Awalnya aku sangat bahagia setelah tau aku lulus dari pendaftaran murid baru di salah satu SMA di kotaku.
Namun setelah aku membicarakanya dengan Ibu dan Bapak, ternyata mereka tidak memiliki dana untuk menyekolahkanku.
Mereka sangat kecewa dengan apa yang terjadi. Bisa-bisanya anak yang sangat pintar dan cantik ini tidak memiliki fasilitas yang mampu membuatnya menjadi anak yang membanggakan.
Namun apalah daya, hidup kami selama ini saja sudah susah, jika memaksakan Ayu untuk sekolah. Mereka takut malah akan menjadi beban berat kedepannya.
Kabar Ayu yang tidak bisa sekolah pun sampai di telingan Pak Yahya. Beliau berjanji akan mencarikan Ayu jalur beasiswa agar tetap bisa melanjutkan sekolah.
***
Pagi menjelang, teman temanku sudah mulai menanyakan kepastianku melanjutkan sekolah. Mulut ku mampu berkata aku tidak melanjutkan, aku harus merelakan cita cintaku terkubur sementara.
Namun teman temanku tau mata ku tidak bisa berbohong. Mereka memeluk ku dan memberikan semangat agar aku tetap yakin. Suatu saat aku bisa sekolah.
Mereka sangat menyayangiku, cinta di sekitar ku begitu berlimpah. Aku beruntung, aku lahir dan dicintai banyak orang.
Orang tuaku paham akan niat yang begitu baik dari Pak Yahya. Mereka sangat bahagia melebihi kebahagiaanku.
***
Hari berlalu dengan begitu cepat. Aku menantikan kedatangan Pak yahya. Temanku Iin juga senantiasa memberikan semangat dan teman temanku yang lain juga.
Seminggu sudah. Sore menjelang malam, Pak Yahya datang. Senyuman lembut terukur di bibir Pak Yahya. Aku menyambutnya dengan penuh harapan. Aku yakin Tuhan takkan membiarkan kesulitan melebihi batas ku.
Ibu : Silahkan diminum pak
Pak Yahya : Terimakasih banyak ya Bu
Bapak : Maaf ya Pak, kami jadi banyak merepotkan. Anak saya memang berprestasi, sayang sekali saya dan Ibunya masih belum bisa merawat nya dengan baik. Sampe merepotkan Bapak.
Pak Yahya : Tidak begitu Pak, Ayu ini murid kebanggaan sekolah kami, saya harus bantu memperjuangkan supaya bisa lanjutin sekolah lagi.
Bapak : Iya Pak, trimakasih banyak ya Pak
Percakapan mereka berlanjut hingga beberapa jam, sampai akhirnya Ibu memanggilku. Ada keanehan yang aku rasakan, Ibuku merah matanya seperti habis menangis. Begitu juga Pak Yahya dan juga Bapak. Aku tak tau apa isi pembicaraan mereka.
Aku duduk di sebelah Bapak, aku masih mencoba menerka nerka apa yang mereka bicarakan.
Bapak : Begini mbak (menghela nafas), Pak Yahya sudah mencari kesana kemari, tapi semua jalur beasiswa sudah tidak menerima lagi nak, sudah tutup. Jadi masih belum bisa sekarang mbak Ayu sekolah.
Ibu : Tapi nak, temen Pak Yahya ada yang mau bantu supaya kamu bisa sekolah lagi. Dia mau biaya in kamu sekolah ( memaksakan tersenyum). Tapi.......
Ibu menggantukan kata katanya, sepertinya berat sekali untuk melanjutkan perkataannya. Aku masih merasa ada yang aneh dengan mereka.
Ibu masih tidak bisa memandang ku, bibirnya memaksakan senyuman tapi di matanya ada kesedihan.
Ayu : Pak, Bu, kalo memang keputusan yang di ambil hanya membuat kesedihan Ayu tidak akan memaksakan. Aku sudah memaafkan dan mencoba menerima saja apa yang memang harus terjadi.
Pak Yahya tidak kuat mendengar perkataan ku, dia memeluk ku dengan kasih seperti anaknya. sepertinya memang ada hal yang membuat mereka sedih dan berat.
Ibu : Sebenarnya orang yang mau membantu Mbak itu punya syarat mbak. Dia mau Mbak tinggal di rumahnya, jadi anaknya.
Ayu : Maksud Ibu aku jadi anak mereka? Ibu sama Bapak setuju dengan syarat nya?
Pak Yahya : Bapak sama Ibu kamu menyerahkan jawaban nya sama kamu Yu, terserah Ayu saja katanya. Bapak juga sependapat sama mereka. Ayu yang tau bagaimana baiknya. kalo memang.........
Ayu : Kalo syarat nya harus meninggal kan kalian Ayu gak bisa Bu, Pak. Ayu tidak papa gak sekolah. Nanti juga bisa sekolah. Pasti Ayu bisa. Bapak sama Ibu tenang saja.
Ibu dan Bapak hanya menangis mendengar jawabanku. Aku tak bisa meninggal kan mereka. Mereka segalanya untukku.
Pak Yahya sangat menyesal tidak bisa membantuku, tapi terkadang banyak hal yang terjadi di luar kendali kita sebagai manusia.
Aku sudan memaafkan dan merelakan yang terjadi. Sudah suratan yang harus aku jalani dan lewati.
Akan ada kebahagiaan di suatu saat nanti. Saat ini aku masih harus bersabar dengan segala hal yang terjadi. Jangan lupa kata2 Ibu Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang.
Kedewasaan ku memang melebihi usia ku, mungkin itu salah satu kenapa mereka begitu menyayangiku. Aku tempat teman teman ku berkeluh kesah dan bercerita.
Aku dewasa karena lingkungan ku, karena pengaruh kedua orang tuaku. Tapi tidak semua hal baik yang ada pada diriku. Terkadang aku masih suka ngambek dan uring uringan pada Ibuku. Maklum aku anak pertama dan usia ku dengan adik ku terpaut 8 tahun lebih.
Sudah 3 bulan setelah kelulusan, aku hanya disibukkan dengan kegiatan membantu Bapak dan Ibu di sawah. Terkadang aku juga membantu mengajar mengaji di Majelis dekat rumah ku.
Aku sudah berhijab sejak masih kecil, orang tua ku dan lingkungan ku di desa sangatlah taat beragama. Tidak ada kesempatan bagi anak anak muda untuk berpacaran.
Sangat jarang anak anak dan remaja nongkrong dan melakukan kegiatan di malam hari. Karena jika mereka masih terlihat di luar saat jam 9 malam. Rumah kita akan di datangi Ustadz setiap hari untuk diberikan pencerahan.
Pada saat itu kami tidak keberatan, kami tau apa yang di jadikan peraturan dan metode di desa kami semata mata untuk menjaga ketertiban dan kebahagiaan kami.
Saat itu malam setelah selesai Shalat Isya, Aku dan Ibu sedang duduk di teras rumah. Aku bahagia sekali karena tiba tiba Buyut ku datang dari desa sebrang.
Aku langsung saja berlari menghambur ke pelukan ya. Aku adalah kesayangan nya. Kata beliau aku pintar, aku cantik dan baik hati. Begitulah kata kata manis yang selalu keluar dari mulutnya. Oh iya, nama buyutku Sri Rejeki. Aku selalu memanggil beliau dengan sebutan Buyut Ayu.
Buyut : Wah......sayang nya Buyut belum tidur? tau yah kalo buyut mau datang?
Cah ayu, cah pintar dan baik hati. ( Memelukku dengan sangat erat)
Ayu : Buyut datang malam malam pasti kangen sama aku kan? ( memandang wajah buyut dengan senyum dan menaik turun kan kedua alis )
Buyut : Tidak juga, buyut mau marahin Bapak dan Ibumu, kenapa anak pintar begini tidak di sekolahkan.
Ibuku sudah tau sepertinya kedantangan nya akan ada sangkut pautnya denganku yang tidak bisa melanjutkan sekolah.
Ibu : Masuk Mbah Putri, di luar dingin sekali angin ya. Nanti bisa sakit.
Ibu menundukan mukanya tak berani memandang buyut ayu. Pasti Ibu merasa menyesal dengan semua yang terjadi. Ibu juga sedih, tapi apa mau di buat. Semua tidak bisa berjalan dengan keinginan kita.
Saat itu aku tidak di lepaskan oleh buyut dari pelukan ya. Sampai di ruang keluarga aku masih di peluk ya sambil duduk di sebelahnya.
Buyut : Panggil suami mu, mbah mau bicara. PENTING !!!!!!
Ibu : Nggih Mbah, saya panggil dulu bapaknya Ayu. Tadi masih di Mushola, ada pengajian Mbah.
mbah : Hmmmmm..........(penjelasan Ibu hanya di jawab dengan singkat oleh beliau )
Aku juga tak berani bertanya. Kata Bapak dan Ibu sama orang tua jangan membantah, nanti tidak berkah hidupnya. Harus sopan, harus baik dan harus sayang sama mereka.
Bapak : Mbah ( Bapak mencium tangan Mbah )
Bapak Belum juga duduk, mbah sudah mengutarakan maksud kedatangannya.
Buyut : Lusa Ayu mau aku bawa ke rumah nya Murni ( Anak perempuan mbah ayu yang tinggal di Jakarta). Kalian punya anak 2 saja tak bisa menyekolahkan.
Tak habis pikir kenapa sekolah sampe gak di pikirkan, kasian anak cantik ini.
Ibu : Tapi bu, Ayu masih kecil bu. Kalo di Jakarta takut dia gak betah bu.
Buyut : Biar Murni dan Ali yang nanti urus Ayu. Meraka kan belum punya keturunan, itung itung mancing biar cepet dapet momongan.
Bapak : Apa tidak di bicarakan dulu sama Murni nya mbah, takut merepotkan. Ayu juga harus di tanya dulu mau apa tidak ikut sama Murni.
Buyut : Kalian ini jangan sok mengatur Mbah, saya sudah tau apa yang terbaik. Kalian ini gak bisa di andelin sama anak. Sekolah saja tidak mampu. Lusa buyut jemput pagi pagi jam 6. Bus nya jalan jam 8 pagi, biar gak telat.
Selesai dengan pengumuman nya, belau langsung berdiri melepaskan dirinya dari pelukannku.
Buyut : Lusa siap siap ya cah ayu ( membelai sayang puncak kepalaku)
Tidak ada bantahan sedikit pun dari mulutku. Ada rasa bahagia di dalam diriku, Ada sebuah harapan. Tapi tidak menutup rasa sedih ku. Jika aku pergi, itu sama saja aku harus meninggalkan Bapak dan Ibu.
Setelah kepergian buyut, Ibu dan Bapak memelukku. Meraka mendukung niat Buyut. Mereka tau, tidak ada yang bisa membantah perintah beliau.
Akupun memahami, mereka melakukan itu semua karena menyayangiku. Karena cinta dan kasih mereka padaku yang membuat mereka harus membuat keputusan yang sangat berat.
Malam itu angin terasa sangat dingin, tubuhku begitu tegang mengingat besok adalah hari dimana aku harus berpisah denga orang tuaku.
Aku harus meninggalkan mereka dan mengikuti perintah Buyut Ayu. Selama ini aku hanya tau kota Jakarta dari televisi, tak terbayang sedikit pun di benakku jika aku harus pergi jauh sampai kesana.
Sampai jam menunjukan pukul 01.00 dini hari, mataku masih saja segar. Kepalaku pusing memikirkan keberangkatanku.
Aku memutuskan untuk mengambil Wudhu, aku mencoba untuk Shalat Tahajud. Meskipun aku belum sempat tidur, aku tetap melakukannya. Aku ingin berdo'a agar aku bisa di beri ketenangan.
Usai shalat aku masih saja belum bisa tidur, aku melangkahkan kaki menuju kamar Ibu dan Bapak. Saat hendak mengetuk pintu, ternyata ruang keluarga masih menyala Lampunya.
Ternyata benar dugaan ku, Bapak masih terjaga. Ku alunkan senyumanku, aku melangkah mendekati Bapak yang saat itu sedang memejamkan matanya. Matanya terpejam tapi pikirannya masih tetap terjaga.
Bapak langsung tau saat aku duduk di sebelahnya, aku menyenderkan kepalaku di bahunya. Aku merasakan ketenangan saat tangannya mulai membelai lembut puncak kepalaku.
Bapak : Kamu pasti gak bisa tidur ya? pasti nanti Mbak Murni seneng kamu datang kesana.
Ayu : Apa keputusan ini sudah benar? apa Ayu menyakiti hati kalian?
Bapak : Bapak sama Ibu akan selalu dukung semua keputusan Ayu dan Buyut. Selama itu baik dan tidak melanggar norma agama.
Ayu : Terimaksih ya Pak, sudah memaafkan kesalahan Ayu. Bapak sama Ibu pasti sangat berat mengambil keputusan ini.
Bapak hanya membalas dengan sentuhan lembut ya, tidak banyak kata yang mampu kami rangkai. Diam nya kami adalah keputusan yang tepat. Jika di lanjutkan, hanya akan ada air mata yang menyelimuti kesedihan kami.
Pagi pun mejelang, sesuai dengan janjinya. Buyut Ayu sudah datang jam 6 pagi tepat. Tidak kurang dan tidak lebih, Buyut memang di kenal orang yang sangat disiplin.
Dia hanya mempunyai dua anak, Mbak Murni dan Mas Aditya. Keduanya sudah menikah dan tinggal terpisah dengan Buyut. Kalo kata Ibu, pada gak kerasan karena Buyut cukup keras dalam mendidik anak anaknya.
Mas Aditya sudah memiliki 1 orang anak perempuan seusiaku bernama Marcella, sedangkan mbak Murni sudah 2 tahun menikah dan masih belum di karuniai momongan.
Akhirnya aku dan Buyut berangkat, tentu saja keberangkatan ku di sertai dengan isak tangis Ibu Bapak dan sanak saudaraku. Meraka sedih aku harus hidup jauh dari keluargaku.
Tak lupa pula do'a mereka menyertai langkah ku, aku harus menahan air mataku. Jika aku menangis, mereka akan ingat tangisan ku. Meraka akan khawatir dengan keadaan ku.
Aku mencoba untuk menahan air mataku sekuat mungkin. Aku tersenyum, seolah olah hari ini adalah hari yang sangat aku nantikan.
Usut punya usut, ternyata Buyut tau aku tidak di sekolahkan dari tetanggaku yang kerjaannya kulakan ( pedagang sayur keliling).
Dia bercerita kalo Ibuku cerita anaknya mogok makan selama beberapa hari karena tidak bisa lanjut sekolah.
Mendengar hal itu, Buyutku naik pitam. Sehingga malam malam beliau langsung datang ke rumahku.
Setelah perjalanan kurang lebih 8 jam menggunakan Bus. saat itu belum ada tol Cipali ceritanya, jadi masih lewat jalan pantura dari Jawa Tengah ke Jakarta. Akhirnya kami sampai juga di rumah Mbak Murni. Rumah tersebut merupakan rumah dinas Mas Ali sebagai Polisi di Jakarta.
Kami di sambut dengan baik sama Mas Ali, namun ada senyum getir di wajah Mbak Murni. Tapi aku tak ambil hati, mungkin karena aku baru bertemu lagi setelah 2 tahun tidak bertemu.
Setelah menikah, Mbak Murni jarang sekali pulang. Lebih sering Buyut yang datang untuk berkunjung.
Karena kami datang sudah sore, Buyut menyuruh ku untuk mandi, makan dan istirahat. Aku mematuhi perintahnya, aku pun masuk dalam dunia mimpi dengan lelapnya karena letih sekali rasanya setelah perjalanan jauh.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!