Fajar menyingsing di sebuah desa terpencil di Gunungkidul,Yogyakarta. Seorang gadis telah selesai bersiap-siap hendak merantau ke Ibukota.Ia adalah Aida Saputri, putri sulung dari Pak Sudirman dan Ibu Lastri dan kakak dari Arif Putra yang masuk kelas 1 SMA.
Tepat hari ini ia akan ikut dengan Mbak Karni sepupu dari Setiawan yang biasa di panggil Mas Wawan. Wawan adalah calon suami Aida, mereka sepakat untuk menikah 1 tahun lagi, untuk sementara mereka harus bekerja untuk modal nikah tanpa memberatkan orangtua. Wawan bekerja sebagai supir seorang manager sebuah Bank swasta. Sebelumnya Mbak Karni telah bekerja sebagai OB di sebuah Perusahaan ternama. Aida pun bemaksud untuk ikut bekerja sebagai OB disana. Pagi itu Mas wawan dan Mbak Karni menjemput Aida dengan meminjam mobil majikannya.
"Nduk kowe temenan arep menyang Jakarta? Adoh lho Nduk. Ora pengen golek gawean cedak-cedak kene wae" tanya bu Lastri belum rela di tinggal Anak gadisnya.
(Nduk\=sapaan anak gadis, kamu beneran mau pergi ke Jakarta? Jauh lho Nak. Tidak ingin cari kerjaan dekat-dekat sini saja)
" Mboten Buk, kula kesah namung setaun. Nek sampun angsal ragad Nikah, mboten kesah melih kok" jawab Aida meyakinkan Ibunya.
(Tidak Buk, saya pergi hanya setahun. Kalau sudah dapat biaya nikah, tidak akan pergi lagi)
"Yowis Nduk, weling e Ibukmu iki sing ati-ati neng paran, ojo gampang percaya karo wong liyo. Wong kutho kui atine ora iso di bethek, angel golek wong sing tulus koyo neng deso. Jaga awakmu dewe yo, ojo ngrepoti Mbak Karni" pesan bu Lastri.
(Ya sudah nak, pesan Ibukmu ini yang hati-hati di perantauan, jangan mudah percaya dengan orang lain. Orang kota itu hatinya tidak bisa di tebak, susah mencari orang yang tulus seperti di desa. Jaga dirimu sendiri ya, jangan merepotkan Mbak Karni )
"Nggih Bu, kulo ****-**** wejangane Ibuk. Kulo pamit riyin nggih Bu" ucap Aida.
(Iya Bu, saya ingat-ingat pesan Ibu. Saya pamit dulu Bu)
Mereka pun saling berpelukan. Bapak tak bisa berkata-kata, Ia yang paling berat untuk melepas anaknya. Selama ini Bapak yang paling dekat dengan Aida. Ia diam karena takut akan menangis dan malu dihadapan Wawan calon menantunya.
" Sakjane Bapak ijik saguh nek mung ngragadi kowe Nduk. Nanging Bapak yo ora iso menging yen kowe wes madhep manteb. Ati-ati Nduk, yen ora krasan ojo di peksakne yo" ucap pak Dirman.
(sebenarnya Bapak masih sanggup kalau hanya membiayaimu nak. Tapi Bapak juga tidak bisa melarangmu kalau kamu sudah bersikukuh. Hati-hati nak, kalau tidak betah jangan dipaksakan ya)
" Nggih Pak. Aida pamit nggih" pak Dirman hanya mengangguk.
" Jaga Bapak Ibu ya dek, selama Mbak pergi bantu mereka. Dan jangan mengeluh" pesan Aida pada adiknya.
"Iya mbak Aida tenang aja. Serahkan semua pada Adikmu yang ganteng ini" ucap arif afik Aida.
"Nduk Karni nitip anakku yo. Ajarono ngen ora gawe salah neng gaweane" Pesan Bapak dan Ibu.
(Nak Karni titip anakku ya. Ajari dia supaya tidak membuat kesalahan di tempat kerja)
" Nggih Pakde kalih Budhe tenang mawon. Percaya kalih Karni"
(Iya Paman dan Bibi tenang saja. Percaya dengan Karni"
"Assalamu alaikum" ucap Aida dan Karni.
Wa alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh" Jawab mereka yang di tinggalkan.
Aida dengan berat hati meninggalkan orang tuanya demi mengumpulkan uang untuk biaya pernikahannya dengan Wawan. Ia sudah berangkat dengan Karni di antar Wawan ke Terminal. Tak sampai 1 jam mereka telah sampai. Bus yang akan mereka tumpangi pun telah bersiap-siap.
"Mas Aida pamit ya. salam buat Bapak dan Ibu. Do'akan semuanya lancar"
" Iya Dik. Mas hanya akan mendo'akan yang terbaik untukmu. Sebenarnya Mas tak tega kalau kamu harus bekerja jauh. Kamu ingat ya tetap jaga hati kamu disana, ada Mas yang nunggu kamu di sini"
"Iya pasti Mas. Aku disana kerja bukan untuk tujuan lain. Percaya denganku, Aida akan jaga hati ini. Dan mas pun harus lakukan yang sama. Assalamu alaikum"
"Wa alaikum salam.Aku akan setia padamu Dik" Aida hanya mengangguk dan melambaikan tangan.
Aida pun meninggalkan wawan sendirian di terminal, menunggunya sampai bus benar- benar pergi. Ia sudah membulatkan tekad untuk bekerja di kota meski hanya sebagai OB karena ia hanya lulusan SMA. Sebelumnya ia sudah di daftarkan oleh mbak Karni lewat online dan tinggal menunggu interview serta membawa kelengkapan syarat pendaftaran.
Ia sungguh tak sabar untuk menginjakkan kakinya di Ibukota yang terkenal kepadatanya. Tak sedetikpun ia lewatkan untuk menikmati keindahan ciptaan Tuhan. Ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk melihat jalan yang ia lalui untuk sampai Ibukota. Berbagai bangunan berjajar rapi di tiap jalan. Mulai dari gedung- gedung perkantoran, toko, hingga pusat perbelanjaan tampak indah. Taman-taman tiap kota yang ia lalui tertata rapi, bunga warna-warni nampak indah. Mobil berbagai jenis merk dan beragam warna menghiasi jalanan. Banyak motor yang berlalulalang seolah berebut untuk saling mendahului. Hari ini akhir pekan, jadi tak heran lalulintas sangat padat. Rombongan bus pariwisata pun turut menyesakkan jalanan. Seolah tak ada celah untuk melalui aspal panas ini. Hingga tanpa ia sadari mata pun terpejam, seolah lelah menyaksikan kemacetan lalulintas hari ini.
Samar-samar terdengar suara mbak Karni memanggil Aida, ia mulai membuka matanya setelah terasa badannya di goyangkan seseorang. Ternyata mbak Karni yang memanggil dan menggoyangkan badannya. Rupanya mereka telah tiba di salah satu terminal yang ada di kota Jakarta.
"selamat datang kota Jakarta"ucap Aida semangat.
"Udah dik, ayo cepetan naik angkot itu. Nanti ketinggalan bakal lama nunggu yang berikutnya" ucap Karni seraya menarik lengan Aida.
Aida pun hanya menurut, di ikutinya langkah mbak Karni yang sedikit tergesa-gesa. Setelah mereka naik, angkot pun segera berjalan mengantarkan semua penumpang ke tujuan masing-masing. Termasuk mengantarkan Aida dan Karni ke kontrakan kecil. Di sebuah gang kecil yang tak begitu jauh dari jalan raya tempat mereka turun dari angkot tadi. Karni beruntung mendapatkan kontrakan itu, sehingga ia tak perlu berjalan jauh menuju jalan raya untuk menyegat angkot yang akan membawanya ke kantor tempatnya bekerja.
Jalur yang ia lalui pun hanya butuh naik satu angkot ke kantor itu. Karni orang yang supel, mudah bergaul dan dewasa, sehingga membuat Aida merasa senang jika berdekatan dengannya. Ia merasa mendapat sosok Kakak perempuan, yang bisa menuntunnya untuk menjadi gadis yang lebih dewasa. Karni telah berusia 28 tahun dan sudah harus menjadi janda, suaminya meninggal karena sakit gagal ginjal. Ia gagal menyelamatkan suaminya karena mereka berasal dari keluarga yang tak mampu, sedangkan biaya pengobatan mahal. Kini ia bertekad untuk kerja keras membiayai hidup anaknya yang berusia 5 tahun yang di titipkan ke Ibunya. Ia tak akan berhenti berjuang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya di desa, membahagiakan anak semata wayangnya meski harus terpisah jauh dalam waktu cukup lama. Biasanya ia tinggal sendiri di rumah kontrakannya yang kecil itu. Namun sekarang ia merasa lebih bahagia dengan adanya Aida yang akan tinggal bersamanya meski hanya satu tahun kedepan.
Rumah kontrakan mbak Karni tidak begitu besar, namun terlihat bersih dan rapi karena Karni adalah orang yang cukup rajin. Kamar yang di tinggali Aida hanya berukuran 3x3, di dalamnya terdapat 1 lemari plastik dan kasur busa yang tak begitu tebal.
"Maaf ya dik, beginilah keadaan rumah mbak. Semua serba mahal jadi hanya mampu punya kontrakan kayak gini"
"Nggak papa mbak. Ini lebih dari cukup buat Aida. Kalau bukan mbak kesini aku pasti lontang-lantung gak jelas"
" ya Udah sekarang kamu istirahat. Besok kamu berangkat pagi sama mbak, meski interview mu pukul 9. Tapi mbak harus mulai kerja jam 7. Sebelum jam 8 saat pegawai kantor datang semua sudah harus bersih. Gak papa kan nunggu di sana. Mbak takutnya kamu nyasar"
" Iya mbk nggak papa. Nanti aku bisa bantuin mbak biar nggak kerasa lama nunggunya"
" Ya udah kita sama-sama istirahat, besok jangan sampai terlambat"
Mereka pun beranjak tidur, meski masih cukup lelah tapi tetap harus semangat karena esok harus mulai bekerja demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Aida berharap besok adalah awal yang baru untuk ia bertahan di kota yang begitu keras. Kata orang Ibukota lebih kejam dari ibu tiri. Siap tak siap ia harus hadapi segala takdir yang harus ia lalui. Tujuan utamanya merantau untuk biaya pernikahan dan mengumpulkan modal untuk membuat sebuah warung kecil yang bisa mencukupi semua kebutuhan masyarakat desa tanpa jauh-jauh harus kepasar. Ia berkeinginan setelah menikah akan tetap di rumah menjadi ibu rumahtangga pada umumnya, tapi yang menghasilkan uang setidaknya bisa membantu perekonomian keluarga kecilnya kelak. Raut bahagia nampak jelas diwajah gadis berkerudung itu. Ia sangat percaya mimpinya akan segera terwujud asal ia mampu bekerja keras tanpa putus asa. Kini ia telah berlayar di alam mimpinya dengan harapan hari esok akan lebih baik.
***
Malam ini bulan tak menampakkan dirinya, sehingga nampaklah bintang- bintang berkelap kelip menghiasi langit. Di sebuah rumah yang besar nampak seorang gadis yang tengah duduk di balkon memandangi langit sambil merasakan hempasan angin malam yang memainkan rambut panjangnya yang dibiarkannya tergerai. Ia adalah Raisa Aditama putri seorang pengusaha bernama Wira Aditama dan Lisa Aditama. Ia tak sabar menanti hari esok dimana ia akan mulai bekerja di perusahaan ayahnya sebagai asisten Ceo. Ya.. Wira Aditama ayah Raisa sendiri adalah ceo tersebut. Sejak beberapa tahun terakhir ini, Ia habiskan waktunya untuk mendapatkan gelas S2 nya di Inggris. Ia kuliah di jurusan manajemen bisnis, karena ia putri tunggal maka mau tak mau ia nantinya akan menggantikan ayahnya menjadi ceo di perusahaan milik ayahnya tersebut.
Ia teramat berantusias untuk segera bekerja di perusahaan, rasanya ingin segera merealisasikan hasil belajarnya itu. Setidaknya setelah ia bekerja tak kan lagi berjauhan dengan orangtuanya. Kuliah di Inggris membuatnya jauh dari orangtua dan ia tak bisa menahan rindu saat berjauhan. Hidup berkecukupan tak membuatnya sombong dan menjadi pribadi yang arogan. Gadis cantik ini di didik orangtuanya menjadi gadis yang baik, berguna bagi orang di sekitarnya serta tak membeda-bedakan seseorang hanya karena kaya atau miskin. Hal inilah yang membuat keluarganya di segani banyak orang, mulai dari kolega bisnis, tetangga maupun seluruh karyawannya yang sangat bangga bisa bekerja dengan beliau.
" Ra... Kamu sedang apa nak" suara ibu lisa mengagetkan Raisa yang tengah melamun.
"Eh mama... ngagetin aja. Gak lagi ngapa-ngapain kok", jawab Raisa.
"Udah malam nak, sebaiknya kamu tidur.
"Bukankah besok kamu mulai bekerja, masak hari pertama udah telat. Kamu adalah calon ceo maka berilah contoh yang baik untuk karyawan yang lain, datang tepat waktu. Karena waktu itu sangat berharga maka janganlah kamu sia-sia kan" ucap ibu lisa sembari membelai rambut putrinya dengan lembut.
"Iya ma. Aku bakal jadi yang terbaik buat mama. Aku gak akan bikin mama dan papa kecewa. Bakal aku buktiin aku bisa jadi Ceo yang baik dapat memajukan perusahaan dan jadi contoh yang baik buat karyawan. Sekarang Raisa tidur dulu ya ma. Sampai jumpa besok."
Ibu lisa langsung mengecup kedua pipi putri tercinta dan membimbingnya masuk ke kamar untuk segera istirahat. Hadirnya Raisa adalah kebahagiannya tersendiri, Putri kecilnya hadir melengkapi sebuah keluarga kecil, mewarnai hidupnya dengan segala tingkah lucu dan sifat kekanakan. Kini gadis kecilnya telah tumbuh menjadi pribadi yang lembut, peduli sesama dan lebih dewasa meski umurnya baru 24 tahun. Semoga segala masalah yang nantinya menghampirinya tak kan merubah semua kepribadian baik yang ia miliki. Di liatnya gadis itu telah mulai tidur dengan nyenyaknya diranjang warna merah muda itu. Ya... gadis itu memang menggemari warna merah muda. Dekorasi kamarnya pun serba merah muda, menurut si gadis warna tersebut membuatnya senantiasa bahagia, seolah menjadi semangat tersendiri untuknya. Di kota Jakarta ini ia di lahirkan, di kota ini pula nantinya ia akan mengabdikan diri di perusahaan milik keluarganya.
Pagi ini pukul 6 pagi mbak Karni dan Aida telah keluar dari rumah kontrakannya berjalan menuju jalan raya tempatnya biasa menghentikan angkot. Sebenarnya mbak Karni bekerja mulai pukul 7, sebelum pukul 8 saat para pegawai datang pekerjaanya bersih
-bersih harus selesai. Namun ia memilih berangkat lebih awal karena takut akan terjebak kemacetan yang membuatnya terlambat.
"maaf ya dik kamu harus berangkat jam segini padahal interviewmu masih jam 9" ucap mbak Karni.
"Nggak papa mbak. Lagian kalau nggak bareng mbak aku bisa nyasar" jawab Aida.
"Nanti pas interview kamu jawab semua pertanyaan dengan jujur ya. Soalnya syarat utama yang bisa kerja di tempat mbak adalah orang yang jujur. Kamu harus optimis dan semangat"
"Iya mbak aku pasti optimis diterima kok. semangat..." seru Aida sembari mengepalkan tangan kanannya dan diangkat keatas.
"Ya udah ayo naik, angkotnya udah berhenti"
Mereka pun segera naik ke mobil angkutan yang akan membawa keduanya ke tempat kerja. Aida mengamati semua bangunan yang ia lewati tak lupa mengingat-ingat ada berapa lampu merah, pertigaan maupun perempatan. Ia tak mau sampai tersesat jika sewaktu-waktu ia harus pergi sendiri tanpa mbak Karni. Sementara itu mbak Karni hanya tersenyum melihat Audi yang memperhatikan kiri kanan jalan yang ia lalui. Ia tahu gadis itu tengah menghafalkan jalan yang ia lalui menuju ke kantor. Meski Aida hanya lulusan SMA tapi ia memiliki daya ingat yang tinggi, maka ia tak kan menyia-nyiakan kesempatannya mengingat jalan seperti saat ini.Hingga kedepannya ia tak perlu banyak bertanya dengan orang yang tak di kenal. Di kota besar ini sangat jarang menjumpai orang yang benar-benar tulus kepada kita. Hal ini mengingatkannya pada peristiwa beberapa tahun lalu saat ia bertekat merantau di Jakarta.
Flashback
Karni sampai di Jakarta untuk pertama kalinya, ia merasa lapar dan bingung harus kemana. Kemudian ia pun bertemu seorang Ibu muda yang bersedia mengantarkannya ke sebuah warung makan. Tanpa menaruh curiga sedikit pun Karni mengikutinya ke warung dan menikmati makanan bersama wanita itu.
Namun belum habis makanan dipiringnya ua mulai pusing dan tak sadarkan diri.Betapa terkejutnya dia saat tersadar berada di sebuah mobil dengan kondisi mulut tertutup sapu tangan dan tangannya terikat. Ia mencoba bersikap tenang dan berusaha melonggarkan tali nya hati-hati tanpa membuat sang pengemudi mobil curiga. Dalam posisi tertidur ia berhasil mekepaskan talinya. Sekarang yang ia pikirkan adalah menunggu situasi aman untuk melarikan diri. Meski ia berasal dari kampung setidaknya ia sekarang tahu posisinya sedang diculik seseorang. Jika ia berontak hanya akan semakin menyulitkannya untuk kabur. Ia hanya perlu menunggu saat pelaku itu lengah dan bisa melarikan diri.
Mobil tiba-tiba berhenti, Karni memberanikan diri mengintip kiri kanan. Dilihatnya lampu lalu lintas menyala merah, tepat di sampingnya ada pos polisi. Tak jauh dari pos tersebut ada beberapa polisi sedang mengatur lalu lintas. Ia tak mau menyia-nyiakan kesempatannya untuk melarikan diri. Ia berlari sekencang-kencangnya ke arah polisi.
"Pak... tolong saya pak!", serunya pada polisi dengan nafas terengah-engah.
"Mbak kenapa? Ada yang bisa saya bantu", ucap polisi seraya mendekatinya.
"saya diculik pak, itu mobil yang membawa saya", jawabnya sembari menunjuk kearah mobil yang ia naiki tadi.
Tepat saat itu lampu lalu lintas menyala hijau, sang pengemudi segera menginjak pedal gas dengan cepat.Menyadari hal tersebut polisi segera mengintruksikan rekannya mengejar mobil tersebut. Karni pun di bimbing polisi untuk duduk di pos dekat lampu merah. Polisi tersebut menanyakan kronologinya. Ia menceritakan apa yang dialaminya saat itu kepada polisi.Polisi mengangguk-angguk sudah paham kejadiannya.
"lalu sekarang kamu akan pulang kampung atau bagaimana", tanya pak polisi.
"saya tidak berani pulang pak. Orangtua saya pasti khawatir. Terlebih saya malu karena uang pemberian orang tua saya entah dimana"
"baiklah saya akan mengantarkanmu ke tempat saudara saya. Kebetulan akan di kontrakkan dan ia memiliki toko kamu bisa membantu disana sebelum mendapatkan pekerjaan",
"Terimakasih pak. Saya berhutang budi kepada Bapak",
Polisi tersebut membawanya ke rumah kontrakannya yang masih di huninya sampai sekarang. Sejak saat itu ia lebih berhati-hati dengan orang yang tak dikenalnya.
Flash off
Tak terasa mobil angkutan telah berhenti di depan sebuah gedung bertingkat 15 bertuliskan AG singkatan dari Aditama Group. Disinilah Karni mengabdi sebagai OB. Hari-harinya ia lalui tanpa mengeluh karena tanpa bekerja ia tak mungkin bisa mendapatkan uang untuk menghidupi anak dan orangtuanya di desa. Aida yang lebih dulu turun dari angkutan tak henti-hentinya menatap takjub kepada gedung yang berdiri megah dihadapannya itu.
"udah dik ayo masuk jangan bengong gitu, nanti jadi pusat perhatian", ajak mbak Karni.
"eh... iya mbak. Maaf",
Mbak Karni hanya tersenyum dan menarik tangan Aida untuk segers masuk kedalam gedung tersebut. Ia menyuruh Aida untuk duduk di lobby kantor itu. Namun bukan Aida namanya kalau dia menurut dengan ucapan mbak Karni. Karena ini terlalu pagi, kalau hanya duduk hanya akan membuatnya bosan. Ia lebih memilih mengikuti mbak Karni mengambil peralatan bersih-bersih. Aida dengan gesitnya pun segera membantu menyapu dan mengepel ruangan. Sebelum pukul 8 saat para pegawai berdatangan, semua pekerjaan telah selesai semua telah bersih dan rapi.Para rekan mbak Karni sesama OB memuji pekerjaan Aida yang rapi dan bersih. Mereka pun mendo'akan agar Aida di terima dan segera bergabung dengan mereka.
Setelah selesai membantu mbak Karni, Aida berniat untuk menunggu panggilan interview di lobby kantor. Ia berjalan tanpa memperhatikan sekitar, matanya fokus mengecek segala kelengkapan pendaftaran, ia takut kalau ada yang tertinggal.Padahal sebelum berangkat tadi ia sudah mengeceknya tapi ia masih saja belum yakin dan mengeceknya kembali. Tanpa ia sadari dari arah berlawanan ada seorang pria yang berjalan terburu-buru sesekali memperhatikan jam tangan yang ia pakai. Dan tiba-tiba tabrakan pun terjadi.
Bruuugh....
"maaf saya tidak sengaja pak", ucap Aida merasa bersalah sembari menata berkas-berkas pendaftarannya yang terjatuh.
"Saya juga minta maaf, saya buru-buru sampai tidak memperhatikan ada orang di depan saya", ucap pria itu sopan sembari membantu merapikan kertas milik Aida.
"Kamu mau daftar kerja", tanya pria itu saat melihat kertas yang dibawa Aida.
"Iya pak, saya hari ini ada jadwal interview jam 9", jawab Aida jujur.
"Kalau boleh tahu sebagai apa"
"OB pak" pria itu hanya mengernyitkan dahi.
Gadis secantik ini hanya menjadi OB, batinnya.
" o ya perkenalkan nama saya Ardi, saya bekerja disini", ucap pria itu memperkenalka diri sambil mengulurkan tangan.
"maaf saya Aida pak", tanpa membalas uluran tangan Ardi dan hanya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
Ia merasa pria itu umurnya tak terpaut jauh darinya jadi ia tak perlu bersalaman dengannya. Merasa di abaikan Ardi menjadi salah tingkah sendiri.Aida pun mohon ijin meninggalkan tempat tersebut dan hanya di angguki oleh Ardi. Ia masih menatap kepergian gadis itu. Gadis yang menurutnya cantik alami, ia mengenakan hijab yang menutupi rambutnya. Disaat banyak gadis yang berlomba-lomba untuk tampil sexy ia justru menutup semua tubuh indahnya. Sungguh gadis yang sempurna, hanya menatap wajahnya membuat hati ini damai.
Aida duduk di kursi lobby bersama beberapa orang yang juga akan interview. Tepat pukul 9 sang recepsionis mengantarkan mereka kedepan pintu HRD. Di sana terdapat kursi yang berjajar tempat kami mengantri menunggu panggilan. Dan kini tiba saatnya Aida masuk keruangan tersebut. Ia sudah siap apapun keputusan nantinya. Ia terkejut dengan sosok HRD tersebut.
"Pak Ardi", lelaki itu hanya tersenyum dan mempersilahkan Aida duduk.
"Baiklah saya mulai interviewnya. Sepertinya saya tidak perlu banyak bertanya denganmu. Karena baru saja saya mendapatkan informasi bahwa kamu telah berani mengerjakan tugas yang bukan tugasmu. Apakah itu benar?", tanya Ardi sedikit tegas.
"maafkan saya Pak. Saya tidak bermaksud membuat kesalahan. Saya hanya berniat membantu saja, karena saya datang kepagian pasti akan membuat saya bosan pak" sahut Aida sambil menunduk.
"Lihatlah saya jangan menunduk, tenanglah saya tidak akan marah.Justru karena laporan kepala OB yang memberitahukan bahwa kamu telah membuktikan hasil kerjamu dengan bagus, maka saya memutuskan untuk menerimamu kerja disini. Jadi Aida Saputri saya ucapkan selamat bergabung sebagai OB baru dan saya harap kamu tidak mengecewakan keputusan saya menerimamu", ucap Ardi sambil tersenyum lebar.
"Baiklah pak, saya sangat berterima kasih atas keputusan anda dan saya berjanji akan bekerja dengan baik. Saya pastikan Bapak tidak akan kecewa dengan saya", jawab Aida dengan wajah berbinar-binar, senyumnya sangat manis.
"sekali lagi selamat ya Aida", ucap Ardi mengulurkan tangan hendak menyalami Aida.
"Iya pak sama-sama", lagi-lagi Aida hanya menangkupkan kedua tangan didada.
Ardi hanya menggarukkan tangan di tengkuknya yang tidak gatal. Ia harus malu untuk kedua kalinya. Ia kemudian memanggil kepala OB untuk mengantarnya mengenal seluk beluk gedung serta menunjukan apa saja yang harus ia kerjakan. Mulai saat itu pula ia boleh langsung bekerja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!