Laut, izinkan aku bercerita denganmu melalui jeritan batinku
Terik matahari siang ini sangat menyengat para wisatawan, aku menatap nyalang pada lautan dihadapanku sembari menelaah jauh dengan apa yang terjadi. Untuk kali ini, lautan menjadi saksi bisu antara aku dengan semesta.
Sayup-sayup angin menerpa helai demi helai rambut yang menjuntai, iramanya seolah terkoneksi dengan koyakan batin.
Pada detik terakhir, aku diam termangu menyaksikkan gumpalan memori yang dipaksa berputar. Indah sekaligus mengerikan, mengapa? Karena kenangan tersebut datang dengan balutan luka-luka yang belum sepenuhnya rampung.
Kehidupan ini mengajarkan bagaimana esok, hidup dengan menyandang status baik-baik saja. Luka ini, luka yang sangat mengerikan, aku saja tak yakin mampu untuk berbagi.
Tapi aku meyakini bahwasannya Tuhan maha adil dalam memberi rasa, bahagia maupun lara nelangsanya.
Aku terdiam menyaksikkan sepasang muda mudi yang tengah memadu kasih dengan mesra, untuk sedetik aku merasa bahagia melihat itu. Kala itu aku pernah seperti mereka, memadu kasih dengan pasanganku.
Ya, kala itu.. karena selanjutnya situasi itu hanya menjadi seonggok kenangan yang tersimpan rapi dalam kegelapan.
Tangisku pecah tatkala susunan-susunan memori kecil semakin datang menghampiri, aku tak sanggup. Kerap kali mereka datang ku akhiri dengan sebuah tangisan pilu.
Hingga detik ini, dibawah terik sinar matahari yang menyengat, hamparan lautan yang luas, mereka adalah saksi bisu dari tangisan seorang gadis yang masih menyimpan harap pada semesta.
Semesta, aku meyakini bahwa semua yang terjadi, masing-masing dari mereka memiliki arti tersendiri.
Untuk kamu, seseorang yang aku harap dapat kembali mencintaiku.
Untuk kamu, seseorang yang masih menempati daftar list teratas dalam hatiku.
Dan, untuk kamu seseorang yang berhasil meluluhlantakkan perasaanku hingga dasar jurang tergelap dalam diriku.
Tak ada yang bisa aku lakukan selain menunggumu di penghujung musim sembari melangkah tak tentu arah.
Kaki ini berjalan sangat lambat, berharap kamu mau menjemputku untuk kembali.
Kerap kali aku sempatkan diri untuk berhenti dan menengok kebelakang, apakah kamu akan mengejarku.
Namun, lagi-lagi harapan itu pupus terbawa angin lalu.
Kamu tetap dengan pendirianmu untuk tidak memilihku lagi, dan aku dengan perasaan yang semakin besar terhadapmu. Ingin sekali rasanya aku melihatmu lagi seperti hari hari kemarin, ingin sekali rasanya aku menggenggam tangan kekarmu dan, begitu banyak keinginan yang tak sanggup ku dekap kembali.
Semakin hari langkahku semakin melemah, tenaga ku terkuras habis, hingga aku memutuskan untuk istirahat sejenak saja. Fisik dan batinku terlalu lelah, sangat lelah sekali. Ingin menangis pun rasanya sudah tidak selera, hati ini terlalu hambar.
Setiap hari, tidak putus untuk selalu aku panjatkan do'a kepada Tuhan agar ia senantiasa memberiku hati yang begitu lapang.
Sekali lagi, masih adakah aku dihatimu? Aku tidak bisa melupakan hari-hari lalu bersamamu. Ingatan itu terus berputar dalam ingatanku, ternyata aku berhasil menyimpannya dengan baik. Apa kau masih ingat juga? Hari dimana kamu memutuskan untuk meninggalkan aku begitu saja? Aku.. Aku masih mengingatnya dengan jelas bagaimana kamu membuangku terakhir kali. Seperti seonggok sampah yang tidak bertuan.
Beritahu aku, bagaimana aku harus mengubur dan menghapus memori itu? Aku tidak tahu, aku telah kehilangan arah, genap menahun dan masih. Jika perjuanganku selama ini hanya sebatas duri dalam hidupmu, kenapa kamu menghubungiku?
Ingin ku sebut lantang namamu, bahwa selama ini aku kerap kali merindukanmu tapi ku kubur dalam perasaan itu hanya demi menghormati seseorang yang bersamamu.
Gelapnya malam menjadi saksi bisu, antara aku dan kau. Antara do'a dan rindu. Semuanya bercampur menjadi rasa yang tidak seorangpun sanggup mendeskripsikan-nya. Lalu harus bagaimana lagi aku berjuang? Antara mendapatkanmu kembali atau harus ku lepaskan kembali? Aku harus memilih dan menegaskan diri agar ketika kamu datang dan memintaku kembali, aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku mencintaimu, tapi aku juga mencintai diriku sendiri. Bertahun-tahun aku telah kehilangan jati diriku yang telah kau renggut paksa. Kali ini tidak akan kubiarkan aku kehilangan diriku sendiri.
Sudah cukup, jangan terus kamu menyiksaku dengan harapan harapan kosong itu. Aku sudah terlampau muak dengan tingkah konyolmu itu. Jika memang masih ada aku dalam hatimu, lalu kenapa kau membuangku? aku bukan wanita sempurna yang mempu menyamai dirimu, tolong jangan membuat aku bingung dan gusar. Masih begitu tega kah kepadaku? Hatimu terbuat dari apa sehingga tulusku tidak mampu menyadarkanmu?
Aku percaya akan kuasa Tuhan, aku meyakini begitu banyak hal yang tidak masuk akal dan yang paling utama adalah ketika aku meyakini bahwa kau milik-ku.. Tuhanku tidak pernah mengajari hambanya untuk membenci sesama, jadi tolong jangan membuat aku semakin membencimu lagi. Aku lelah dengan angan kosong ini, semua membuat hidupku berantakan.
Aku ingin menangis, tapi apa yang harus kutangisi dari ketidakwarasanku sendiri?
Sebelumnya, aku hanyalah gadis mungil yang tak tahu apa-apa mengenai sisi kelam semesta. Jika aku tahu dunia bisa segelap ini hingga dapat menenggelamkanku, takkan pernah ku ambil jalan setapak ini.
Jalan menuju kehancuran yang mampu menghunus kehidupanku. Aku tak mengerti arah jalan pulang, sinar terang terlihat begitu gelap menuntunku untuk kembali dimana aku berpijak saat ini.
Aku tersesat, dan tak ada yang sanggup untuk menolong.
Sesak didada begitu nyata menandakan bagaimana terlukanya batinku, sayatan luka itu masih tergambar jelas dalam pandanganku. Rasanya, ia begitu mengikatku dengan simpul mati.
Sakit.
Ini adalah sebuah keterpaksaan yang harus kupaksakan agar aku bisa hidup ditengah ketidakwarasanku terhadap kegelapan.
Tuhan, apa yang harus aku tebus atas segala kesalahanku di masa lalu? Semua begitu berat terpikul diatas kedua pundakku. Aku sedang tidak menyalahkan takdir, hanya saja semua terlihat tidak adil dimataku. Tak elok jika aku terus mengeluh hanya demi ketidakadilan dari sebuah takdir yang engkau ciptakan, lantas apa yang harus aku lakukan agar aku tetap waras untuk menjalaninya?
Perisaimu mampu menghunus jiwaku yang telah lama mati menjadi hidup kembali. Tahun demi tahun berjalan kulalui nyaris seperti mayat hidup, nyatanya perisaimu hanya membangkitkan separuh dalam jiwaku.
Lalu kemana harus kucari keutuhan itu?
Ketika mendengar, sebuah harap mampu membuat pasang mata menatap tanpa berkedip. Kehidupan, bukankah engkau telah berjanji pada semua jiwa untuk memberi harap bahagia? Kami menagih janjimu hingga dipenghujung musim. Aku berjanji pada kehidupan yang akan datang, telah ku ukir seutas cerita yang begitu membanggakan. Peluk Aku, Tuhan. Ampuni aku. Sesungguhnya semua atas kehendakmu, restumu yang mampu mengayomi perjalanan panjang ini.
Di kehidupan selanjutnya jika boleh, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi..
-poor you Annessa
5 Tahun Lalu...
Pagi ini, aku melihatmu di parkiran belakang kampus seorang diri. Ingin sekali kakiku yang nakal ini berjalan ke arahmu, namun aku cukup tahu diri untuk tidak melakukan semua itu. Melihatmu dari kejauhan saja sudah membuatku senang.
Harga diri sis..
"Woi, ngeliatin apaan si lo- oohhh pantesan dari tadi gue panggil gak nyaut. Ternyata.."
"Iye, udah tau kan lo gue ngeliatin apaan dari tadi. Diem dul- eh anjir pergi kan dia, lo sih"
"Udah, ayo abis ini tuh kelas Pak Malik. Mau lo kena damprat lagi kaya minggu kemarin?" ujar Mbak Sri sambil menyeret tanganku menuju kelas.
"Ogah lah" sahutku dengan melengos.
Oh iya, perkenalkan. Aku Anessa Kirana dan wanita cantik yang menyeretku pergi tadi adalah Ratna, jangan bingung. Aku memang suka memanggilnya 'Mbak Sri' hehe. Kami adalah mahasiswa Hukum Universitas swasta di Indonesia. Kami terbilang cukup dekat sekali, saat ospek dulu kita juga satu kelompok.
Aku jadi ingat, hari ke empat saat masa ospek dulu. Dimana para panitia berseru menyuruh para maba untuk makan dengan syarat, saling menyuapi. Awalnya aku biasa saja dan santai, karena aku akan menarik 'Mbak Sri' duluan agar menjadi partner saling menyuapi. Tapi ternyata, syarat dari panitia ospek membuatku memaki dalam hati.
"Duduknya saling berhadapan ya dek, harus sama lawan jenis dan harus habis. Biar kompak!"
Sialan.. Pacarku saja tidak pernah tuh menyuapiku, ataupun aku yang menyuapinya..
Aish baiklah, apa boleh buat. Toh hanya hari ini saja~
...****************...
Sampai di kelas, aku disambut dengan dingin AC yang menerpa halus sekujur tubuhku. Maklum, aku tinggal di Kota yang sangat terkenal dengan suhu panasnya. Buktinya saja pagi ini matahari tidak malu menunjukkan eksistensi panasnya.
"Udah deh jangan bengong mulu, ntar kesambet tau rasa lo" ujar Mbak Sri.
"Ih apaan deh, siapa juga yang bengong. Orang lagi mikir.."
"Mikir apaan hayoo" sahut Serly, sahabat karib ku sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di kampus ini.
"Kaget gue bangke, udah persis kek setan lo main muncul aja depan gue"
"Biasa Ser, abis ngeliat.." ujar mbak sri dengan alis naik turun usilnya.
Aku melengos, karena aku tahu setelah ini Serly pasti meledekku habis habisan.
"Ouch, kasyan amat ih temen acuuu gak dilirik sama mas doi hahaha inget bok masih ada pacar" dasar kunyuk kalian.
"Selamat pagi anak anak" mampus pak dosen dateng kan.
"Udah ah gue capek mau duduk" kesal sekali rasanya.
Aku mendengarkan penjelasan Pak Malik dengan penuh konsentrasi penuh, karena dosen ini selalu tak terduga bila diakhir jam kuliah.
Drett.. Drett..
Hp ku bergetar, buru-buru kubuka satu notifikasi pesan masuk tersebut.
"Aku bosan sama kamu, kita putus"
Mataku terbelalak dan jantungku nyaris copot saat membaca isi pesan dari pacar yang lima detik lalu sudah menjadi mantan. Tubuhku bergetar, tanganku panas dingin. Suara Pak Malik mengalihkan dunia ku, ternyata jam mata kuliah beliau sudah selesai. Tumben sekali..
Seketika aku menutup wajahku, kepalaku pusing sekali. Pesan Singkat, padat dan jelas dari Danish membuatku senang sekaligus sedih sebenarnya. Hubungan kita yang berjalan lumayan lama membuat aku menyayangkan ini, namun aku juga senang bisa terlepas dari fakboy kelas kakap seperti Danish.
"Kenapa lo?" suara Serly berhasil membuyarkan lamunanku.
"Muka lo pucat banget, LO SAKIT?" aku terlonjak kaget saat mbak sri meneriakiku dan menyetuh jidatku secara sepontan.
"Apasih anjir gue ga sakit, gue putus tauk sama Danish" sahutku dengan lesu.
"HAH? LO BENERAN PUTUS? GUE GA LAGI BUDEK KAN? YA ALLAH AKHIRNYA TEMEN GUE PUTUS JUGA SAMA FAKBOY KELAS KAKAP" pekikik Mbak Sri dengan kedua tangan menengadah keatas.
"Ya allah temen aku akhirnya putus juga" sahut Serly dengan wajah konyol.
Lihat, heboh sekali teman temanku ini. Dan apa apaan, raut mereka tidak ada rasa turut prihatin sama sekali. Uh benar-benar akhlak eobseo.
Sudahlah, daripada aku pusing sendiri lebih baik ngantin aja dah. Aku bangkit dari tempat duduk meninggalkan mereka berdua yang masih heboh mendengar berita putusnya Anessa dari fakboy kelas kakap.
"Anessa lo mau kemana anjir, main tinggal aja"
...****************...
Siang ini kantin ramai sekali, bahkan bangku kosong saja hampir jarang yang tidak berpenghuni. Aku melirik kanan kiri berharap masih menemukan bangku kosong memuat untuk tiga orang. Mataku berpaling ke arah pojok kantin belakang, gotcha. Masih ada bangku kosong yang lumayan lenggang, hanya diisi satu makhluk berjenis kelamin laki laki.
Aku berjalan semakin mendekat, sepertinya aku mengenal lelaki ini. Bukan sepertinya lagi, aku sangat mengenalnya!!!
Dia..
Seseorang yang selama ini aku kagumi, seseorang yang selama ini diam-diam telah ku perhatikan, seseorang yang tadi pagi diam diam ku intai di parkiran belakang kampus. Aku tidak menyangka kita akan bertemu kembali dan melihatnya sedekat ini usai tragedi ban mobil-ku yang bocor.
Oh Ethan.. Ternyata masih aja lo setampan dulu.. Lo tau ga sih? Aura dan pembawaan lo tuh yang bikin gue kelepek klepek modar selama ini. Hiks:")
Ujarku dalam hati, iyalah dalam hati. Sudah gila apa aku ngomong langsung sama orangnya.
Sepontan saja aku duduk disebelahnya tanpa permisi.
"Geseran dong Ness, ih geseran dong. Masa gue duduk di bawah" aduh mbak sri, apa kamu tidak lihat siapa disampingku sekarang?
Aku berusaha mempertahankan tempat dudukku agar tidak bergeser dan terlalu dekat dengan lelaki disebelahku ini.
Tapi ternyata dua ekor kunyuk ini tidak peka dengan situasi sekarang.
"ADUH MBAK SRI"
BRAKK.. TINGG..
Mampus, apa itu... rasanya jantungku seperti akan melompat keluar dari tempatnya. Ingin sekali aku menenggelamkan wajahku dalam dalam. Malu sekali!!
Mbak Sri dengan kekuatan jumbonya mendorong badanku yang kurus seperti triplek ini untuk bergeser lebih jauh agar dia bisa duduk. Namun naas, karena ku lengah dan tidak siap menerima kekuatan mahadahsyatnya aku terpental ke samping dengan posisi tangan terlentang. Dan.. Sepertinya punggungku menabrak sesuatu. Aku beranikan diri untuk melirik ke samping, diatas meja itu seonggok gelas teh terguling dan menghabiskan seluru isi didalamnya.
Ku beranikan diri menoleh kesamping dengan gerakan seperti robot.
Mataku seketika melotot seperti ingin copot dari tempatnya bersemayam, kami bertatapan cukup lama. Mata yang tidak terlalu sipit ini seolah membius seluruh organ tubuhku agar tidak berfungsi dengan baik. Lihat, degup jantung tidak tahu diri ini, semakin lama semakin jelas terdengar oleh telingaku. Bahkan aku berani jamin, saat ini Ethan pasti mendengarnya juga. Oh my god, tenggelamkan saja aku sekarang juga!
"Aduh!"
Serly menimpuk lenganku dengan buku yang ia bawa dengan keras. Aku tersadar dengan posisi ini dan segera duduk tegak. Apa yang baru lo lakuin si Ness.. Malu maluin aja..
"Ck alay banget, kenapa ga diterusin aja tuh tatap tatapannya. Malu tuh sama gelas yang udah tumpah" aku menimpuk lengan mbak sri dengan tas punggungku, nyindir sih nyindir. Tapi mulut perlu filter juga dong.
"Lo nggak papa kan Ness?" tanya Ethan.
Oh gosh aku rindu sekali dengan suaranya.. Dan ternyata dia masih inget aku?
Ini ga mimpi, karena rasa malunya masih bersemayan dalam diriku.
"A-a ah oh, gapapa gue ga kenapa kenapa hehe maaf ya jadi tumpah minum lo, Than" jawabku gelagapan tak karuan sembari mengelap meja bekas tumpahan teh dengan tisu.
"Santai aja. Gue pergi duluan ya, udah ga nafsu" jawabnya dengan senyum miring.
Aku terbengong bengong mendengar balasan kalimat yang ia lontarkan baru saja.
"Lo sih, marah kan dia. Tumpah nih minuman dia, nih bersihin" ucapku berapi api kepada mbak sri dan menyerahkan bekas tisu kotor minuman yang tadi kubersihkan. Aku beranjak dari tempat duduk menuju keluar kantin, hari ini mood ku terkoyak habis.
"Kemana lo?" tanya Serly.
"Pulang, pusing gue. Mood rusak, resek sih kalian" jawabku dengan wajah siap menerkam mangsa.
...****************...
Aku berjalan menyusuri koridor kelas menuju parkiran belakang kampus, menjemput Jazz metalik tersayangku. Saat sampai diujung lorong parkiran, aku menemukan siluet punggung familiar berjalan melalui ku begitu saja.
"Eh Ethan, tunggu"
Ethan berbalik ke arahku, tersenyum miring seperti saat di kantin tadi.
"Kenapa?"
"Maafin soal kejadian tadi di kantin, Ratna emang keterlaluan hehe"
"Santai aja kali, gue juga ga masalah. Lo apa kabar?"
God, dia menanyai kabarku!! gotcha Anessa..
"Ah, gue baik kok. Lo sendiri? Lama ya kita gak saling tegur sapa"
"Gue baik. Kontak whatsapp lo masih sama kan? Ntar gue hubungin deh"
Gila, gila, gila.. Jantungku berpacu cepat.
Ini orang gak lagi kesambet demit parkiran kan? Pasalnya parkiran ini terkenal angker.
Aku tersenyum malu-malu ketika akan menjawab pertanyaan terakhir darinya.
Pliss jangan salah tingkah, ayo Ness ayo stay cool..
"Iya dong masih, gue balik dulu ya Than. Buru buru nih, udah ada janji"
Bohong, bohong sekali. Mana ada janji, aku kan pulang tadi gara gara gak mood sama Mbak Sri dan Serly.
"Bye Than, gue duluan" belum sempat Ethan menjawab, aku langsung ngancir menjemput Jazz metalik kesayanganku. Berlama lama sama Ethan juga ga baik, ntar khilaf mulu jantung.
Terkadang, ada rasa ingin memiliki yang berlebih. Namun aku sadar, realita kehidupan seolah menampar wajahku dengan keras. Memberi bukti, bahwa apa yang tengah kita jalani saat ini adalah bagian dari kehidupan yang ada. Hadapi, jangan terus menghindar. -Anessa Kirana
Aku melaju dengan kecepatan sedang. Menikmati terik matahari siang ini yang semakin menyengat membakar kulit. Hari ini moodku sedang berantakan setelah kejadian tragis di kantin dan berujung permintaan maafku secara langsung kepada Ethan.
Mungkin nanti malam aku akan melakukan ritual buang sial ke salon langganan. Iya, setiap putus cinta aku akan melakukan potong rambut rutin guna menghilangkan sial. Tidak terlalu buruk, tetapi cukup worth untuk mengembalikan mood yang buruk.
Aku sempatkan diri mampir sebentar ke supermarket. Jaraknya tidak jauh dari rumah, namun lumayan jika ditempuh dengan jalan kaki hehe...
Aku membeli beberapa jenis snack dan minuman penambah ion tubuh. Ini juga berguna untuk mengembalikan mood semriwingku. Setelah membayar, aku benar benar harus pulang. Tubuhku sudah lelah sekali untuk harus berkelana ketempat yang tak terduga.
Sampainya di rumah, aku memarkir mobil bersebelahan dengan motor antik kesayangan Papa, terasku tidak terlalu luas tapi pas untuk 2 mobil dan 1 sepeda motor. Namun pas dan cocok dengan rumah sederhana kami. Aku bukan dari keluarga berada, papaku hanya seorang wirausaha rumahan dan kami hidup sederhana namun lumayan berkecukupan.
"Kok tumben jam segini udah pulang?"
"Udah gaada kelas pa, salim dulu" dengan cepat aku mengamit tangan beliau dan ngancir ke kamar.
"Jangan lupa makan, papa masak ayam kecap kesukaan kamu"
"Ok" aku mengangguk.l
Untuk urusan dapur, memang papaku yang memegang kendali. Aku cukup menjadi penonton dan penikmat masakannya saja, namun sesekali aku membantu untuk memotong bawang dan sayuran lainnya.
Setibanya di kamar, aku melempar tas dan sepatu yang ku kenakan ke segala arah dan naik keatas ranjang. Uh enak sekali rasanya rebahan dikasur luas milikku ini. Kamarku tidak terlalu besar, tapi cukup diisi dengan lemari besar dan kasur yang lebar. Cukup nyaman.
Drett....
Aku meraba tas selempangku, merasakan benda itu bergetar di baliknya.
Setelah kubuka ternyata dari 'mbak sri'
Mbak Sri :
"Lo masih marah ya sama gue gara gara kejadian tadi?"
^^^Me:^^^
^^^"Ngana pikir?"^^^
Mbak Sri :
"Maafin dong 😭 kan tadi gue kaga tau kalau ada dia disitu 😭"
^^^Me:^^^
^^^"Gue maafin lo, tapi ada syaratnya 😊"^^^
Mbak Sri :
"Apaan? Jangan aneh aneh lo, segala pake syarat syarat"
^^^Me:^^^
^^^"Ntar sore gue jemput lo, jam 3. Gue sampe langsung berangkat, kaga ada acara pake tunggu tungguan segala"^^^
Mbak Sri :
"Ok"
Aku melangkah kearah lemari kayu,mengganti kemeja lusuhku dengan daster rumah kedodoran kesayanganku.
Biasanya setelah pulang kampus, Danish akan menelepon sekedar menanyakan kabar. Tapi sekarang hpku sepi kerontang seperti kuburan. Serem cui..
"Ness?" suara ketukan daun pintu kamar terdengar.
"Iya.." sahutku malas.
"Ayo makan dulu" papa mengingatkan. Aku menoleh dan mengangguk meng-iya kan perintahnya.
***
Ayam kecap ditanganku ini rasanya hambar tidak seperti biasanya. Jari jariku bergerak mengacak isi piring dengan tidak nafsu. Namun, dentingan sendok Papa membuatku terdiam sejenak. Bagaimanapun, aku tidak boleh seperti ini terus. Manusia seperti Danish harusnya benar benar enyah dalam hidupku, dia bukan lelaki baik yang mau menghargai perasaan wanita.
"Kenapa?" tanya Papa seolah beliau tau suasana hatiku sedang tidak baik. Aku menggeleng tanpa melihat ke arahnya dan melanjutkan makanku. Ya, ini wajar. Perasaan hampa setelah putus cinta itu wajar.
Selesai makan aku kembali ke kamar, aku ingin tidur. Hari ini terasa begitu melelahkan sekali, dimulai dari pernyataan Danish, bertemu Ethan dan memberinya kejadian buruk yang membuatku malu setengah mati.
Drett..
Aku meraba nakas samping kasur, membuka notifikasi pesan. Setelah kubuka kunci, sederet nomer telepon tak dikenal terpampang pada jendela notifikasi.
08512566xxxx :
"Anessa?"
Siapa? Batinku.
^^^Me:^^^
^^^"Siapa ya?"^^^
08512566xxxx :
"Coba tebak siapa wkwk"
Idih.. Mana gue tau lah.. Profil sama nama aja kaga ada..
^^^Me:^^^
^^^"Ebuset.. Ya mana gue tau, nama sama foto lo aja kaga ada"^^^
08512566xxxx :
"Ethan"
Mataku terbelalak saat membaca balasan terakhir dari sang empunya nomor. Seketika posisi badanku menegak, jantungku berpacu cepat.
^^^Me:^^^
^^^"Gue save ya 😅"^^^
Ethan :
"Siap, lagi apa lo?"
Jawab apa nih, ntar kalau bilang mau tidur pasti berakhir say-hay doang nih. Ogah sekali kalau beneran berakhir seperti itu, sayang cuy kesempatan emas kok mau dibuang.
^^^Me:^^^
^^^"Barusan sampe, ga lagi ngapain ngapain sih. Alias gabut"^^^
Ethan :
"Wah sama dong hehe"
^^^Me:^^^
^^^"Bisa aja ih kang cendol wkwk"^^^
Ethan :
"Masih sama ya lo, tetep receh aja haha. Jadi inget waktu lo minta tolong ke gue waktu itu wkwkw"
^^^Me:^^^
^^^"Aw.. Jangan diingetin dong. Malu nih gue, pacar gue aja kaga pernah tuh gue usapin dahinya. Lo menang start, Than haha"^^^
Ethan :
"Wah beruntung dong gue hahaha. Pacar lo ga lagi sadap hp lo kan, ntar marah lagi gue chatt begini"
^^^Me:^^^
^^^"Santuy aja, kaga bakal ada yang marah. Abis putus wkwk"^^^
Ethan :
"Wah, kok bisa?"
^^^Me:^^^
^^^"Biasalah, bosen dia sama gue. Ntar nih mau potong rambut. Itung itung buang sial"^^^
Lama tidak ada jawaban, aku memutuskan untuk tidur saja. Ethan, dengan senyum dan mata sipit yang khas ia sanggup memporandakan isi hatiku. Aku tidak tahu mengapa rasa tertarikku jauh lebih besar padanya ketimbang saat bersama Danish. Senang rasanya dapat menatap punggung kekarnya dari jauh, senang melihat cara dia tersenyum, cara dia berbicara benar benar menghipnotis ku untuk menggali lebih dalam tentang dirinya.
Ethan.. Ethan..
***
Deringan ponsel berhasil membuatku terbangun dari tidur cantikku. Menerka nerka siapa yang berani membangunkan macan betina tidur ini. Aku terlonjak ketika mataku tak sengaja bertabrakan dengan jam dinding yang sekarang menunjukkan pukul setengah 3 sore. Aku ingat tadi siang berjanji akan menjemput mbak Sri. Seketika aku bangun tanpa pikir panjang menyambar handuk dan sabun untuk mandi. Aku mandi secepat kilat agar tidak terjebak macet nanti saat perjalanan kerumah mbak sri, karena rumahku denganya lumayan jauh juga. Mungkin ada kali 30 menit :D
Dapat kubayangkan bagaimana ekspresi mbak Sri saat menungguku nanti, dan aku berani jamin. Seseorang yang meneleponku tadi tak lain dan tak bukan adalah mbak Sri.
Selesai mandi, kukeringkan sebentar rambutku yang basah ini. Aku mengecek sebentar ponselku dan akan berganti baju, satu notifikasi pesan dari Ethan.
Ethan :
"Memang seperti itulah fakboy hahaha"
Tak ku balas pesan dari Ethan. Aku beranjak untuk mengganti baju, kupadukan skinny jeans dengan blouse hitam lengan pendek dan sepasang sepatu kets putih, kemudian tas selempang rajut pemberian mamaku. Tak lupa untuk sentuhan akhir, aku memoles wajahku dengan riasan tipis dan lipstik bold warna coklat kesukaanku. Terakhir, aku menggerai rambut panjang coklat lurusku. Setelah selesai, aku mengirimkan pesan singkat kepada mbak Sri, jika aku akan berangkat menjemputnya.
"Mau kemana?" tanya Papa tanpa memalingkan sedikitpun dari koran yg sedang ia baca.
"Ke rumah Ratna" Segera aku berpamitan padanya lalu melesat pergi secepat mungkin.
Benar, aku telat 15 menit dari jadwal yang ku janjikan tadi siang. Aku melaju dengan kecepatan sedang, karena malam ini jalanan juga tidak begitu macet. Untung saja..
Setelah menempuh perjalanan selama 25 menit, aku sampai di depan rumah sederhana milik 'Mbak Sri'. Karena jalanan tidak begitu macet, aku bisa sampai lebih cepat.
Belum sempat mengetuk pintu, aku dikejutkan dengan debuman pintu yang dibuka kasar. Mbak Sri berdiri diambang pintu dengan muka yang ditekuk berkali kali lipat.
"Napa muka lo, ya maap telat. Gue ketiduran tauk" jawabku dengan muka memelas.
"Lama banget sumpah, kesel gue" jawabnya dengan muka masih ditekuk.
"Yaudah ayo, keburu malem" dia menggangguk, kemudian berbalik untuk mengunci pintu. Aku kembali menaiki mobil kesayanganku ini dan menunggu Mbak Sri menuntaskan kegiatannya, sembari memeriksa ponselku barangkali ada informasi. Ternyata tidak ada, kumasukkan kembali ponsel dalam tas, saat itu pula Mbak Sri berjalan ke arahku dengan muka tertekuk lucu.
"Lo mangkir dari jadwal yang udah lo buat sendiri, kupret" sembur mbak sri ketika ia menaiki bangku penumpang.
Aku hanya bisa cengengesan malu, dan kembali melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang.
***
Kami menikmati hembusan AC yang menerpa halus wajah, dingin pun rasanya menusuk sampai tulang. Sore ini aku berencana potong rambut di salon langgananku, setibanya disana kami disambut baik oleh dua orang pegawai wanita.
"Ada yang bisa kami bantu kak?" Tanya salah satu dari mereka.
"Uhm, saya mau potong rambut mbak"
"Baik, silahkan duduk disini dulu ya kak. Memangnya kakak mau potong seperti apa?" Tanyanya sembari menyeret tempat duduk dan mempersiapkan alat alat bertempurnya.
"Saya mau potong yang seperti ini" aku menunjukkan foto perempuan berambut oval layer berponi tengah yang imut. Model rambut seperti ini memang tengah digandrungi oleh anak-anak zaman sekarang.
Setelah mbak-mbak tersebut mengangguk mengerti, aku kembali menatap layar ponselku. Aku terbelalak, ternyata aku lupa tidak membalas pesan terakhir dari Ethan. Secepat kilat aku mengetik pesan singkat untuknya..
^^^Me:^^^
^^^"Uhm, maaf Than gue diluar nih baru bisa balas sekarang"^^^
Kusimpan lagi ponselku kedalam tas, sembari menikmati pijitan-pijitan yang diberi oleh mbak salon tadi.
"Lo ga potong sekalian Rat?" Tanyaku padanya.
"Hah? Kaga salah denger gue barusan? Lo? Manggil gue pake nama asli?" Cercanya padaku.
"Napa? Mau gue ganti lagi nama lo sama yang lebih sangar?" Ujarku padanya.
"Aneh. Lo aneh Ness dari tadi, mana senyum-senyum sendiri lagi sambil melototin hape. Gila lo abis diputusin Danish?"
"Heh sembarangan, orang udah move on kali" aku terpekikik geli mendengar jawabanku.
"Wow, seperti kilat ya besti. Gue kaget dengernya" jawabnya dengan raut wajah kaget yang dibuat-buat.
"Alah, lo sendiri seneng kan karena temen lo yang cantik ini udah sadar sekarang"
"Terserah lu dah" kemudian ia melengos dan memanggil salah satu mbak salon yang menyambut kami didepan tadi. Dasar, kupikir dia akan menungguiku saja ternyata ikutan nyalon juga.
Drtttt....
Tiba-tiba ponselku berdering nyaring dan membuatku terlonjak ketika nama Ethan yang muncul pada dering panggilan. Segera saja ku angkat tanpa pikir panjang.
"Hallo, Ness?"
"Iya, Than. Ada apa?"
"Hmm, kira kira besok setelah selesai kelas lo sibuk ga?"
"Kaga tuh, ada apa emang?"
"Ga sih, temen gue ada yang pengen tau lo aja"
"Hah? Siapa?"
"Rahasia dong, kalau gitu besok gue tunggu ya di cafe belakang kampus"
"Lho heh, gue kan belum-" TUT
Sialan nih laki, kan gue belum selesai ngomong main matiin aja. Kira-kira siapa sih yang mau ketemu gue?
"Kenapa Al?" Sahut mbak Sri disampingku dengan muka terheran-heran.
"Tau nih si Ethan besok ngajakin ketemu gue"
"Hah serius lo?"
"Ih serius mbak sriiii" ujarku bersungut-sungut
"Terus? Kenapa muka lo malah kusut?"
"Kelihatan ya?" Tak ada jawaban melainkan hanya satu anggukan saja yang kuterima menandakan jika ia meng-iyakan pertanyaanku. Dasar kunyuk satu ini, untung temen sendiri.
Setelah obrolan ringan antara aku dengan Ratna, mbak-mbak tukang salon tersebut mulai mengerjakan rambut kami berdua dengan keinginan masing-masing.
Ratna dan aku memang memiliki selera rambut yang hampir sama, bedanya hanya pada warna rambut saja. Bahkan dikampus kami sering disebut saudara kembar karena intensitas kebersamaan yang kental.
Lihat saja sekarang, dia menyuruh tukang salon itu untuk memotong rambutnya sama persis sepertiku.
Ck.. dasar..
Sesampainya dirumah setelah mengantar Ratna kembali, aku menimang permintaan Ethan untuk mempertemukanku dengan temannya yang masih belum ku ketahui itu. Di kampus, aku tidak begitu banyak berinteraksi dengan kawan-kawan satu angkatan. Bahkan aku hanya memiliki segelintir teman dekat saja, heran saja jika ada yang tiba-tiba ingin berkenalan denganku.
Aku bangkit dari tempat tidurku dan berganti pakaian dengan daster kedodoran ala rumahan. Tak lama, aku melesat ke kamar mandi untuk mencuci muka dan buang air kecil. Entah kenapa hari ini terlihat begitu berat segala aktivitasku, walupun mitosnya potong rambut untuk buang sial ternyata tidak menghapuskan yang terjadi.
Setelah beres dengan aktivitas di kamar mandi, aku keluar untuk menemui papa dimeja makan. Setelah kucari ternyata tidak ada seorangpun disana, aku melesat ke balkon atas samping kamarku. Disana, terlihat asap rokok mengepul keluar menandakan jika ada sang perokok aktif yang sedang menikmati hawa dingin angin malam.
"Papa ngapain?" Tanyaku setelah berdiri disampingnya.
"Ya ngerokok lah, gini aja masih tanya?" Jawabnya dengan sebal dan kembali melengos kearah depan.
"Maksud aku tuh kenapa ga makan dulu?" Tanyaku tak kalah sebal.
"Lah, Papa udah makan kok dari tadi sore"
"Sisa gak ayam tadi siang?"
"Mana ada, udah abis semua" aku terbelalak dan lari menuruni tangga setelah mendengar jawaban tak manusiawi dari Papa.
Dan ternyata benar, setelah kubuka tudung saji itu aku tidak menemukan makanan apapun selain gelas kaca berisi air yang hampir habis. Ck, keterlaluan sekali.
"Kenapa muka kamu cemberut gitu" aku terlonjak kaget dengan suara berat Papa.
"Aku lapar, kenapa dihabisin semua ayamnya?" Jawabku bersungut-sungut.
"Dihabisin gimana? Kamu hampir makan semua ayam, terus cuma sisain 2 biji buat papa. Sekarang ngomel kenapa ayamnya abis? Iya habis, satu papa makan satu lagi papa kasih Richard. Kasihan anak itu sepanjang hidupnya gak pernah makan enak" sahutnya.
"Ih Papa, Richard kan ada makanannya sendiri. Lagian kenapa dikasih dia sih, mana bisa dia makannya"
"Lah itu buktinya abis tinggal tulangnya saja" kemudian ia melengos dan berjalan masuk kedalam kamarnya.
Asal kalian tahu Richard yang disebut sebut oleh Papaku tadi, dia adalah seekor kucing yang berhasil ku adopsi tahun lalu tanpa persetujuan dari baginda besar rumah ini. Iya Papaku.
Setelah berdebat panjang dan tidak membuahkan hasil, aku memutuskan saja untuk memesan makanan melalui online.
Sepertinya nasi goreng dekat kampusku enak..
Tak pikir panjang segera saja ku order makanan tersebut, persetanan dengan biaya ongkir urusan perut masih nomer satu.
Setengah jam sudah aku menunggui pesananku yang tak kunjung datang, bahkan tanda-tanda dari maps kang ojek online pun juga tak terlihat gelagat pergerakannya.
Sabar Ness, sabar.. mungkin sedang antri...
Drttt..
Handphoneku bergetar panjang tertanda jika ada panggilan masuk. Siapa ini? Batinku.
"Ya, halo?"
"..." Aku terlonjak kaget sontak mengintip kearah jendela
"Iya, mas maaf" jawabku kemudian melesat pergi.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!