NovelToon NovelToon

Alter Ego

Pengenalan Tokoh & Awal Cerita

Clara Sabina Raharja

Gadis sebatang kara yang mengalami diskriminasi dan bergumul mencari pekerjaan selama bertahun-tahun. Di tengah keputusasaan, Clara akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai asisten keuangan untuk keluarga konglomerat ternama di Jakarta.

Kent Rosario (Wahyudi)

Pemuda tampan dan cerdas yang pernah mengenal Clara sewaktu remaja, namun ia menjadi korban penculikan terselubung. Dirinya dilaporkan sebagai anak hilang dari keluarga kaya yang termasuk dalam daftar korban pembunuhan berantai. Dibesarkan dengan paksaan dan kekerasan ayah angkatnya, Kent bertumbuh sebagai seorang pria berkepribadian ganda. Suatu hari, ia berhasil meloloskan diri dari penganiayaan dan tak lama kemudian berteman baik dengan putra seorang mantan Perwira, sehingga menjadi pembalas dendam dan ahli bela diri yang tak terkalahkan.

Heinrich Linardi (dibaca 'Heinrik')

Tokoh antagonis yang berperan sebagai konglomerat serakah dan sadis. Keinginannya adalah menjadi orang terkaya di Indonesia dengan menghancurkan bisnis orang lain, menawarkan pinjaman berbunga tinggi, mendirikan situs judi online, memanfaatkan orang lemah, melakukan perdagangan gelap, dan lain sebagainya. Tanpa sepengetahuan Clara, gadis itu telah menjadi bagian dari pekerjaan berbahaya ini.

Debry Linardi

Putri tunggal Heinrich dan Emma Linardi yang dikenal dengan sosok manis, baik hati, dan dermawan. Sayangnya, semua itu hanya akting untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya. Dimanja semenjak kecil, Debry tidak memiliki empati terhadap orang lain, cenderung suka merundung orang lemah atau miskin.

Franc Raharja (dibaca 'Frenk')

Ayah Clara yang dikenal sebagai pengusaha lihai dan seorang ilmuwan yang dibayar oleh agen rahasia di bawah pemerintah untuk meneliti tentang bisnis keluarga Linardi. Sialnya, penelitian itu gagal dan menyebabkan dirinya terancam bahaya. Ia melarikan diri dari rumah demi melindungi keluarganya. Akibatnya, seluruh hak milik Franc dikuasai oleh Risa Raharja, ibu tiri Clara yang picik.

Meyra Raharja

Adik tiri Clara yang 2 tahun lebih muda dan polos. Karena mengidamkan kasih sayang, ia selalu dianggap bodoh oleh Ibunya sendiri.

Rendra Rosario

Ayah angkat Kent yang tak lain adalah bos mafia dalam dunia gelap. Ia menerima bayaran tinggi untuk pekerjaan ilegal dan sadis.

...----------------...

Saat masih kecil, seorang anak perempuan mempunyai harapan besar untuk berprestasi dan menjadi anak kebanggaan orang tuanya. Nama anak itu Clara Sabina Raharja. Dia ceria dan giat belajar, sepertinya anak itu serba bisa. Namun, semenjak SMP Clara kehilangan minat untuk menjadi nomor satu dalam hal apapun.

"Hei pecundang! Bapakmu minggat dari rumah, kan? Mamaku pernah bilang, pasti malu deh kalau punya anak seperti kamu!" kata orang pertama yang mendorong Clara hingga jatuh terbaring di lantai.

"Benar. Namanya saja yang bagus, padahal dia seperti ini! Hahaha!" kata orang kedua, senang melihat Clara yang merintih kesakitan.

Adakah orang ke-tiga dan seterusnya? Apakah salah memiliki wajah dan latar belakang yang sederhana? Haruskah Clara berdalih di saat seperti ini? Walau sangat ingin melaporkannya kepada orang dewasa, akankah seseorang membelanya? Mengapa ayah dan ibu Clara meninggalkannya di usia yang masih 14 tahun? Mengapa harus Clara yang mengalami semua ini?

Clara bertekad walau dirundung seperti apapun, dia takkan menangis. Paham bahwa dunia tidak memihaknya, Clara akan menyelamatkan dirinya sendiri. Bagaimana pun caranya.

"Hentikan!"

Suara seorang anak lain membuat aksi itu berhenti seketika. Suara yang bukan pertama kalinya didengar Clara. Suara seorang anak lelaki sempurna, atau setidaknya terlihat begitu.

Anehnya, anak-anak perempuan yang suka merundung Clara selalu berlari ketakutan jika berhadapan dengan anak lelaki ini, walau terkadang dia tidak muncul. Haruskah Clara bertanya siapa namanya?

"Kamu tidak apa-apa? Tanganmu tergores. Namamu Clara, ya?"

Tak disangka, anak itu langsung bertanya sebelum Clara membuka mulut. Dengan perlahan dan enggan, Clara menengadahkan wajah untuk melihat wajah lawan bicara di dekatnya itu.

Dalam hitungan detik, Clara dikejutkan oleh senyuman hangat anak itu. Benar-benar anak lelaki yang tampan, dia seperti malaikat.

"Wajahmu memerah. Kamu tidak demam, kan? Berdirilah. Aku akan membawamu ke ruang rawat," katanya kepada Clara.

Seragam sekolah yang dikenakan para murid di sekolah swasta itu berwarna biru tua dan putih tanpa mencantumkan nama.

"Kent!"

Setelah berdiri, mendadak terdengar suara seorang anak perempuan lain yang berlari mendekat.

"Oh. Ada apa, Deb?" balas lelaki yang dipanggil Kent itu.

"Kamu sedang apa? Acara pentas akan segera dimulai. Siapa anak ini?" tegas anak perempuan yang mengamati Clara dengan tidak suka.

"Dia Clara. Aku hanya tidak suka melihat orang merundung yang lemah. Kamu pergi dulu saja, Deb. Aku akan menyusul," ujar Kent.

Mendengar perkataan Kent, anak perempuan itu semakin terlihat kesal.

"Tidak. Kita harus pergi bersama. Aku ikut dengan kalian. Kamu tidak keberatan, kan?" sanggah anak itu, sembari menatap Clara.

Anak perempuan itu berdecak marah karena Clara tidak mengucapkan apapun. Benar, hal seperti ini sering terjadi. Clara cenderung membisu jika merasa kurang nyaman dengan orang yang mengajaknya berbicara.

"Sepertinya dia anak yang kurang cerdas atau punya kelainan mental. Diajak bicara malah melotot," geram anak perempuan asing itu, sambil membuang muka.

Lagi-lagi, seseorang mengkritik Clara.

"Hus! Jangan kasar, Debry! Dia sudah cukup syok karena dirundung. Kamu pergi saja kalau tidak suka padanya," tegur Kent, seketika tiba di ruang rawat sekolah.

Respon tak terduga dari Kent membuat wajah Debry sangat merah karena malu, lalu berlari meninggalkan ruangan itu.

"Apa dia menangis?" tanya Clara spontan.

"Maksudmu Debry? Hahaha.. Tidak, dia tidak mungkin menangis. Jangan khawatir, anak itu cukup keras kepala. Bersihkan lukamu, oleskan obat, lalu pakailah plaster ini," balas Kent ramah, seraya menyerahkan kotak berisi peralatan kecil dan obat-obatan kepada Clara.

"Mengapa kau baik padaku?" tanya Clara lagi, sambil melakukan apa yang baru saja diucapkan oleh Kent.

Beginilah Clara yang sebenarnya. Dia mudah membuka diri kepada orang yang tidak membuatnya merasa terancam.

"Hmm.. Kurasa kita berteman. Apa aku salah?" ujar Kent, lagi-lagi menampilkan senyum menawannya.

Clara sedikit tersipu, kemudian membuang muka dengan cepat. Entah mengapa, Clara merasa bahagia. Apakah selama ini dia mengharapkan perlakuan semacam ini?

"Te-- terima kasih..," ucapnya pelan.

"Tidak masalah. Senang berkenalan denganmu, Clara. Namaku Kent Wahyudi."

Kent Wahyudi menjadi nama teman baik pertama dalam seumur hidup Clara. Karena nama itu, Clara mampu bertahan menghadapi ibu dan adik tiri yang tinggal bersamanya, maupun seorang ayah yang entah berada dimana setelah kabur meninggalkan putrinya sendiri. Lagipula, Clara sudah merasa dibuang oleh keluarganya semenjak almarhum sang ibu.

Bukankah ketulusan seseorang dikenal mampu memberikan kekuatan bagi penerimanya? Clara takkan menyia-nyiakan pemberian ini. Dia akan berjuang keras dan menjadikan dirinya peran yang tidak dapat dipandang remeh oleh siapapun.

- Bersambung -

Pekerjaan di Dunia Nyata

Januari tahun 2024, di kota Jakarta.

Tujuan hidup manusia selalu berasal dari keinginan. Jika ingin berkeluarga, maka menikah adalah keputusan terbaik. Jika ingin mendapatkan pekerjaan, maka melamar kerja adalah langkah pertama.

Bagi Clara yang kini berusia 30 tahun, keduanya tidak mudah. Setidaknya ia harus mandiri sebelum terlambat.

"Apa benar kita akan menerima orang ini? Latar belakangnya biasa saja, wajahnya juga.. sederhana."

"Kamu tidak tahu apa-apa. Dia meraih nilai tertinggi saat tes penerimaan karyawan baru, karena itu dia cukup diperhatikan oleh Presdir."

Suara desas-desus terdengar samar, sementara seorang gadis duduk di ruang tunggu dengan jantung berdebar.

"Nona Clara Sabina Raharja. Silahkan masuk."

Akhirnya, gadis berambut pirang kecoklatan dengan mata sipit memasuki ruangan.

"Selamat. Anda terpilih menjadi salah satu trainee perusahaan kami. Masa kontrak pekerjaan Anda adalah 1 tahun, belum termasuk perpanjangan atau pengajuan menjadi karyawan tetap."

Clara mengedipkan mata dan menghela nafas cepat karena begitu tertegun. Kedua tangannya berusaha menutupi jeritan senang dari bibirnya.

"Terima kasih. Terima kasih banyak!" ucapnya, sembari membungkuk hormat.

"Anda boleh meninggalkan ruangan. Pihak kami akan menghubungi Anda perihal schedule dan job scope."

Apakah ini adalah awal dari kesuksesanku? Kau luar biasa, Clara! seru Clara dalam hati.

Inikah pencapaian terbaik dalam hidup Clara selama bertahun-tahun? Dapat bekerja sebagai karyawan perusahaan besar L-Group adalah impian bagi banyak orang.

Beberapa hari kemudian..

"Clara, bersiaplah setelah memfoto kopi arsip. Jangan lupa letakkan di meja Bu Hamdah. Hari ini Ibu Debry Linardi yang akan memimpin rapat," kata seorang supervisor kepada Clara.

"Baik, Bu."

Entah mengapa, nama Debry Linardi sedikit mengusik memori Clara. Akan jauh lebih baik jika Debry bukan berasal dari keluarga Linardi. Sayangnya, yang dimaksud memang putri dan pewaris tunggal keluarga konglomerat itu.

"Jadi, mulai 2 minggu ke depan saya harap kalian semua sudah mempelajari fitur aplikasi akuntan baru yang akan diinstalasikan pada semua komputer kantor hari ini hingga besok. Semua tautan, arsip, serta metode penggunaan sangat mudah diakses. Jika kalian ingin memasukkan data tambahan, silahkan meminta bantuan dari Bu Maya dan Pak Leno."

Rapat itu diakhiri dengan penjelasan dari Debry Linardi, yang diikuti tepuk tangan singkat para karyawan. Sedari pertengahan hingga usai, Clara dapat merasakan tatapan Debry.

"Clara."

Akhirnya, suara itu menghentikan langkah Clara.

"Ya, Bu Debry?" jawab Clara, seraya menoleh dan menyadari bahwa ruangan rapat telah kosong.

"Singkat saja, aku ingin kau berhenti bekerja di perusahaan kami."

Clara sedikit terkejut, namun tidak merasa tertekan.

"Jika boleh tahu, apa alasannya, Bu?"

"Lagi-lagi, kau berlagak bodoh. Sudah beberapa tahun aku tidak melihat kepalsuanmu, tapi tetap saja kau membuatku jijik," ejek Debry.

Clara terdiam sejenak dan berpikir.

"Benar. Semuanya masih sama, walau sudah bertahun-tahun. Bagaimana keadaan Ibu selama ini?" tanya Clara sopan.

"Hah? Apa katamu barusan? Hahaha!"

Respon tertawa menghina yang sama sekali tidak lucu itu memang terasa familiar bagi Clara.

"Maaf, saya--" kata Clara pelan.

"Kau sudah gila rupanya. Apa kau masih berhubungan dengan anak itu? Siapa namanya?" sela Debry.

Tolong jangan sebut nama itu. Kumohon!

"Wahyu.. Wahyudi! Benar kan? Sayang sekali, padahal dulu dia lumayan. Entah apa yang terjadi setelah itu, aku tidak pernah bisa menghubunginya. Wajar saja, orang selevelku pasti akan melanjutkan pendidikan di luar negeri. Kukira, dia sudah sinting karena berpacaran dengan orang sepertimu."

Ucapan Debry kali ini membuat perasaan Clara campur aduk.

"Maaf, Bu Debry. Saya tidak mengerti mengapa Anda sangat membenci saya hingga ingin saya berhenti bekerja, padahal saya hanyalah karyawan baru. Saya berharap Anda tidak membahas masalah pribadi, karena--"

Plak!

Sebuah tamparan keras membuat pipi kiri Clara memanas dan memerah oleh hembusan nafas.

"Diam kau, jalang. Jika kau ingin bekerja di tempat ini, maka kau harus melakukan apapun yang kuperintahkan kepadamu," ancam Debry.

Clara belum pernah dipukul orang seperti ini. Hari ini, orang yang paling tidak ingin dilihatnya lagi selama bertahun-tahun malah muncul dan menciptakan skenario terburuk.

Wanita itu hanya berjalan meninggalkan Clara seorang diri dengan santai, tanpa merasa bersalah. Kini, Clara mengelus pipinya sendiri dan berusaha agar tidak menangis.

"Tenang, Clara. Belum tentu semuanya akan kacau. Kamu pasti bisa!" hibur Clara untuk dirinya yang malang.

Clara berhasil menyelesaikan pekerjaan hingga pukul 7 malam, kemudian menaiki kendaraan umum hingga tiba di rumah. Untungnya, lalu lintas lumayan lancar sehingga Clara sudah berbersih dan beristirahat pada pukul 8:30 malam.

Tepat sebelum tidur, Clara teringat akan nama yang sangat penting baginya. Kent Wahyudi. Apakah Clara bisa bertemu dengannya lagi?

Tahun 2009, yakni hari terakhir Clara bersama dengan Kent. Saat itu musim hujan, Clara sedang bergegas menemui Kent.

"Kent! Maaf, aku terlambat," serunya, sambil mengenakan payung berwarna merah.

"Tidak apa-apa. Yuk, kita berangkat. Ada tempat yang ingin kutunjukkan padamu, Clara," ucap Kent, satu-satunya sahabat yang sering membantu Clara dalam kesulitan, serta dia yang memiliki senyuman paling indah sedunia bagi Clara.

Hari itu seharusnya mereka dapat bermain bersama di tempat rahasia yang ditemukan oleh Kent. Naasnya, nasib berkata lain..

Baru berjalan sebentar, mendadak beberapa pria dewasa berpakaian serba gelap menyergap dan menarik paksa tubuh Clara dan Kent. Keduanya dibawa ke suatu tempat yang jauh dengan mobil, sementara wajah mereka ditutupi oleh kain hitam. Clara dan Kent meronta-ronta, berusaha melepaskan diri.

"Clara! Kamu tidak apa-apa?" panggil Kent khawatir.

"Tidak apa-apa. Apa kamu baik-baik saja, Kent?" isak Clara.

"Jangan takut. Kita pasti akan ditolong. Orang tuaku akan segera mencariku jika terlambat pulang ke rumah. Aku akan selalu berada di sisimu, jangan menangis."

Perkataan Kent memang berbeda dari yang lain. Di dunia ini, rasanya Kent akan selalu berpihak kepada Clara.

Namun, hal yang terjadi berikutnya sungguh amat mengerikan, hingga Clara selalu ketakutan dan berkeringat dingin setiap saat adegan itu muncul dalam ingatan maupun mimpinya. Clara telah cukup menderita akibat kejadian tragis yang menimpa Kent Wahyudi dan keluarganya. Mengapa banyak orang tega melupakan apa yang dialami oleh korban-korban tak bersalah tanpa mengadili para penjahat yang bersembunyi itu?

"Kuharap kamu baik-baik saja dan hidup sehat di suatu tempat yang tidak diketahui oleh siapapun. Terima kasih, Kent. Aku benar-benar bersyukur mengenalmu," doa Clara di atas ranjang, kemudian sebutir air matanya menetes sesaat sebelum tertidur.

Mungkinkah air mata dan doa Clara setiap malam didengar oleh Yang Maha Esa? Yang jelas, Clara harus bersabar dan bertahan melalui cobaan, jika masih ingin berjuang mengubah takdir. Lagipula, bekerja telah menjadi suatu kebutuhan mendesak yang harus terpenuhi bagi Clara. Walau demikian, tak sekalipun Clara akan melupakan kisah dan kebaikan dari Wahyudi sekeluarga.

- Bersambung -

Alter Ego

Pernah ada yang bilang jika peran Clara itu lemah, maka ia perlu menciptakan suatu peran yang berlawanan dengan pembawaan aslinya. Walau sulit bagi Clara yang kurang percaya diri, di saat tertentu gadis itu pernah mencobanya.

Mengapa Clara dianggap lemah oleh orang-orang di sekitarnya? Ada dua alasan utama. Pertama, Clara tidak pernah diakui, dipuji, atau didukung oleh orang terdekatnya dalam segala hal. Kedua, Clara memiliki perasaan rendah diri karena dirundung dan tak berdaya.

Namun, pernah ada pendukung sejati bagi Clara. Selain Kent, Clara mengenal Bapak dan Ibu Wahyudi. Clara juga pernah memiliki seorang teman perempuan bernama Carissa. Semua itu telah berlalu cukup lama. Karena selalu terjadi hal buruk terhadap siapapun yang dekat dengan Clara, gadis itu bahkan dianggap pembawa sial dan dikucilkan kemana pun tujuannya.

Apa yang terjadi pada Kent dan Carissa? Keduanya didaftarkan sebagai orang hilang semenjak 15 tahun lalu. Terlebih parahnya, keluarga salah seorang dari mereka dikabarkan telah meninggal dunia sebagai korban pembunuhan terencana. Bagaimana hal ini tidak menghantui dan tidak membuat Clara merasa bersalah? Benarkah semua kejadian tragis itu hanya kebetulan? Atau, haruskah Clara menjaga jarak dengan siapapun? Seorang ayah yang tidak mengakui Clara pun sampai melarikan diri dari rumah. Tentunya jauh lebih mudah bagi Clara untuk mengakhiri hidup yang membosankan seperti ini, dibandingkan berjuang keras membuktikan diri seperti orang gila.

Alter ego.

Kata-kata baru yang pertama kali didengarnya dari Bapak Sean Wahyudi masih melekat pada ingatan Clara. Untuk pertama kalinya, Clara belajar untuk bertahan hidup dengan menerima diri sendiri. Rupanya, alter ego bukanlah sesuatu yang negatif. Siapapun yang senasib dengan Clara pasti berandai-andai 'alangkah indahnya jika diriku bukan diriku yang seperti ini.'

Saat ini adalah pagi ke-9 bagi Clara yang hendak berangkat dari rumah untuk bekerja. Clara melihat pantulan dirinya pada cermin sambil merapikan jas kerjanya. Rambut Clara yang kepirangan tergerai indah melebihi pundaknya. Walau tidak tergolong dalam ciri khas wanita cantik pada umumnya, Clara memiliki garis wajah yang khas, mata sipit dengan kulit putih pucat. Jika mengenakan make up, wajahnya akan nampak seperti tokoh pendukung dalam drakor.

"Semangat, Clara!" ucapnya.

Kini Clara sudah berjalan keluar dari apartemen dan hendak mengecek pesanan kendaraan Grab nya. Setiap kali berbalik melihat tempat tinggalnya sebelum bekerja, Clara merasakan deja vu yang menguatkannya. Clara mengucap syukur karena dirinya sudah cukup mandiri untuk menyewa unit apartemen, hingga hidup terpisah dari ibu tiri dan adik tirinya. Itu pun sudah beberapa tahun lalu.

Beberapa jam kemudian..

"Clara, pergilah ke ruang Pak Presdir. Beliau memanggilmu," kata Pak Leno, anggota tim yang ahli komputer dan sering bolak-balik ke ruangan Presdir Linardi.

"Ya, Pak," balas Clara tanggap.

Clara berjalan cepat hingga sampai di depan pintu.

"Permisi, Pak. Saya Clara," ucapnya, sambil mengetuk pintu.

"Masuk," jawab orang di dalam ruangan.

Baru pertama kali Clara bertemu langsung dengan sang Presdir. Clara pun sadar bahwa wibawa pria paruh baya itu membuatnya sedikit gemetar.

"Silahkan duduk di kursi depan meja saya," perintah sang bos.

Dengan patuh, Clara terduduk manis dan bersiap mendengarkan perintah selanjutnya.

"Saya mendapatkan laporan mengenai hasil kerjamu, walau kamu orang baru," kata Bapak itu, sembari mengamati dokumen rangkap dalam genggaman kedua tangannya.

Glek!

Mendadak jantung Clara mulai berdebar karena tegang.

Tenanglah, Clara. Tenangkan dirimu!

"Dengan pengalaman sangat minim, laporan keuangan dan cara kerjamu sangat rapi. Sepertinya, kamu orang yang cocok menjadi asistenku."

"Eh?" respon Clara tercengang.

Apa yang baru saja diucapkan orang ini?

"Bagaimana? Apa kamu tertarik untuk bekerja selama 12 jam untukku? Aku akan menaikkan gajimu 3 kali lipat dari sekarang," ulas sang Presdir.

3x lipat? Berarti, 3x 5 juta \= 15 juta??

Clara berhitung dalam benaknya, sementara Presdir di hadapannya telah meletakkan dokumen dan mulai mengamati Clara.

"Jika boleh tahu.." usul Clara, sedikit ragu.

"Ya? Katakan saja," balasnya.

"Apa tugas tambahan saya sebagai asisten Bapak?" tanya Clara pada akhirnya.

"Hmm. Tentunya memberiku laporan, menemui klien, hingga perjalanan bisnis. Selain yang kusebutkan, kamu akan mengetahuinya sendiri nanti," ujar Bapak itu.

"Baik. Saya akan mulai bekerja kapan pun Anda memerlukan saya," putus Clara.

"Ok. Karena sekarang sudah hari Jumat, mulailah Senin depan. Kamu hanya perlu mendatangi ruanganku pukul 8 pagi setiap hari."

"Baik, Pak."

Sungguh tidak dapat dipercaya. Benarkah Pak Presdir mengakui kemampuan Clara? Rupanya, nasib secara resmi mulai berpihak kepada Clara.

Clara menjerit pelan dengan kepalan tinjunya, seketika diizinkan meninggalkan ruangan Presdir. Biasanya hal seperti ini dianggap prank dan akan berpengaruh buruk pada Clara, untungnya dia tidak memiliki siapapun untuk diajak curhat.

"Ini bukan mimpi. Aku harus memberikan yang terbaik agar tidak mengecewakan Pak Presdir," gumamnya menyadarkan diri.

Sementara itu, di suatu tempat lain..

"Keparat! Dimana Kent?" amuk seorang pria berpenampilan garang ala preman.

"Di--dia berkata akan segera kemari, Bos," jawab seorang pengikutnya, dengan tampang babak belur karena dihajar.

"Dia?! Beraninya kau memanggil putraku 'Dia', rupanya kau mau mati!" gertaknya lagi, sambil memukuli pemuda di hadapannya.

"Ampun, Bos! Saya tidak sopan.." serunya, memohon belas kasihan.

"Hentikan."

Suara seorang pemuda lain yang berjalan mendekat dari belakang punggung pria bengis tersebut.

"Kau datang juga, bajingan kecil!" panggil pria itu dengan senyum menyeringai.

"Oh. Apa ini yang disebut sambutan seorang ayah kepada anaknya?" sela pemuda itu, saling menatap tajam dengan ayahnya.

"Heh. Kau pikir kau itu siapa? Akulah yang membawamu lari dan memutuskan untuk tidak membunuhmu. Dasar bajingan tidak tahu berterima kasih!" olok Bapaknya lagi.

"Benar. Karena itulah, kau mengganti nama belakangku dan menjadikanku alatmu. Sampai kapan kau pikir kejahatanmu akan terkubur? Kau akan mengalami maut yang jauh lebih mengenaskan dibandingkan seluruh korbanmu," balas pemuda yang tak lain adalah Kent.

"Apa katamu? Hahahaha! Kau memang gila! Tapi itu yang kusuka darimu. Aku menjadikanmu pewarisku, Rosario. Bukankah kau seharusnya bersujud kepadaku? Rupanya kau mau menggantikan posisi si bodoh ini!"

Celotehan hina pria semacam itu sudah biasa didengar oleh Kent. Bicara soal Kent, pemuda itu telah menjalani hidup yang keras dan terlalu berbeda dengan dahulu. Wajah tampannya masih tetap sama, namun bekas luka pada beberapa bagian tubuhnya tidak biasa saja. Bahkan, kini namanya Kent Rosario.

Rosario adalah sebuah klan mafia yang sudah berdiri di Indonesia selama kurang lebih 20 tahun, saat ini dipimpin oleh Rendra Rosario yang seenaknya mengangkat Kent sebagai penerusnya.

"Semenjak awal aku memang tidak pernah berminat menjadi putramu. Lebih baik aku mati kelaparan di luar sana, daripada melayani pria bejat sepertimu!" sentak Kent, sama sekali tidak takut.

Pertarungan hidup dan mati sudah berkali-kali dicoba oleh Kent. Rasanya, dia takkan bisa meninggalkan dunia dengan tenang tanpa membuat para iblis gemetar dalam hukuman maut.

- Bersambung -

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!