Arif berjongkok menatap makam ibunya yang tanahnya masih basah. Ia menahan agar ia tidak menangis. Ia harus kuat karena ia seorang laki-laki.
Arif menoleh ke sampingnya, seorang gadis sedang berjongkok di sebelahnya. Gadis itu sedang memainkan bunga-bunga tabur yang berada di atas makam sambil sesekali mengusap air mata yang mengalir di pipi gadis itu. Gadis itu adalah Eva adik sambung Arif. Ia penyandang down syndrome.
“Eva.” Arif memanggil Eva.
Eva menoleh ke Arif. Mata gadis itu terlihat bengkak karena dari kemarin ia tidak berhenti menangis. Eva bukan anak kandung ibu Arif, tapi Anita sangat sayang sekali kepada Eva. Anita merawat Eva seperti anaknya sendiri.
Ayah Eva bernama Syafrudin sudah meninggal dunia sejak lima tahun lalu. Kini Arif dan Eva sama-sama menjadi yatim piatu.
“Kita pulang. Hari sudah mulai panas,” ujar Arif.
Eva menggelengkan kepalanya. “Eva mau di sini saja sama ibu,” jawab Eva. Eva kembali memainkan bunga yang berada di atas makam Anita. Arif menghela napas mendengar perkataan Eva.
“Eva, ibu sudah meninggal. Kita harus mengikhlaskan ibu.” Firman mencoba memberi pengertian kepada Eva.
“Tidak mau. Eva mau sama ibu!” Eva memeluk gundukan tanah makam Anita lalu ia merebahkan kepalanya di atas makam Anita.
“Jangan tiduran di situ, Neng! Nanti baju Neng Eva kotor! ” Ida pengasuh Eva berusaha mengangkat tubuh Eva agar Eva tidak tidur di atas makam.
“Tidak mau. Pokoknya Eva mau sama ibu.” Eva tetap memeluk makam Anita.
Lagi-lagi Arif menghela napas melihat apa yang Eva lakukan. Arif teringat kepada mendiang ibunya ketika menghadapi Eva yang sedang keras dengan keinginanya atau sedang tantrum. Mendiang ibunya selalu menghadapi Eva dengan sabar dan penuh kasih sayang.
Anita mengusap rambut Eva dengan penuh kasih sayang lalu mengecup kepala Eva. Biasanya dengan cara itu, keinginan keras Eva ataupun tantrum Eva jadi berkurang. Sedikit demi sedikit Eva akan melunak dan berhenti tantrum.
Namun, Arif tidak bisa melakukan itu kepada Eva. Karena ia dan Eva bukanlah saudara kandung. Bahkan Arif tidak boleh menyentuh Eva. Arif harus cari cara lain untuk membujuk Eva.
“Eva mau ice cream?” tanya Arif.
Eva yang sedang asyik memainkan bunga di atas makam langsung menoleh ke Arif. “Mau. Eva mau ice cream mango sundae,” jawab Eva. Eva bisa menyebut makanan kesukaannya dengan sangat jelas.
“Boleh. Kita beli ice cream mango sundae,” ujar Arif.
“Eva mau ayam goreng juga. Mau kentang goreng juga. Mau coca cola sama burger juga.” Eva menyebutkan satu persatu makanan yang ia suka.
“Eva boleh beli semua yang Eva mau. Tapi makannya di rumah. Baju dan tangan Eva kotor terkena tanah. Nanti Eva sakit kalau makan dengan tangan yang kotor.” Arif menunjuk ke tangan dan baju Eva yang kotor terkena tanah makam.
“Iya,” jawab Eva.
“Kalau begitu kita pergi sekarang. Kita beli ice cream lalu pulang ke rumah,” ujar Arif.
“Ibu?” Eva menunjuk ke makam Anita.
Arif menghela napas. Eva masih saja belum mengerti jika ibu sambungnya sudah meninggal dunia.
“Eva. Ibu sudah meninggal dan tidak bisa hidup lagi. Biarkan ibu di sini. Ibu sudah tenang bersama Ayah,” ujar Arif. Air mata Eva kembali mengalir. Eva kembali menangis.
“Besok kita ke sini lagi untuk menengok makam Ibu,” ujar Arif.
Mendengar perkataan Arif wajah gadis itu berubah menjadi senang. Eva mengusap air matanya dengan telapak tangannya yang kotor. Wajah Eva menjadi kotor dengan tanah.
“Aduh, Neng. Jangan mengelap wajah dengan tangan kotor. Muka Eneng jadi kotor.” Ida membersihkan wajah Eva dengan tissue basah. Namun, gadis itu tidak bisa diam ketika Ida membersihkan wajahnya. Ia ingin segera berpamitan dengan ibu sambungnya.
“Sudaaahhh!” seru Eva. Ida pun berhenti membersihkan wajah Eva.
“Ibu, Eva pulang dulu. Besok Eva ke sini lagi sama Kakak,” kata Eva.
Eva pun berdiri lalu ia pun berjalan meninggalkan makam Anita. Ida mengikuti Eva pergi. Arif juga meninggalkan makam Anita.
Sesampai di restaurant fast food mereka tidak turun dari mobil. Arif memerintahkan Parman supirnya untuk mengarahkan mobil menuju drive thru mereka memesan makanan melalui drive thru agar cepat. Jika mereka memesan langsung di restorant Eva pasti akan sulit di ajak pulang.
Parman menghentikan mobil di sebelah drive thru. Arif memesan makanan yang ia beli melalui kaca jendela. Eva hendak membuka kaca jendela, ia ingin melihat ke drive thru. Namun, Parman mengunci pintu dan jendela yang berada di samping Eva. Sehingga Eva tidak bisa membuka kaca jendela dan pintu mobil.
“Eva mau apa?” tanya Ida melihat Eva yang berusaha membuka kaca jendela dan pintu mobil.
“Eva mau lihat,” jawab Eva.
“Lihat dari jendela saja!” ujar Ida.
“Tidak kelihatan,” kata Eva.
Tidak lama kemudian pesanan mereka pun datang. Arif memberikan semua makanan kepada Ida. Eva memperhatikan makanan yang dibeli oleh Arif.
“Jangan diacak ya, Va! Makannya nanti di rumah!” ujar Arif kepada Eva.
“Eva mau ice cream,” kata Eva.
“Kasihkan saja ice cream nya, Bi. Biar dia diam,” ujar Arif kepada Ida.
Ida memberikan ice cream kepada Eva. Wajah Eva terlihat gembira ketika memegang ice cream. Tanpa menunggu lama Eva langsung memakan ice cream.
Sesampai di rumah, rumah mereka sudah terlihat sepi. Para tamu sudah pulang ke rumah masing-masing. Hanya ada beberapa orang karyawan mereka yang sedang membereskan kursi yang berjejer di halaman rumah.
Arif dan Eva turun dari mobil. Eva langsung masuk ke dalam rumah bersama Ida. Arif menghampiri salah satu karyawannya.
“Amin!” Arif memanggil karyawannya. Amin yang sedang membereskan bangku langsung menoleh ke Arif.
“Apa tadi ada Mawar datang ke sini?” tanya Arif kepada Amin.
“Tidak ada, Pak,” jawab Amin.
Wajah Arif berubah kecewa ketika mendengar jawaban Amin.
‘Kemana dia? Apa dia masih ada kuliah?’ tanya Arif di dalam hati.
Arif melihat ke layar telepon selulernya. Pesan yang ia kirim tadi pagi masih tanda centang satu. Kemarin malam Mawar datang ke rumah Arif untuk takziah. Wajah gadis itu terlihat pucat, ia terlihat seperti sakit. Ketika Arif bertanya apa ia sakit, gadis itu menjawab tidak.
Mawar mengatakan kepada Arif kalau ia tidak bisa ikut ke pemakaman karena ia akan ada quiz. Arif memaklumi Mawar tidak bisa ikut ke pemakaman karena kuliah lebih penting. Nanti kalau Mawar sedang tidak ada kuliah, Arif akan mengajak Mawar mengunjungi makam ibu Arif.
Arif masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah Eva sedang asyik makan ice cream sambil menonton televisi.
“Eva, cucu tangan dan kaki dulu lalu ganti baju. Jangan lupa sholat dzuhur!” ujar Arif.
“Nanti dulu. Mau makan ice cream dulu,” jawab Eva.
“Taruh dulu ice cream di freezer! Kalau sudah sholat baru boleh makan ice cream lagi,” ujar Arif.
Eva pun mengikuti perintah Arif. Ia beranjak dari sofa menuju ruang makan. Ia menaruh ice cream di freezer.
“Sekarang cuci tangan, cuci kaki dan cuci muka. Sekalian wudhu. Setelah itu sholat dzuhur!” ujar Arif.
Eva pun berjalan menuju ke kamar mandi. Ida datang dari ruang belakang. Ia sudah berganti baju dengan baju yang bersih.
“Bi, tolong perhatikan Eva. Dia sedang di kamar mandi,” kata Arif.
“Baik, Den,” jawab Ida. Arif pun masuk ke dalam kamarnya untuk ganti baju.
Malam hari Arif mengadakan tahlil di rumahnya. Tamu-tamu yang hadir di acara tersebut adalah keluarga dekat ibunya dan para tetangga di sekitar rumah Arif. Namun, Arif tidak melihat Mawar hadir di acara tahlil tersebut. Arif menjadi cemas, ia takut kekasihnya sakit.
Pukul sembilan malam acara tahlil selesai dan para tamu pulang, Arif langsung mengambil telepon selulernya yang berada di saku celana. Ia melihat pesan yang ia kirim ke Mawar. Pesan itu masih tanda centang satu artinya data seluler telepon seluler Mawar dalam keadaan mati.
Kemudian Arif mencoba menelepon Mawar. Namun, setelah menunggu lama telepon Arif tidak juga dijawab oleh Mawar.
‘Apa dia sedang sakit?’ tanya Arif di dalam hati.
Arif memasukkan kembali telepon seluler ke saku celana. Ia berjalan menuju ke ruang tengah. Arif melihat Eva yang sedang duduk di kursi dengan mata yang mulai mengantuk.
“Eva!” Arif memanggil Eva.
Eva menoleh ke Arif dengan mata yang sudah mengantuk.
“Pindah ke kamar. Jangan lupa gosok gigi dan sholat isya!” ujar Arif.
Eva menganggukkan kepalanya. Ia beranjak dari sofa lalu berjalan menuju ke kamar mandi. Ida pengasuh Eva sedang membereskan rumah bersama pembantu lainnya. Jadi Eva harus mengurus diri sendiri. Arif berjalan ke luar rumah, ia memperhatikan para karyawannya yang sedang membereskan halaman depan.
Pandangannya ke jalan berharap Mawar datang ke rumahnya. Setelah semua karyawannya pulang dan rumahnya menjadi sepi, Mawar tidak juga menampakkan dirinya di rumah Arif.
‘Mawar. Sebenarnya kamu dimana?’ tanya Arif di dalam hati.
Arif menghela napas, ia pun masuk ke dalam rumah. Ia menuju ke kamarnya untuk beristirahat. Badannya terasa lelah setelah mengurus pemakaman ibunya dan tahlil satu hari ibunya.
***
Pagi-pagi setelah sarapan pagi Arif pergi menuju ke tempat kost Mawar. Ia pergi menggunakan motor. Tempat kost Mawar tidak jauh dari rumah Arif. Mawar kost di tempat kost milik ayah Eva yang diwariskan kepada ibu Arif dan Eva.
Ayah Eva memiliki beberapa tempat kost, beberapa rumah kontrakan, satu buah GOR serta toko bahan bangunan. Setelah ayah Eva meninggal dunia semua usaha milik ayah Eva dikelola oleh Arif. Arif lah yang menjadi tulang punggung keluarga menggantikan ayah Eva.
Arif menghentikan motor di depan tempat kost. Ia memarkirkan motornya di halaman kost. Arif berjalan menuju kamar kost Mawar. Kamar kost berjejer seperti rumah kontrakan sehingga mudah terlihat apabila ada tamu yang datang.
“Assalamualaikum.” Arif mengetuk pintu kamar Mawar. Namun, tidak ada jawaban dari kamar Mawar.
Arif kembali mengetuk pintu kamar Mawar. “Assalamualaikum,” ucap Arif. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, namun bukan dari dalam kamar Mawar. Melainkan dari kamar yang berada di sebelah kamar Mawar.
Pintu kamar itu terbuka. Seorang perempuan muda seumur Mawar keluar dari dalam kamar. Perempuan itu bernama Adila.
“Waalaikumsalam,” jawab Adila.
“Eh, ada Pak Arif. Saya kirain ada tamu lain yang mau ketemu Mawar,” kata Adila.
“Mawar ada?” tanya Arif.
Adila mengerutkan kening ketika mendengar pertanyaan Arif. Arif sebagai kekasih Mawar tidak tau kemana Mawar pergi.
“Kemarin pagi Mawar pulang ke rumah orang tuanya,” jawab Mawar.
Arif kaget mendengar jawaban Adila.
“Apa Pak Arif tidak tahu kalau Mawar pulang ke rumah orang tuanya?” tanya Adila.
“Tidak. Saya tidak tahu. Dia tidak bilang apa-apa ke saya. Dia hanya bilang dia tidak bisa ikut ke pemakaman ibu saya karena ada quiz,” jawab Arif.
Adila bingung mendengar perkataan Arif. Tenyata Mawar pulang kampung tidak pamit dulu kepada Arif.
“Kamu tahu apa alasan Mawar pulang ke rumah orang tuanya?” tanya Arif.
“Dia bilang orang tuanya sakit,” jawab Adila.
“Dia pergi dengan siapa?” tanya Arif.
“Dia dijemput laki-laki seumuran Pak Arif. Laki-laki itu membawa mobil. Mawar bilang laki-laki itu adalah saudaranya. Mawar membawa semua barang-barangnya. Dia bilang, dia akan lama berada di rumah orang tuanya,” jawab Adila.
“Terima kasih atas informasinya. Saya permisi dulu. Assalamualaikum.” Arif pergi meninggalkan tempat kost tersebut dengan terburu-buru.
Adila memandang Arif yang pergi meninggalkan tempat kost. “Perasaan aku sering melihat laki-laki yang kemarin menjemput Mawar, deh. Tapi dimana, ya?” tanya Adila kepada dirinya sendiri.
“Ah, sudahlah. Jangan suka ingin tahu urusan orang.” Adila kembali masuk ke dalam kamarnya.
Arif mengendarai motornya menuju ke rumah. Sesampai di rumah ia berjalan masuk ke dalam rumah dengan terburu-buru. Di ruang tengah Eva sedang asyik menonton film anak-anak. Arif masuk ke dalam ruang kerjanya. Ia mengambil salah satu Bantex yang bertuliskan jalan Garu tiga nomor sepuluh.
Arif membuka Bantex tersebut. Di dalam Bantex terdapat fotocopy KTP penghuni kamar kost. Arif mencari fotocopy KTP milik Mawar. Setelah menemukan fotocopy KTP Mawar, Arif mengeluarkan fotocopy tersebut dari dalam Bantex. Ia melipat fotocopy KTP lalu dimasukkan ke dalam saku celana. Arif menaruh kembali Bantex pada tempatnya lalu ia keluar dari ruang kerja.
Arif berjalan menuju ke kamarnya. Ia mengambil sejumlah uang dari dalam lemari pakaian lalu di masukkan ke dalam dompet. Kemudian Arif mengambil kunci mobil, setelah itu ia keluar dari kamar.
“Eva!” Arif memanggil Eva.
Eva yang sedang asyik menonton menoleh ke Arif. “Apa?” jawab Eva.
“Bi Ida dimana?” tanya Arif.
Eva tidak menjawab. Ia hanya menunjuk ke arah ruang belakang. Arif langsung menuju ke ruang belakang. Di dapur para pembantunya sedang sibuk bekerja. Ada yang sedang memasak, ada yang sedang mencuci piring dan ada yang sedang memetik sayuran.
“Bi Ida!” Arif memanggil Ida pengasuh Eva.
Para pembantu menoleh ke Arif. “Ceu Ida sedang di belakang, Den,” jawab Esin sambil mencuci piring.
“Tolong panggilkan Bi Ida!” ujar Arif.
Esin langsung berhenti mencuci piring. Ia berjalan menuju ke ruang belakang tempat para pembantu istirahat.
“Ceu Ida! Dipanggil sama Den Arif.” Terdengar suara Esin memanggil Ida.
Tanpa harus menunggu lama Ida pun datang menghampiri Arif. “Ya, Den?” tanya Ida.
Arif meninggalkan dapur. Ia menghampiri Eva yang sedang asyik menonton film anak-anak.“Eva.” Arif memanggil Eva.
Eva menoleh ke Arif. “Kakak mau pergi ke rumah Kak Mawar. Eva di rumah sama Bi Ida. Jangan nakal. Nurut sama Bi Ida!” ujar Arif.
“Bawain oleh-oleh,” kata Eva.
“Nanti Kakak bawakan oleh-oleh,” jawab Arif.
“Kakak berangkat dulu. Assalamualaikum.” Arif pun melangkah meninggalkan ruang tengah.
“Kakak!” Eva berteriak memanggil Arif.
Arif menghentikan langkahnya ketika mendengar teriakan Eva. Ia membalikkan badannya. “Ada apa?” tanya Arif.
“Salam dulu.” Eva mengulurkan ke dua tangannya tanpa beranjak dari sofa. Arif menghela napas. Ia berjalan menghampiri Eva. Arif mengulurkan tangannya. Eva mencium tangan Arif.
“Waalaikumsalam,” ucap Eva.
Arif tersenyum melihat tingkah Eva. “Kakak pergi, ya.” Arif pun meninggalkan ruang tengah menuju ke garasi mobil.
***
Arif mengendari mobilnya menuju ke rumah Mawar. Sesuai dengan alamat yang berada di fotocopy KTP Mawar, rumah Mawar berada di Rongga Kabupaten Bandung Barat. Arif belum pernah ke rumah Mawar.
Selama mereka berpacaran Mawar belum pernah mengajak Arif ke rumah orang tuanya. Ketika Mawar hendak pulang ke rumah orang tuanya, Arif selalu menawarkan diri untuk mengantar Mawar. Namun, Mawar selalu menolak. Ia selalu mengatakan kalau ia akan dijemput oleh saudaranya.
Perjalanan dari Kiaracondong Kota Bandung menuju ke Rongga Bandung Barat menghabiskan waktu tiga jam. Arif sampai di Rongga pukul sebelas.
Berbekal fotocoyp KTP Mawar, Arif menanyakan alamat rumah Mawar kepada penduduk di sekitar Rongga. Berkat petunjuk penduduk setempat akhirnya Arif sampai di rumah Mawar. Arif memarkirkan mobilnya di depan rumah Mawar. Rumah Mawar nampak sepi. Arif turun dari mobil lalu berjalan menuju teras rumah Mawar.
“Assalamualaikum,” ucap Arif.
“Waalaikumsalam.” Terdengar suara seseorang dari dalam rumah. Beberapa saat kemudian pintu rumahpun terbuka. Seorang wanita setengah baya membuka pintu.
“Cari siapa, A?” tanya wanita itu.
“Saya mencari Mawar, Bu,” jawab Arif.
“Mawar? Aa siapa?” tanya wanita itu lagi.
“Saya Arif temannya Mawar, Bu,” jawab Arif.
Mendengar jawaban Arif, wajah wanita itu langsung berubah menjadi pucat. “Mawar tidak ada di rumah. Ia ada di Bandung sedang kuliah.” Nada bicara wanita itu berubah menjadi tidak ramah dan dingin.
“Saya sudah ke tempat kost Mawar. Menurut teman kost Mawar, Mawar pulang ke rumah orang tuanya karena orang tuanya sedang sakit,” kata Arif.
“Saya ibunya Mawar. Di sini tidak ada yang sakit. Kami semua sehat-sehat saja,” ujar wanita dengan tidak ramah.
Tiba-tiba datanglah seorang pria setengah baya naik motor. Ia berhenti di depan rumah Mawar. Pria itu turun dari motor dan menghampiri mereka.
“Ada apa, Bu?” tanya pria itu.
“Ini loh, Pak. Dia temannya Mawar, dia ke sini untuk mencari Mawar,” jawab wanita itu.
Pria itu menoleh ke Arif. “Mawar tidak ada di rumah. Ia berada di Bandung sedang kuliah,” ujar pria tersebut.
“Tapi, Pak. Menurut penghuni kost di sebelah kamar kost Mawar, Mawar pulang ke rumah orang tuanya karena orang tuanya sakit,” kata Arif sekali lagi.
“Barangkali dia salah dengar. Mungkin Mawar pergi ke rumah temannya untuk menjenguk orang tua temannya yang sedang sakit,” ujar pria tersebut.
Arif menghela napas. Tidak ada gunanya ia bertanya keberadaan Mawar kepada orang tua Mawar. Mereka tidak mau memberitahukan keberadaan Mawar.
“Baiklah, saya mengerti,” kata Arif.
“Saya titip pesan kepada Mawar, tolong kembalikan kunci kamar kost kepada saya. Tempat kost itu adalah milik adik sambung saya. Saya anggap Mawar sudah pindah tempat kost. Sebab menurut penghuni kost yang lain, Mawar membawa semua barang-barangnya,” lanjut Arif.
“Baik, akan saya sampaikan kepada Mawar,” jawab pria itu.
“Terima kasih. Assalamualaikum.” Arif pun meninggalkan rumah Mawar. Arif masuk ke dalam mobil lalu menjalankan mobilnya.
Arif menyetir mobil dengan pikiran yang kacau. Ia memikirkan mengapa Mawar pergi meninggalkannya? Apa kesalahannya sampai Mawar meninggalkannya begitu saja?
Setelah menjauh dari rumah Mawar, Arif menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Ia tidak mungkin menyetir mobil dalam keadaan kacau.
“Astagfirullahaladzim,” ucap Arif sambil mengusap kedua telapak tangannya ke wajah. Ia masih berduka sekarang ia dihadapi masalah kekasihnya meninggalkannya begitu saja. Ia harus kuat menghadapi cobaan ini, apalagi ada Eva yang bergantung hidup kepadanya.
Arif memandangi di sekeliling mobilnya. Ia melihat sebuah warung kopi. Ia memutuskan untuk minum kopi agar pikirannya tenang. Arif pun turun dari mobil lalu berjalan ke warung kopi. Warung kopi nampak sepi tidak ada orang yang sedang minum kopi di warung itu. Hanya ada pemilik warung yang sedang memasak.
“Kopi satu, Bu,” ujar Arif. Ia duduk di kursi yang tersedia di warung tersebut.
“Kopi apa, A?” tanya ibu pemilik warung. Arif menyebut merek kopi yang biasa ia minum. Ibu pemilik warung membuatkan kopi yang Arif pesan.
Di atas meja tersaji macam-macam gorengan. Arif menyentuh gorengan tersebut, ternyata gorengan tersebut masih panas. Sepertinya baru selesai di goreng. Arif mengambil satu buah bala-bala (bakwan) lalu ia makan bersamaan dengan cabe rawit. Ternyata rasa bala-bala itu lumayan enak. Setelah bala-bala habis, Arif mengambil satu bala-bala lagi lalu memakan dengan cabe rawit.
Kopi pesanan Arif selesai dibuat, ibu pemilik warung menaruh gelas berisi kopi di atas meja. Arif mengambil gelas yang berisi kopi lalu meneguk kopi sedikit demi sedikit. Rasanya nikmat setelah makan bala-bala lalu minum kopi panas. Arif mengambil gehu (tahu isi) lalu memakan gehu tersebut. Rasa gehu juga enak. Tidak terasa Arif menghabiskan banyak gorengan sampai kopinya habis.
Setelah kopi di gelas sudah habis, Arif memutuskan untuk melanjutkan perjalannya. “Bu kopi segelas dan gorengan tujuh jadi berapa?” tanya Arif kepada ibu pemilik warung.
“Jadi sepuluh ribu rupiah, A,” jawab ibu penjual kopi.
Arif mengeluarkan uang lembaran sepuluh ribu dari dalam dompet lalu diberikan kepada ibu penjual kopi.“Terima kasih, Bu.” Arif pun meninggalkan kedai kopi tersebut. Ia berjalan menuju ke mobilnya. Arif masuk ke dalam mobil lalu ia menjalankan mobilnya.
Baru saja mobilnya berjalan beberapa ratus meter, Arif melihat toko oleh-oleh. Ia teringat Eva yang minta dibawakan oleh-oleh. Arif menghentikan mobilnya di pinggir jalan lalu ia berjalan menuju ke toko oleh-oleh. Di toko itu dijual berbagai macam oleh-oleh khas Rongga. Arif membeli kerupuk gurilem, wajit dan beberapa camilan lainnya. Setelah membayar semua makanan yang ia beli, Arif kembali ke mobil. Ia pun melanjutkan perjalanan pulang menuju kota Bandung.
Pukul dua siang ia sampai di rumah. Arif memutuskan untuk tidak mampir ke toko, ia langsung pulang ke rumah. Badannya sangat lelah karena sudah menempuh perjalanan jauh. Sesampai di rumah, rumahnya terlihat sepi. Para pembantunya sedang istirahat. Eva pun tidak terlihat di depan televisi. Gadis itu pasti sedang tidur siang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!