima, sampai detik ini dia tidak memberitahukan mengenai pernikahan singkatnya dengan Syena dulu.

Fian dan Syena tidak pernah berkomunikasi sama sekali, mereka benar-benar bagai orang yang tidak mengenal satu sama lain. Bahkan Fian maupun Syena tidak saling mencari tahu kehidupan masing-masing.

Terkadang rasa bersalah di hati Fian selalu ada ketika melihat Naima, dia begitu takut untuk memberitahu Naima karena dia tidak ingin Naima meninggalkan dirinya.

"Ya Allah pinggang aku sakit banget." Keluh Naima sehabis jalan-jalan pagi, dia selonjoran di atas sofa, kaki Naima di pijat lembut oleh Rayyan. Fian mengusap pelan punggung dan perut Naima, memberikan kehangatan dan kenyamanan pada Naima.

"Ummi, apa ummi sering sakit seperti ini ketika aku di dalam perut ummi?" Naima tersenyum dan mengusap wajah putranya.

"Namanya juga ada makhluk hidup di dalam perut ummi, kadang dia gerak-gerak, nendang, makanya sakit tapi sakit seperti ini tidak masalah sayang, dengan kehadiran anak dalam hidup ummi, maka semua sakit itu hilang." Jawab Naima lembut.

"Tapi aku kasihan lihat ummi begini, apa tidak bisa gantian sama papa aja?" Fian dan Naima terkekeh merespon pertanyaan anak mereka.

"Ummi ini istimewa sayang, dengan semua rasa sakit yang ummi alami selama mengandung, itu akan berubah menjadi pahala yang berlipat ganda, makanya surga itu di bawah telapak kaki ibu." Ujar Fian pada Rayyan, dengan cepat Rayyan membuka kaus kaki yang dikenakan oleh Naima saat keluar rumah tadi lalu memperhatikan telapak kaki putih Naima.

"Mana surganya pa?" Tanya Rayyan heran, Naima hanya geleng-geleng dan mencoba untuk berdiri.

"Kamu mau kemana sayang?"

"Udah hampir jam 7 pagi, kamu harus siap-siap ke kantor kan, aku akan menyiapkan pakaian untuk kamu." Jawab Naima.

"Kamu duduk aja, aku nggak mau kamu terlalu kecapean."

"Hamil tua begini ya harus banyak gerak, supaya persalinan aku nanti lancar seperti lahiran pas Rayyan dulu."

"Oke, tapi kamu jangan terlalu lelah ya, bisa bahaya juga untuk kondisi kamu."

"Iya aku tau."

...***...

Fian hanya tinggal bersama dengan anak dan istrinya saja, Naima tidak ingin banyak pelayan di rumahnya, yang ada di rumah itu hanya lah satpam dan tukang kebun saja itupun tidak menginap di sana.

Sedangkan untuk melakukan pekerjaan rumah dan lainnya dikerjakan sepenuhnya oleh Naima, jika Fian sedang tidak bekerja maka Fian akan ikut membantu.

Fian dan Naima bersiap untuk tidur namun terdengar pintu kamar di ketuk dan suara Rayyan terdengar jelas di balik pintu memanggil kedua orang tuanya.

Fian membuka pintu, dia melihat Rayyan berdiri di depan kamar dengan wajah memerah dan mata yang sayu, Fian jongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Rayyan lalu meraba kening anak usia 3 tahun itu.

"Badan kamu panas banget nak." Naima yang tadinya tiduran langsung bangun dan mendekati Rayyan, dia ikut meraba kening putranya dan benar saja, badan Rayyan sangat panas. Tak berpikir lama lagi, Fian menggendong Rayyan untuk dibawa ke rumah sakit, diiringi oleh Naima.

Sepulangnya dari rumah sakit, Rayyan tidur bersama dengan kedua orang tuanya, badannya masih panas, Fian membuka baju hingga menampakkan tubuh sixpack nya itu lalu memeluk Rayyan hingga tertidur, di tengah malam suhu tubuh Rayyan sudah mulai turun.

...***...

Keesokan paginya suhu tubuh Rayyan terasa begitu panas, dia demam tinggi dan kejang hingga Naima harus membawanya ke rumah sakit, dia belum memberitahu suaminya karena saat ini Fian ada pertemuan penting di kantor.

Untung saja di rumah sakit, Rayyan mendapatkan pertolongan dengan cepat hingga kondisi Rayyan saat ini bisa tertolong. Anak itu hampir saja step, semalam dia memang sudah demam, tapi setelah diberikan paracetamol dan obat yang diberi dokter demamnya turun dan setelah kepergian Fian pagi ini, demam Rayyan kembali naik.

"Rayyan tidak apa-apa, dia hanya butuh dirawat sekitar dua hari di sini." Dokter itu berkata dengan lembut dan tenang pada Naima, karena dia tahu saat ini Naima sedang stres dan hamil besar.

"Terima kasih dokter."

"Kalau begitu saya permisi, Rayyan harus banyak makan buah dan minum air putih agar cairan di tubuhnya bisa kembali." Naima mengangguk dan menatap kepergian dokter tersebut lalu mengusap lembut kepala putranya.

"Ummi sangat cemas nak, ummi udah nggak tau lagi harus ngapain saat melihat kamu kejang seperti tadi." Suara Naima yang lembut membuat Rayyan tersenyum lalu tangan mungilnya terangkat menyentuh wajah sang ibu.

"Maaf ummi, Rayyan sudah buat ummi cemas." Naima menciumi wajah anaknya itu dengan air mata yang masih terus meluncur dari kelopak mata indahnya.

...***...

Sekarang sudah menunjukkan pukul 1 siang, selepas shalat zhuhur, Fian langsung menghubungi istrinya untuk menanyakan keadaan Rayyan, dia belum tahu kalau Rayyan masuk rumah sakit lagi.

"Assalamu'alaikum" Salam Naima saat mengangkat panggilan dari suaminya.

"Wa'alaikumsalam, bagaimana keadaan Rayyan? Apa dia baik-baik saja?" Fian bertanya seperti itu karena dia kepikiran dari tadi pada putranya.

"Maafkan aku Fian, tadi aku tidak memberitahu kamu, saat kamu berangkat kerja, suhu tubuh Rayyan kembali tinggi dan sekarang kami berada di Szent Ferenc Hospital." Fian langsung berdiri dari duduknya mendengar kabar kalau anaknya masuk rumah sakit.

"Aku akan ke sana sekarang." Fian mengakhiri panggilan itu, dia bergegas menuju ke rumah sakit tempat putranya dirawat.

Sesampainya di rumah sakit, Fian langsung menuju ke ruangan anaknya itu, dia bukan hanya mengkhawatirkan keadaan Rayyan, tapi juga keadaan Naima yang mungkin saja dia saat ini sedang stres menghadapi Rayyan sendiri, ditambah Naima sedang hamil tua.

Fian langsung memasuki ruangan tempat Rayyan dirawat, betapa terkejutnya dia saat melihat Syena ada bersama dengan anak dan istrinya.

Tatapan mereka bertemu, Fian terdiam sejenak melihat wajah anggun yang begitu menenangkan hatinya, seketika rasa bersalah kembali menyeruak dalam hati Fian. Syena mengalihkan pandangannya dari Fian untuk memutus kontak mata mereka, Syena kembali tersenyum pada Rayyan yang baru saja dia beri suntikan obat.

"Nah, kamu harus banyak minum air putih ya, jangan makan makanan cepat saji dulu." Rayyan mengangguk mendengar penuturan Dokter Syena.

"Kapan aku akan sembuh dokter?"

"Kamu akan sembuh jika menuruti semua saran dariku, apa kamu bersedia?" Rayyan mengangguk dengan semangat yang membuat Syena tersenyum.

"Kalau begitu saya pergi dulu, permisi." Syena pergi dari ruangan itu bersama dua orang perawat, dia menatap Fian sebentar dan tersenyum lalu pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.

Fian langsung memeluk Rayyan, dia sangat khawatir dengan keadaan putranya itu.

"Kenapa kamu nggak kasih tau aku dari awal sayang? Kalau kondisi Rayyan parah bagaimana?"

"Maaf Fian, aku benar-benar kalut saat melihat Rayyan kejang tadi, aku juga takut mengganggu pekerjaanmu."

"Lain kali, jika menyangkut dirimu dan anak kita, segera beritahu aku, sepenting apapun pekerjaanku, lebih penting kalian." Naima mengangguk, dia sangat mengerti dengan perasaan suaminya saat ini.

"Apa papa akan kembali lagi ke kantor?" Tanya Rayyan yang masih dipeluk oleh Fian.

"Tidak nak, papa akan menemani Rayyan di sini." Fian mengecup kepala putranya dengan penuh kasih sayang.

"Yeee papa temani aku di sini ya." Rayyan sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama dengan Fian.

"Iya nak, kamu istirahat ya, biar cepat sembuh."

"Iya pa." Rayyan memejamkan matanya, Fian merebahkan tubuh Rayyan saat anak itu sudah terlelap, dia lalu mendekati Naima yang terlihat begitu pucat dan kelelahan.

"Apa kamu sudah makan sayang?" Naima hanya menggeleng karena semenjak tadi pagi memang dia belum makan sama sekali.

"Aku cari makanan keluar ya, kamu tunggu di sini." Lanjut Fian.

"Nggak usah sayang, biar aku keluar cari makanan, kamu jagain Rayyan aja di sini."

"Nggak, aku nggak mau kalau nanti kamu kelelahan, kamu tunggu di sini biar aku yang cari makanan ya." Naima tersenyum lalu mengangguk.

Fian keluar mencari makanan untuk Naima, dia teringat pada Syena tadi, dia berniat untuk menemui Syena, ada rasa rindu tersendiri di hati Fian pada Syena tapi cepat dia tepis karena tidak ingin mengkhianati Naima.

Fian menanyakan ruangan Syena pada perawat dan perawat itu memberitahukannya, Fian mengetuk pintu ruangan tersebut, setelah mendengar suara dari dalam, Fian membuka pintu dan memasuki ruangan Syena.

Syena berdiri dari sofa tempat dia duduk karena kaget namun dengan cepat dia kondisikan hatinya kembali.

Fian terpaku saat melihat anak kecil seusia Rayyan sedang bersama dengan Syena, anak laki-laki itu juga menatap Fian, ada desiran hebat di hati Fian ketika melihat anak itu.

"Abi." Lirih anak itu saat melihat Fian, suara anak tersebut hampir tidak terdengar namun Fian dapat membaca gerak bibirnya.

"Abi?" Ulang Fian, Syena tidak memungkiri apa yang dikatakan oleh anaknya itu.

"Azad, kamu main sama suster Belin dulu ya."

"Tidak mau umma, Azad mau di sini."

"Azad, umma sedang bekerja nak." Dengan lembut Syena meminta anaknya untuk pergi dari sana.

Kelembutan Naima dan juga Syena sangatlah sama, mereka merupakan istri dan ibu idaman.

"Baik umma." Azad keluar dari ruangan ibunya itu, meninggalkan Syena berdua dengan Fian.

"Ada apa Fian? Apa Rayyan butuh penanganan?" Syena bertanya dengan lembut pada Fian, kelembutan dan pancaran sinar mata Syena masih seperti dulu, saat mereka pertama kali bertemu. Syena duduk di kursinya, jarak mereka kali ini di halangi oleh meja kerja milik Syena.

"Tidak, aku ke sini hanya ingin bertemu denganmu Syena, aku tidak menyangka kalau kita akan bertemu di rumah sakit ini." Sorot mata Fian masih tak lepas dari wajah Syena.

"Ya aku baru di rumah sakit ini, aku dipindah tugaskan ke sini 4 bulan yang lalu, apa kamu tinggal di kota ini?" Tanya Syena.

"Iya, sebenarnya sebelum menikah aku sudah tinggal di kota ini lalu kembali ke Indonesia saat keponakanku lahir, dan aku kembali lagi ke sini setelah menikah dengan Naima." Jelas Fian.

"Bagaimana kabar mu?" Lanjut Fian.

"Alhamdulillah baik, kamu sendiri?"

"Baik, alhamdulillah, seperti yang kamu lihat sekarang." Syena tersenyum lembut pada Fian.

"Apa nama anak itu Azad?"

"Iya Fian, nama anakku Azad Syam, usianya 3 tahun."

"Apa dia anakku?" Fian langsung saja bertanya karena dia dapat melihat sorot mata Azad seakan mengetahui siapa dirinya.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

"Aku bisa melihat kalau dia memanggilku dengan sebutan abi, apa dia putraku Syena?" Syena menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, dengan tangan yang sibuk memainkan pulpen dan mata yang tertunduk.

"Apa yang kamu rasakan?" Syena bertanya sambil mengangkat pandangannya.

"Syena, tolong jawablah aku, apa dia putraku?"

"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, jawablah dulu pertanyaanku Fian. Apa yang kau rasakan?"

"Aku merasakan kalau ada desiran hebat ketika melihat Azad, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan kasih sayang yang besar pada anak kecil selain putraku, Rayyan."

"Yah, dia putramu Fian, putra kita, hasil dari hubungan malam pertama kita sebelum kau menjatuhkan talak padaku."

Bagai mendengar petir di siang bolong, bukan main kaget yang Fian rasakan mendengar jawaban tegas dari Syena, tak ada guratan ragu dan mengada saat Syena mengatakan hal itu, dia tidak menyangka kalau hubungan kilat mereka menghasilkan seorang buah hati yang begitu tampan.

"Di..dia..putraku? Azad putraku?" Fian tak sanggup lagi menahan tangisnya, begitupun dengan Syena, Syena menghapus air matanya dengan cepat.

"Maafkan aku karena sudah menyembunyikan Azad dari mu selama 3 tahun ini, maafkan aku Fian, aku tidak bermaksud menyembunyikannya tapi aku hanya tidak ingin kau terusik dengan keberadaan kami." Dengan linangan air mata Syena mengatakan semua itu pada Fian.

"Dia tau kalau aku adalah ayahnya?" Syena mengangguk.

"Aku memberitahu Azad kalau kamu adalah ayahnya, aku tidak ingin anakku merasa kalau dirinya anak haram, sudah cukup hinaan dan cacian yang aku dan anakku terima selama ini. Maafkan aku yang sudah lancang memberitahu Azad mengenai dirimu, aku hanya ingin anakku tau kalau dia memiliki seorang ayah." Suara Syena sudah serak, air mata tak hentinya mengalir dari kelopak matanya.

Fian berdiri dan langsung memeluk Syena dengan erat, kepala Syena tepat berada di perut Fian hingga Syena bisa menumpahkan segala kepedihan hatinya selama ini pada mantan suami yang dia nikahi kurang dari 24 jam itu.

"Tidak perlu minta maaf begitu Syena, ini bukan salahmu, maafkan aku yang sudah membuat hidupmu sehancur ini, tolong maafkan aku." Fian memeluk dan mengecup kepala Syena, dia sangat menyesal karena tidak pernah mencari tahu mengenai Syena selama ini.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!