Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan bagi siswa siswi SMA. Pagi seluruh siswa dan siswi SMA Global diminta untuk berkumpul di lapangan, karena kepala sekolah yang akan langsung mengumumkan kelulusan mereka dan memberikan sepatah dua patah kata pada seluruh siswa siswi. Semuanya sudah berbaris dengan rapi dan siap mendengarkan pengumuman kepala sekolah.
"Selamat pagi anak-anak!" Kepala sekolah mengawali dengan menyapa seluruh siswa.
"Selamat pagi, pak!" Jawab serentak seluruh siswa.
"Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa bapak yang akan mengumumkan kelulusan kalian semua secara langsung pada anak-anakku sekalian. Bapak sebagai kepala sekolah merasa bangga pada kalian, karena di angkatan kalian ini banyak yang berprestasi dan membanggakan sekolah kita. Bapak mengapresiasi dan berterima kasih pada kalian yang telah mengharumkan nama sekolah" wajah kepala sekolah tampak berseri-seri.
"Nah, langsung saja bapak umumkan bahwa semua siswa dan siswi SMA Global lulus seratus persen!" Ucap kepala sekolah dengan lantang. Sontak seluruh siswa berteriak sambil melompat-lompat untuk meluapkan kebahagiaan mereka. Tak terkecuali Alex, Silva dan Marco. Mereka bertiga berpelukan untuk merayakan kelulusannya.
Alex dan Marco adalah dua siswa yang beruntung karena bisa akrab bahkan bersahabat dengan Silva, yang merupakan primadona sekolah dan semua siswa diangkatannya memimpikan untuk bisa mengenal Silva lebih dekat lagi. Bukan hanya parasnya yang cantik, sifatnya yang humble pada semua orang tanpa memandang status sosial. Juga berprestasi di bidang olahraga dan selalu diutus untuk mewakili sekolahnya pada kompetisi antar SMA se-Jakarta, membuat semua siswa jatuh hati padanya dan menilai kalau Silva ini paket lengkap sebagai wanita idaman.
Namun dibalik popularitasnya, tak jarang juga ada yang merasa tersaingi dengan Silva dan iri karena Silva digandrungi oleh hampir semua siswa disekolah. Tapi, Silva tidak ambil pusing dan tidak peduli dengan hal semacam itu.
Setelah selesai menyampaikan pengumuman, kepala sekolah meminta para siswa untuk membubarkan diri dan bebas merayakan kelulusan mereka hari ini.
Alex, Silva dan Marco memilih langsung pulang dan merayakan kelulusan mereka di tempat lain.
"Sil, mau kemana?" Tanya salah satu temannya, yang berpapasan dengan mereka bertiga.
"Mau balik lagi, aku males kalau coret-coretan gitu" jawab Silva sekenanya.
"Oh... Ya udah, aku mau gabung sama yang lain, dadah" katanya, lalu beranjak pergi sambil melambaikan tangannya.
"Silva, bukannya kita_" belum sempat Marco menyelesaikan perkataannya, dengan cepat Silva menyela.
"Sssstt! Jangan keras-keras ngomongnya, nanti kalau ada yang dengar, pasti pada pengen ikut" kata Silva dengan sedikit pelan.
"Lagian aku maunya cuma kita bertiga aja, sekalian ada yang pengen aku omongin ke kalian" lanjut Silva.
"Mau ngomong soal apa?" Tanya Alex penasaran.
"Iya, Sil, kenapa gak ngomong disini aja sih" Marco menimpali.
"Udah, gak usah banyak cingcong, nanti juga tahu pas nyampe dibtenoat yang aku maksud" Silva merangkul pundak kedua pria di kiri dan kanannya, jalan beriringan ke parkiran.
"Oh iya, Co, nih.... Kamu yang bawa" Silva memberikan kunci mobilnya pada Marco.
"Sil, kamu yang bener aja, masa iya Marco yang nyetir sih" kata Alex yang bingung karena Silva meminta Marco untuk menyetir. Karena sepengetahuan Alex, Marco tidak bisa menyetir mobil.
"Bener dong, Lex, mana mungkin aku main-main untuk gak seperti ini" Silva meyakinkan Alex.
Namun, Alex sulit untuk percaya, walaupun Silva meyakinkan dirinya.
"Kamu pasti bingung kan, kenapa Marco bisa nyetir sekarang" Silva seolah tahu apa yang ada dalam benak Alex. Alex mengangguk, apa yang dikatakan Silva memang benar.
"Udah, mending kita cabut sekarang, nanti dijalan aku ceritakan" Silva mendorong tubuh Alex agar dia segera masuk kedalam mobil.
"Co, tempat biasa yah" Silva menatap Marco, lalu ikut masuk kedalam mobil dan duduk di kursi bagian tengah.
"Siap, tuan putri!" Kata Marco dengan sikap seolah-olah hormat, sambil tertawa.
Perlahan mobil Silva bergerak meninggalkan parkiran dan menuju ke tempat biasa mereka nongkrong. Di perjalanan, Silva menceritakan pada Alex, bagaimana Marco bisa menyetir mobil sekarang.
Dua Minggu yang lalu, Marco menemui Silva dirumahnya dan meminta agar Silva mau mengajarinya menyetir mobil. Silva awalnya tidak mau, karena takut orang tuanya marah kalau dipake untuk belajar menyetir dan membuat mobilnya jadi lecet. Namun, Marco terus menerus memohon dan juga melontarkan alasannya mengapa dia ingin sekali belajar menyetir mobil. Akhirnya, atas izin dari orang tuanya, Silva pun bersedia mengajari Marco menyetir mobil sampai dia benar-benar mahir, dan itu hanya butuh waktu kurang dari seminggu.
"Nah.... Gitu ceritanya, Lex" Silva mengakhiri ceritanya.
"Tapi, apa yang dilakukan Marco itu sangat tepat, karena salah satu skill yang dibutuhkan itu adalah skill menyetir mobil itu dan gampang dapat pekerjaan dimanapun itu, soalnya ada beberapa perusahaan yang memprioritaskan seseorang yang bisa menyetir mobil" Alex memuji Marco yang telah mengambil keputusan yang sangat tepat.
"Nah... Itulah, kenapa aku ngotot mau belajar nyetir mobil" Marco menanggapi.
"Aku makin kagum sama kamu, Marco, kamu udah berpikiran dewasa" puji Silva.
Setelah tiga puluh menit kemudian, mereka bertiga pun sampai di salah satu cafe ternama di Jakarta. Marco memarkirkan mobil Silva, lalu menyusul kedua sahabatnya itu yang sudah lebih dulu masuk kedalam cafe tersebut.
Saat Marco hendak berjalan menuju meja yang ditempati kedua sahabatnya itu, tanpa sengaja Marco menabrak seorang wanita.
"Aduh... Maaf, aku beneran gak sengaja" kata Marco pada wanita tersebut. Barang bawaan wanita tersebut juga ikut berantakan saat bertabrakan dengan Marco.
"Iya, gak apa-apa, aku juga yang gak lihat-lihat" katanya sambil memunguti barang bawaannya. Marco turut membantunya sebagai wujud permintaan maafnya. Setelah selesai, wanita itu pun segera pergi. Sedangkan Marco menghampiri meja dimana Alex dan Silva duduk.
"Kenapa tadi, Co?" Tanya Silva sesaat Marco duduk di depannya.
"Oh... Itu, tadi aku gak sengaja nabrak cewek gitu, terus aku bantu punguti barang bawaannya yang jatuh, abis itu udah deh" jelas Marco
"Oh.... Gitu" Silva mengangguk-angguk.
"Permisi, silahkan mau pesan apa" salah satu pelayan cafe menghampiri mereka bertiga dan memberikan daftar menu.
"Dan maaf, saya mau ngasi ini, saya lihat itu tergeletak di lantai dan saya pikir ini punya salah satu dari kalian" katanya.
"Oh... Iya, makasih" Marco menerimanya. Marco melihat kartu pelajar yang diberikan pelayan itu. Marco langsung memasukkan kedalam saku celananya dan berpikir kalau itu miliknya yang terjatuh saat Marco membantu wanita yang ditabraknya tadi memungut barang bawaannya yang jatuh berantakan. Marco, Silva dan Alex menyebutkan pesanan mereka masing-masing dan dicatat oleh pelayan tersebut. Setelah selesai, pelayan itu pun pergi dan segera menyiapkan pesanan mereka.
"Jadi, Sil, hal apa nih yang mau kamu omongin?" Tanya Marco.
"Iya, Sil, mau ngomong apa sih, sampai harus ke cafe gini" Alex penasaran dibuatnya.
"Apa kalian suka sama aku?" Tanya Silva, menatap Marco dan Alex bergantian.
"Hah!" Alex dan Marco terkejut saat Silva yang tiba-tiba bertanya seperti itu.
"Sil, kok kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?" Tanya Alex dengan raut wajah bingung.
Alex dan Marco saling pandang saat Silva bertanya seperti itu. Marco dan juga Alex menarik kesimpulan kalau inilah gak penting yang ingin dibicarakan oleh sahabat cantiknya itu.
"Apa ini, hal penting yang kamu maksud, Sil?" Tanya Marco memastikan. Silva menganggukkan kepala sebagai jawaban.
"Alasannya kamu bertanya seperti itu apa?" Marco kembali bertanya. Alex sedari tadi hanya menyimak obrolan keduanya saja. Karena memang, Silva lebih dekat dan akrab dengan Marco ketimbang dirinya.
"Jadi, gini..." Silva memperbaiki posisi duduknya.
"Beberapa minggu yang lalu, Hilda, teman sebangku aku, bilang sama aku kalau kalian itu selalu melihatku dengan tatapan yang beda, kayak menyimpan perasaan yang lain. Selain itu, aku juga bisa merasakan kalau akhir-akhir ini perhatian yang kalian berikan itu seolah-olah, kalian punya perasaan yang lebih dari sekedar sahabat" terang Silva sambil memandangi Marco dan Alex bergantian.
"Jadi, sekarang kalian jujur sama aku, jangan ada yang ditutup-tutupi" lanjut Silva sambil menatap kedua pria dihadapannya.
"Jujur, Sil, apa yang kamu katakan itu sepenuhnya benar, aku memang suka sama kamu, aku cinta sama kamu" Marco mengakuinya.
"Terus, kamu, Lex, gimana?" Kini tatapan Silva beralih pada Alex.
"Iya, Sil, aku juga suka sama kamu" jawab Alex dengan jujur.
Silva terdiam sejenak. Tidak menyangka kalau kedua pria yang dia anggap sahabat itu, justru menyimpan perasaan yang lebih dari sahabat. Namun, Silva senang karena keduanya mau berkata jujur tentang perasaan mereka.
"Co, Lex, aku ucapkan terima kasih, karena kalian sudah mau jujur sama aku tentang perasaan kalian" Silva tersenyum lembut.
"Tapi, bukan hanya kalian yang punya perasaan seperti itu, akupun juga punya perasaan yang sama, aku suka dan cinta sama salah satu diantara kalian berdua" Silva pun berkata jujur pada kedua pria dihadapannya itu. Tidak bisa dipungkiri kalau perasaan itu akan muncul, seiring dengan kedekatan dirinya dengan Marco serta Alex, banyak menghabiskan waktu bersama.
"Siapa yang kamu sukai dan cintai itu, Sil? Aku atau Alex?" Tanya Marco penasaran.
"Iya, Sil, tolong kasi tahu kita" pinta Alex. Marco mengangguk dan menginginkan Silva untuk mengatakannya. Silva menghela nafas panjang sebelum dia menjawabnya.
"Dia adalah....." Perkataan Silva terpotong saat handphonenya tiba-tiba berdering.
"Eh, bentar ada telpon" Silva membuka tasnya dan meraih handphone miliknya, lalu menjawab panggilan yang ternyata dari Hilda, sahabatnya.
"Halo, Da, kenapa?" Tanya Silva saat menjawab panggilan dari sahabatnya itu.
"Kamu dimana, Sil? Aku cariin disekolah, kamunya malah gak ada, kamu udah balik yah?" Hilda berbalik bertanya.
"Iya, sorry, Da, aku pergi gak bilang-bilang, aku lagi di cafe sama Marco dan Alex" jawab Silva.
"Oh... Gitu, ke cafe gak ajak-ajak, oke, Sil, udah cukup tahu kok" Hilda pura-pura merajuk, sambil menahan tawanya yang tidak terlihat oleh Silva diseberang sana.
"Aku minta maaf, Da, aku gak bermaksud gitu, beneran deh" Silva panik saat mendengar jawaban Hilda. Hilda masih berusaha menahan tawanya, karena berhasil menjahili sahabatnya itu.
"Atau kalau kamu mau, kamu bisa nyusul aku kesini, aku sharelock deh lokasinya, yang penting kamu jangan ngambek dong" Silva berusaha membujuk sahabatnya itu.
"Hahaha.... Aku cuma bercanda kali, Sil, masa iya aku marah sih, gak lah" Hilda tertawa lepas setelah berhasil mengerjai Silva. Silva menghela nafas sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya karena ulah jahil teman sebangkunya itu.
"Udah.... Udah, ini kamu telpon aku ada apa?" Silva kembali bertanya tujuan Hilda menghubunginya.
".......". Silva terdiam, menyimak apa yang dikatakan oleh Hilda.
".......".
"Beneran kamu, Da? Kamu gak lagi bercanda kan? Jangan-jangan kamu mau ngerjain aku aja lagi, kayak tadi" tanya Silva yang seolah tidak percaya dengan perkataan sahabatnya yang sering jahil itu.
"Kalau yang ini aku beneran, Sil, gak bercanda, gak mungkin lah aku bercanda untuk hal seperti ini" Hilda meyakinkan Silva.
"Ya udah, cuma itu aja yang mau aku sampaikan, jangan lupa untuk persiapkan dirimu untuk malam nanti" Hilda mengingatkan.
"Oke, makasih sebelumnya, Da, sampai jumpa nanti malam yah, bye" Silva pun mengakhiri panggilannya. Raut wajah Silva terlihat berseri-seri dan senyuman di wajah Silva tidak pudar sedikitpun. Alex dan Marco penasaran, hal apa yang barusan dia bicarakan ditelpon sampai membuat Silva begitu bahagia.
"Sil, kamu kenapa? Terus yang tadi nelpon itu siapa?" Tanya Marco yang tampak penasaran.
"Oh.... Itu, tadi Hilda yang telpon aku" Jawa Silva singkat, lalu menyantap es krim pesanannya.
"Terus apa yang Hilda sampaikan sama kamu, sampai kamu senyum-senyum seperti itu? Pasti ada hal baik yang Hilda bilang ke kamu" Alex menebak.
"Jadi, nanti malam ada pementasan gitu di gedung kesenian dan aku terpilih sebagai pemeran utama wanita, jelas aja aku senang banget, karena saingannya untuk jadi pemeran utama itu berat, karena secara kualitas aktingnya bagus semua" Silva bercerita dengan semangatnya.
"Wah... Hebat kamu, Sil, bangga aku sama kamu" kata Marco seraya mengacak rambut Silva. Dalam hatinya, Alex merasa cemburu karena Marco bisa sedekat itu dengan wanita idamannya.
"Akan aku pastikan Silva berpaling darimu, Marco, lihat saja nanti" batin Alex yang hatinya dipenuhi rasa cemburu yang begitu besar.
"Malam nanti kalian berdua harus datang dan nonton aku, jangan sampai gak datang loh" kata Silva menatap Marco dan Alex bergantian.
"Pasti dong, Sil, kita pasti datang, ya kan, Lex?" Jawab Marco, lalu melirik kearah Alex. Alex hanya menganggukkan kepalanya. Silva tersenyum mendengarnya. Dia senang kedua sahabatnya itu bersedia hadir di acara pementasan itu, sesuai dengan permintaannya.
"Eh, Sil!" Marco seperti teringat akan sesuatu.
"Apa apa, Co?" Tanya Silva dengan raut wajah serius.
"Kamu belum ngasi tahu, siapa yang kamu sukai diantara kita berdua" kata Marco.
"Aduh.... Marco pake ingat soal yang tadi lagi, aku sengaja mengalihkan pembicaraan supaya mereka lupa, tapi, Marco malah ingat" runtuk Silva dalam hati.
"Jujur saja, aku malu untuk mengakuinya, tapi, karena terus didesak, aku bakal kasi tahu siapa yang aku sukai" kata Silva.
"Dia adalah Marco, dialah yang aku sukai" Silva mengakuinya dan jujur dari dalam hatinya. Tentu saja Marco sangat bahagia mendengar jawaban Silva. Dapat dia lihat dari sorot matanya, apa yang diucapkan oleh Silva itu benar adanya.
"Apa itu artinya mulai hari ini kita resmi jadian?" Marco bertanya pada Silva. Silva memberi jawaban dengan anggukan kepala.
"Selamat yah untuk kalian berdua" Alex memberi ucapan pada Marco dan Silva yang sudah resmi berpacaran. Padahal sebenarnya dalam hatinya, Alex tidak suka kalau Silva jadian dengan Marco.
"Harusnya aku yang jadi pacarmu, Sil, kenapa kamu malah memilih Marco" batin Alex.
"Makasih, Lex" jawab Marco dan Silva bersamaan.
"Oh iya, Sil, Co, aku balik duluan yah" Alex hendak pamit pada kedua sahabatnya. Dia tidak sanggup kalau harus melihat kemesraan Marco dan Silva di depan matanya.
"Loh... Kok pulang sih, Lex?" Tanya Marco keheranan.
"Iya, Lex, nanti aja lah, emang kamu mau kemana sih? Baru juga jam segini" Silva mencoba menahan Alex agar tinggal lebih lama lagi.
"Aku mau nyari informasi ke beberapa kampus, karena aku rencananya mau kuliah" jawab Alex seadanya, yang sebenarnya hanya mencari alasan untuk segera pergi dari tempat tersebut. Alex bangkit dari duduknya dan beranjak keluar dari cafe tersebut.
"Oh iya, sayang, ngomong-ngomong soal kuliah, kamu juga berniat untuk kuliah kan?" Tanya Silva dengan mata berbinar-binar.
"Kalau masalah mau, aku sih mau, Sil, cuma aku sadar dengan kondisi keuangan orang tuaku saat ini dan aku menunda kuliahku sampai aku udah punya cukup uang untuk biaya kuliah" jelas Marco.
"Rencana terdekat sih, aku mau nyari kerja, kerjaan apa aja, yang penting aku punya penghasilan dan bisa nabung buat biaya kuliahku nanti" lanjut Marco.
"Aku bangga sama kamu, sayang, kamu sudah berpikir sejauh itu dan memikirkan masa depanmu" Silva memuji kekasihnya.
"Harus dong, sayang, kan suatu saat nanti, aku bakal jadi kepala keluarga dan memikul tanggung jawab untuk menafkahi keluarga, makanya itu aku harus memikirkan sampai kesana, agar kelak ketika aku jadi suami kamu, kebutuhan kamu akan terpenuhi semuanya" kata Marco dengan raut wajah serius.
Marco dan Silva larut dalam obrolan panjang. Entah sudah berapa topik yang mereka bahas. Sampai tidak terasa sudah hampir 3 jam mereka disana.
"Sayang, kita udah lama banget yah disini, gak terasa udah hampir sore" Silva menyadari saat melihat jam ditangannya sudah menunjukkan pukul 3 sore.
"Kita balik yuk, sayang, soalnya sejam lagi aku harus gladi resik sebelum pementasan nanti malam" ajak Silva. Marco pun beranjak dari tempat duduknya, mengikuti Silva yang sudah jalan duluan.
Setelah menyelesaikan pembayaran, mereka berdua berjalan keluar dari cafe dan mobil pun langsung melaju begitu mereka berdua masuk kedalam mobil.
Silva mengantar Marco terlebih dahulu, lalu setelah itu lanjut lagi ke rumahnya.
"Makasih yah, sayang, udah diantar sampai rumah" kata Marco, saat turun dari mobil Silva.
"Iya, sayang" Silva tersenyum.
"Eh.... Ada tamu toh, kenapa gak diajak masuk sih, Marco" seseorang datang menghampiri Marco dan Silva yang sedang ngobrol.
"Gak usah, Bu, aku cuma antar Marco aja, ya udah aku pamit yah, Bu, Co" Silva berpamitan pada wanita paruh baya yang ternyata ibunya Marco, bernama Mila.
"Iya, neng, hati-hati dijalan yah, jangan ngebut bawa mobilnya, terus kalau ada waktu main kesini yah, pintu rumah ini selalu terbuka untuk kamu" kata Mila dengan penuh keramahan. Tentu saja, itu dia lakukan untuk mendapatkan simpati dari Silva.
"Sayang, jangan lupa nanti malam yah, jangan sampai gak datang loh" Silva mengingatkan kekasihnya itu.
"Iya, sayang, aku pasti datang, kamu hati-hati dijalan yah" Marco melambaikan tangannya, sampai mobil Silva berjalan perlahan dan semakin menjauh dari rumah Marco.
"Eh, Marco, yang tadi itu siapa? Pacar kamu yah?" Mila menebak.
"Iya, Bu, namanya Silva, baru hari ini kita jadian" jawab Marco.
"Wah.... Bagus tuh, Co, sebisa mungkin kamu pertahankan hubungan kamu sama Silva, kalau bisa sampai nikah yah" mata Mila berbinar-binar dan tampak sangat bersemangat.
"Kok ibu malah semangat gitu sih, ada apa nih?" Marco menatap ibunya dengan curiga.
"Iya dong, Silva kan anak orang kaya, kalau kamu pertahankan hubungan kamu itu, apalagi kalau sampai nikah sama dia, kita bisa kecipratan kaya juga" kata Mila dengan senyum sumringah.
"Hah.... Sudah kuduga, pasti ujung-ujungnya mengarah kesitu, gak jauh-jauh dari materi" Marco menghela nafas pelan dan apa yang dia pikirkan benar adanya.
"Hei, Marco, kita itu harus realistis, hidup kita sudah susah, jadi, kamu harus pintar dalam mencari pasangan, yang bisa mengangkat derajat kita, seperti Silva salah atau contohnya, itu pilihan yang tepat dan ibu sangat setuju kamu sama dia" kata Mila panjang lebar.
"Ya udah, terserah ibu aja, aku mau kedalam dulu, mau mandi, soalnya nanti malam mau lihat pementasannya Silva" Marco pun beranjak masuk kedalam rumah.
"Kalau misalkan nanti Marco nikah sama Silva, bakal kecipratan juga tuh kekayaannya, jadi, aku gak bakal hidup melarat lagi, mau belanja apa aja, tinggal minta sama Silva, mau makan mewah apapun, tinggal bilang dan langsung disiapin deh, hah.... Semoga aja tercapai semuanya itu" Mila mulai berkhayal menjadi orang kaya saat Marco menjadi suami Silva kelak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!