"AKU MENCINTAI MU, AURA." bisikan lembut di telinganya membuat Aurora menggelinjang geli.
AURORA MENTARI yang biasa di panggil Aurora, gadis cantik berkulit putih, berambut panjang tergerai ikal hingga sepunggung itu, langsung mengenali siapa yang memanggilnya dengan sebutan AURA.
Hanya orang tua serta kekasih pujaan hatinya saja yang memanggilnya dengan nama itu. Ia langsung mengelak dari sergapan seorang pemuda tampan beralis tebal dan berhidung mancung yang mendadak hadir ingin memeluk tubuhnya yang ramping dari belakang. Matanya yang bulat dengan bulu mata yang lentik, mendelik sempurna saat kekasih hati yang ia cintai itu berupaya kembali untuk merengkuh tubuhnya.
Aurora berusaha lari menghindar, namun tangan pemuda tampan itu bergerak lebih cepat menarik tangannya hingga ia nyaris terjatuh.
"Aww...!" jerit Aurora kaget.
Tubuhnya nyaris terbalik, andai saja si kekasih tidak segera menahan pinggang Aurora yang cukup lentur seperti penari balet.
Sesaat pandangan mata mereka beradu pandang dalam posisi setengah berpelukan.
Aurora menggantungkan kedua lengannya kuat, dileher sang kekasih agar ia tidak terjatuh.
Pemuda tampan itu tampak melemparkan senyuman yang menawan.
Jantung Aurora seketika berdetak kencang, tatkala kekasih hatinya yang tampan menarik tubuh Aurora agar wajah mereka saling berdekatan.
"Kamu mau kan, jadi istri ku?" tanya pemuda tampan itu dengan wajah penuh harap.
Mata Aurora berkedip indah, Ia tak menduga mendapat lamaran tiba-tiba dari kekasih yang baru satu bulan menjalin hubungan cinta dengan nya.
"Aku mau, jadi istri mu." sahut Aurora bahagia.
Ia menatap wajah tampan kekasihnya dengan mata berbinar-binar penuh kasih sayang. Walau lamaran itu hanya semu dan cuma rayuan di bibir saja, Aurora tak peduli. Dia sudah terlanjur jatuh cinta pada pemuda tampan itu.
Tatapan Aurora membuat hati kekasihnya makin berbunga-bunga. Wajah cantik dan lembut milik Aurora telah memikat hatinya. Ia sudah jatuh dalam pesona Aurora yang telah bertahta indah dihatinya semenjak mereka bertemu.
"Kamu janji, gak bakalan nikah sama orang lain?" tanya pemuda tampan itu lembut.
Wajah Aurora seketika bersemu merah. Ia pun mengangguk malu dan menelan ludah.
"Aku janji!" ujarnya dengan nada serak.
Matanya tampak terpejam saat deru nafas si pemuda makin dekat menghangat kan wajahnya.
Bibir Aurora yang merah merekah, sangat menggoda hati pemuda itu, ia ingin menikmati sebuah sentuhan kecil dari bibir gadis yang sangat dia cintai.
Perlahan, tubuh mereka semakin rapat. Si pemuda tampan bersiap-siap hendak menempelkan bibirnya pada bibir Aurora yang sedikit terbuka.
"EHEM!" suara deham dari seseorang tiba-tiba memergoki percintaan mereka berdua.
Si pemuda buru-buru melepaskan Aurora dari pelukannya dan berbalik menatap pria tua yang mendadak muncul dari arah belakang punggungnya.
Begitu pula dengan Aurora, ia nampak terkejut dan segera bersembunyi dibalik punggung pemuda tampan kekasih hatinya dengan wajah ketakutan.
"Apa yang kalian lakukan disini hah?!" tanya si pria tua pada pemuda tampan itu dengan pandangan mata kurang senang.
SATRIA MAHENDRA, si pemuda tampan, anak kedua dari salah seorang pengusaha kaya di kota itu melirik Aurora yang merunduk takut dibelakangnya sekilas. Dia pun membungkukkan sedikit kepalanya, memberi hormat pada pria tua yang ia kenali adalah ayah kandungnya Aurora.
"Apa kabar, om?" tanya Satria dengan sopan.
Pria paruh baya yang sedang berdiri tegak di hadapannya itu tak segera menjawab. Dia melirik gadis yang bersembunyi di belakang punggung Satria dengan tatapan kurang senang.
"Percuma saja kau bersembunyi, ayah sudah melihat mu sedari tadi. Aura...!" hardiknya dengan lantang.
Aurora langsung pucat pasi mendengar suara hardikan dari ayah kandungnya. Badan mungilnya mulai menggigil, saat ayahnya yang sangar berjalan pelan mendekat kearah mereka berdua.
"Ayo pulang! Lebih baik kau tidur saja rebahan di kamar, daripada berhubungan dengan pemuda pengangguran seperti dia." tuding Indra menunjuk Satria marah.
Pria tua itu berusaha menggapai tangan Aurora yang makin bersembunyi di balik punggung Satria, pemuda tampan yang selama ini belum memberitahu identitas dirinya yang sebenarnya pada Aurora dan Indra ayahnya Aurora.
"Jangan terlalu kasar sama Aura, Om. Dia itu anak perempuan, bukan anak lelaki." Satria mencoba menghalangi Indra untuk meraih tangan Aurora.
Indra mendengus kasar. Dia menatap Satria dengan tatapan nyalang.
"Saya minta kamu tidak ikut campur urusan keluarga saya. Harap kamu mengerti posisi kamu, dia adalah anak dari keluarga terhormat. Dia tak kan bergaul dengan pemuda sembarangan seperti mu." tukas Indra membantah.
Tatapan mata Satria seketika berubah tajam saat Indra menghina dirinya.
"Tapi Om, aku tak seburuk yang om duga." jelas Satria tegas.
Ia ingin menjelaskan siapa jati dirinya pada Indra.
"Cih, memangnya kamu siapa? Apa kamu lebih hebat dari Saga Dirgantara?" sindir Indra mencibir kan bibirnya meremehkan Satria.
"Di Kota ini, cuma dia pria muda yang mapan dan terkaya. Aku akan menikahkan anakku Aura dengannya." Indra menyombongkan seseorang yang sudah sangat dikenali oleh Satria.
Satria tersenyum sinis. Pria muda mapan yang di sebut kan Indra, adalah kakak kandung Satria. Indra berlagak seolah mengenali keluarga Satria, tanpa Indra sadari, ia sedang bicara dengan siapa saat ini.
Satria membungkam mulutnya rapat. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu identitas dirinya pada Indra dan Aurora.
"Percuma saja aku jelaskan. Ia pasti takkan percaya." desis Satria dalam hati.
Indra berhasil menarik tangan Aurora dan menyeret anak gadisnya itu agar menjauh dari Satria.
"Lepaskan Aura, ayah!" pinta Aurora dengan nada memilukan.
Gadis cantik itu memandang Satria kekasihnya dengan wajah menyedihkan. Aurora sangat malu diperlakukan sedemikian rupa oleh ayahnya didepan kekasih yang ia cintai.
Satria hanya terpaku bisu menatap Aurora yang di seret ayahnya pulang.
"Maafkan aku Aura, aku tak bisa membantumu saat ini. Sabarlah Aura, sebentar lagi aku akan membawamu keluar, dari rumahmu yang seperti neraka itu." ucapnya dalam hati merasa sedih.
Satria menghela nafas berat menahan perasaan geram dalam dadanya.
Sabar, mungkin belum saatnya untuk menunjukan identitas dirinya pada Aurora dan Indra.
Mama dan papanya takkan mengizinkan Satria menikah terlebih dahulu melangkahi kakaknya Saga yang masih membujang hingga saat ini.
Didalam rumah Indra ayahnya Aurora.
"MA-SUK!" Bentakan keras dari ayahnya membuat Aurora terisak menahan tangis.
Punggung Aurora didorong kasar oleh Indra, ayahnya agar segera masuk ke dalam kamar.
"Sekali lagi ayah melihatmu bersama Satria...?!ayah takkan memberimu ampun lagi Aura! Ayah akan memasung mu didalam kamar, agar kau tak bisa keluar rumah. Apa kau mengerti, hah...?!" ancam ayahnya memberi ultimatum keras terhadap Aurora.
Aurora menangis sedih. Aurora merasa heran dengan sikap ayahnya yang selalu tak menyukai Satria. Entah apa yang membuat Indra tak menyukai kekasihnya itu.
Padahal, Satria selalu bersikap sopan dan ramah padanya. Tapi ayahnya selalu berwajah masam dan menunjukan rasa kurang senang setiap kali bertemu Satria.
"Apa karna Satria bukan pemuda kaya raya?" pikir Aurora sedih disela tangisnya.
Ayahnya selalu saja mengagung-agungkan Saga Dirgantara sebagai calon menantu idaman. Hal itu membuat Aurora semakin membenci Saga.
Meskipun semua orang memuji Saga sebagai pemuda yang baik dan sebagainya, Aurora tetap tak suka.
Entahlah, mungkin karna figur Saga yang terlalu sering dibicarakan banyak perempuan di kotanya membuat Aurora kurang menyukai Saga.
Teringat kembali akan kekasihnya Satria yang ia cintai setengah mati, tangis Aurora pun semakin keras. Ia menangis sejadi-jadinya melepaskan kekesalan yang bertumpuk menyesakkan dadanya.
"DI-AM! Jangan buat ayah makin naik pitam Aurora!" teriak Indra keras membentak anak perempuannya sekali lagi.
Gadis cantik itu tersurut takut ketika tangan kekar ayahnya terangkat tinggi bersiap untuk menampar. Aurora bergegas naik keatas ranjang, menarik selimut dengan cepat dan menyembunyikan tubuhnya dalam selimut yang tebal.
Indra mendengus kasar saat melihat anak gadisnya itu meringkuk takut dibawah selimut. Tanpa mempedulikan keadaan Aurora, Ia pun segera keluar kamar dengan membawa kekesalan dihatinya.
BRAK...!
Suara keras pintu dibanting membuat degup jantung Aurora nyaris berhenti berdetak. Perlahan ia menarik selimutnya hingga dada dan mengintip kearah pintu kamar yang saat itu telah tertutup rapat.
"Hufh...Syukurlah ayah tidak memukulku." gumamnya dengan nada sedih seraya menghapus butiran air matanya yang tersisa dipelupuk mata.
Apa yang akan terjadi dengan Aurora setelah itu?
.
.
.
BERSAMBUNG
Welcome di karya terbaru ku.
JANGAN LUPA !
Like
Komen
Subscribe
Vote
( Jika kamu suka, Kepoin terus y 🤗 )
MAKASIH ALL ❤️❤️❤️❤️❤️
"Satria!" sebuah teriakan memanggil namanya mengagetkan Satria.
Ia yang sengaja masuk dari pintu belakang rumah tiga tingkat milik ayahnya sangat terkejut ketika dipergoki seseorang yang sangat ia kenal.
"Sialan kau Saga. Jantung ku hampir copot, tau!" teriak Satria gusar.
Ia memegangi jantungnya yang deg-degan karena kaget.
Saga terkekeh geli. Ia menepuk pundak saudara nya gemas.
"Dari mana saja kau barusan? Kenapa lewat pintu belakang?" tanya Saga penuh selidik.
"Kepo, rahasia!" sahut Satria singkat.
Ia segera berlalu, tak menggubris Saga yang penasaran mengekori langkah adiknya dari belakang.
SAGA DIRGANTARA, pemuda yang tak kalah tampan dari Satria dengan lesung pipi dikedua belah pipinya, tak lain adalah kakak kandung Satria yang beda umur cuma dua tahun dengan Satria adiknya.
Ketampanan kedua kakak beradik itu sangat sulit untuk dinilai, mana yang lebih tampan. Hanya karakter mereka saja yang jauh berbeda. Saga adalah pria kalem, pendiam dan penyendiri. Sedangkan Satria, energik, humoris dan hobi bertualang.
Mereka berdua adalah pemilik dua perusahaan besar yang bergerak di bidang property di tempat yang berbeda.
Saga yang menjalankan bisnisnya di kota kelahiran mereka, lebih dikenal masyarakat disana sebagai pemuda single yang tampan dan mapan, bersifat baik serta ramah. Sehingga banyak perempuan yang menyukainya dan berharap menjadi istrinya. Begitu juga dengan para orang tua, banyak yang mendambakan Saga agar bisa menjadi menantu mereka. Termasuk Indra, ayahnya Aurora.
Ada satu kelemahan dalam diri Saga sejak kecil. Ia mengidap penyakit gagal jantung. Ia harus rutin melakukan perawatan intensif sekali enam bulan untuk memeriksa kestabilan jantungnya. Kedua orang tua Saga berusaha menutupi penyakit Saga dari siapapun. Cuma mereka bertiga yang tahu penyakit Saga kecuali Satria, yang belum di beritahu.
Sedangkan Satria, tak banyak tetangga, orang dan masyarakat kota itu yang mengenal dirinya. Semenjak lulus sekolah tingkat atas, Satria langsung berangkat keluar negeri melanjutkan studinya. Di negeri Kangguru, Australia ia menuntut ilmu selama empat tahun dan membangun perusahaannya sendiri disana. Berkat kepintaran dan kemampuannya, Satria berhasil mengembangkan bisnis propertinya yang mulai melejit dikancah internasional.
Satria yang sudah tujuh tahun tidak pulang ke negara asalnya, sengaja pulang dua bulan yang lalu untuk melepas kerinduannya pada kedua orang tua serta kakaknya Saga. Tanpa sengaja, Ia bertemu dengan Aura yang rumahnya hanya berjarak setengah kilo dari rumah mereka.
POV SATRIA.
Dua bulan yang lalu.
Awalnya, Satria yang memang suka nyeleneh, penasaran dengan halaman belakang rumahnya yang sudah berubah semenjak ia pergi. Ia sengaja berkeliling dipekarangan rumahnya yang luas dan tertutup tembok tinggi itu untuk melihat-lihat. Sebuah kolam renang dengan taman bunga di sudut pekarangan membuat ia terpukau.
"Kenapa papa bikin kolam renang ya? Setahu ku gak ada yang hobi berenang," pikir Satria waktu itu merasa heran.
Ia pun melangkah menyusuri taman bunga yang ditumbuhi aneka bunga cantik dengan senyuman kagum.
"Taman bunga ini, pasti permintaan mama." tebak Satria dalam hati.
Ia hanya tersenyum sendiri membayangkan hobi mamanya yang suka memelihara bunga-bunga berbagai jenis.
Tanpa sengaja ia menemukan sebuah pintu rahasia dihalaman belakang yang selama ini belum pernah ia lihat sebelumnya. Rasa penasarannya yang tinggi, membuat Satria memberanikan diri untuk membuka pintu itu.
Alangkah terkejutnya dia, pintu itu ternyata menghubungkannya dengan sebuah ruangan yang cukup unik. Disana ia melihat berbagai jenis alat musik yang terpajang dan sebuah ruangan kedap suara yang seperti nya dipergunakan untuk rekaman.
"Studio musik?" gumam Satria jadi heran.
"Sejak kapan Saga jadi seniman?" batin nya bertanya-tanya.
Didalam ruangan itu, ia menemukan sebuah pintu lain. Pintu itu terkunci. Ia pun menjelajahi setiap sudut ruangan studio dan menemukan sebuah kunci dalam laci sebuah meja yang terletak di pojok ruangan studio.
Satria bergegas membuka pintu itu dengan cepat. Ia begitu penasaran, kejutan apalagi yang akan ia temukan dirumah yang sudah tujuh tahun ia tinggalkan itu.
Kriet...!
Bunyi pintu yang berkarat karna jarang di buka terdengar sedikit menyeramkan. Satria buru-buru menutup mata dengan mengangkat sebelah tangannya tatkala pantulan cahaya matahari menerpa wajahnya yang muncul dari balik pintu.
Satria menarik nafas lega, tak ada yang unik saat pintu itu terbuka. Hanya ada sawah-sawah dan kolam-kolam. Pemandangan nya begitu indah, Satria bisa duduk-duduk santai di pinggir kolam ikan. Andai saja dia hobi memancing ikan, mungkin saja itu akan menjadi tempat favoritnya untuk bersantai.
"Ini pasti hobinya Saga juga, suka ngelamun sendirian." tebaknya dalam hati seraya menyunggingkan senyuman tipis.
Matanya berkeliling menatap pemandangan yang terpampang indah dibelakang rumahnya itu.
Tak jauh dari sana, ujung matanya menangkap sesosok gadis cantik yang berjalan lincah di pematang sawah.
Gadis itu terlihat bicara sendiri sembari menghadapkan wajah pada layar ponsel yang ia angkat tinggi dengan kedua tangannya.
"Apa dia lagi Live streaming di sawah?" Satria tersenyum geli melihat tingkah unik si gadis yang memperlihat kan pemandangan disekelilingnya pada layar ponsel miliknya.
Mata Satria tak berkedip memperhatikan gadis cantik yang sedang live streaming itu dari tempatnya duduk.
Sepertinya gadis itu tak menyadari kehadiran Satria di sana. Ia begitu asyik berbicara dengan ponselnya.
Satria ingin sekali mengenal gadis itu, apalagi ia belum punya banyak teman di area tempat tinggalnya.
Ia pun segera bangkit dari duduknya dan berjalan cepat mendekati gadis cantik berkulit putih yang dari kejauhan terlihat berdiri membelakanginya.
Sosok tubuh Satria yang berjalan gagah mendekati gadis itu terpantau jelas lewat layar kamera ponsel milik si gadis cantik itu.
Ia pun terperangah kaget, saat tubuh Satria semakin dekat kearahnya.
Gadis itu segera berbalik memutar tubuhnya dan mendadak kehilangan keseimbangan.
BYUR...!
Tak ayal lagi tubuhnya terpeleset jatuh kedalam kolam ikan sebelum Satria berada tepat didekat gadis itu.
"Hahaha...!" Satria tak dapat menahan tawa, saat gadis itu jatuh terperosok di depan matanya.
Peristiwa lucu yang menyebabkan gadis itu jatuh kedalam kolam ikan sangat menggelitik perutnya.
"Bukannya nolongin, malah ketawa!" bentak gadis itu marah.
Wajahnya yang penuh kotoran lumpur, merungut kesal dengan pakaian basah yang juga berlumuran noda lumpur.
Gadis itu terlihat mengulurkan tangannya pada Satria seolah minta tolong, tanpa rasa gengsi dan malu dengan keadaannya yang sudah kotor dan berbau lumpur.
Satria menghentikan tawanya dan menjulurkan tangannya mencoba meraih tangan gadis itu. Akan tetapi, Byur...!
Gadis itu tiba-tiba dengan kuat menarik tangan Satria yang akhirnya ikut terperosok jatuh kedalam kolam ikan berlumuran noda lumpur.
"Hahaha...satu sama!" tawa gadis itu berderai keras saat Satria bernasib sama dengannya.
"Kau...!" desis Satria geram.
Rasanya ia ingin memarahi gadis itu. Namun tampangnya yang imut dan lucu, membuat Satria tak sanggup melakukannya.
Justru sebaliknya, ia malah ikut tertawa menyesali kebodohannya yang terlalu polos ingin menolong si gadis. Nyata nya, gadis itu justru ikut menjerumuskannya.
"Siapa nama mu?" tanya Satria tatkala mereka berdua sedang membersihkan wajah dan pakaian mereka dari lumpur disebuah anak sungai yang tak jauh dari sana.
"Aurora! Panggil saja aku AU-RA." jawab gadis cantik itu seraya melemparkan senyuman manis yang cukup mendebarkan hati Satria yang belum pernah jatuh cinta seumur hidupnya.
"AURA? Nama yang cantik. Seperti orangnya." puji Satria dalam hati.
Sayangnya, ia melupakan nama depan gadis itu yang tak begitu jelas terdengar olehnya.
Ia terpaku menatap gadis itu lama. Hingga tepukan tangan Aurora yang ia ketahui bernama Aura mengejutkan dirinya, menyadarkan Satria dari lamunan panjang.
Bagaimana kisah mereka berdua setelah itu?
.
.
.
BERSAMBUNG
"Saga, Satria," Suara lembut milik seorang perempuan membuat Saga dan Satria menghentikan langkah mereka.
Kedua pemuda tampan itu segera menoleh ke arah samping.
Dari ruangan tamu yang luas, sesosok perempuan paruh baya berpenampilan elegan dengan rambut digelung ke atas berjalan anggun menghampiri mereka berdua. Perempuan itu terlihat mengembangkan senyuman manis ke arah mereka.
Dia adalah Nilam Sari, ibu kandung dari sepasang pemuda yang ketampanannya bisa membuat para wanita klepek-klepek.
"Kalian dari mana saja? Papa sudah dari tadi menunggu kalian untuk makan malam." Tegur Nilam agak jengkel.
"Dari taman belakang, mama!" jawab Satria cengengesan.
"Hem, bunga-bunga mama aman?" tanya Nilam memasang wajah galak memandang wajah kedua putranya bergantian.
"Aman buk bos, udah disiram semua." sahut Saga.
Nilam tersenyum simpul. Ia pun menarik tangan kedua pemuda tampan itu menuju ruang makan keluarga.
"Cepetan, ntar papa kalian ngamuk, kelamaan nunggunya." ujar Nilam tergesa-gesa.
Benar saja, di meja makan telah duduk menunggu Wira Tama Putra. Pengusaha kaya raya yang mempunyai usaha konveksi terbesar di kotanya.
Dahi Wira terlihat berkerut tajam, tatkala sang istri muncul bersamaan dengan dua putranya.
"Kalian ini, seperti anak kecil saja. Mau makan, masih saja di cari ibu kalian!" hardik Wira dengan nada kesal.
"Maaf pa!" jawab mereka berdua serempak.
Saga dan Satria saling berpandangan dengan jawaban mereka yang kompak lalu sama-sama tersenyum geli.
Wira menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan kedua putranya itu. Sepasang suami istri itu diam-diam merasa bahagia dengan kekompakan kedua kakak beradik itu.
Apalagi melihat senyuman yang selalu mengembang dibibir Saga. Semenjak Satria pulang dari luar negeri, Saga yang penyakitan, mulai sering tersenyum lagi.
"Semoga saja, Saga lekas sembuh." doa Nilam dalam hati.
"Oh ya Saga, mama baru tau loh, Tante Santi teman Mama, anaknya cantik banget. Mama di kirimin fotonya lewat Wa mama. Kamu mau lihat gak?" celetuk Nilam tiba-tiba saat mereka bersama asyik menikmati makan malam.
Satria kaget mendengar ucapan ibunya. Ia melirik sejenak ke arah Saga yang terlihat tenang saja menikmati makannya, seakan hal itu sudah biasa terjadi pada kakaknya.
"Saga dijodohkan? Baguslah, moga saja dia berjodoh dengan gadis itu." doa Satria dalam hati ikut senang.
Makin cepat Saga menikah, itu lebih baik untuk diri Satria yang berharap bisa melamar Aura secepatnya. Begitu lah pemikiran Satria sembari menyendok nasi dan memilih lauk untuk dia makan.
Nilam menaruh sendok ditangannya ke piring. Ia mengambil ponsel yang ada disampingnya dan memencet layar ponselnya.
"Coba deh lihat, cantik kan?" tanya Nilam sedikit memaksa.
Nilam memamerkan layar ponselnya pada Saga yang hendak menyuapkan nasi ke mulutnya.
Uhuk...! Saga nyaris tersedak.
Dia bergegas meraih air minum dan mereguknya tanpa sisa.
Nilam menjauhkan kembali ponselnya dari hadapan Saga dengan wajah masam.
Wajah Mamanya yang cemberut, membuat Saga jadi tak enak hati.
"Maaf Ma, Saga keselek!" ucap Saga dengan wajah memerah menahan rasa perih ditenggorokannya.
"Beneran cantik, apa enggak sih Ma...? Coba sini, aku yang lihat." goda Satria menahan senyum.
Ekspresi wajah Saga yang lucu saat memandang foto dilayar ponsel milik mama mereka membuat Satria tak kuasa menahan geli bercampur kasihan. Ia sengaja ingin merebut ponsel Mamanya untuk menggoda Saga.
Ponsel Nilam nyaris berpindah tangan ke Satria. Saga bertindak cepat mencegah.
"Jangan Ma, ntar Satria naksir. Saga mau kok, dijodohkan sama dia." tukas Saga cepat menahan tangan Nilam yang hendak memberikan ponselnya pada Satria.
Mereka bertiga sontak terkejut mendengar ucapan Saga yang selama ini tak pernah mau membuka hati untuk wanita manapun.
Wira dan Nilam tampak tak percaya mendengar keputusan Saga yang cuma lihat foto, langsung bilang iya.
Apalagi Satria, ia malah jadi penasaran dengan foto gadis yang ada di ponsel mamanya.
"Beneran...?! Kamu mau mama jodohkan dengan dia?" Tanya Nilam tak percaya.
Saga mengangguk cepat. Raut wajahnya terlihat senang dan bahagia. Ia bersikap seolah memang menyukai gadis dalam foto itu.
Wira dan Nilam pun saling berpandangan, perasaan bingung bercampur bahagia berkecamuk dalam hati mereka berdua.
"Boleh liat foto nya gak Ma...?" ucap Satria dengan wajah memelas.
Satria penasaran tingkat tinggi.
Secantik apa gadis yang di foto itu. Mana yang lebih cantik, gadis itu dengan Aura kekasihnya. Entah mengapa, Satria ingin sekali membandingkannya.
"Gak boleh, Jangan kasih lihat Satria Ma...! Cukup Saga yang lihat." Larang Saga merebut ponsel Mama nya cepat dan menyimpan ponsel itu ke saku celana jeans yang ia kenakan.
Satria mendelikkan matanya kesal. Ia sangat heran melihat sikap Saga yang tampak serius tanpa bercanda sama sekali.
"Aneh, jangan-jangan itu emang foto gebetan Saga? Makanya langsung iya, iya aja." tebak Satria berpikiran positif.
"Pantesan gak boleh liat." pikir Satria geli.
Raut kesal diwajah Satria seketika hilang berganti senyuman lebar menghias bibirnya.
"Emangnya, gadis itu mau? Kalau ia di jodohkan dengan Saga?" ejek Satria bercanda.
Saga terkesiap, wajah nya tampak pucat pasi mendengar ejekan Satria yang sebenarnya cuma candaan semata.
"Pasti mau dong Sat, masa kakakmu yang seganteng ini bakal ditolak?" sahut Nilam membela Saga.
Saga menghela nafas lega. Beban deritanya seolah tertolong mendengar pembelaan sang mama. Ia menatap Satria dan mengedipkan sebelah matanya seraya melemparkan senyuman kemenangan.
"Kamu kalah!" ujar Saga mencibir.
"Siapa bilang? Aku sudah punya pacar kok!" celetuk Satria tanpa sadar keceplosan.
"Lho, kok Mama sama Papa gak dikasih tau?" ucap Nilam kaget.
Satria menyesali keteledoran lidahnya yang bisa berujung rumit dengan ceramah panjang dari Mamanya yang saat ini sedang fokus dengan jodoh untuk Saga.
"Canda Ma, canda... Biar Saga semangat cepat nikah." ujar Satria cuek kembali menyantap makanannya yang belum habis.
Saga terkekeh penuh kemenangan.
"Oh ya Ma, mama kok tau sih? Saga udah lama suka sama dia?" tanya Sastra setengah berbisik pada Mama nya agar tak terdengar oleh Satria.
Nilam terperangah tak percaya.
"Kok bisa? Kamu kapan kenal nya sama anak tirinya Tante Santi itu?" Tanya Nilam heran bercampur bingung.
"Ada, aja." jawab Saga menebarkan senyuman penuh makna.
Nilam makin penasaran.
"Lho, kan Saga sudah bilang suka. Masa kamu masih nanya juga?" semprot Wira kesal melihat sikap istrinya yang jadi kepo gak karuan.
"Mama bingung Pa, masa mama kasih lihat foto tiba-tiba Saga langsung kenal gitu." sahut Nilam jengkel merungut masam ke arah suaminya.
"Itu nama nya jodoh, Mama...!" ujar Wira gregetan.
Ia mencubit pipi istrinya gemas.
Pipi Nilam seketika bersemu merah menahan perih bekas cubitan suaminya. Ia memukul pundak suaminya dengan kesal.
"Ya udah, mama dan papa akan atur perjodohan Saga dan gadis itu. Moga saja, urusannya lancar, kalian bisa nikah secepatnya." ujar Wira.
Saga tersenyum bahagia.
Sesosok gadis cantik yang sedari dulu selalu menghuni hatinya dan membuatnya patah hati tanpa sengaja hadir kembali sebagai gadis yang di jodohkan untuknya.
Saga masih ingat, berapa kali penyataan cintanya selalu ditolak gadis itu hanya dengan alasan yang sama, dia tak mencintai Saga.
Terluka? tentu saja. Tapi Saga tak bisa berbuat apa-apa. Cinta memang tak bisa dipaksa. Tapi kali ini, gadis itu tak bisa mengelak. Sejauh apapun ia berlari, jodoh memang takkan kemana.
"*AURORA M**ENTARI..., seperti nya jodoh mempertemukan kita*." desis Saga bahagia.
Benarkah Saga dan Aurora berjodoh?
.
.
.
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!