Seperti biasa kantin SMA antariksa selalu ramai di jam istirahat. Anak-anak berhamburan untuk mengisi perut laparnya setelah menguras otak berjam-jam di kelas.
Kantin yang tadinya ramai tiba-tiba menjadi hening saat tiga siswa cantik memasuki kantin.
Mereka berjalan bak model di atas catwalk. Mengibaskan rambut panjangnya membuat kecantikan ketiga perempuan itu semakin terpancar.
Seragamnya yang ketat dan rok yang lebih pendek membuat lekukan tubuh mereka semakin terlihat. Tentu saja tidak ada yang berani menegur anak donatur terbesar SMA antariksa. Runa Liliana Mahendra anak semata wayang dari marga Mahendra. Pengusaha sukses dan kaya raya.
" gila makin cantik aja bebeb runa." celetuk Alex. cowok keturunan bule yang terkenal playboy.
Plak
" Sakit anjing." teriak Alex mengusap kepala belakangnya yang tiba-tiba di gampar.
" Mau mati lo!" ucap Deni menujuk laki-laki yang duduk tepat di depan Alex dengan dagunya.
" Hehe....sorry brother." kekeh Alex cengengesan.
Tubuhnya merinding saat melihat tatapan tajam yang mengarah padanya.
" Hai..." suara merdu menghampiri meja yang terisi empat laki-laki.
" Hai Amel....hai cika." balas Alex dan Deni berbarengan.
Amel dan Cika hanya memutar bola matanya malas mendengar sapaan cowok-cowok playboy cap buaya itu. Alex dan Deni memang terkenal suka gonta-ganti pasangan. Hampir semua siswa cantik pernah menjadi korban mereka. Tentunya kecuali mereka bertiga.
" Kok gue ngga di sapa sih!" protes runa pura-pura marah.
" Takut oyyy pawangnya galak." canda Alex tertawa kecil.
Runa balik tertawa menanggapi candaan alex. Matanya berpindah atensinya pada laki-laki yang dari tadi menatapnya intens.
" Hai...baby." Sapa runa tersenyum cerah. Kedua tangannya bertumpu pada meja tepat di depan laki-laki itu.
" Hmm."
" Ayo putus." dua kata yang keluar dari bibir kecil itu menarik atensi penghuni kantin. Suaranya yang cukup keras membuat para siswa mendengarnya.
Uhukk
Uhukk
Deni saja sampai tersedak kuah bakso yang tengah di seruputnya.
"Alamak perang ketiga ini." guman Alex lirih.
" Ulangi!" suara berat laki-laki itu terdengar menakutkan siapa saja yang mendengarnya.
Tentu tidak bagi runa. Hampir satu tahun menjalin hubungan. Ia sudah hafal dengan watak kekasihnya.
" Ayo kita putus Abi." runa kembali mengulangi ucapannya. mengabaikan tatapan tajam sang kekasih yang sebentar lagi jadi mantan.
" Kamu terlalu baik buat aku dan...." runa menggantung ucapnya. Ia mempersempit jarak keduanya.
Wajah keduanya begitu dekat. Mata mereka saling menatap dengan pandangan yang berbeda.
" Membosankan." lanjut runa.
Setelah perkataan runa yanga terakhir. Kantin semakin hening. Mereka seakan sedang menonton drama nyata didepannya. Menunggu reaksi sang pria yang terkenal dingin dan kejam di antariksa.
Tanpa menunggu jawaban dari sang mantan kekasih. Runa mengajak kedua sahabatnya untuk pergi.
" Cabut."
Abi merapatkan mulutnya namun mata tajamnya tak lepas dari sosok perempuan yang berjalan keluar dari kantin. Kedua tangannya mengepal kuat di bawah meja. Menahan emosi yang kapan saja bisa meledak.
" Den tampar gue." Ucap Alex pelan.
Plak
" Kok lo tampar gue sih!" Alex menatap protes Deni. Pipinya terasa panas dan perih.
" Kan elo yang nyuruh ogeb." bantah Deni.
" Anjir gue kira lagi mimpi." bisik Alex di telinga Deni.
Genta yang dari tadi diam. Hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah bodoh kedua sahabatnya.
" Gue terlalu baik dan membosankan?" Abi tersenyum miring mengulang kembali ucapan kekasihnya.
Belum tahu saja sudah berapa puluh nyawa yang habis di tangannya. Sepertinya kekasihnya itu perlu sedikit diberi hadiah kecil.
Sedangkan runa dan kedua sahabatnya tengah berada di kelas. Cika dan amel masih tidak percaya, akhirnya runa memutuskan pacar terlamanya itu. Lebih tepatnya sih salah satu pacarnya. Tentu saja runa bukan perempuan yang cukup hanya dengan satu laki-laki. Bahkan saat masih berpacaran dengan Abi, runa masih sering jalan dengan cowok lain di belakang kekasihnya.
" Sekarang tepati janji lo." tagih runa yang tengah mempoles bibirnya dengan lipstik berwarna pink.
" Iya...iya... Orang kita udah siapin dari lama kok. Lo nya aja yang masih betah sampe sekarang. Perasaan perjanjiannya dua bulan kok jadi satu tahun lebih." sindir Amel.
" Iya bener tuh, atau jangan-jangan lo udah cinta yah sama Abi." tuduh Cika menatap runa penuh curiga.
" Helloo..... bestieku yang cantik tapi lebih cantikan gue. Dengerin nih yah, Ngga ada dalam kamus princess runa ada kata jatuh cinta."
" Semuanya tuh ada timbal baliknya. Selama dia mampu nurutin semua keinginan gue mereka boleh jadi pacar gue." jelas runa memanyunkan bibirnya yang jadi lebih berwarna di depan cermin sedang di tangannya.
" Apa passwordnya sayang...."
" Selain donatur dilarang mengatur." kompak Cika dan amel sembari tertawa.
Memang runa berpacaran dengan Abi bukan tanpa sebab. Taruhan yang sahabatnya berikan satu tahun yang lalu cukup menarik. Sebuah jam tangan merek ternama limited edition yang saat itu sedang booming dan hanya di jual tiga buah di dunia.
Runa cukup mengajak Abian kaisar rakabumi menjadi kekasihnya hanya dalam waktu dua bulan. Sosok siswa laki-laki yang terkenal dingin dan kejam dengan prestasi yang memenuhi lemari piala SMA antariksa. Apalagi Abi terkenal anti kepada siswi-siswi yang mendekatinya. Ada juga kabar yang beredar jika abi adalah laki-laki homo.
Runa yang tidak pernah berpacaran dengan laki-laki semacam Abian tentu saja tertantang untuk mendekati Abi. Biasanya para pria lah yang mengejarnya lebih dulu. Dan benar saja saat pertama kali runa mengajak berkenalan. Dengan sombongnya dirinya di tolak laki-laki itu.
Tapi runa tidak pernah menyerah. Hampir setiap hari ia menempeli kemanapun Abi pergi. Di kelas, kantin, perpustakaan, lapangan bahkan kamar mandi, runa selalu mengikuti abi. Ya tentu saja saat di kamar mandi, runa hanya menunggu di depan pintu. Tidak mungkin dirinya ikut masuk. Bisa-bisa ia di panggil ke ruang BK karena di kira mesum. Bahkan kata-kata pedas yang Abi ucapan seperti angin lalu bagi runa. Pada akhirnya Abi menyerah saat itu.
" Lo yakin mau jadi pacar gue?" tanya abi serius.
Kedua tangannya mengurung tubuh runa yang lebih kecil dari tubuhnya menempel di tembok. Mereka tengah di depan gedung lab biologi.
"Iya gue tertarik sama lo, udah jelas kan?"
" Tertarik?"
" Yah, lo satu-satunya laki-laki yang ngga terpesona sama kecantikan gue di antariksa ini."
Abi tidak berhenti menatap bibir runa yang tidak berhenti tersenyum." terus loh mau apa?"
Dengan berani runa mengusap pipi kanan Abi. Mengelusnya begitu lembut.
" Kita pacaran?"
Woww sungguh Abi akui keberanian perempuan di depannya ini. Belum ada satupun orang yang berani memegang tubuhnya tanpa seijinnya.
Tersenyum tipis, abi memiringkan kepalanya. Mendekatkan wajahnya sampai hidung keduanya hampir bersentuhan.
" Okeh kita pacaran. Gue berharap lo ngga akan menyesal nanti."
***
Diparkiran Abi dan ketiga sahabatnya tengah duduk di atas motor tempat biasa mereka parkir. Dan hanya kendaraan mereka berempat yang boleh parkir di sana. Tentu saja dengan uang apapun bisa dilakukan.
Orang yang mereka tunggu-tunggu terlihat berjalan mengarah ke gerbang. Lebih tepatnya hanya Abi yang menunggu. Yang lain hanya menemani sebagai sahabat yang setia kemanapun sang bos pergi.
Tau jauh dari mereka runa, Amel, dan Cika berjalan santai. Sesekali mereka terlihat tertawa di sela-sela obrolannya.
" Run...ada mantan lo tuh." ucap Cika pelan menyenggol bahu kanan runa yang pertama kali menyadari keberadaan Abi dan gengnya.
Entahlah apa mereka sudah bisa di sebut mantan atau belum. Yang pasti kabar runa memutuskan Abi sudah tersebar luas seantero SMA antariksa.
" Bodo amat, gue ngga peduli." balas runa cuek.
Sejak ucapannya di kantin sikap runa berubah 360° derajat. Runa yang biasanya selalu menempel abi. Sekarang cuek bebek bahkan meliriknya saja tidak. Meskipun runa sadar dari tadi mantannya itu tak lepas menatapnya.
Tapi inilah sifat asli runa, ia akan bodo amat dengan apapun yang sudah bukan urusannya. Apalagi seseorang yang sudah tidak ia butuhkan.
Terdengar kejam tapi terbiasa hidup enak sejak kecil. membentuk pribadi runa yang angkuh dan sombong. Runa selalu berpikir apapun yang ia inginkan akan selalu ia dapatkan. Runa tidak butuh orang lain, tapi mereka lah yang butuh dirinya.
Mereka melewati Abi dan teman-teman nya seakan tidak saling mengenal.
" Lo yakin ngga ikut kita aja?" tanya Cika memastikan. Mereka tenang berdiri di depan gerbang. Juga ada supir Cika yang menunggu.
Diantara mereka bertiga hanya runa lah yang rumahnya tidak searah. Runa yang terbiasa berangkat dan pulang bersama mantan kekasihnya, hari ini ia harus memesan taxi setelah putus.
Karena supirnya sedang mengantarkan bundanya pergi. Sedangkan supir sang bunda sedang ijin. Ini juga salah runa sendiri karena tidak mengabari supirnya sejak awal. Pasalnya runa juga tidak tahu jika akan memutuskan hubungan hari ini. Ia hanya spontan saja saat Amel memamerkan jam tangannya di layar hp.
" Ya udah kita duluan yah." pamit amel dan Cika.
" Iya udah sana, kasian tuh supir lo lama udah lama nunggu." balas runa.
" Dadahh..."
" Bayy...."
Setelah mobil cika sudah pergi. Dela mengutak-atik hpnya memesan greb.
Tiba-tiba hp di tangannya melayang berpindah ke tangan Abi yang tiba-tiba muncul di sampingnya.
" Balikin hp gue." sentak runa berusaha merebut hpnya dari tangan Abi.
Namun Abi dengan sengaja memasukkan hp itu di saku celananya. Mata runa melotot melihat itu. Mau ngambil takut salah pegang bisa panjang urusannya nanti.
" Lo apa-apaan sih!" marah runa. Dirinya sudah capek setelah ulangan mendadak sebelum jam pulang. Sekarang ia hanya ingin pulang mandi dan tidur. Tapi mantannya itu sepertinya tidak akan mempermudah keinginannya.
" Pulang sama aku."
" Ogah." sewot runa melipat kedua tangannya di dada.
" Pulang sama aku atau hp kamu aku sita?" ancam Abi.
Runa menatap tajam Abi yang seenaknya. Tidak ada sejarahnya yah runa mau diantar oleh mantannya. Bagi runa jika sudah mantan berarti harus di buang.
" Kita itu udah mantan yah!"
" Bagi aku, kamu tetap pacar aku." bantah Abi.
" Ayok aku antar kamu pulang." Abi menarik tangan runa menuju motornya terparkir.
" Ihh lepas....gue ngga mau!" Runa meronta berusaha melepaskan tangannya yang di genggaman erat Abi.
Berulang kali memukul-mukul tangan Abi dengan tangan kecilnya. Tapi tidak ada hasilnya.
Akhirnya Runa menggigit tangan Abi kuat. Abi yang kaget membuat genggamannya terlepas. Runa tidak menyia-nyiakan kesempatan itu langsung saja dirinya berlari menjauh. Kebetulan teman kelasnya sedang lewat.
" Roy gue nebeng dong."
Roy yang melihat Abi berlari ke arahnya menatap runa yang berdiri dengan puppy eyesnya.
" Naik."
Runa tersenyum lebar. Ia langsung naik ke jok motor Roy. Setelah Runa naik roy langsung melajukan motornya meninggalkan area sekolah. Runa menjulurkan lidahnya mengejek ke arah abi saat jarak keduanya semakin dekat.
Dengan sengaja tangannya memeluk pinggang Roy. Abi menendang angin melampiaskan kekesalannya.
"Sial, awas kamu baby."
***
Motor Ducati berwarna merah berhenti di depan gerbang rumah mewah.
Runa turun dari motor itu, melepaskan helmnya." Btw makasih yah tumpangannya."
" Iya santai." Roy menerima helm yang tadi di pakai runa.
" Mau mampir, ehh tapi jangan deh bokap gue galak." ucap runa menakut-nakuti.
" Hahaha....nanti aja kali udah jadi calon mantu." canda Roy tertawa kecil.
" Ngarep loh."
" Hahaha."
" Udah sana pulang loh, entar di cariin emak lo lagi. Kan anak mamah." sindir runa tertawa mengejek.
" Sialan lo."
" Ya udah gue pergi yah. Salam buat bokap sama nyokap lo." pamit Roy.
" Hmm."
Runa masuk kerumahnya setelah motor Roy tidak terlihat. Ya iyalah cepet orang rumahnya di samping rumah runa.
Runa dan Roy memang tetanggaan. Bahkan mereka berteman sejak kecil.
Sampai rumah runa langsung masuk ke kamarnya. Ayah dan bundanya juga belum pulang. Jadi ia memilih untuk mandi dan tidur sebentar. Tubuhnya rasanya sangat lelah hari ini.
Kamar runa sangat besar dengan tema pink soft. Terdapat ranjang yang cukup besar dengan boneka beruang berwarna putih berukuran besar di atas kasurnya. Meja rias yang penuh dengan alat-alat kecantikannya. Sofa dan meja di pojok ruangan yang mengarah ke balkon.
Juga ada ruangan walking closet yang berisi semua pakaiannya juga aksesoris seperti jam tangan, sepatu, sendal, topi, tas dan masih banyak lagi. Tentunya juga dengan kamar mandi dalam yang di desain sendiri oleh runa. Kamar mandi luas yang tersedia shower dan bathtub. Juga tempat cuci tangan dengan cermin besar.
Runa termasuk tipe perempuan yang sangat suka kebersihan. Setiap hari kamarnya harus di bersihkan dengan teliti dan barang-barangnya harus sesuai tempatnya. Dan runa hanya percaya pada satu maid yang membersihkan kamarnya. Namanya mbok siti, wanita paruh baya yang mengurusnya sejak ia bayi. Jadi runa sangat dekat dan percaya kepada mbok Siti itu.
Menjadi anak tunggal tidaklah semenyenangkan itu. Apalagi dengan orang tua yang selalu sibuk bekerja membuat runa sering kali kesepian. Saat kecil runa hanya bermain di temani mbok Siti. Ia tidak bisa bebas bermain dengan anak kecil yang lain dengan leluasa.
Terlahir dari keluarga pengusaha yang sukses pastinya juga ada sisi negatifnya. Seperti saingan bisnis ayahnya yang bermain licik bahkan mereka rela menukar nyawa hanya untuk jabatan yang lebih tinggi. Barulah saat runa SMP bundanya sudah tidak menjadi sekretaris ayahnya. Sekarang di gantikan om Reno sebagai sekretaris ayahnya.
Malam hari di kediaman Mahendra.
" Tumben tadi minta di jemput supir sayang?" tanya Laras bunda runa.
Keluarga kecil Mahendra tengah makan malam di ruang makan.
" Emangnya Roy kemana?" tanya Hendra setelah meminum air putih.
" Tadi pulang sama Roy." balas runa.
Memang kedua orang tuanya tidak ada yang tau kalo runa sudah menjalin Hubungan dengan laki-laki. Bahkan sejak kelas 10 sampai sekarang kelas 12.
Hendra maupun Laras melarang keras putri tunggalnya cinta-cintaan saat SMA. Tentu Hendra tidak terima sampai putri tersayangnya di sakit laki-laki lain. Ia hanya percaya kepada Roy untuk menjaga runa. Selain karena sudah tetanggaan, Hendra dan bima ayah Roy juga sahabat sejak SMA. Jadi mereka sudah seperti keluarga.
Andaikan mereka tau kalau putri merekalah yang sering membuat laki-laki patah hati. Bisa-bisa Laras jantungan saat tau kelakuannya di sekolah.
" Bunda kira kamu lagi marahan sama Roy."
" Ngga lah bunda, emang kita anak kecil apa masih suka berantem." bantah runa.
" Ohh yah....terus siapa yang kemarin ngambek tiga hari gara-gara di tinggal Roy pergi ke bandung." sindir Hendra tersenyum mengejek.
" Ngga tau tuh, runa amnesia."
" Ohhh mau ayah telfon Roy nih..." Hendra pura-pura merogoh sakunya seakan mengambil hp.
" Ihh ayah apaan sih, iya...iya runa yang ngambek. Besar kepala nanti dia kalo tahu."
" Lagian gengsi banget anak ayah ini kaya bunda kamu aja." ucap Hendra mengusap kepala putrinya tapi matanya melirik istrinya.
" Enak aja bunda di bawa-bawa, kamu tuh mas gengsinya yang tinggi sejak dulu." balas Laras tak terima di tuduh.
" Lah bukannya kamu yang suka sama mas duluan tapi ngga ngaku." goda Hendra menaik turunkan alisnya.
" Ihh ngga yah." bantah Laras tapi pipinya bersemu merah malu.
Runa memutar bola matanya malas. Ini kenapa jadi mereka yang flashback.
***
Di kamar runa tengah vidio call dengan kedua sahabatnya. Runa merebahkan tubuhnya di kasur dengan laptop yang menyala yang menampilkan gambar Cika, Amel, dan dirinya yang memenuhi layar leptop berlogo apel krowak.
[Iya kesel banget gue, mana itu hp kesayangan gue lagi.] adu runa memasang wajah cemberut.
[Terus gimana? mau lo ambil besok?] tanya Amel.
[ Iyalah besok gue ambil.]
[Tumben pricess runa kalah sama cowok?] ucap Cika di sebrang.
[Ini bukan masalah kalah menang yah, tapi tadi gue udah capek banget habis ulangan malah kena copet.] balas runa menyebut Abi copet.
[Mana ada copet seganteng Abi run.] ucap Cika.
[Lah itu, dia ambil hp gue tanpa ijin. Apa namanya kalo bukan copet.] bantah runa.
Mereka cukup lama saling ngobrol lewat vc. Hanya membahas hal-hal random tidak penting. Setidaknya dengan ini runa cukup melupakan hpnya sampai besok.
Tok
Tok
" Sayang ada Roy nih di bawah." panggil Laras mengetuk kamar putrinya.
" Iya bunda sebentar."
Cklek
" Ngapain malam-malam Roy ke sini bun?" tanya runa.
" Katanya mau ngajak kamu keluar."
"Kemana?"
" Kamu tanya sendirilah, bunda mana tau." balas Laras.
Runa menuruni tangga menuju ruang keluarga.
Terlihat Roy dengan duduk di sofa sembari menonton tayangan tv yang menyala.
" Emang ada yang nyuruh lo makan?" sindir runa yang melihat stoples kripik kentang pedas kesukaannya di pangkuan Roy.
" Hehe.... habisnya enak." ucap Roy menampilkan gigi putihnya.
" Makanya beli."
" Kalo ada yang gratis kenapa harus beli."
" Mau pergi kemana?" tanya runa mengabaikan kripiknya yang tinggal setengah.
Runa ikut duduk di sofa depan Roy duduk. Mengambil bantal sofa menaruhnya di atas pangkuannya.
" Gua pengin makan bakso mang Iwan nih, temenin yuk."
Bakso mang Iwan memang terkenal sangat enak. Meskipun warungnya lesehan tapi di jamin bersih dan higienis. Warungnya pun tidak jauh dari komplek perumahan mereka. Hanya cukup jalan kaki.
" Okeh tapi tlaktir yah."
" Gampang lah."
" Gue siap-siap dulu."
"Hmm."
Kalo soal bakso runa tidak pernah menolak. Bakso menjadi salah satu makanan favorit runa yang harus ia makan minimal tiga kali dalam satu Minggu.
Meskipun terlahir hidup mewah bukan berarti runa tidak suka makanan pinggir jalan. Adalah satu dua yang ia suka.
Kembali ke kamar runa hanya mengambil kardigan dan mempoles bibirnya dengan lipstik agar tidak kering. Meski kenyataannya bibirnya selalu terlihat basah dan pink. Sangat idaman perempuan-perempuan.
" Yok jalan."
" Bunda runa pergi dulu yah." pamit runa berteriak agar bundanya yang di dalam kamar mendengar.
" Kebiasaan, ngga sopan." Roy menyentil kening runa pelan.
" Ihh sakit tau." rengek runa lebay.
" Ululuh....bayina om Hendra kesakitan." goda Roy mengusap-usap bekas jentiknya.
" Gue ngambek nih." ancam runa tidak suka di anggap bayi. Heyy dirinya sudah hampir tujuh belas tahun ya enak ajah di panggil bayi.
" Gitu aja ngambek." Roy memeluk leher runa agar berjalan.
" Ishhh....awas." runa menghempaskan tangan Roy di lehernya. Dikira tidak berat apa, berat banget lohh.
Komplek tempat mereka tinggal tidak banyak penghuninya. Hanya ada sekitar tiga puluh rumah yang menempati. Jadi suasananya juga tenang dan nyaman.
Karena perumahan di sini harganya cukup mahal. Hanya orang-orang yang benar-benar kaya yang bisa menghuni di sini. Tentu saja penjagaan yang juga sangat ketat. Tidak sembarang orang bisa keluar masuk.
" Non runa sama den Roy mau kemana nih malam-malam." sapa satpam yang berjaga di depan pagar.
" Biasa pak nemenin bocil makan bakso."
" Enak aja, lo yah yang ngajak gue. Dasar fitnah." bantah runa berdecak pinggang.
" Hahaha ya udah sok atuh." balas satpam itu membuka gerbang agar keduanya bisa keluar.
Warung bang Iwan di sebelah kiri gerbang kompleks tidak terlalu jauh. Warungnya saja sudah terlihat dari sini.
Malam ini warung bang iwan tidak terlalu ramai. Membuat runa sangat senang. Ia memang tidak terlalu suka pergi ke tempat yang berisik karena itu sangat menggangu.
Runa memilih mencari tempat duduk, sedangkan Roy yang memesan. Ia memilih tempat duduk yang menghadap ke jalan raya. Melihat kendaraan yang berlalu lalang memanjakan mata.
Disini tidak hanya ada warung bakso. Banyak pedang kaki lima yang mangkal. Seperti penjual tahu golek, mie ayam, sate, wedang ronde, segala jenis es, dan goreng-gorengan.
" Nih persenan lo." Roy menyodorkan semangkok bakso berisi, bakso bulat besar isi daging, bakso urat, bakso kecil, juga tetelan.
" Ihhh makasih." dengan tangan kecilnya runa mulai meracik berbagai saos ke dalam mangkuknya.
" Jangan banyak-banyak." tegur Roy menahan tangan runa yang hampir memasukkan sendok sambal yang ketiga kalinya.
" Ihhh ngga enak kalo ngga pedes." Protes runa.
" Mau lo masuk rumah sakit lagi."
Runa memanyunkan bibirnya namun tak berani membantah. Siapa juga yang mau masuk rumah sakit.
Meskipun pencinta makanan pedas namun lambung runa tidaklah sekuat itu untuk bisa tahan dengan cabai. Ia pernah masuk rumah sakit selama satu Minggu karena memakan makanan seblak idaman ciwi-ciwi geng Z.
Tentu Hendra dan Laras marah besar saat tau putrinya makan makanan sembarangan. Laras tidak berhenti menasihati runa agar tidak makan jajanan pinggir jalan lagi.
Roy terkekeh kecil saat melihat runa menggeleng-gelengkan kepalanya ke kanan-kiri setiap mengunyah bakso.
Apakah memang itu kebiasaan perempuan jika mereka menyukai makanan yang mereka suka? Entahlah Roy tidak tau. Tapi yang pasti runa selalu melakukan hal itu.
" Habis." lapor runa menunjukkan mangkuknya yang sudah kandas tinggal kuah sedikit.
" Mau lagi?" tawar Roy.
" Ngga udah kenyang gue." ucap runa mengelus perutnya yang sedikit membuncit karena kekenyangan.
Roy tersenyum mengusap kepala runa.
" Bentar lagi gue selesai."
Runa hanya mengagukan kepalanya. Ia sibuk mengamati orang-orang yang mulai ramai. Mungkin karena semakin malam jadi banyak anak-anak muda yang nongkrong.
" Mau pulang atau jalan-jalan dulu?"
" Pulang aja gue udah ngantuk." balas runa. Matanya juga sudah mulai merah tanda mengantuk.
" Bentar gue bayar dulu." ucap Roy yang di balas anggukan kepala runa.
***
" Gue denger-denger lo udah putus sama Abi." ucap Roy memecah keheningan.
Mereka tengah berjalan pulang.
" He'em." balas runa cuek.
" Kenapa?" tanya Roy penasaran.
Perasaan yang ia lihat hubungan keduanya terlihat baik-baik ajah. Jika kalian pikir ada something di antara keduanya, kalian salah besar.
Roy benar-benar murni menganggap runa sebagai adiknya, juga runa yang sudah menganggap Roy sebagai abangnya.
Sebenernya Roy sedikit setuju dengan hubungan runa dengan Abi dari pada pacar-pacar runa sebelumnya yang menurutnya kurang baik.
Sedangkan Abi meskipun terkenal dingin dan irit bicara. Tapi Roy tahu kalo Abi anak yang baik. Apalagi dengan prestasinya yang membawa nama baik sekolah. Meskipun ia jarang berkomunikasi langsung dengan Abi.
Hanya beberapa kali itu pun saat runa memberi tahu ia menjalin hubungan dengan Abi.
" Gue ngga suka cowok yang ngebosenin dan lurus. Masa apa-apa harus gue dulu yang peka. Dia cuma bisanya iya-iya doang." ucap runa.
" Aneh lo di kasih cowok yang baik salah yang nakal komplen. Mau loh apa sih markonah."
" Yang menantang gitu, ngajak gue naik gunung, naik motor ngebut di jalan, ngajak gue bolos sekolah, pokoknya gitu deh pasti seru banget." ujar runa membayangkan cowok idamannya.
" Dan nama gue runa Liliana Mahendra bukan markonah." tambah runa.
" Terserah lo deh." Roy angkat tangan jika harus menasihati sahabatnya itu. Ada aja jawabannya kalo lagi di kasih tahu.
" Udah sana masuk." suruh Roy saat mereka sudah tiba di depan rumah runa.
" Iya, inget yah mulai besok loh anter jemput gue lagi yah."
" Hmm."
Saat masih pacaran dengan Abi, dari rumah runa memang selalu di antar Roy namun di tengah jalan ia akan meminta berhenti dan berpindah ke motor pacarnya. Agar orang tua runa tidak curiga.
Awalnya Roy menolak tapi dengan segala ancaman tuan putri akhirnya Roy hanya pasrah. Untunglah sampai mereka putus om Hendra tidak tau. Kalo ketahuan mau di taruh di mana mukanya. Pasti Roy malu banget karena tidak bisa mengemban amanah om Hendra.
" Udah pulang sayang?" tanya Laras yang tengah menonton tv dengan ayahnya yang tiduran di paha Laras. Romantis sekali bukan.
" Bunda kok mau nahan beban seberat itu?" sindir runa melirik ayahnya yang anteng tak menghiraukan kehadirannya.
Hendra memang terkenal bucin Jika sudah menyangkut sang istri.
" Orang sirik kuburannya sempit." balas Hendra semakin menduselkan kepalanya ke perut sang istri.
" Mau bayii." guman Hendra pelan.
" Hehh!....ngga mau ayah runa punya adik. Awas aja kalo tiba-tiba dengar bunda hamil. Runa bakal kabur ke rumah nenek." ancam runa. Enak saja dirinya yang hampir lulus SMA punya adik. Bisa jadi bahan ketawaan sahabat-sahabatnya nanti.
" Orang ayah sama bunda yang buat kok kamu yang sewot." Hendra memang senang sekali menjahili putrinya.
Toh siapa juga yang mau punya anak lagi. Satu aja udah bikin pusing tujuh keliling apalagi tambah. Bisa-bisa ia mati muda.
Hendra juga tidak sanggup jika harus melihat istrinya berjuang keras melahirkan lagi. Cukup satu kali ia melihat istrinya kesakitan.
" Pokoknya runa ngga terima punya adik titik." teriak runa sembari menaiki tangga.
" Suka banget sih jailin anaknya." gemas laras mengusap-usap kepala suaminya.
" Hehe....Ayuk sayang." Hendra mengubah tubuhnya menjadi duduk menatap istrinya penuh cinta.
" Kemana?" tanya Laras bingung.
" Buat adek, aku kangen." ucap Hendra tiba-tiba mengangkat tubuh istrinya bridal style.
" HEHH!"
Pagi-pagi runa sudah bersiap dengan seragam sekolahnya. Di depan meja riasnya runa menyisir rambut panjangnya. Tidak lupa menyelipkan jepit rambut berbentuk sepasang kelinci berwarna putih. Yang membuat runa semakin imut. Tidak lupa bedak bayi dan lipstik agar tidak pucat.
" Okeh siap mari kita berangkat."
Hari ini runa sangat bersemangat. Setelah satu tahun lebih akhirnya dirinya bergelar jomblo kembali.
Tentu dengan gelar jomblonya, runa harus tampil cantik agar bisa menggaet para pria untuk mengejarnya. Jiwa playgirl nya meronta-ronta. Meskipun tanpa berdandan juga laki-laki mengantri ingin jadi pacarnya.
" Good morning bunda tercinta, good morning ayahanda yang kaya raya." sapa runa tersenyum lebar menyambut Hendra dan Laras yang sudah duduk di meja makan.
" Aduh kayanya anak bunda bahagia banget hari ini." ucap Laras melihat putrinya yang tidak berhenti tersenyum.
" Runa mah selalu bahagia bunda, apalagi kalo tanggal muda." balas runa sembari menggigit roti dengan selai coklat.
" Tanggal muda tanggal tua buat kamu mah sama aja." balas Hendra menyeruput teh buatan istri tercinta.
" Tidak penting tanggal ayahandaku yang penting transferan lancar hati pun senang." balas runa.
" Pelan-pelan sayang." tegur Laras saat melihat runa meminum susunya terburu-buru.
" Ahhh.....udah telat bunda, runa berangkat dulu yah." Runa bergantian mencium pipi ayah dan bundanya.
" Dadahh." pamit runa pergi.
" Hati-hati sayang." teriak Laras saat runa buru-buru pergi.
" Telat dari mana orang baru jam enam. Aneh anak kamu Bun." ucap Hendra mengecek jam di tangannya.
" Anaknya rajin kok di bilang aneh, ada-ada kamu mas." balas Laras menyelesaikan sarapannya. Hari ini ia berniat akan ikut suaminya ke kantor.
Runa membuka gerbang rumah Roy tanpa permisi. Sudah biasa, bahkan runa selalu menganggap rumah om bima itu rumah keduanya.
" Pagi Tante." sapa runa yang melihat Mira mamah Roy tengah menyiapkan sarapan.
" Ehh cantik.....pagi juga sayang."
" duduk-duduk, kamu udah sarapan belum?" tanya Mira.
" Udah tadi, Roy mana Tan?" tanya runa yang tidak melihat batang hidung sahabat kecilnya yang berbeda tiga bulan.
" Tuh Roy." ucap Mira yang melihat putranya baru turun.
" Apaan sih pagi-pagi udah berisik ajah." ucap Roy menuruni tangga. Suara brisik runa membuat telinganya terganggu.
" Ngga boleh gitu sayang!" tegur Mira pada putranya.
" Marahin aja Tante." Kompor runa.
" Diem bocil." Roy mendudukkan pantatnya di kursi samping runa.
" Ehhh anak cantik udah siap aja, rajin banget." ucap bima yang baru bergabung.
" Pagi om."
" Pagi juga sayang."
" kok runa ngga ikut makan?" tanya bima menatap putri sahabatnya.
" Tadi udah di rumah, jadi mau minum jus aja." balas runa menampilkan cengir nya.
Keluarga bima menikmati sarapan paginya di temani runa yang asik meminum jusnya.
" Cepetan naik!"
" Tungguin tali sepatu gue lepas." rengek runa yang jongkok di teras rumah Roy.
Beberapa kali runa mencoba untuk mengikatnya namun berakhir tidak rapi atau malah jadi aneh bentuknya.
" Ngga bisa royy.... bantuin." mata runa sudah mulai berkaca-kaca. Ia memang payah jika urusan mengikat sepatu. Padahal runa sudah sering belajar tapi tetap saja hasilnya jelek. Sedangkan runa selalu mau yang sempurna.
" Ck'..... nyusahin banget sih bocil." Roy jongkok di depan runa. Menarik tali sepatu runa. Dalam beberapa detik saja tali sepatu runa sudah tapi terikat.
" Jangan panggil aku bocil paman!"
Roy menarik tangan runa untuk berdiri. Memakaikan helem berwarna pink di kepala kecil runa. Selain tidak bisa mengikuti sepatu, runa juga tidak bisa mengaitkan helm.
" Kaya gini masih ngga mau di panggil bocil?"
" Ngga tau ngga denger." runa naik motor besar itu di bantu Roy. Tangannya memeluk pinggang sahabatnya agar tidak jatuh.
" Sapiii...gooooo."
Roy mendengus pelan mendengar ucapan runa. Enak saja Ducati nya di samakan dengan sapi uncle mutho.
Mengegas motornya membelah jalanan yang mulai ramai. Sebisa mungkin Roy menghindari lewat jalan utama yang terkenal macet. Ia lebih suka dengan jalan sepi dan tenang.
Mereka berhenti di lampu merah. Tak sengaja mata bulat runa melihat sekelompok motor yang sangat ia kenali yang juga ikut berhenti tak jauh di belakang.
" Jalan Roy udah hijau itu." runa menepuk pundak Roy.
" Iya,iya sabar ngapa sih?"
Runa menengok kebelakang, benar saja motor-motor yang tadi berhenti di lampu merah mengikuti mereka.
" Lelet banget sih nih motor, cepetan royy."
" Haaah?.....Apaaa?." Roy sedikit menengok wajahnya kebelakang saat mendengar suara runa yang kurang jelas.
" Ngebutt royyyy!" teriak runa di telinga Roy yang tertutup helem saat melihat motor Abi mulai dekat.
Ya motor di di belakang yang mengikuti mereka adalah motor mantan kekasihnya dan antek-anteknya.
" Haah? rambut? rambut lo kenapa?" Roy ikut berteriak.
" Setan!" umpat runa kesal.
" Apasih cill ngga jelas banget."
Di belakang empat motor mengikuti mereka. Sengaja menjaga jarak tidak terlalu jauh juga tidak terlalu dekat. Motor Roy tiba di depan gerbang, ia memarkirkan motornya berjejer rapi di tempatnya.
" Lo tadi ngomong apa, gue ngga denger?" tanya Roy sembari melepaskan helem di kepala runa.
" Ngga jadi." balas runa cemberut.
" Idih kenapa tuh bibir di maju-majuin, minta di cium? sana minta sama Abi."
" Ngapain sih bawa-bawa mantan ngga jelas banget." entah kenapa runa jadi sebal saat mendengar nama mantannya yang itu. Apalagi perkara hp nya kemarin yang di ambil secara paksa dan belum di kembalikan sampai sekarang.
" Lagian ya nih bibir masih suci." imbuh runa menyentuh bibir pink nya.
Meskipun sering bergonta-ganti pasangan, runa sangat menghindari physical touch. Mentok-mentok hanya berpegang tangan.
" Iya deh yang paling suci."
" Ana aku mau bicara sebentar." tiba-tiba Abi menarik tangan runa yang hendak pergi bersama Roy.
" Ihh...lepas!" runa menghempaskan tangan Abi yang lancang menyentuhnya. Namun sulit karena abi cukup kuat menahannya.
" Boleh gue bawa ana sebentar?" ijin Abi pada Roy.
Meskipun Abi tidak perlu meminta ijin pada Roy, tapi ia tau kekasihnya itu sangat dekat sahabat kecilnya. Ia pun tidak cemburu karena sejak awal sudah tahu hubungan keduanya.
Berpikir sebentar akhirnya Roy mengagukan kepalanya. Sepertinya mereka butuh waktu berdua.
" Inget jangan kasar, omongin baik-baik!" ucap Roy menepuk pundak Abi dua kali.
" Roy jangan tinggalin gue!" teriak runa melihat Roy yang berjalan santai membiarkan dirinya bersama Abi.
" Kelarin dulu urusan loh." ucap Roy mengangkat tangan kanannya tanpa membalikkan badan.
" Sialan lo Roy!"
" Jangan mengumpat ana aku ngga suka." tegur Abi menarik tangan runa agar mengikutinya.
Saat masih pacaran Abi memang lebih suka memanggil kekasihnya ana. Katanya agar berbeda dari yang lain.
" Lo mau bawa gue kemana woyy?" teriak runa yang sedikit kesulitan mengikuti langkah panjang Abi.
" Aku kamu ana!" protes Abi setelah mendudukkan runa di kursi taman belakang sekolah yang jarang anak-anak datangi.
" Lo lupa kita udah putus hah?"
Saat berpacaran Abi memang tidak menuntut banyak hal dari runa. Justru runa lah yang sering memanfaatkan Abi dengan menguras ATMnya dan mantan kekasihnya itu tidak masalah.
Hanya saja Abi meminta agar mereka tidak menggunakan loh gue katanya itu tidak sopan jika status mereka pasangan. Sebenarnya runa ogah menuruti tapi demi taruhan itu akhirnya Runa sedikit menurunkan egonya menuruti permintaan Abi.
Toh sejak dulu ia pacaran tidak ada mantannya yang memintanya mengunakan aku kamu saat berbicara. mereka lebih suka menggunakan panggilan sayang seperti baby, bub, sayang, cintaku, dan masih banyak lagi. Sudah bisa dibayangkan bagaimana tersiksa dirinya saat masih menjalani hubungan dengan cowok yang irit bicara dan kaku.
Tapi anehnya runa bisa bertahan sampai satu tahun. Apa mungkin dirinya di guna-guna? Entahlah. Atau mungkin karena uang Abi lancar?
Diantara para mantannya memang hanya Abi lah yang banyak mengeluarkan uang untuknya.
" Emang aku iya in?" Abi balik bertanya.
Runa tidak menjawab ia melipat kedua tangannya di dada memalingkan muka.
Abi berjongkok di depan runa. Mengamati wajah kekasihnya yang sudah satu hari sangat ia rindukan. Biasanya setiap malam mereka akan vc sampai tertidur.
" Kenapa kamu tiba-tiba minta putus? Aku ada salah?" tanya abi lembut.
Tangannya menyingkirkan anak rambut yang nakal menutupi wajah cantik runa. Membawanya di belakang telinga
" Lo ngga denger kemarin gue bilang apa?" runa menyingkirkan tangan Abi dari rambutnya.
" Gue.udah.bosen.sama.lo!" ucap runa menekan setiap katanya. Ia menatap mata tajam Abi.
Abi terdiam mendengar kalimat itu terulang kembali. Tatapannya berubah lebih tajam .
" Bosen?.....Hahaha." tiba-tiba tawa mengerikan keluar dari bibir abi.
Abi mencengangkan senderan kursi mengurung tubuh runa. Mata tajam yang biasa memandang lembut runa kini berubah bak mata seekor elang yang siapa membunuh mangsanya.
" Denger ini baik-baik, lo sama gue ngga akan pernah putus. Sampai kapanpun yang udah jadi milik gue akan tetap jadi milik gue. Termasuk lo runa Liliana Mahendra."
" Mata ini...." Abi menyentuh kedua mata runa membuat sang empu menutup matanya. Takut tiba-tiba di colok.
" Hidung, bibir...." Abi mengusap lama bibir kecil ini yang dengan berani mengatakan kata putus.
Tubuh runa mulai bergetar. Nafasnya mulai tidak beraturan. Entah hilang kemana keberanian dalam tubuhnya. Tubuh runa kaku seperti es.
Ia seperti tidak mengenal sosok di hadapannya ini. Abi yang ia kenal hanyalah laki-laki penurut dan irit bicara bukan seperti psikopat.
" bahakan nafas ini semua milik gue." hembusan napas Abi menyentuh kulit wajah runa.
"You are mine!" bisik Abi rendah di telinga runa.
Abi melumat bibir runa kasar. Melampiaskan amarahnya yang berkobar di dadanya. Tangannya membingkai kepala runa agar tidak berontak. Mengabaikan pukulan-pukulan kecil yang runa berikan.
" Ehmm...." runa berusaha melepaskan pangutan keduanya. Tapi apalah daya kekuatannya kalah dengan tubuh Abi yang lebih besar.
Runa mengepalkan kedua tangannya kuat. Tanpa sadar air matanya membasahi pipinya. Lelah berontak akhirnya Runa pasrah membiarkan Abi menciumnya dengan bebas.
Abi yang merasakan air mata dela menyentuh pipinya. Ia melepaskan bibirnya meski tak rela. Dengan santai Abi mengusap air mata runa yang semakin deras mengalir dengan senyuman kecil di bibirnya tanpa ada rasa bersalah.
" Hiks....hiks."
" Ssstss....tenang baby it's okey." bukannya berhenti runa malam semakin mengeraskan tangisannya mendengar ucapan Abi.
Abi membawa runa ke dalam pelukannya. Mengusap bahu runa agar tenang.
" Jangan menguji kesabaranku ana, aku tidak sebaik itu." ucap Abi pelan namun menusuk.
" Kalo sampai aku dengar kata putus lagi dari bibir ini, aku perkosa kamu!" bisik Abi matanya menatap tajam hamparan bunga-bunga indah di depannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!