"Mbak, saya beli cincin yang ini!" Ucap seorang pria kepada seorang pelayan toko emas sambil menunjuk sebuah cincin yang yang sangat cantik.
Pria itu bernama Raymond, malam ini dia berniat ingin melamar sang kekasih. Hubungannya dengan Nadia sudah cukup lama, mereka sudah berpacaran selama 5 tahun. Sehingga Raymond memutuskan untuk segera menikahinya.
Setelah membeli cincin tersebut, Raymond pun segera pulang dengan berjalan kaki. Dia harus menghemat uang, agar dia bisa menabung untuk menikahi Nadia.
Raymond adalah seorang anak yatim-piatu, sehingga bagi dia Nadia adalah satu-satunya yang dia punya. Karena itulah selama ini Raymond selalu memberikan apapun yang Nadia inginkan. Dia benar-benar dibutakan oleh cinta.
Raymond duduk sebentar di halte bus, untuk menghilangkan rasa lelahnya. Pria berusia 27 tahun itu pun tersenyum sambil memandangi cicin emas yang sebentar lagi akan dia berikan kepada Nadia. Rasanya sungguh sudah tidak sabar, ingin segera melamar wanita itu.
Kemudian Raymond merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel jadul, ingin menelepon Nadia.
Tapi sayangnya sudah beberapa kali dia mencoba untuk menelpon kekasihnya itu, sama sekali tidak diangkat.
"Hm, sepertinya Nadia sudah tidur." Gumam Raymond dengan pelan.
...****************...
Padahal sebenarnya Nadia sama sekali belum tidur, wanita itu sedang menghabiskan malam panas bersama dengan selingkuhannya.
Raymond sama sekali tidak tahu bahwa selama ini Nadia telah menduakan cintanya. Nadia rela menjadi simpanan dari bosnya yang kaya raya, walaupun dia tahu bahwa bosnya itu sudah beristri. Mungkin karena dia sangat lelah dengan kehidupannya yang miskin.
"Ahhhh..."
Nadia yang sedang dalam posisi membelakangi Brandon, dia mendes-ah ketika Brandon menyatukan tubuh mereka dari belakang.
Brandon menggerakkan pinggulnya dengan tempo cepat sambil memegang pinggul Nadia. "Ahh... ! Kamu selalu membuat aku puas, sayang."
Namun, mereka dikejutkan dengan seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar yang ada di vila tersebut.
Braakkk!
Terlihat seorang wanita yang telah membuka pintu dengan kasar. Wanita itu terlihat marah sekali ketika melihat pemandangan yang sedang dia lihat di depan mata kepalanya sendiri.
"Apa-apaan ini! Jadi selama ini kamu mengkhianati aku, Mas?"
Rupanya wanita itu adalah Tyas, istrinya Brandon. Brandon dan Nadia terlihat sama-sama terperanjat. Nadia segera menutup tubuhnya dengan selimut, sedangkan Brandon segera memungut boxer yang tergeletak di lantai dan memakainya dengan terburu-buru.
"Kenapa kamu bisa tahu aku ada disini?" Tanya Brandon kepada Tyas. Dia sama sekali tidak merasa bersalah sudah mengkhianati istrinya itu.
Tyas tak menanggapi pertanyaan dari Brandon. Sebenarnya dia sudah lama mencurigai bahwa suaminya itu sudah bermain api dengan wanita lain, sehingga malam ini dia sengaja mengikuti mobil Brandon yang pergi ke vila bersama dengan Nadia.
"Dasar perempuan murahan!" Teriak Tyas, dia mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya. Wanita itu tidak bisa berpikir jernih, ingin melampiaskan kemarahannya terhadap Nadia dengan cara membunuh wanita itu.
Nadia menjerit ketika melihat Tyas yang sedang berjalan dengan cepat ke arahnya sambil menodongkan pisau. Beruntung Brandon segera menahan tangan Tyas. Sehingga terjadi saling memperebutkan pisau yang ada di tangan Tyas.
"Tyas, jangan bertindak gegabah! Cepat lepaskan pisaunya!" Bentak Brandon sambil berusaha merebut pisau dari tangan Tyas.
Tapi Tyas enggan melepaskan pisau tersebut. "Lepaskan aku! Aku akan membunuh wanita murahan itu. Dan aku juga akan membunuh kamu."
Pisau tersebut telah menggores tangan Brandon. Hal tersebut membuat Brandon naik pitam. Dia segera menendang perut Tyas, sehingga tubuh Tyas ambruk ke lantai. Dan pisau yang berada di dalam genggamannya terlepas.
"Brengsek!" Brandon mengumpat. Dia segera membawa pisau yang tergeletak di lantai dan berjalan mendekati Tyas.
Tyas yang ingin melawan, tapi sayangnya dia tidak memiliki kekuatan yang setara dengan Brandon, sehingga dia tidak bisa menahan tangan Brandon yang sedang bergerak cepat menusukkan pisau pada perutnya.
Jleeb...
"Aarrrghh..." Tyas menjerit kesakitan, sangat merasakan sakit pada bagian perutnya. Darah segar pun bercucuran keluar dari perutnya yang terluka.
Tidak puas satu kali menusuk perut Tyas. Brandon mencekik leher sang istri sambil terus menusuk perut Tyas berkali-kali.
Jleeb...
Jleeb...
Jleeb...
Pisau tersebut telah mengoyak seluruh isi perut Tyas, sehingga tubuhnya bersimbah darah. Tubuh Tyas ambruk ke lantai. Dia harus mati dengan keadaan yang sangat mengenaskan.
Seorang suami yang sangat dia cintai, bahkan dia telah mempercayakan perusahaannya untuk dipimpin oleh Brandon, tapi dengan teganya Brandon membunuhnya dengan cara yang sangat sadis.
Dengan ketakutan Nadia yang tubuhnya masih ditutupi oleh selimut, dia segera turun dari kasur, dia ingin mengecek denyut nadi pada leher Tyas.
"Dia sudah mati. Bagaimana ini?" Tanya Nadia kepada Brandon. Dia tidak ingin namanya terseret ke dalam kasus pembunuhan terhadap Tyas.
Brandon nampak nampak kebingungan. Dia harus mencari seseorang untuk dijadikan kambing hitam atas pembunuhan yang telah dia lakukan. Karena memang selama ini dia sering melakukannya ketika dia membunuh musuh-musuhnya.
"Bagaimana kalau kita menjadikan kekasihmu sebagai kambing hitam?"
Ide dari Brandon seketika membuat Nadia terkejut. Mungkin karena selama ini Raymond selalu memperlakukannya dengan baik dan sangat mencintainya. Bagaimana mungkin dia tega menjadikan Raymond sebagai kambing hitam?
"Bukankah kamu ingin menikah denganku? Kalau kekasihmu dipenjara, tidak ada lagi orang yang menghalangi kita untuk bersatu. Apalagi sebentar lagi semua kekayaan milik istriku akan jatuh ke tanganku." Brandon mencoba untuk meyakinkan Nadia.
Walaupun sebenarnya Nadia sangat ragu, tapi dia terpaksa harus menganggukkan kepalanya. Dia merasa apa yang dikatakan oleh Brandon sangat benar, dengan dia menikah dengan Brandon, dia tidak akan menjadi wanita miskin lagi. Walaupun harus mengorbankan Raymond.
Beep...
Beep...
Beep...
Raymond yang masih duduk di halte bus, dia segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya ketika mendengar ponselnya berdering.
Senyuman Raymond mengembang ketika dia melihat nama KEKASIHKU terpampang sangat jelas di layar ponselnya. Siapa lagi kalau bukan Nadia.
Raymond pun segera mengangkatnya panggilan telepon dari sang kekasih dengan dengan sumringah. "Hallo, Nadia."
"Emm... Maafkan aku, Ray. Aku tadi tidak sempat mengangkat telepon dari kamu. Tadi aku sangat sibuk." Terdengar suara Nadia diseberang sana.
"Oh iya gak apa-apa, Nadia. Tapi kamu baik-baik aja kan?" Selama ini Raymond adalah seorang kekasih yang sangat perhatian dan pengertian.
Raymond bukanlah pria yang tampan dan kaya raya. Dia adalah seorang pria yang sangat miskin dan memiliki paras wajah yang jauh dari kata tampan. Kulitnya yang hitam, hidung pesek, ada tompel di wajahnya, memiliki banyak jerawat, dan memiliki badan yang sangat kurus. Mungkin bisa dibilang dia kurang menarik. Tapi pria itu memiliki hati yang sangat tulus mencintai Nadia.
Karena itulah Raymond sangat bahagia ketika Nadia tiba-tiba menerima cintanya, setelah sekian kali mendapatkan penolakan. Karena itulah Raymond selalu mengikuti apapun yang Nadia inginkan, termasuk membantu biaya Nadia kuliah sampai lulus. Sehingga Nadia bisa bekerja di perusahaan Barack, sebuah perusahaan milik istrinya Brandon.
"Iya, aku baik-baik aja, Ray." Jawab Nadia. Kemudian Nadia berkata kembali, "Emm... Ray, aku sangat kangen sama kamu. Aku ingin malam ini kita bertemu."
Raymond adalah seorang kekasih yang selalu siap siaga dan selalu ada untuk Nadia. Tentu saja dia menyetujuinya. Apalagi dia memang berniat untuk melamar Nadia malam ini. "Aku juga kangen sama kamu, Nadia. Sekarang ini juga aku akan datang ke rumah kamu. Kebetulan aku punya kejutan untukmu."
"Aku lagi berada di vila teman aku, Ray. Kamu datang aja kesini. Nanti aku kirim alamatnya." Sanggah Nadia.
Raymond sangat mempercayai Nadia, sehingga dia menyetujuinya begitu saja. Sama sekali tidak memiliki perasaan curiga terhadap kekasihnya itu. "Baik, Nadia. Aku akan segera datang kesana."
...****************...
"Raymond akan segera kesini. Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Nadia kepada Brandon.
Pria berusia 32 tahun itu pun menjawab dengan tenang, "Tentu saja kita harus menghapus semua sidik jari kita yang ada di vila ini. Biar itu menjadi urusan aku."
Brandon adalah seorang pria sangat berpengalaman dalam menghilangkan jejak kejahatannya. Baginya semua itu sangatlah mudah.
Nadia pun menganggukan kepalanya. Kemudian berkata di dalam hatinya, "Maafkan aku, Ray. Aku terpaksa melakukan semua ini. Aku ingin mengubah hidupku."
Demi ambisinya, Nadia telah melupakan semua pengorbanan yang dilakukan oleh Raymond kepadanya. Bahkan dia lupa ketika Raymond membantu melunasi hutang keluarganya dan juga membantu membiayai operasi ayahnya. Sampai Raymond selalu mengesampingkan kepentingannya sendiri. Semuanya untuk Nadia.
Tapi ternyata wanita itu malah membalas semua pengorbanan Raymond dengan sebuah pengkhianatan. Bahkan dia tega berkerjasama dengan Brandon untuk menjebak Raymond, seolah-olah Raymond adalah orang yang sudah membunuh Tyas.
...****************...
Terlihat Raymond yang baru turun dari bus, kini pria itu sedang berdiri di depan vila. Namun, Raymond nampak mengerutkan keningnya ketika dia melihat keadaan vila yang sangat gelap gulita.
Raymond segera menelepon Nadia. Mungkin karena dia takut terjadi sesuatu kepada wanita itu. Tapi Nadia sama sekali tidak mengangkat panggilan teleponnya, membuat Raymond sangat merasakan cemas dan gelisah.
Raymond segera berlari menuju vila, kemudian pria itu berteriak memanggil nama sang kekasih sambil mengetuk pintu.
"Nadia! Kamu baik-baik saja, kan?"
Tok...
Tok...
Tok...
"Nadia!"
Tok...
Tok...
Tok...
"Nadia!"
Tapi karena Raymond tidak mendengar suara sahutan dari Nadia, Raymond memutuskan untuk segera masuk ke dalam vila begitu mengetahui bahwa pintu tersebut ternyata tidak dikunci.
"Nadia, kamu dimana?" Teriak Raymond dengan nafasnya yang terengah-engah sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling vila.
"Nadia!" Sekali lagi Raymond berteriak, sungguh dia sangat mengkhawatirkan sang kekasih. Apalagi suasana di dalam vila sangat gelap sekali.
Raymond sangat menyadari betul bahwa dirinya tidak bisa berkelahi sama sekali, sehingga dia memutuskan untuk menelpon polisi. Dia takut di dalam vila tersebut terdapat seorang penjahat.
Buuukkk...
Namun, tiba-tiba saja ada seseorang yang memukul kepala Raymond dari belakang dengan pipa besi, sehingga ponsel yang ada di dalam genggamannya terjatuh ke lantai.
"Shhh... Arrrghhh!" Raymond meringis, merasakan sakit pada kepala bagian belakangnya, sampai kepalanya itu bercucuran darah.
Raymond ingin membalikkan badannya untuk melihat wajah orang yang sudah memukulnya, tapi sayangnya pria itu telah kehilangan keseimbangan tubuhnya, akibat rasa pusing yang dia rasakan. Sehingga tubuhnya ambruk ke lantai.
"Shhh... Arrrghhh!" Raymond tersadar dari pingsannya, dia meringis kesakitan sambil memegang kepalanya yang telah terluka.
Raymond yang masih terbaring di lantai, dia terperanjat bukan main ketika membuka matanya lebar-lebar. Nafasnya bergemuruh hebat dan hidungnya kembang kempis, sampai pria itu segera berdiri dengan cepat.
Bagaimana dia tidak kaget, ketika dia membuka matanya dia melihat disampingnya ada mayat seorang perempuan yang sedang tergelatak di lantai dengan kondisi bersimbah darah. Bahkan ada pipa besi di dekat tangan wanita itu, mungkin karena Brandon ingin membuat seolah-olah Tyas telah melakukan perlawanan dengan memukulkan pipa besi pada kepala Raymond.
Bahkan Brandon sengaja meletakkan pisau yang dipenuhi dengan darah di dekat Raymond, agar polisi mengira bahwa Raymond sudah membunuh Tyas. Tentu saja Brandon sudah menghapus sidik jarinya di pisau tersebut, dan sengaja menyentuhkan tangan Raymond pada pisau itu.
Raymond segera merogoh saku celananya, untuk membawa ponsel. Dia ingin menelepon polisi, tapi dia sangat terkejut ketika dia tidak menemukan keberadaan ponselnya itu. Brandon memang telah merencanakannya dengan sangat matang.
"Dimana ponselku?" Lirih Raymond dengan ketakutan. Pria itu pun memutuskan untuk pergi dari vila, dia harus meminta pertolongan.
Tapi begitu Raymond membalikkan badannya, dia dikejutkan dengan keberadaan polisi yang baru saja masuk ke dalam vila sambil membawa senjata api.
"Angkat tangan! Saudara Raymond, anda kami tangkap atas dugaan pembunuhan terhadap Tyas Barack." Ucap salah satu polisi yang ada disana sambil menodongkan pistol ke arah Raymond.
Raymond sangat tidak terima dengan tuduhan tersebut, dia harus segera menjelaskannya. "Ini gak benar, Pak. Aku gak membunuh. Aku bukan seorang pembunuh."
Tapi sayangnya tidak ada yang mau mendengarkan penjelasan dari Raymond. Salah satu polisi yang ada disana segera memborgol tangan Raymond.
Raymond sangat tidak terima diperlakukan seperti seorang pembunuh. Dia berusaha untuk memberontak. "Aku mohon percaya padaku, Pak. Aku gak membunuh. Aku gak membunuh."
Bugh...
Mungkin karena Raymond terus memberontak, sehingga polisi yang berhasil memborgol tangannya itu meninju perut Raymond dengan sangat keras, membuat Raymond terbatuk-batuk dan muntah darah.
"Uhukkk... uhukkk..."
...****************...
Raymond telah ditahan selama dua hari. Semua bukti dan sidik jari telah menunjukkan bahwa seolah-olah memang dia pelaku pembunuhan terhadap Tyas.
Raymond diduga telah melakukan pembunuhan secara berencana, sehingga dia terancam akan mendapatkan hukuman mati. Apalagi Brandon sebagai suaminya Tyas, dia datang ke kantor polisi dengan keadaan sangat marah dan membabi buta, meminta Raymond untuk dihukum seberat mungkin karena sudah membunuh istrinya. Pria itu sangat pandai berakting.
"Dasar pembunuh! Aku tidak akan pernah maafkan kamu!" Bentak Brandon sambil menggebrak jeruji besi, memandangi Raymond yang sedang berada di dalam sel tahanan.
"Kenapa kamu tega membunuh istriku, heuh?" Bentak Brandon kembali sambil memelototkan kedua matanya. Seolah-olah pria itu benar-benar marah kepada Raymond.
Beberapa orang polisi yang ada disana berusaha untuk menenangkan Brandon.
"Aku gak membunuh istri anda. Saat itu ada seseorang yang memukul kepalaku, saat aku tersadar tiba-tiba aku melihat istri anda dengan keadaan sudah tidak bernyawa lagi. Pada malam itu, aku ingin bertemu dengan calon istriku. Dia menyuruh aku untuk datang ke vila. Aku juga sudah menjelaskan semuanya kepada polisi." Raymond berusaha untuk menjelaskan semuanya kepada Brandon. Sangat berharap ada seseorang yang mau mendengarkan penjelasannya.
Raymond sama sekali tidak menaruh curiga kepada Brandon. Justru saat ini Raymond sangat mengkhawatirkan Nadia, dia takut Nadia juga menjadi korban pembunuhan. Tentu saja dia sangat penasaran dengan perlaku pembunuhan yang sebenarnya. Mengapa harus menjebaknya seperti ini?
Kemudian seorang polisi berbicara kepada Raymond. "Jangan bicara omong kosong! Saya sudah menghubungi Nadia, untuk memastikan penjelasanmu itu. Tapi nyatanya saat ini Nadia sedang berada di luar kota. Dia bilang dia tidak pernah menyuruh kamu untuk datang ke vila. Semua bukti dan sidik jari sudah mengarah padamu. Lebih baik kamu diam dan akui kejahatanmu itu!"
Raymond tertegun mendengarnya. Pria itu nampak mematung dengan tatapan matanya yang sayu. Mungkin karena dia sangat terkejut ketika mendengarkan penjelasan dari polisi tersebut bahwa Nadia sama sekali tidak mengakui sudah menyuruh Raymond untuk datang ke vila pada malam kejadian itu.
Apakah mungkin Nadia sengaja menyuruhmu untuk datang ke vila karena ingin menjebaknya? Tapi kenapa Nadia tega melakukannya?
Hati Raymond sangat hancur berkeping-keping saat ini. Hatinya sangat merasakan sakit. Tangannya terkepal dengan kuat.
Kemudian pandangan Raymond beralih kepada Brandon yang berlaga pura-pura sedang murka kepadanya. Bukankah vila tersebut adalah milik istrinya Brandon? Itu artinya Brandon pun pasti memiliki akses di vila tersebut. Apalagi Raymond baru menyadari bahwa Brandon adalah bosnya Nadia. Apakah mungkin Brandon dan Nadia memiliki hubungan spesial?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!