Dengan napas tersengal-sengal seorang wanita cantik bernama Mayra Miranda terus berlari menerobos keramaian jalan raya dan teriknya panas di siang hari. Dirinya harus sampai di sebuah kantor tepat waktu jika tidak maka suaminya akan memarahinya.
Sejam kemudian Mayra akhirnya tiba di perusahaan milik suaminya yang sudah 3 bulan menikahinya. Sebelum masuk wanita berusia 27 tahun itu dengan tinggi 160 centimeter mengelap buliran halus keringat di dahinya menggunakan pergelangan tangannya. Mengatur napas perlahan, Mayra melangkahkan kakinya ke dalam gedung dengan beberapa lantai itu.
Mayra melemparkan senyum ke arah penjaga keamanan yang berdiri di depan pintu kaca lalu bertanya, "Apa Tuan Rayyan ada di ruangannya?"
"Tuan Rayyan memang sudah datang, Nona. Tetapi saya mohon maaf, Nona Mayra dilarang masuk," jawab penjaga keamanan.
Mayra mengernyitkan keningnya dan bertanya lagi, "Kenapa saya dilarang masuk?"
"Saya juga tidak tahu, Nona. Tetapi ini adalah perintah," jawabnya lagi.
"Tuan Rayyan yang menyuruh saya ke sini untuk mengantarkan ini!" Mayra mengangkat paper bag berwarna coklat sejajar dadanya.
"Nona dapat menitipkannya kepada resepsionis kantor," ucap pria itu lagi.
Mayra menghela napas kecewa, padahal dirinya ingin sekali bertemu dengan suaminya yang jarang pulang ke rumah.
Mayra meninggalkan gedung perusahaan suaminya dengan langkah gontai setelah menyerahkan paper bag tersebut. Mayra kembali berjalan kaki karena dirinya tak memiliki uang untuk membayar ongkos transportasi. Dia pergi ke sebuah butik atas permintaan suaminya yang berjanji akan mengajaknya makan siang bersama namun kenyataannya hasilnya nihil. Dia dibohongi untuk kesekian kalinya.
Mayra menikah dengan Rayyan Atmadja karena perjodohan. Mayra memang mencintai Rayyan sejak beberapa tahun lalu meskipun Rayyan menolaknya.
Keduanya pertama kali bertemu 5 tahun lalu di sebuah acara keluarga besar. Di sana Oma Rayyan berkenalan dengan Mayra dan berniat menjodohkannya. Mayra sangat senang mendengarnya, ia pun mengatakan kepada Oma Rayyan jika dirinya bersedia menikah.
Tepat di usia Mayra 27 tahun, keduanya pun menikah. Padahal, Rayyan berusaha terus menghindari perjodohan dengan berbagai alasan hingga akhirnya pria itu terpaksa menerima Mayra.
Mayra tiba di rumah milik Rayyan 2 jam perjalanan karena dirinya harus bolak-balik berhenti untuk beristirahat sejenak. Mayra menarik kursi, mengambil gelas kaca dan menuangkan air putih kedalamnya penuh lalu meneguknya hingga tak tersisa. Ia begitu sangat haus dan lelah.
Harapannya bertemu dan mengobrol bersama Rayyan harus pupus, ia kembali menelan pil pahit dari janji yang diberikan pria itu.
Melihat jam di dinding menunjukkan pukul 2 lewat 30 menit, Mayra pun segera mengisi perutnya yang sudah terasa sangat lapar. Ia melahap masakan buatannya tadi pagi, tumis sawi pakcoy dan udang. Meskipun Rayyan sesekali pulang itupun hanya 1 hingga 3 jam di rumah tetapi kebutuhan rumah terpenuhi.
Setiap 3 hari sekali akan datang seorang wanita yang menjadi pelayan dikediaman Rayyan mengantarkan berbagai bahan masakan dan kebutuhan rumah lainnya. Meskipun hanya sekitar 30 menit singgah Mayra begitu senang dirinya mempunyai teman mengobrol singkat.
Ya, di rumah suaminya itu Mayra tinggal seorang diri walaupun di lingkungan tersebut sangat aman karena ada petugas keamanan komplek yang selalu berkeliling. Mayra juga dibatasi berbicara dengan tetangga rumah, semua dipantau Rayyan melalui kamera pengawas.
Mayra memiliki ponsel tetapi hanya diperbolehkan menerima telepon dari Rayyan saja. Fasilitas rumah cukup lengkap agar Mayra tak bosan.
Selesai makan, Mayra mencuci piring lalu lanjut membersihkan rumah. Setelah itu menyiram tanaman di pekarangan yang menjadi rutinitas hariannya mengisi kejenuhannya.
Malam harinya, selepas mandi Mayra membuka siaran televisi sambil menunggu waktu matanya lelah. Ia memilih tidak makan lagi karena malas memasaknya.
Mayra yang sedang asyik menikmati tontonan dikejutkan dengan suara ketukan pintu begitu kuat. Mayra pun buru-buru membukanya. Senyuman mengembang di bibirnya. Suaminya datang mengunjunginya.
"Mas Rayyan!" ucap Mayra begitu bahagia.
Rayyan menyodorkan paper bag coklat yang dibawa Mayra tadi siang secara kasar. "Kenapa kamu bisa salah mengambil gaunnya, hah?" tanyanya dengan nada tinggi.
"Salah bagaimana, Mas?" Mayra balik bertanya dengan bibir bergetar.
"Ini bukan warna gaunnya yang dimintanya!" jawab Rayyan.
"Memangnya gaun ini buat siapa, Mas?" tanya Mayra penasaran.
"Buat kekasihku!" jawab Rayyan lagi.
"Kekasih?" tanya Mayra tidak percaya. "Mas, berselingkuh?" lanjutnya.
"Aku tidak berselingkuh!" jawab Rayyan dengan santai. "Kami memang sudah menjalani hubungan ini sebelum kita menikah!" tambahnya.
"Mas Rayyan 'kan sudah menikah denganku, artinya Mas Rayyan telah mengkhianati pernikahan kita," ujar Mayra yang mulai menjatuhkan air matanya.
"Bukankah kamu sendiri yang menginginkan pernikahan ini? Kenapa harus sedih dan patah hati jika aku mencintai wanita lain?" tanya Rayyan.
"Kenapa Mas Rayyan tidak menolaknya waktu Oma Salsa menjodohkan kita?" Mayra balik bertanya.
"Apa aku punya hak menolak?" Tidak, 'kan? Apalagi kamu begitu senang dengan perjodohan kita!" kata Rayyan mengingatkan Mayra.
"Aku minta maaf, Mas. Tetapi, kita sekarang sudah menikah seharusnya Mas Rayyan membuka hati untukku," ucap Mayra penuh hati-hati.
Rayyan yang mendengar ucapan Mayra tampak tidak senang, ia mencengkram dagu istrinya dengan kelima jemarinya dan berkata, "Kamu menyuruhku membuka hati? Tidak salah, hah!"
Mayra mulai ketakutan.
Rayyan melepaskannya secara kasar, "Jangan pernah bermimpi!"
"Lalu apa yang harus aku lakukan? Apa kita berpisah saja?" usul Mayra walaupun ia sangat begitu berat melepaskan pria pilihannya itu.
"Aku tidak ingin berpisah denganmu, tetapi aku juga tidak menginginkanmu!" ucap Rayyan mendongakkan wajahnya dan memalingkannya.
"Jika memang tidak mencintaiku, kenapa tak mau berpisah?" tanya Mayra heran.
"Karena aku ingin membuatmu menderita," jawab Rayyan lalu menatap seringai istrinya.
Mayra menggelengkan kepalanya, ia tak habis pikir jika suaminya ingin dia menderita.
"Besok pagi kamu kembali ke butik dan mengambil gaun sesuai pesanan kekasihku, jika salah lagi maka aku takkan mengirimkan bahan masakan," ancam Rayyan.
"Mas!" Mayra memegang lengan suaminya ketika pria itu hendak melangkah.
Rayyan tak suka disentuh menatap genggaman tangan istrinya.
Mayra yang sadar gegas melepaskan genggaman dan menurunkan tangannya, "Aku bisa bilang kepada Oma Salsa jika hubungan kita tidak dapat dilanjutkan."
"Apa Oma Salsa akan percaya?" Rayyan menaikkan satu alisnya.
Mayra terdiam.
"Aku rasa kamu harus menikmati pernikahan ini," ujar Rayyan.
"Tapi, aku tidak mau diduakan," kata Mayra pelan.
"Kamu harus terima, karena kamu sudah membuatku masuk ke pernikahan ini!" Rayyan tersenyum seringai.
"Mas, aku bisa...."
"Cukup!" sentak Rayyan, ia tak mau mendengar Mayra berkata lagi. "Terima saja dan nikmati penderitaan ini!" Rayyan menepuk lembut Mayra dan tersenyum, ia lalu pergi meninggalkan rumahnya.
Mayra yang tak ingin hatinya semakin terluka, luruh ke lantai, ia berharap suaminya akan mencintainya ternyata memiliki wanita lain.
Keesokan harinya, Mayra kembali berjalan ke butik yang kemarin ia datangi. Sesampainya di sana pegawai toko meminta maaf karena salah memberikan gaunnya. Mayra pun tak mempermasalahkannya.
Mayra lalu pergi ke kantor suaminya, setibanya ia pun dipersilahkan masuk ke ruangan Rayyan untuk pertama kalinya sejak mereka menikah.
Mayra cukup takjub melihat ruangan kerja Rayyan yang begitu luas. Tak beberapa lama berada di tempat itu, Rayyan muncul bersama seorang wanita cantik sembari bergandengan tangan.
Mayra yang duduk lantas berdiri dan berucap lirih, "Mas Rayyan!"
"Di mana gaunku?" tanya wanita bernama Intan, 28 tahun.
"Cepat berikan gaun itu kepadanya!" perintah Rayyan yang tatapannya ke arah Mayra.
Dengan langkah pelan Mayra menghampiri sepasang kekasih itu lalu menyodorkan paper bag.
Rayyan mengambil paper bag secara kasar dari tangan istrinya kemudian memberikannya kepada Intan.
"Apa sekarang aku boleh pulang, Mas?" Mayra meminta izin, ia tak mau berlama-lama di ruangan kerja suaminya apalagi melihat pemandangan yang sangat begitu menyesakkan dada.
"Tidak!" tolak Rayyan.
"Aku sudah mengantarkan gaun itu dan memberikannya kepadamu, jadi untuk apa lagi aku di sini," ucap Mayra.
"Masih ada tugas lagi untukmu," kata Rayyan.
"Tugas?" Mayra mengerutkan keningnya.
"Ya, tugasmu di sini adalah menyediakan minuman dan makanan untuk kami. Kebetulan kami berdua mau makan siang," kata Intan.
"Aku bukan pelayan kalian!" tegas Mayra menolak permintaan kekasih suaminya.
Rayyan yang kesal, menggenggam lengan tangan Mayra dengan kuat. "Jangan berani menolak!"
"Mas, kalian bisa makan di restoran!" ucap Mayra menahan sakit.
"Aku hanya ingin kamu melayani kami!" kata Rayyan sembari menatap penuh kebencian.
Mayra yang tak dapat menolak akhirnya mengiyakan permintaan suami dan kekasihnya.
"Pergi ke lantai bawah menggunakan tangga, ambil pesanan kami dari kurir makanan yang sudah menunggu!" titah Rayyan.
"Baik, Mas!" ucap Mayra terpaksa.
Rayyan melepaskan genggamannya dan Mayra keluar ruangan melaksanakan tugasnya.
"Kenapa kamu tidak bercerai saja darinya?" tanya Intan.
"Jangan mengaturku!" jawab Rayyan dengan nada dingin.
Intan pun terdiam, ia tidak dapat berkata apa-apa lagi.
Selang 15 menit kemudian, Mayra datang membawa 2 kotak makanan ia lalu meletakkannya di meja.
"Apa aku sudah boleh pulang?" tanya Mayra meminta izin kembali.
"Duduklah!" jawab Rayyan tanpa menatap.
Mayra pun lantas duduk berhadapan dengan Rayyan dan Intan.
"Apa sebelum ke sini kamu sudah makan?" tanya Rayyan mengangkat wajahnya menatap istrinya.
"Sudah," jawab Mayra.
"Baiklah kalau begitu, kamu temani kami makan," ucap Rayyan.
"Ray, kenapa dia...." Intan ingin protes namun ucapannya terhenti kala telapak tangan Rayyan terangkat.
"Ayo makan!" Rayyan menatap Intan dan mempersilakan mencicipi makanan yang sudah dipesan.
Intan yang tidak menyukai Mayra ada di dekat Rayyan dengan wajah cemberut dan kesal membuka kotak nasinya.
Mayra yang duduk dihadapan sepasang kekasih itu hanya menelan salivanya. Dirinya memang sudah sarapan saat mengambil gaun tersebut namun sekarang waktunya jam makan siang dan perutnya juga mulai bergejolak.
"Sayang, kamu mau coba makanan aku!" Intan menyodorkan sendok berisi daging ke arah mulut Rayyan sembari matanya melirik Mayra.
"Makanan kita sama," ucap Rayyan sambil mengunyah.
Intan yang kesal memilih mengarahkan sendok berisi makanan itu ke mulutnya sendiri, sedangkan Mayra melihat pemandangan dihadapannya hanya mengulum senyum.
"Nanti malam aku akan tidur di rumah," kata Rayyan tanpa menatap membuat Mayra melengkung bibirnya tanda bahagia.
"Ray, kamu bilang tidak mencintainya!" Intan dengan cepat protes. "Kenapa harus tidur di rumah?" lanjutnya bertanya.
"Apa kamu bisa diam?" Rayyan kembali menunjukkan ekspresi wajah dinginnya.
Intan pun terdiam.
"Benarkah? Mas Rayyan ingin aku masakkan apa?" tanya Mayra begitu antusias.
"Jangan menganggap seperti istri sungguhan!" jawab Rayyan menyindir.
"Maaf!" Mayra lantas menunjukkan wajahnya.
Intan melihat Mayra mendapatkan perlakuan sama seperti dirinya lalu berkata, "Sampai kapanpun kamu takkan pernah ada dihatinya Rayyan."
Selesai Rayyan dan Intan menikmati makan siang, Mayra diizinkan pulang namun kali ini tak berjalan kaki melainkan diantar sopir kantor.
-
Malam harinya, Rayyan memenuhi janjinya. Ia datang tepat pukul 9 malam. Mayra yang mendengar suara deru mobil begitu semangat membuka pintu. Dengan sengaja Mayra memakai gaun tidur tipis agar Rayyan tergoda.
Rayyan memasuki rumah dan melihat penampilan Mayra yang begitu seksi. Namun, ia berusaha menahan diri biar tak terjebak rencana Mayra.
"Aku sama sekali tidak tertarik, kamu begitu seperti wanita murahan!" ucap Rayyan kemudian melangkah menuju kamarnya.
"Mas Rayyan ingin aku buatkan kopi atau teh?" tawar Mayra yang berusaha menjinakkan hati suaminya dengan menyusul langkah kaki Rayyan.
Rayyan berhenti lalu membalikkan badannya membuat Mayra menubruk dada suaminya sehingga terjatuh.
"Seberapa besar kamu mencoba meluluhkan hatiku, aku takkan pernah mencintaimu. Jadi, berhentilah menjadi wanita bodoh!" kata Rayyan dengan nada dingin.
"Jika memang begitu, kenapa masih mempertahankan aku?" tanya Mayra dengan lantang, ia bangkit dan berdiri.
Rayyan yang kesal, mencengkram lengan Mayra dengan kuat, "Sudah berapa kali aku katakan, aku tidak akan pernah menceraikan kamu!"
"Sakit, Mas!" rintih Mayra.
Rayyan melepaskan cengkeramannya dan mendorong tubuh Mayra sehingga kembali terjatuh. "Sekali lagi kamu bertanya seperti tadi, maka aku takkan segan menyakitimu dan ibumu!"
"Jangan pernah sakiti ibuku!" ucap Mayra menggelengkan kepalanya berharap suaminya takkan melakukannya.
"Jika kamu mau mengikuti permainanku maka kamu dan ibumu aman!" ujar Rayyan.
"Baiklah, aku janji tidak akan berkata itu lagi!" ucap Mayra kembali bangkit meskipun tubuhnya sakit.
"Aku ingin beristirahat, kembalilah ke kamarmu!" titah Rayyan.
Mayra mengangguk mengiyakan.
"Besok pagi kedua orang tuaku dan Oma Salsa akan datang berkunjung, aku berharap kamu tidak bicara apapun mengenai hubungan kita," ucap Rayyan.
"Jadi aku harus menjawab apa jika mereka bertanya mengenai hubungan kita?" tanya Mayra agar esok harinya dia tak salah bicara.
"Kamu hanya perlu katakan jika hubungan kita baik-baik saja," jawab Rayyan.
"Baiklah, aku akan mengikuti permainan Mas Rayyan," janji Mayra.
"Jika kamu salah bicara dan membuat Oma Salsa curiga maka kamu harus siap mendapatkan hukuman dariku!" kata Rayyan dengan tegas.
"Tenang saja, aku tidak akan salah bicara. Oma Salsa juga pasti percaya dengan omongan ku," ucap Mayra.
"Aku pegang ucapanmu, jika tidak maka bersiaplah mendapatkan hukuman dariku!" ancam Rayyan.
Mayra yang sebenarnya takut mencoba tersenyum mengiyakan.
Rayyan pun membalikkan badannya dan melangkah masuk ke kamarnya begitu juga Mayra.
Di kamar Rayyan duduk sembari mengepalkan kedua tangannya, ia ingin sekali melepaskan Mayra namun ia tidak mau perusahaan yang sudah dikembangkannya harus menjadi milik Mayra. "Aku akan membuat Oma Salsa membencimu Mayra Miranda!" gumamnya geram.
Mayra terbangun ketika mendengar suara berisik dari arah dapur, melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Mayra pun penasaran lantas keluar kamar dan mencari tahu.
Mayra tampak kebingungan karena ada beberapa wanita hilir mudik menyiapkan masakan, ia lalu bertanya, "Kalian siapa?"
"Selamat pagi, Nona!" sapa seorang wanita menghampiri Mayra.
"Kenapa kalian bisa masuk ke rumah ini?" tanya Mayra lagi.
"Kami ke sini atas permintaan Tuan Rayyan," jawab wanita itu.
Mayra mengangguk paham.
"Oma Salsa dan kedua orang tuanya Tuan Rayyan akan tiba pukul tujuh pagi," ucap wanita lagi.
"Baiklah, terima kasih informasinya," kata Mayra.
"Kalau begitu kami mau melanjutkan pekerjaan, Nona!" pamitnya.
"Ya, silahkan!" ucap Mayra.
Mayra lalu ke kamar membersihkan diri karena keluarga suaminya akan datang berkunjung dan menikmati sarapan bersama.
Baru saja selesai memakai pakaian, pintu kamar Mayra diketuk. Ia pun bergegas membukanya, pelayan wanita yang mengajak dirinya berbicara tadi melemparkan senyuman kepadanya.
"Nona Mayra sudah di tunggu Tuan Rayyan di ruang tamu, sebentar lagi keluarga Tuan Rayyan segera tiba," ucap wanita bernama Elma, 37 tahun.
"Baiklah, saya akan ke sana," kata Mayra.
Elma pun berlalu.
Mayra dengan cepat menyisir rambutnya dan memakai riasan wajahnya. Ia ingin berpenampilan menarik dihadapan keluarga besar suaminya.
Kurang lebih 10 menit kemudian, Mayra menghampiri Rayyan yang sudah berdiri di teras rumah.
"Apa saja yang kamu lakukan sehingga membuatku menunggu?" Rayyan menatap marah.
"Maaf, aku tidak tahu jika Oma Salsa akan datang sepagi ini," Mayra memberikan alasan.
"Jadi kamu ingin menyalahkan aku jika tidak memberitahumu?" tuding Rayyan.
Mayra menggelengkan kepalanya bahwa dirinya tak menuduh begitu.
"Bersikaplah manis, jangan sampai mereka curiga!" ucap Rayyan mengingatkan.
Mayra mengangguk mengiyakan.
Tak berselang lama, 2 mobil mewah saling beriringan memasuki pekarangan rumah Rayyan.
Oma Salsa lebih dahulu turun setelah dibukakan pintunya oleh pengawal daripada kedua orang tuanya Rayyan.
Mayra mengikuti langkah Rayyan dari belakang menghampiri keluarga besarnya.
"Cucu menantuku!" Oma Salsa memeluk Mayra dengan cepat meskipun Rayyan sudah membentangkan tangannya.
Mayra yang terkejut, membulatkan matanya. Ia sungguh tak percaya jika dirinya pertama kali dipeluk Oma Salsa daripada cucunya sendiri.
"Apa kabar, sayang?" Oma Salsa melepaskan pelukannya lalu memegang pipi Mayra dengan kedua tangannya.
"Aku baik, Oma sendiri bagaimana?" Mayra melebarkan senyumnya.
"Oma sangat sehat, apalagi bertemu denganmu. Oma sungguh merindukanmu," ucap Oma Salsa.
"Oma, aku tidak dipeluk?" protes Rayyan.
Oma Salsa menoleh ke arah Rayyan, "Kamu itu terlalu sibuk dan kamu tidak pernah ada waktu untukku!"
"Aku juga tidak pernah ada waktu untuk Oma, lagian Mas Rayyan memang sibuk mengurus perusahaan," kata Mayra membela suaminya.
"Kamu tidak ada waktu sejak menikah dengan anak ini!" Oma Salsa menepuk pelan kepala Rayyan. "Coba saja dia tidak membeli rumah sejauh ini mungkin kita sering bertemu," lanjutnya.
"Ma, Rayyan juga ambil rumah ini karena kebetulan dekat dengan perusahaan," jelas ibunya Rayyan bernama Citra, 54 tahun.
"Kamu itu selalu saja membelanya!" cetus Oma Salsa.
"Namanya juga anak kandung, Ma!" ketus Citra.
"Tapi, tidak selalu dibela!" balas Oma Salsa.
"Kapan kita mulai sarapannya jika Mama dan Citra berdebat?" Papa Rayyan bernama Tio dengan cepat memotong percakapan istri dan ibu kandungnya itu.
"Istri kamu yang mulai duluan!" Oma Salsa tak mau disalahkan.
"Oma, apa yang dikatakan Papa Tio benar. Lebih baik kita sarapan biar perut kenyang dan Oma bisa mengobrol denganku lebih lama," Mayra ikut menengahi keduanya.
"Mayra, kamu sungguh bijak sekali!" puji Oma Salsa sembari melirik menantunya.
Mayra hanya tersenyum mengiyakan.
Kelimanya pun melangkah ke arah ruang makan, Mayra duduk di antara Oma Salsa dan Rayyan.
"Oma rindu kamu masakan," ucap Oma Salsa mengarahkan pandangannya kepada Mayra.
"Lain waktu aku masakan makanan kesukaan Oma," janji Mayra.
"Kapan kalian mengunjungi Oma?" tanya Oma Salsa tatapannya ke arah Rayyan.
"Tidak tahu, Oma. Pekerjaan aku sangat banyak, kemungkinan setahun lagi," jawab Rayyan asal.
"Kenapa lama sekali? Apa tidak bisa minggu depan?" Oma Salsa protes.
"Tidak bisa, Oma!" jawab Rayyan lagi.
"Bagaimana jika Mayra saja ke sana tanpa kamu?" usul Oma Salsa.
"Mayra hanya boleh pergi bersamaku, Oma!" kata Rayyan yang memang tak mengizinkan istrinya pergi ke rumah Oma Salsa tanpanya, ia takut jika Mayra akan memberitahu hubungan dirinya dengan Intan.
"Kamu tidak punya waktu, apa salahnya jika dia pergi sendirian. Lagian juga diantar sopir keluarga," kata Oma Salsa.
"Oma, makanannya keburu dingin jika Oma terus bicara," ucap Mayra lembut. Ia tak mau Oma Salsa terus mendesak Rayyan karena dirinya juga yang akan mendapatkan hukuman.
"Oma sampai lupa!" Oma Salsa lantas menikmati sarapan yang sudah disediakan.
Selesai sarapan bersama, mereka melanjutkan obrolannya di ruang santai keluarga. Rayyan merebahkan tubuhnya dengan kepala diletakkannya di atas paha Mama Citra, sementara Oma Salsa duduk di sebelah Mayra.
"Kalian 'kan telah menikah lebih dari tiga bulan, apa Mayra sudah menunjukkan tanda-tanda kehamilan?" tanya Mama Citra.
"Oma juga ingin menanyakan tentang itu," sahut Oma Salsa.
Mayra dan Rayyan saling pandang bingung mau menjawabnya.
"Jangan bilang jika Mayra sulit mendapatkan keturunan!" tuding Mama Citra menaikkan salah satu ujung bibirnya karena dirinya memang tidak menyukai Mayra menjadi menantunya.
"Citra, jaga bicaramu!" tegur Tio pelan kebetulan duduk di samping istrinya.
"Aku hanya menebak saja, Mas!" ucap Mama Citra tanpa rasa bersalah.
"Do'akan saja kami segera mendapatkan keturunan, Ma, Pa, Oma!" kata Rayyan lantas bangkit dan duduk.
"Oma selalu mendoakan kalian agar selalu bahagia dan dijauhkan dari namanya orang ketiga, bukan seperti mama kamu!" sindir Oma Salsa.
"Ibu mana yang selalu mendoakan keburukan untuk anaknya!" Mama Citra balas menyindir.
"Mulai lagi!" celetuk Papa Tio.
Mayra hanya diam, dia tak mampu mau menjawab apapun mengenai kehamilan karena selama dirinya menikah dengan Rayyan tak pernah tidur sekamar.
Dua jam lebih berada dikediaman Rayyan, Oma Salsa beserta anak, menantu dan para pengawal pamit pulang.
Tak lama mobil rombongan keluarga Rayyan menghilang dari pandangan, Rayyan lantas menyuruh para pelayan meninggalkan rumahnya.
"Mas, siapa yang akan membersihkan peralatan dapur?" tanya Mayra.
"Kamu!" jawab Rayyan.
"Sebanyak ini aku yang mencucinya?" tanya Mayra lagi.
"Iya, aku sengaja melarang mereka mencucinya biar kamu ada kerjaan di rumah ini," jawab Rayyan.
"Mas...!"
"Cepat kerjakan atau aku akan menyuruhmu membersihkan kolam renang!" Rayyan memberikan pilihan tugas.
Mayra yang tak dapat membantah lagi hanya mampu menghela napas pasrah.
"Nanti malam aku akan makan malam bersama Intan, jadi aku tidak pulang ke rumah ini!" ucap Rayyan.
"Buat apa meminta izin? Bukankah biasanya tanpa bicara?" singgung Mayra.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!