NovelToon NovelToon

Cinta Di Antara Kaset Dan Surat Cinta

Bab 1: Siswa Baru dan Pertemuan Tak Terduga

Langit pagi di kota kecil itu cerah. Sinar matahari menembus kaca jendela yang sedikit buram, menyapa wajah-wajah ceria yang datang terlambat ke sekolah. Beberapa siswa berjalan terburu-buru, saling berdesakan di pintu gerbang sekolah. SMA Negeri 5 adalah tempat di mana kenangan-kenangan baru akan tercipta, dan pagi itu adalah awal dari sesuatu yang tidak Rina duga.

Rina, dengan tas ransel berwarna merah muda yang penuh stiker lucu, melangkah ringan menuju kelas. Rambutnya yang diikat kuncir dua tampak berantakan, namun itu justru menjadi salah satu daya tariknya. Rina adalah tipe gadis ceria yang selalu membawa keceriaan di mana pun dia berada. Wajahnya yang berseri-seri dan tawa yang selalu mengiringi langkahnya membuatnya mudah dikenal di sekolah.

Saat Rina melangkah masuk ke ruang kelas, suasana langsung berubah. Teman-temannya yang sedang sibuk berbicara tentang liburan panjang yang baru saja berakhir, berhenti sejenak dan menoleh padanya. Rina selalu menjadi pusat perhatian tanpa sengaja. Tetapi hari itu, matanya langsung tertuju pada satu sosok yang berbeda dari yang lain—seorang siswa baru yang baru saja masuk ke dalam kelas.

Danu.

Dia tidak seperti siswa baru pada umumnya yang selalu canggung atau terlihat kikuk. Danu tampak begitu tenang, bahkan cenderung acuh. Ia mengenakan jaket jeans pudar yang sudah sedikit terkelupas, rambutnya yang agak berantakan, dan sebuah Walkman tergantung di lehernya, seolah itu adalah bagian dari dirinya yang tak terpisahkan. Tanpa banyak bicara, ia langsung duduk di kursi kosong di samping Rina, yang saat itu sedang menyusun bukunya di meja.

Suasana kelas yang ramai tiba-tiba terasa lebih hening. Para siswa yang sebelumnya sibuk berbicara, kini diam-diam mengamati Danu. Ada sesuatu yang misterius dari sosoknya. Namun, Rina merasa ada yang aneh dengan sikap Danu. Seolah-olah dia tidak peduli dengan keadaan sekitar, termasuk dengan dirinya yang sedang meliriknya diam-diam.

"Eh, kamu baru ya?" Rina akhirnya memberanikan diri untuk menyapa. Suaranya terdengar riang, seperti biasa. Ia memutar kursinya sedikit, mencoba berbicara dengan Danu yang tampak tenggelam dalam pikirannya. "Aku Rina. Selamat datang di SMA Negeri 5."

Danu hanya mengangguk ringan tanpa mengangkat pandangannya. "Iya," jawabnya singkat, seolah tidak tertarik untuk berbicara lebih lanjut. Ia lalu menekan tombol pada Walkman-nya, dan suara musik yang nyaris tak terdengar mulai mengalir.

Rina sedikit terkejut. Biasanya, siswa baru akan lebih ramah, apalagi di saat-saat pertama seperti ini. Tapi Danu, yang terlihat dingin dan tidak banyak bicara, malah lebih memilih untuk tenggelam dalam musiknya daripada berbicara dengan teman-teman sekelas. Rina merasa sedikit canggung, tapi dia tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengenalnya.

"Eh, musiknya apa?" tanya Rina, mencoba membuka percakapan lagi.

Danu menatapnya sesaat dengan pandangan datar. "Rock," jawabnya singkat, tanpa merasa perlu menjelaskan lebih banyak. Wajahnya tetap terfokus pada Walkman-nya, seolah-olah dunia di sekitarnya tak terlalu penting.

Rina mendengus pelan, agak kesal dengan jawaban Danu yang begitu dingin, namun di satu sisi, ada sesuatu dalam diri Danu yang menariknya. Mungkin karena sifatnya yang misterius, atau mungkin karena sikap cueknya yang berbeda dari kebanyakan anak laki-laki yang ada di sekolah itu.

Namun, meskipun begitu, Rina tidak bisa menahan rasa penasarannya. Ia merasa ada yang aneh dengan Danu, dan hal itulah yang membuatnya tidak bisa berhenti memikirkan sosok tersebut.

Saat jam istirahat tiba, Rina keluar dari kelas untuk menuju kantin. Suasana di luar kelas cukup ramai dengan para siswa yang sibuk berkelompok, saling bercengkerama dan bertukar cerita. Rina segera bergabung dengan sahabatnya, Sari, yang selalu ada di sisinya. Sari adalah teman yang sangat dekat dengan Rina. Mereka sudah bersahabat sejak SMP dan selalu bersama-sama menghadapi berbagai situasi, baik yang lucu, canggung, maupun sedikit memalukan.

"Rina, kamu lihat nggak sih? Ada siswa baru tadi," ujar Sari dengan penuh semangat. Wajahnya yang bulat dan ekspresif tampak sangat antusias. "Gimana menurutmu? Ganteng nggak?"

Rina hanya tersenyum kecil, mencoba untuk tidak terlalu terbawa suasana. "Iya, sih. Tapi dia kelihatan cuek banget, kayak nggak peduli sama orang-orang di sekitar dia."

Sari tertawa. "Hah, serius? Mungkin dia cuma malu aja. Atau, siapa tahu, dia tipe cowok yang misterius gitu, yang bisa bikin hati cewek-cewek di sekolah ini deg-degan."

Rina tertawa kecil mendengar perkataan Sari yang selalu berlebihan. "Ah, nggak mungkin. Dia kayaknya lebih suka dengan dunianya sendiri. Nggak peduli sama yang lain."

Namun, meskipun Rina berusaha mengabaikannya, rasa penasaran itu tetap mengganggunya. Ia kembali teringat pada Danu yang sejak tadi duduk dengan sikap tak acuh di kelas. Rasanya, ada sesuatu yang tak biasa tentangnya. Satu hal yang pasti—Rina ingin tahu lebih banyak tentang siswa baru itu.

Jam istirahat berlalu begitu cepat, dan ketika bel berbunyi, mereka kembali ke kelas. Saat Rina melangkah menuju mejanya, matanya secara tidak sengaja tertuju pada bangku Danu. Namun, kali ini, Danu tidak ada di sana. Rina merasa sedikit kecewa, entah kenapa.

Tetapi, begitu Rina duduk di bangkunya, matanya terfokus pada sesuatu yang menarik. Di meja sebelah, tepatnya di meja tempat Danu duduk tadi, ada sebuah kaset yang tergeletak begitu saja. Kaset itu terlihat sedikit kusam, dengan label yang hampir pudar. Namun, satu hal yang membuat Rina terkejut—kaset itu tampak familiar. Rasanya, dia sudah pernah melihat kaset tersebut sebelumnya, bahkan beberapa bulan yang lalu. Kaset yang hilang dari koleksinya.

Rina menatap kaset itu dengan mata terbelalak. Tanpa berpikir panjang, ia segera mengambil kaset tersebut. "Apa ini?" gumamnya pelan.

Hatinya berdegup kencang. "Kaset ini... milik aku!" pikirnya.

Namun, saat dia memeriksa lebih dekat, ada sesuatu yang tidak beres. Kaset itu jelas bukan miliknya. Label yang ada di kaset tersebut adalah tulisan tangan yang berbeda. Tentu saja, Rina tidak bisa melupakan bagaimana dia menulis label pada setiap kasetnya.

Apakah Danu yang mengambil kasetnya? Atau ini hanya kebetulan?

Dengan rasa penasaran yang semakin membara, Rina mulai merasa ada sesuatu yang harus ia selidiki. Kaset itu bukan hanya sekadar benda; ia merasakan ada hubungan yang lebih dalam antara dirinya dan Danu, meskipun ia tidak tahu pasti apa itu.

Begitu bel berdering, menandakan akhir pelajaran, Rina memutuskan untuk melangkah lebih dekat pada misteri yang sedang membelenggu pikirannya. Tak ada jalan kembali sekarang.

Bab 2: Kaset Hilang yang Menimbulkan Pertanyaan

Hari itu terasa seperti kebiasaan biasa di SMA Negeri 5. Setelah kelas pertama yang penuh dengan cerita liburan dan gosip-gosip ringan, semua siswa berkumpul di kantin untuk istirahat. Suara gelak tawa dan riuh rendah percakapan mengisi setiap sudut kantin yang berwarna cerah, dihiasi poster-poster band 90-an yang sedang hits. Rina duduk di meja biasa bersama teman-temannya, Sari dan Lina, sambil memeriksa isi tas sekolahnya.

Rina menyentuh dengan hati-hati kaset favoritnya, "Dewa 19 - Kangen," yang ia beli di toko kaset dekat sekolah beberapa bulan yang lalu. Kaset itu sudah menemani perjalanan hidupnya selama ini, mulai dari mendengarkan lagu-lagu cinta yang menenangkan saat dia merasa kesepian, hingga menjadi teman setia ketika dia mendengarkan musik sambil berjalan di sepanjang jalan menuju sekolah. “Kaset ini sudah kayak sahabat sendiri,” pikirnya sambil tersenyum kecil.

Suasana kantin itu seperti biasa, penuh dengan cerita tentang siapa yang berpacaran dengan siapa, siapa yang baru putus, hingga cerita tentang kaset atau tape yang sudah sangat langka. Zaman sekarang, hampir semua teman-teman Rina sudah beralih ke CD atau bahkan MP3, tetapi bagi Rina, kaset adalah sesuatu yang istimewa. Itu adalah barang yang penuh dengan kenangan.

Namun, ada satu hal yang masih mengganjal dalam pikirannya. Kaset yang sedang ia pegang saat ini bukanlah satu-satunya yang ia miliki. Ada satu kaset lagi yang hilang beberapa bulan lalu—sebuah kaset lama yang penuh dengan lagu-lagu dari band yang hanya bisa didengarkan melalui Walkman. Itu adalah kaset yang sangat istimewa baginya karena isinya penuh dengan lagu-lagu dari band indie kesukaannya yang jarang didengar orang. Kaset itu hilang begitu saja, dan Rina sempat merasa sangat kesal karena dia sangat menyayanginya.

Tanpa disadari, pikirannya melayang kembali pada kenangan tentang kaset yang hilang itu. Bagaimana bisa kaset tersebut hilang begitu saja dari tasnya? Dia sempat mencurigai adiknya, tapi entah kenapa, dia merasa kaset itu tidak mungkin dibawa adiknya. Tapi siapa yang bisa mengambilnya? Ia mencoba untuk mengingat-ingat dan bertanya pada teman-temannya, tetapi tak ada yang mengakuinya.

Ketika ia sedang tenggelam dalam pikirannya, sebuah suara mengganggu perhatiannya. "Eh, Rina, kaset kamu itu bukan yang ini, kan?" Tiba-tiba, Sari, sahabatnya yang selalu ceria dan tanpa sensor, muncul dengan ekspresi penasaran.

Rina menoleh dengan cepat dan melihat Sari memegang sebuah kaset yang dikenalnya. "Itu kaset 'Kangen' dari Dewa 19! Tapi… ini kaset yang hilang, kan?" Sari memutar kaset itu di depan Rina dengan penuh antusiasme.

Rina menatap kaset itu dengan cemas. “Itu... itu kasetku!” jawabnya dengan nada cemas. “Tapi… dari mana kamu dapat itu?”

Sari tertawa. “Wah, Rina, kamu yakin tidak salah lihat? Kan banyak orang yang punya kaset ini. Mungkin kamu salah ingat.”

Rina merasa bingung. "Tapi ini benar-benar kaset yang hilang. Kaset yang aku cari-cari selama berbulan-bulan!"

Sari menatap Rina dengan mata heran. "Gak mungkin. Kamu pasti salah lihat," ujarnya sembari duduk di sebelah Rina.

Namun, benarkah Rina salah lihat? Ia merasa ada sesuatu yang aneh. Mengingat kembali bulan lalu, saat dia terakhir kali melihat kaset itu, ia ingat bahwa kaset tersebut ada di dalam tasnya, dan saat ia hendak mencarinya, kaset itu hilang begitu saja. Dan sekarang, kaset itu ada di tangan Sari.

"Sari, serius, itu kasetku! Aku sangat yakin! Apakah kamu tahu siapa yang memberikannya padamu?" tanya Rina penuh curiga.

Sari sedikit terdiam, lalu menjawab dengan santai, “Kalau tidak salah, itu kaset Danu yang dia beli di toko kaset dekat sini. Kalau tidak percaya, tanya aja dia langsung.”

Rina merasa jantungnya berdegup kencang. Danu? Siswa baru yang misterius itu? Tidak mungkin. Rina menoleh ke arah Danu yang sedang duduk di meja lain, mengenakan jaket jeans pudar dan Walkman yang selalu tersemat di kantungnya. Sejenak, pandangannya bertemu dengan mata Danu yang tajam, lalu Danu menundukkan kepalanya kembali, seolah tidak peduli.

“Gila! Kok bisa kaset itu ada di tangan Danu?” gumam Rina dalam hati.

Rina merasa ada yang janggal. Bagaimana bisa Danu memiliki kaset yang hilang dari tasnya beberapa bulan lalu? Ada apa di balik ini?

Sejak saat itu, Rina merasa tidak bisa mengabaikan rasa penasaran yang mulai mengganggu pikirannya. Dia harus tahu bagaimana kaset itu bisa berada di tangan Danu, atau mungkin ada yang lebih besar yang harus ia ungkap. Ada perasaan aneh yang mulai tumbuh di hati Rina, perasaan yang mengarah pada Danu.

Tentu saja, Rina tahu bahwa dia harus berhati-hati. Dia tidak ingin terjebak dalam dugaan-dugaan yang belum terbukti. Namun, satu hal yang jelas—perasaan penasaran itu sudah mulai menguasai pikirannya. Seperti sebuah teka-teki, ia merasa harus memecahkan misteri ini.

“Kalau gitu, aku harus bicara sama Danu,” pikir Rina, sambil menatap Danu dari kejauhan.

Saat bel berbunyi, menandakan bahwa istirahat telah selesai, Rina mengumpulkan keberaniannya. “Sari, aku mau tanya Danu, ya. Aku benar-benar penasaran sama kaset itu,” ujarnya kepada sahabatnya.

Sari hanya mengangkat bahu. "Hati-hati, Rina. Jangan terlalu nekat. Kalau Danu cuek, bisa-bisa kamu malah jadi bahan tertawaan."

Rina tersenyum canggung, lalu berjalan perlahan menuju tempat Danu duduk. Rasanya ada kegugupan yang muncul, meskipun ia tahu bahwa semua ini hanya tentang kaset. Namun, hatinya terasa sedikit berbeda. Ada perasaan yang mulai berkembang, sebuah perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Bab 3: Pertengkaran Kecil dan Sebuah Surat Permintaan Maaf

Pagi itu, langit terlihat sedikit mendung, menciptakan suasana yang seakan pas untuk hari yang penuh kejadian tak terduga. Di ruang kelas SMA Negeri 5, Rina duduk di bangkunya yang berada di pojok dekat jendela, sambil memperhatikan teman-temannya yang sibuk berbicara tentang liburan. Rina sendiri lebih memilih untuk menikmati keheningan di pagi hari, ditemani dengan kaset favoritnya yang baru saja ia beli di toko kaset minggu lalu. Ia menyelipkan Walkman-nya ke telinga, menikmati lagu-lagu yang membuatnya merasa sedikit lebih dekat dengan dunia yang seakan bergerak lebih lambat daripada di luar sana.

Namun, kenyamanan itu seketika terganggu saat Danu memasuki kelas. Seperti biasa, ia masuk dengan gaya yang agak cuek dan tidak peduli dengan pandangan teman-temannya. Rina melihat Danu yang masuk dengan jaket jeans yang sudah agak pudar, celana jins yang sedikit robek di bagian lutut, dan Walkman yang selalu ada di saku jaketnya. Meskipun penampilannya tidak mencolok, ada sesuatu yang membuat Rina merasa Danu itu berbeda dari yang lain. Mungkin karena Danu tampak lebih memilih untuk sendiri, tidak terpengaruh oleh keramaian di sekitar, atau mungkin juga karena dia adalah siswa baru yang misterius.

“Danu, kamu ngapain duduk di sini?” seru Rina ketika ia melihat Danu duduk di bangkunya tanpa bicara sepatah kata pun. Mereka sering duduk bersebelahan, tetapi tidak pernah ada percakapan yang terlalu lama.

Danu menoleh, matanya terlihat bingung. “Duduk saja,” jawabnya singkat, seperti biasa.

Rina terdiam sejenak, memandangnya dengan penasaran. Biasanya, saat ia berbicara, Danu hanya akan mengangguk atau memberi jawaban secukupnya, tidak lebih. Tetapi hari ini, Rina merasa ada sesuatu yang berbeda. Ada yang mengganjal, sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang Danu, bahkan hal kecil seperti kaset yang dibawanya.

Saat istirahat tiba, Rina berjalan menuju kantin, mengajak Sari yang kebetulan duduk di bangku sebelahnya. Sari adalah sahabat terbaiknya, yang selalu ceria dan penuh ide konyol. Terkadang, jika bukan karena Sari, Rina merasa hari-harinya akan terlalu membosankan. Mereka berdua saling bercanda sambil menuruni tangga menuju kantin.

“Eh, lo liat gak sih kaset yang dibawa Danu tadi?” tanya Rina tiba-tiba, sambil menggenggam tasnya dengan cemas.

Sari mengangkat alis, “Kaset apaan?”

“Yang ada di Walkman-nya,” Rina melanjutkan. “Itu kaset yang hilang beberapa bulan lalu! Kaset favorit gue! Gue yakin banget itu kaset gue.”

Sari berhenti berjalan dan menatap Rina dengan tatapan serius. “Serius lo? Lo pasti salah liat deh. Bisa jadi kasetnya memang milik dia.”

“Gak mungkin! Gue ingat banget, kaset itu hilang waktu gue baru aja selesai nonton konser di TV. Gue bahkan sempat mau kirim surat cinta buat siapa aja yang nemuin kaset itu,” kata Rina, sedikit kesal.

“Lo yakin itu kaset lo?” Sari mengulangi, tapi lebih terdengar seperti pertanyaan yang mengundang tawa.

“Yakin banget!” jawab Rina dengan wajah penuh keyakinan.

“Ya udah, coba tanya langsung aja ke Danu. Kalo lo ga nanya, dia gak bakal ngasih tau, kan?” Sari menyarankan dengan senyuman nakal di wajahnya.

Rina berpikir sejenak, lalu akhirnya mengangguk. “Iya juga sih. Kalau gak tanya, kapan lagi gue bisa tahu, kan?”

Namun, begitu mereka mendekati Danu yang sedang duduk sendirian di bawah pohon, hati Rina langsung berdebar. Ia merasakan gugup yang aneh, seperti baru pertama kali ingin berbicara dengan seseorang yang benar-benar asing. Tapi Rina mencoba menenangkan diri dan mendekati Danu dengan langkah ringan.

“Danu!” sapa Rina, memaksakan suara cerianya meski perasaannya sedikit kacau. “Kaset itu… kaset yang lo dengerin, itu kaset gue.”

Danu menatapnya dengan tatapan datar, lalu menarik Walkman dari tasnya. “Kaset ini milik gue,” jawabnya dengan tenang, tanpa menunjukkan tanda-tanda bersalah.

Rina merasa sebal, meskipun ia tidak bisa membuktikan bahwa itu benar-benar kaset miliknya. “Lo yakin? Ini kaset yang hilang dari tas gue beberapa bulan lalu!” protesnya dengan suara sedikit meninggi.

“Aku beli kaset ini di toko kaset di dekat rumah,” jawab Danu dengan singkat.

Mereka terdiam sejenak. Rina merasa hatinya sedikit kecewa. Kenapa Danu harus begitu dingin? Mungkin itu hanya kebetulan, dan kaset itu memang milik Danu, tapi Rina merasa ada sesuatu yang janggal, sesuatu yang tidak beres.

“Gak apa-apa, deh,” kata Rina, sambil berbalik dan berjalan menjauh. Sari yang ikut berjalan di belakangnya hanya mengangkat bahu, menunjukkan bahwa kadang-kadang mereka harus menelan rasa kecewa.

---

Ke esokan harinya, Rina kembali ke kelas dengan pikiran yang masih berputar tentang kaset itu. Tetapi, sesampainya di mejanya, dia melihat sebuah surat kecil terlipat rapi, yang tertinggal di sana. Di bagian depan, hanya ada kata-kata "Untuk Rina" yang tertulis dengan tulisan tangan yang asing. Surat itu terlihat begitu sederhana, tetapi terasa sangat penting bagi Rina. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa benar Danu yang menulis surat ini?

Rina membuka surat itu dengan hati-hati, dan di dalamnya terdapat kalimat singkat yang membuatnya terkejut. "Maaf jika aku membuatmu salah paham. Kaset itu benar-benar milikku, dan aku tidak bermaksud untuk membuatmu kesal. Semoga kita bisa berbicara lebih banyak lagi. D."

Surat itu tidak hanya berisi permintaan maaf, tetapi juga ada rasa misterius yang membuat Rina terharu. Tidak biasanya Danu berbicara atau menulis dengan cara seperti ini. Rina tersenyum malu-malu, merasa seolah-olah ada sesuatu yang tumbuh di antara mereka. Meski surat itu singkat, isinya begitu menyentuh hati, dan mungkin ini adalah tanda pertama bahwa sesuatu yang lebih besar akan terjadi antara mereka.

Di saat itu, Rina merasa sedikit lega. Mungkin Danu tidak sepenuhnya acuh, mungkin ada lebih banyak yang bisa ia temui dari anak misterius ini. Tapi satu hal yang pasti—dia tidak akan berhenti penasaran.

“Ini, Sari! Lo liat ini!” Rina menunjukkan surat itu kepada sahabatnya, dengan mata berbinar penuh kegembiraan.

Sari memeriksa surat itu dengan ekspresi lucu, lalu tersenyum lebar. “Jadi, lo udah dapet surat cinta dari Danu? Wah, bisa-bisa ada kisah cinta rahasia nih!”

Rina menatap surat itu lagi, dengan perasaan campur aduk. Tentu saja, ia tidak yakin apakah Danu benar-benar tertarik padanya atau hanya merasa bersalah, tapi untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit lebih dekat dengan anak misterius itu.

“Gak tahu, Sari. Tapi gue merasa kayak ada sesuatu yang berbeda,” jawab Rina pelan, sambil melipat surat itu kembali dan menyimpannya di dalam tas.

Rina tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi satu hal yang pasti—perjalanan antara dirinya dan Danu baru saja dimulai.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!