NovelToon NovelToon

Little Girl And The Secrets Of The World

Bab 1 Anak Ku Menangis Ketakutan

Kerajaan Magi adalah sebuah negara besar tempat tinggalnya para penyihir yang berbakat, sehingga banyak sekali orang dari berbagai tempat datang ke Kerajaan Magi untuk mempelajari sihir. Selain banyaknya orang-orang hebat, di Kerajaan Magi terdapat banyak hal-hal yang indah, mulai dari perkotaan hingga pedesaan. Meski Kerajaan Magi adalah tempatnya para penyihir, ada juga rakyat biasa yang tidak memiliki sihir. Setiap rakyat kerajaan tidak memandang kekuatan, mereka yang memiliki sihir dan yang tidak memiliki sihir bisa saling berbaur dengan damai dan saling membantu satu sama lain.

Pada siang hari yang cerah di sebuah pasar besar, di tengah kerumunan orang, terlihat seorang anak perempuan sedang berlari sambil loncat-loncat. Dia memiliki tinggi badan yang kecil, rambut panjang berwarna putih, mata yang berwarna merah, dan ekspresi yang ceria. Orang-orang di sekitar melihat anak itu yang membuat mereka ingin sekali menggendong dan mengelus kepalanya.

"Ibu, Ayah, lihat air mancur itu! Sangat indah sekali, hahaha."

"Hill, awas! Hati-hati kalau kamu lari-lari begitu, nanti jatuh. Aduh, Ayah, hentikan dia! Aku khawatir dia terjatuh."

"Tidak apa-apa, sayang. Kita jarang berbelanja ke kota, biarkan anak kita bersenang-senang. Lagian, kita kan berbelanja untuk pesta ulang tahun anak kita yang ke-10, aku tidak sabar menunggu malam hari. Hei, Hill, tunggu! Ayah juga ingin ikut bersenang-senang, hahahaha."

"Aduh, ya ampun, anak dan ayah sama saja! Ya ampun, kalian ini, hentikan! Jangan membuat ibu khawatir."

Waktu pun berlalu. Pada sore hari menjelang senja, di sebuah pedesaan yang indah, terdengar suara hembusan angin. Terlihat tiga orang yang sedang berjalan di antara rumput-rumput hijau.

"Ayah, Ibu, hari ini sangat menyenangkan sekali. Apakah nanti kita akan pergi berbelanja bersama lagi?"

"Aaaaa, anak Ayah lucu sekali kalau tersenyum! Oke, besok mari kita pergi lagi. Apa sih yang enggak buat Hill?"

"Hey, Ayah, kamu nggak bisa. Besok kan ada pekerjaan yang harus kamu lakukan."

"Aaaahhh, Ibu tegas banget deh! Libur aja sehari tidak apa-apa kan? Yang penting aku bisa melihat Hill tersenyum, karena senyuman Hill itu imut banget."

"Aduh, jangan manja ah, udah gede."

"Hahaha, Ayah seperti anak kecil."

Waktu pun berlalu, malam sudah tiba. Di sebuah rumah sederhana, yang tidak kecil dan tidak besar, rumah itu diterangi oleh berbagai macam bola-bola sihir. Terdapat beberapa orang yang sedang melakukan pesta."

"Aku sebagai ayah Hill ingin mengucapkan terima kasih kepada semuanya karena telah hadir di pesta ulang tahun anakku, Hill, yang ke-10."

Para tamu yang hadir mulai memberikan tepuk tangan dan memberi ucapan selamat ulang tahun kepada Hill.

"Hill, ayo berbicara! Ucapkan terima kasihmu kepada tetangga kita."

Hill, dengan ekspresi bahagia dan merasa semangat, pun berteriak.

"Paman, Bibi, Kakak, semuanya, terima kasih karena sudah datang menemui Hill. Aku sayang kalian semua."

Para tamu pun ikut semangat ketika melihat Hill, lalu berkata,

"Seperti biasa, melihat Hill semangat membuat kita juga ikut semangat. Hey, semuanya, ayo kita berpesta!"

Mereka pun berpesta untuk merayakan ulang tahun Hill yang ke-10. Mereka berdansa, bernyanyi, sementara para orang dewasa berkumpul sambil minum. Hill dan teman-temannya sedang bermain.

Saat Hill bermain, Ayah dan Ibu Hill memanggilnya, lalu mereka memberikan sebuah hadiah kepada Hill.

"Hill, Ibu ingin memberikanmu buku ini."

Ibu Hill memberikan sebuah buku dengan sampul putih polos yang ringan tetapi sedikit tebal. Hill pun merasa senang.

"Terima kasih, Ibu. Aku sangat suka dengan buku bergambar."

"Hey sayang, apakah kamu yakin memberikan itu sekarang? Umurnya baru 10 tahun."

"Tidak apa-apa, Ayah. Dia tidak akan mengerti, kok."

"Tapi bagaimana jika dia mengerti?"

"Kalau gitu, bagus dong! Hill akan langsung menjadi anak yang hebat."

"Aaahh, justru itu yang aku tidak mau. Aku ingin Hill tetap menjadi anak manja yang imut."

"Ayah, Ibu, kalian sedang membicarakan apa?"

"Ayah dan Ibu sedang membicarakan betapa imutnya kamu."

Sang Ayah bercanda dengan Hill sambil mencubit-cubit pipi Hill.

"Hahaha, Ayah, hentikan! Ngomong-ngomong, mana hadiah Ayah?"

"Hehe, hadiah Ayah adalah ini."

Ayah Hill memberikan sebuah tas kecil berwarna putih. Tas itu memiliki bentuk seperti kepala kelinci yang lucu.

"Lucu sekali! Hill sangat menyukai ini. Ini sangat lembut, hahahaha. Lihat, lihat, buku Ibu bisa ku masukkan ke dalam tas ini. Wow."

"Aaahhh, Ayah sudah tidak tahan melihat keimutan Hill, Ayah ingin pingsan!"

Setelah Ayah dan Ibu Hill memberikan hadiahnya, Hill pun pergi mendatangi teman-temannya sambil memperlihatkan tas dan bukunya.

Waktu terus berlalu, pesta pun sudah selesai. Para tetangga sudah pulang, rumah pun menjadi sepi, hanya ada mereka bertiga.

"Hey, Ayah, lihat, Hill tertidur di kursi. Sepertinya dia kelelahan karena sudah bermain. Tolong gendong dia ke kamar, aku mau membersihkan meja."

Ayah Hill menggendong Hill ke dalam kamar. Hill, yang sedang tertidur, mengucapkan sesuatu.

"Ayah, tadi itu sangat menyenangkan. Aku senang menjadi anak Ibu dan Ayah."

Ayahnya yang mendengar itu pun tersenyum, lalu menidurkan Hill di kasurnya.

Keesokan harinya, di pagi hari...

"Sayang, aku berangkat kerja dulu."

"Hati-hati di jalan."

"Ayah, aku ingin makan kue. Nanti belikan Hill kue."

"Baiklah, nanti sore waktu pulang Ayah belikan kue yang besar buat Hill."

"Horee!"

Ayah Hill pun pergi bekerja. Waktu pun berlalu di siang hari, terlihat anak-anak pedesaan memanggil Hill dan mengajak Hill bermain.

"Ibu, Hill ingin bermain."

"Baiklah, tapi jangan jauh-jauh ya."

"Baiklah."

Hill dan teman-temannya pergi bermain di desanya. Mereka bersenang-senang bersama.

"Hey Hill, ini bunga untukmu."

"Terima kasih, Kevin."

"Hill, ketika aku sudah besar nanti, aku akan menjadi penyihir agung dan akan selalu melindungimu."

"Aduh, aduh, inilah kenapa aku tidak suka bermain dengan anak laki-laki. Mereka selalu lebay kalau ada wanita di dekatnya. Ayo kita pergi, Hill."

Mereka pun lanjut bermain. Teman-teman Hill menunjukkan beberapa sihir kepada Hill. Hill, yang melihatnya, merasa sangat senang dan terpukau. Di antara mereka, hanya keluarga Hill yang tidak memiliki kekuatan sihir, tetapi mereka tidak saling merendahkan. Waktu pun berlalu.

Di sore hari, ketika Hill sedang berjalan pulang menuju rumahnya, para tetangga menyapa Hill dengan tersenyum.

"Hill, ini buah stroberi. Silakan dimakan."

"Terima kasih, Paman."

Tetangga Hill yang melihatnya selalu menyapanya sambil memberikan sesuatu. Hill adalah anak yang ceria dan murah senyum. Semangatnya membuat orang-orang ikut bersemangat.

"Ibu, aku pulang. Apakah Ayah sudah pulang?"

"Hill, kamu kotor sekali! Ya ampun, ayo mandi dulu."

"Ayah belum pulang, ya?"

"Sebentar lagi dia pulang, kok. Mandi dulu aja."

"Baiklah."

Waktu berlalu, malam sudah tiba. Hill terus menanyakan Ayahnya kepada Ibunya.

"Ibu, kok Ayah belum pulang sih?"

"Hmm, tunggu aja ya, nanti juga datang."

"Lama sekali, tidak seperti biasanya."

Ibu Hill merasa khawatir kepada suaminya karena tidak biasanya Ayah pulang terlambat. Hill dan Ibunya menunggu di ruang tengah. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu yang seperti dipukul dengan keras oleh seseorang, membuat Hill dan Ibunya kaget. Ibu Hill tidak ingin membuat Hill takut. Sambil tersenyum, Ibu Hill menyuruh Hill untuk menunggu, lalu Ibu Hill berjalan menuju pintu.

Saat Ibu Hill berada di depan pintu, suara ketukan yang keras mulai terdengar lagi. Dia pun memberanikan diri lalu membuka kunci pintunya. Seketika, pintu pun langsung terbuka. Muncul benda besar yang terlihat aneh, membuat sang Ibu kaget.

"Aaahhh, akhirnya sampai juga! Lelah sekali membawa kue yang sangat besar. Aku harus cepat-cepat melihat isinya. Semoga kue-nya tidak rusak. Kue-nya terlalu besar, tidak akan masuk. Aku harus memotongnya juga. Sayang, tolong ambilkan pisau."

"Ya ampun, kamu membuatku kaget!"

Hill, setelah mendengar suara Ayahnya, langsung berlari ke depan rumah dengan senang.

"Ayah, lama sekali."

"Wuaaaa, Hill, ku sayang. Maaf, Ayah telat pulang, tapi Ayah sudah membawakan kue untukmu. Kue yang besar, saking besarnya, kue-nya tidak bisa masuk ke dalam rumah, harus dipotong. Hahaha."

Mereka pun memotong kue-nya dan memakannya di dalam rumah. Waktu pun berlalu, kue yang mereka makan masih tersisa banyak. Mereka sudah kenyang, dan mereka bertiga pun pergi ke kamar untuk tidur.

"Oh, Hill, kamu mau tidur menggunakan tas dari Ayahmu?"

"Iya, aku menyukainya. Aku akan tidur menggunakan ini. Buku yang Ibu berikan juga ada di dalam tas ini, tetapi aku tidak mengerti ini buku bergambar apa, tetapi aku tetap menyukainya. Aku akan tidur dengan keduanya malam ini. Apakah tidak boleh?"

"Aaahhh, Hill sayang, tentu saja boleh."

Mereka pun tidur bersama di kasur yang sama.

"Ayah, Ibu, apakah besok kita bisa pergi ke kota lagi?"

"Oke, baiklah, besok kita akan ke kota."

"Aduh, kamu ini, besok kan kerja."

"Eehh, tidak apa-apa kan, libur sehari demi Hill."

"Aduh, kalian ini... Mau gimana lagi, cuma untuk besok, ya. Baiklah, mari kita ke kota lagi besok."

"Horee! Terima kasih, Ayah, Ibu. Aku senang kalian adalah Ibu dan Ayahku. Aku tidak sabar menantikan hari esok."

Hill pun perlahan mulai tertidur.

Di sebuah tempat yang gelap, terlihat sosok pria dengan wajah yang tidak terlihat karena gelapnya tempat itu. Tidak diketahui di mana dia berada, dan siapa dia. Sosok pria itu berbicara.

"Sudah waktunya kita mulai."

Di desa tempat Hill dan orang tuanya yang sedang tidur, di tengah malam itu, desa sangat sunyi. Para penduduk sudah tertidur, tidak ada suara apapun di desa itu. Hill pun terbangun, lalu membangunkan Ayahnya.

"Ayah, aku ingin ke toilet, antar aku."

Ayah Hill pun bangun, dan mereka berdua pergi ke toilet. Waktu berlalu, Hill dan Ayahnya berjalan kembali ke kamar.

"Hill, bahkan ke toilet pun kamu masih menggunakan tas itu? Apakah kamu sangat menyukainya?"

"Aku sangat menyukainya, bahkan di dalam tas ini ada buku dari Ibu. Semua yang kalian berikan, aku menyukainya."

Saat berbicara sambil kembali ke kamarnya, Hill dan Ayahnya tiba-tiba mendengar suara langkah kaki yang berada di dekat rumah mereka. Terdengar banyak sekali langkah kaki.

"Hill, kamu pergi duluan ke kamar."

Tak lama kemudian, saat Ayah berjalan dua langkah ke depan, tiba-tiba sebuah ledakan muncul dari samping dan mengenai Ayah Hill. Seketika, Hill kaget melihat Ayahnya terhempas ke samping dengan tubuh yang dipenuhi api. Ayahnya pun berteriak.

"Hill, lariiiiii!"

Hill dengan wajah ketakutan terduduk diam, matanya terpaku pada Ayahnya yang terbakar.

Air mata mengalir deras dari mata Hill. Dengan suara gemetar, dia bertanya pelan.

"Ayah, Ayah, apakah Ayah baik-baik saja?"

Hill yang masih sangat ketakutan dan bingung, hanya bisa duduk di tempatnya, terus memanggil-manggil Ayahnya yang terbakar. Tak lama kemudian, Ibu Hill tiba di tempat itu dan melihat suaminya dalam keadaan terbakar. Ibu Hill terkejut dan berteriak panik, mencoba mendekati suaminya. Namun, tiba-tiba terdengar ledakan keras dari luar rumah, disusul dengan suara gemuruh yang memekakkan telinga. Sebuah anak panah tiba-tiba melesat dan mengenai kaki Ibu Hill.

Dengan ketakutan yang semakin memuncak, Ibu Hill segera menggendong Hill yang sedang menangis ketakutan dan menahan rasa sakit di kaki nya. Dia berlari cepat menuju pintu belakang rumah, berusaha melarikan diri dari serangan yang datang. Hill terus menangis, sambil memanggil-manggil Ayahnya.

Di luar, suasana sangat kacau. Orang-orang bersenjata anak panah dan sihir menyerang tanpa ampun. Suara teriakan dan ledakan terdengar di seluruh desa. Di tengah kekacauan itu, beberapa orang yang menyerang melihat Ibu Hill yang sedang berlari sambil menggendong Hill. Mereka segera mengejar mereka.

Ibu Hill yang menyadari dirinya sedang dikejar, semakin cepat berlari menuju hutan yang terletak tak jauh dari desa. Namun, setelah satu jam berlari tanpa henti, tubuh Ibu Hill mulai kelelahan. Dia terjatuh bersama Hill yang masih menangis ketakutan. Ibu Hill, dengan sisa tenaga yang tersisa, menatap Hill dan tersenyum, meskipun hatinya dipenuhi kecemasan.

"Hill hill, tidak apa apa, ibu ada disini, jangan menangis, kamu harus kuat, anak ibu kan selalu ceria tersenyum dan semangat".

Hill melihat mata ibu nya.

"Tidak apa apa ok, semua nya akan baik baik saja".

Hill mulai berhenti menangis, lalu kaget melihat kaki ibu nya.

"Ibu kaki mu".

"Oh ini tidak apa apa, ibu akan mencabut nya".

Dengan menahan rasa sakit agar hill tidak merasa cemas, ibu nya mencabut anak panah dari kaki nya secara perlahan sambil menahan rasa sakit, anak panah itu tercabut lalu seketika ibu hill sadar, bahwa dia sudah meninggal kan jejak darah, ibu hill mulai berdiri dan akan menggendong hill, seketika sebuah anak panah muncul dan menusuk pergelangan tangan ibu hill, lalu anak panah muncul lagi dan menusuk kaki ibu hil, ibu hill pun terjatuh lalu berteriak kepada hill.

"Hill, cepat lari! Cepat, lari! Ibu akan baik-baik saja. Cepat, lari!"

Hill kembali menangis, ketakutan yang begitu besar menghimpit dirinya. Ibu Hill, dengan sisa tenaga yang ada, memaksakan diri untuk bangun, meskipun tubuhnya sangat lemah. Ia menarik Hill agar segera bangun, dan saat Hill terbangun, Ibu Hill mendorongnya dengan lembut namun tegas, sambil tersenyum penuh kasih.

"Berjanjilah, anak Ibu, jangan menangis. Lari, lari demi Ibu. Kamu harus hidup."

Hill, meski masih diliputi rasa takut, menatap wajah Ibu yang penuh harapan, lalu tanpa berkata apa-apa, ia mulai berlari.

Namun, saat berlari, Hill tidak bisa menahan rasa takutnya dan melihat ke belakang. Di antara deretan pohon-pohon, di bawah langit yang cerah dengan pemandangan bintang-bintang yang berkelip, Hill melihat banyak orang yang menghampiri Ibu-nya. Cahaya bulan menyinari wajah Ibu yang tampak penuh kasih, namun juga terluka. Hill melihat Ibu tersenyum, meski air mata mengalir di wajahnya.

"Hill, hiduplah... Ibu dan Ayah akan selalu menyayangimu. Selamat tinggal..."

Hill terus berlari, namun semakin jauh ia pergi, tubuhnya semakin lelah. Tak tahu sudah berapa lama ia berlari, Hill mulai kehilangan kesadaran. Tenaga yang tersisa pun habis, dan akhirnya Hill terjatuh ke tanah, pingsan dalam ketidakberdayaan.

Sebuah kegelapan, tidak terlihat apa-apa saat itu. Namun, kegelapan itu perlahan menghilang, dan seketika semuanya menjadi putih terang. Malam telah berlalu. Hill pun membuka matanya, mendapati dirinya berada di tengah hutan. Ia menatap ke kanan dan kiri, kebingungannya semakin dalam. Tiba-tiba, matanya membelalak, kedua tangan memegang kepala, mulutnya terbuka seakan ingin berteriak.

Hill mengingat kembali apa yang baru saja terjadi padanya, dan perlahan ia mulai berjalan. Tubuhnya lemas, langkahnya lambat, tetapi ia terus melangkah, berbicara dengan suara pelan.

"Ibu, Ayah, aku harus kembali. Semoga Ibu dan Ayah ada di rumah. Jika aku terlalu lama bermain, mereka pasti akan khawatir. Kita sudah berjanji akan pergi ke kota hari ini. Aku sudah menantikannya."

Hill terus berjalan, kepala menunduk. Langkahnya terseok-seok, dan waktu pun berlalu. Ia melangkah di antara pepohonan, hingga ia tiba di sebuah pohon yang dipenuhi darah. Dengan ketakutan yang mulai menyelimuti hatinya, Hill terus berjalan.

Tak lama kemudian, ia sampai di desa. Namun, desa yang dilihatnya kini bukanlah desa yang ia kenal. Banyak rumah yang hancur, asap mengepul di udara. Hill terus berjalan ke rumahnya, tetapi semakin ia mencari, semakin sulit ia menemukannya. Ketika itu, ia pun terduduk di tanah, kelelahan dan kebingungannya semakin dalam. Matanya kosong, tetapi saat menyadari sesuatu, ekspresi wajahnya berubah. Rasa takut mulai menyelimuti dirinya.

Hill melihat sekelilingnya dan menemukan banyak mayat tergeletak di dekatnya. Dengan ketakutan yang semakin meningkat, ia berdiri dan berlari ke hutan, mencari ibunya. Waktu berlalu, dan Hill tiba di tengah hutan lagi. Di sana, ia melihat sebuah pohon yang penuh darah, yang membuatnya ingat bahwa ia dan ibunya berpisah di tempat ini.

Hill pun berhenti, terjatuh di tanah, dan menangis. Kenangan yang menyakitkan kembali menghantui dirinya. Namun, beberapa saat kemudian, ia teringat akan kata-kata terakhir ibunya. Hill pun berhenti menangis, perlahan menyeka air mata, lalu tersenyum dan berbicara dengan penuh keyakinan.

"Ibu, jangan khawatir. Saat ini aku yakin ibu sedang berada di suatu tempat, menunggu aku. Aku berjanji akan mencari ibu. Aku yakin ibu masih ada di dunia ini. Dimanapun ibu berada, aku akan menemukanmu. Tidak seperti ayah dan penduduk desa lainnya, aku tidak melihat ibu di manapun sekarang. Ibu tetaplah bersembunyi sampai aku menemukannya. Dan aku berjanji, aku tidak akan menangis ataupun tersenyum dan berbahagia lagi. Ini adalah terakhir kalinya. Aku ingin ibu lah yang melihat senyum canda tawa ku, suatu hari nanti, saat kita bertemu."

Sebuah tekad yang kuat membuat semangat Hill menyala-nyala seperti api. Hill tidak ingin emosi kesedihan atau kebahagiaan menghancurkan tekadnya untuk mencari ibunya.

Tak lama kemudian, sebuah cahaya kecil terbang mengelilingi tubuh Hill. Cahaya itu kemudian berkata:

"Aku suka dengan semangatmu, Hill. Kalau begitu, biarkan aku membantu mencari ibumu."

"Siapa kamu?" tanya Hill, heran.

Cahaya itu tiba-tiba berubah menjadi sosok kecil, yang terlihat seperti seorang wanita mungil, seukuran gelas minum. Sosok itu memiliki empat sayap kecil di punggungnya dan telinga yang panjang. Rambutnya pendek dan berwarna merah terang, sementara matanya tertutup kain putih yang mengikatnya.

"Aku adalah Levia, salah satu peri yang menjaga hutan ini. Aku melihat segala sesuatu yang terjadi padamu, dan aku mengetahui apa yang terjadi di desamu juga. Aku turut berduka atas kehilangan ayahmu."

"Jika hanya itu yang ingin kau ucapkan, pergilah. Aku tidak punya waktu untuk berbicara denganmu," kata Hill sambil melangkah maju, tidak ingin diganggu.

"Hey, aku belum selesai berbicara! Tunggu!" Levia berkata sambil terbang mendekat, berhenti di depan Hill. "Aku sudah bilang, aku ikut denganmu. Dan soal ibumu, memang benar dia masih hidup, dan aku tahu di mana dia sekarang."

Hill berhenti berjalan, memalingkan wajahnya dan menatap Levia dengan ekspresi serius. Setelah beberapa detik diam, Hill berkata:

"Kalau begitu, beritahu aku."

Hill pun mulai berjalan lagi, menjauh dari desanya, diikuti oleh Levia yang terbang di dekatnya. Mereka berjalan sambil berbicara.

"Ibumu dibawa oleh mereka."

"Sebenarnya, siapa mereka? Dan dibawa ke mana ibuku?" tanya Hill, penasaran.

"Mereka adalah tentara dari Kerajaan Yidh. Perang sudah dimulai. Banyak kerajaan yang sedang berperang sekarang. Bahkan saat kita berbicara, peperangan sedang berlangsung. Serangan Yidh terhadap Magi adalah serangan mendadak. Kita bisa melihatnya dari sini. Lihat banyak asap di sana? Itu Kota Magi. Mereka sedang berperang untuk melindungi kerajaan mereka. Peperangan ini terjadi sangat mendadak, dan tidak hanya Yidh dan Magi yang terlibat. Negara lain juga sedang berperang, dan itu semua terjadi bersamaan dengan kejadian malam tadi. Sepertinya semua ini sudah direncanakan oleh seseorang. Tidak peduli seberapa kuat sihir penduduk Magi, dalam perang tetap saja mereka kesulitan. Setiap negara memiliki kelebihan masing-masing. Apalagi yang menyerang Magi adalah Yidh, yang juga merupakan negara penyihir, meskipun mereka berada di benua yang berbeda."

"Kamu banyak bicara, Levia. Cukup jelaskan intinya saja."

"Maaf, Hill. Jadi begini, perang sedang terjadi di berbagai tempat, dan ibumu saat ini berada di negara Yidh, yang jaraknya sangat jauh. Kalau kita berjalan kaki menuju ke sana, dibutuhkan waktu setahun—itu pun kalau tidak ada hambatan dan kita terus berjalan tanpa beristirahat."

"Aku tidak peduli. Meskipun butuh waktu satu atau dua tahun, aku akan menemukan ibuku."

"Jika kamu terus begini, kamu akan mati dalam perjalanan. Kamu masih kecil, umurmu baru 10 tahun. Aku tahu kamu juga hanya manusia biasa, tanpa kekuatan sihir sedikit pun. Kita juga tidak tahu apa yang akan terjadi di perjalanan. Bisa saja kita diserang monster atau terjebak dalam peperangan. Meskipun aku seorang peri, aku tidak punya kemampuan untuk bertarung. Jadi tolong, tenangkan dirimu, dan mari kita pikirkan baik-baik bagaimana caranya agar kita bisa pergi ke Yidh dengan aman."

"Kenapa kamu peduli padaku? Aku bahkan tidak mengenalmu."

"Tiga tahun yang lalu, kamu pernah menolongku, jadi aku ingin membalas budi padamu."

"Maaf, aku tidak mengingatnya. Kamu tidak perlu membalas budi. Kamu bisa tinggalkan aku. Aku sudah cukup sendiri, selama aku tahu di mana ibuku berada. Aku tidak ingin ada beban yang menghalangi perjalanan ini."

Setelah mendengar perkataan itu, Levia pun mulai membuka kain yang menutupi matanya, mata berwarna merah seperti warna rambut nya, levia sambil tersenyum, lalu berkata:

"Hei, Hill, aku memiliki satu kekuatan yang hanya bisa digunakan sekali dalam setahun. Saat aku membuka kain ini, aku akan melihat segala sesuatu yang ada dalam dirimu selama lima detik. Aku bisa mendengar isi hatimu, membaca pikiranmu, merasakan perasaanmu, masa lalumu, impianmu, bahkan masa depanmu selama beberapa hari dari sekarang, mulai dari sekarang. Dan sekarang, aku akan menggunakannya untukmu. Aku tahu apa yang ada dalam dirimu. Kamu sangat ingin menolong ibumu. Kamu memang berniat pergi ke Yidh. Kamu sadar kamu tidak bisa apa-apa, tapi tetap memaksakan dirimu untuk segera menolong ibumu dan bertemu dengannya. Kamu menyuruhku pergi, seakan-akan aku hanya beban, tapi aku tahu, kamu hanya tidak ingin melihatku terlibat dalam bahaya karena dirimu. Meskipun kamu tidak mengingatku, meskipun kamu membuang sebagian emosi dan perasaanmu, kamu tetap seorang gadis kecil yang baik. Aku akan tetap mengikuti dan membantu kamu."

"Baiklah, Levia, aku minta maaf, dan terima kasih karena sudah mau membantu aku. Aku akan mendengarkan saranmu."

"Hahaha, bagus, Hill. Oke, jadi begini, meskipun aku sudah melihat masa depanmu, aku tidak bisa memberitahumu. Aku juga tidak bisa memberikan berbagai ekspresi, karena jika aku memberitahumu, atau kamu menyadari sesuatu dari ekspresiku, maka kita berdua akan mati."

"Kekuatanmu berbahaya sekali, lain kali gunakan dengan benar, jangan digunakan kepada orang seperti aku."

"Hill, seandainya malam tadi aku segera menolongmu, pasti semua ini tidak akan terjadi. Saat itu, aku ingin menolong kamu dan orang tuamu, tetapi Ratu Peri tidak membiarkan aku pergi. Maafkan aku."

"Levia, kamu tidak bersalah, tidak perlu minta maaf."

"Baiklah, Hill, terima kasih. Kalau begitu, kita akan membicarakan bagaimana cara kita pergi ke sana. Hill, pertama-tama, kita tidak bisa hanya berjalan ke sana. Kamu masih kecil, dan kamu tidak bisa menggunakan sihir. Itu mustahil. Jadi, kita harus mencari seorang penyihir yang bisa menggunakan sihir teleportasi untuk membantu kita. Pengguna sihir teleportasi di dunia ini sangat sedikit. Yang ku tahu, hanya ada lima orang yang bisa melakukannya: dua dari bangsa manusia, dua dari bangsa elf, dan satu lagi dari yang ku dengar dia adalah monster yang sangat jahat."

"Jadi, bagaimana kita mulai?"

"Dua pengguna sihir teleportasi berada di dua negeri sihir besar. Kamu tahu kan di mana itu? Satu ada di Yidh, satu lagi ada di Magi, yaitu di negeri kamu. Itulah sebabnya tentara Yidh bisa berada di sini. Kita hanya perlu mencari pengguna sihir teleportasi di kerajaan Magi, lalu meminta dia untuk mentransportasikan kita ke Yidh. Pengguna sihir teleportasi adalah orang yang sangat kuat. Mereka berbeda dengan penyihir lainnya, mereka memiliki tanda sihir di leher mereka."

"Apakah kamu yakin bisa semudah itu dia membantu kita? Kau tahu, saat ini sedang banyak peperangan. Hal ini tidak semudah yang kau bayangkan."

"Aahhh, iya juga... kamu pintar juga ya. Bahkan jika kita pergi ke kota, sebelum kita bertemu penyihir itu, kita pasti akan langsung dibawa ke tempat pengungsian dan dijaga oleh banyak prajurit."

"Apakah kamu yakin bisa membantu aku?"

"Hahahaha, tenang saja, tidak usah khawatir. Untuk sekarang, teruslah berjalan menuju kota sambil kita memikirkan caranya. Pastikan kita lewat hutan saja, sepertinya melewati jalan utama tidak akan aman."

Waktu terus berlalu, Hill dan Levia terus berjalan. Tak lama kemudian, semakin dalam mereka memasuki hutan, terdengar suara aneh yang sangat berisik mendekati mereka. Hill dan Levia terkejut, lalu berlari ke belakang pohon besar dan menemukan sebuah lubang. Mereka bersembunyi di dalamnya.

Suara itu semakin mendekat, hingga akhirnya seolah-olah berada tepat di belakang mereka. Di dalam persembunyian, Hill menemukan sebuah celah kecil di pohon. Dengan hati-hati, ia mencoba mengintip melalui celah tersebut. Betapa terkejutnya Hill ketika ia melihat sebuah tangan yang sangat besar, dipenuhi cakar panjang dan tajam, serta cairan merah seperti darah yang menetes dari cakar itu. Makhluk itu begitu besar, hingga Hill hanya bisa melihat satu tangannya saja.

Ketakutan, Hill tidak sengaja menggoreskan tangannya ke serpihan kayu yang ada di dalam pohon. Suara gesekan itu membuat makhluk tersebut mendengar gerakan mereka. Hill dan Levia semakin panik, berusaha berdiam dengan hati-hati di dalam pohon. Tak lama setelah itu, sebuah bayangan muncul di depan mereka, dan sebuah jari raksasa, yang masih meneteskan darah, muncul melalui celah lubang tempat persembunyian mereka.

Jari besar itu mulai masuk ke dalam lubang tempat mereka bersembunyi, dan tetesan darahnya mengenai kaki Hill.

bab 2. Perjalanan Yang Berbahaya

Di tengah perbincangan Hill dan Levia ketika sedang berjalan menuju kota, tiba-tiba ada sosok makhluk besar yang membuat Hill dan Levia ketakutan. Mereka pun bersembunyi ke dalam sebuah lubang yang ada di belakang pohon besar. Melihat sebuah tangan yang besar dan menyeramkan, Hill ketakutan hingga tanpa sengaja mengeluarkan suara. Sosok jari-jari besar itu mencoba memasuki lubang tempat Hill dan Levia bersembunyi. Jari-jari itu meneteskan darah ke kaki Hill, membuat Hill dan Levia ingin berteriak karena ketakutan.

..Aku takut, aku takut. Tolong, Ayah, Ibu! Jarinya mendekat, dia akan menyentuh mataku! Tidak, tidak...

Saat jari besar itu akan menyentuh Hill, Levia melihat Hill yang sangat ketakutan. Levia pun memberanikan dirinya, dia terbang keluar dan berteriak.

"Hill, lari! Aku akan menyusulmu nanti!"

Makhluk besar itu melihat Levia, lalu mengejarnya. Hill langsung berlari sekuat tenaga menjauh dari tempat mereka bersembunyi. Hill mencoba melihat ke belakang karena khawatir dengan Levia. Banyak sekali pohon-pohon yang menghalangi penglihatannya, tetapi meskipun hanya sekilas, Hill saat itu untuk pertama kalinya melihat sosok makhluk yang sangat mengerikan dan sangat besar.

..Levia, kenapa kamu melakukan itu Aku tidak ingin kejadian yang sama terulang kembali. Ini semua karena aku. Levia melakukan itu karena dia melihatku ketakutan...

Dengan pikirannya yang kacau dan hatinya yang terus berbicara, Hill terus berlari menjauh sekuat tenaga, tetapi dia sangat khawatir dengan Levia. Sambil berlari, dia memberanikan diri untuk menengok ke belakang. Seketika, Hill terkejut dengan makhluk yang dia lihat sekilas itu.

..Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, tetapi makhluk itu sangat besar. Saat dia sedang berlari mengejar Levia, langkah kakinya sampai membuat hutan ini bergetar seperti sedang terjadi gempa bumi yang besar. Aku harus terus berlari demi Levia yang sudah membuat makhluk itu menjauh. Levia, semoga kamu baik-baik saja...

Waktu pun berlalu, Hill yang sudah kehabisan tenaganya mulai merasa lapar dan haus. Dia sudah tidak tahu lagi saat ini berada di mana, tetapi Hill tahu jika saat ini dia berada di tengah hutan yang luas. Hill pun berjalan mencari makanan untuk dimakan dan mencari air untuk diminum.

..Syukurlah tas kelinci dan buku yang orang tuaku berikan tidak rusak. Ini adalah barang yang sangat berharga bagiku, aku harus menjaganya dengan baik...

Hill terus berjalan tanpa mengetahui arah ke mana dia pergi saat ini. Dia tidak tahu apa pun tentang hutan ini. Rasa lapar dan haus sudah sangat parah, sehingga membuat Hill tidak kuat lagi untuk berjalan. Namun, Hill terus berjalan memaksakan dirinya sampai akhirnya dia terjatuh karena lemas.

..Aku tidak akan menyerah. Aku harus bisa mencari makan dan minum sekarang. Jika begini saja aku tidak bisa, bagaimana aku bisa menolong ibuku...

Hill yang sedang terdiam di tengah hutan yang sunyi sendirian hanya bisa tertidur karena badannya yang sudah lemas. Perlahan, mata Hill pun tertutup.

"Ibu, tunggu aku. Aku pasti akan menolongmu..."

Di tengah kesunyian hutan, tiba-tiba Hill mendengar suara air yang mengalir. Mata Hill langsung terbuka setelah mendengarnya. Hill pun langsung berusaha bangun dan berjalan sambil memegang pohon-pohon yang ada di dekatnya. Dengan perlahan, Hill berjalan mendekati suara air itu. Semakin lama dia berusaha berjalan, semakin jelas dan semakin dekat suara air itu terdengar. Tak lama kemudian, di depan Hill terlihat sebuah tembok besar yang memiliki pintu. Hill pun mendekati pintu itu dan mendorongnya. Seketika, Hill terkejut melihat sesuatu yang ada di depannya saat ini.

..Apa ini? Indah sekali! Aku tidak menyangka di balik tembok akan ada sebuah danau besar. Ada sebuah air terjun di depan sana dan terdapat sebuah pelangi di dekatnya. Di pinggir sungai, banyak sekali pohon buah, dan di bawah pohon-pohon itu terdapat buah-buah yang seperti baru saja terjatuh. Tempat ini tidak gelap sama sekali, karena tidak ada pohon-pohon besar yang menghalangi sinar matahari. Aku harus ke sana...

Perasaan Hill seketika menjadi tenang dan takjub ketika melihat pemandangan yang dia lihat saat ini. Hill, dengan badan yang sudah lemas, memaksakan dirinya untuk berjalan ke pinggiran sungai menghampiri buah-buah. Tak lama kemudian, Hill memakan buah-buah yang terjatuh itu, lalu dia meminum air sungai. Hill pun tiba-tiba mengeluarkan air mata saat sedang memakan buah.

..Oh tidak, aku sudah berjanji tidak akan menangis lagi. Aku harus menjadi orang yang kuat agar bisa menolong ibuku...

Setelah Hill makan dan minum, dia pun sudah merasa kenyang. Hill melihat masih banyak buah di bawah pohon-pohon itu. Hill pun memasukkan beberapa buah ke dalam tas kelinci miliknya.

..Aku membutuhkan ini untuk perjalanan. Semoga segini cukup. Tetapi aku tidak bisa membawa air, aku tidak mempunyai tempat untuk menyimpan airnya. Untuk sekarang, aku rasa aku akan beristirahat di tempat ini. Tempat ini terlihat sangat aman. Aku bisa duduk di sini menunggu Levia, karena dia bilang akan menyusulku. Semoga dia baik-baik saja...

Hill pun duduk di dekat sungai di bawah pohon sambil merapikan buah-buah yang dia masukkan ke dalam tasnya. Tak lama kemudian, dia mengambil buku putih yang dia dapat dari ibunya.

..Buku ini lumayan tebal, tetapi ini sangat ringan, seperti aku mengangkat sebuah daun...

Hill pun membuka buku itu.

...Ini adalah buku bergambar yang memiliki sedikit tulisan di setiap gambarnya. Aku tidak mengerti ini apa. Gambarnya sangat aneh tidak jelas, dan aku tidak bisa membacanya. Ayah dan Ibu tidak mengajariku huruf-huruf ini. Hmm, di halaman ini, apakah ini sebuah pohon? Bentuknya sangat aneh. Lingkaran sihir? Apakah ini seekor burung? Gambar nya sangat tidak jelas...

Hill membuka setiap halaman yang ada di buku itu sambil berbicara di dalam hatinya, tetapi tidak ada satu pun hal yang dia mengerti. Waktu pun berlalu, Hill mulai merasa ngantuk. Hill duduk bersandar di pohon, lalu dia memeluk bukunya dan tertidur di bawah pohon yang tersorot sinar matahari.

...Meski keluarga kami tidak memiliki sihir, tetapi Ayahku adalah seorang dokter, dan dia sering dipanggil ke berbagai tempat untuk mengobati orang-orang...

"Hill, lain kali Ayah akan membawa mu ke tempat kerja Ayah. Kamu bisa bermain di sana, kamu pasti suka, hahaha."

"Yeeyyy, aku tidak sabar! Apakah besok boleh?"

"Boleh, baiklah, besok Ayah akan membawa mu."

"Hey sayang, besok tidak bisa. Apakah kamu lupa besok harus ke istana?"

"Aduh, itu tidak penting, sayang. Paling cuma mengobati orang yang terluka saat latihan sihir, dokter lain bisa mengobati itu. Keinginan Hill lebih penting bagiku, hahaha."

"Tidak boleh, nanti ketua marah."

"Eeeehhh, Ibu serem banget! Baiklah, maaf ya, Hill, besok Ayah tidak bisa. Bagaimana kalau Hill dan Ibu saja yang pergi ke tempat Ayah bekerja?"

"Aku ingin kita bertiga ke sana, tetapi jika Ayah tidak bisa, apakah Ibu bisa ke sana dengan ku?"

"Tentu saja, besok kita akan ke sana, ya, Hill."

"Horeee!"

Satu hari kemudian

"Hill, hati-hati, jangan lari, nanti jatuh."

"Eh, ada Bu Rith, selamat datang di rumah sakit. sudah lama kami tidak melihat Ibu datang, dan ini pertama kalinya kami melihat anak kalian. Dia lucu sekali."

"Iya, dia memang lucu, hahaha. Hill, kemarilah, beri salam kepada paman-paman ini. Mereka adalah rekan Ayah."

"Halo, Paman."

"Imut banget."

Beberapa waktu kemudian

"Hey, Ibu, apakah mereka mengobati orang-orang menggunakan sihir juga?"

"Tidak, Hill. Di dunia ini tidak ada sihir untuk mengobati, jadi luka ataupun sakit tidak bisa diobati dengan sihir."

"Lalu bagaimana mereka mengobati orang-orang?"

"Ada cara khusus untuk melakukan pengobatan orang sakit. Nanti Ayah dan Ibu akan mengajarkanmu."

"Baiklah, hehe, aku tidak sabar. Aku ingin bisa mengobati orang-orang, aku ingin bekerja seperti Ayah."

"Kamu pasti bisa, Hill."

...Mereka mengajarku cara membuat obat dan mengobati luka-luka saat umurku 6 tahun, tetapi mereka baru mengajarku sedikit. Aku hanya bisa mengobati makhluk-makhluk kecil seperti burung yang terluka atau hewan-hewan kecil saat umurku 7 tahun...

"Wah, Hill, kamu hebat! Di umurmu yang masih kecil ini, kamu bisa mengobati burung. Lihat, sekarang burung itu bisa terbang lagi. Ibu bangga padamu."

"Hehehe."

...Tak lama kemudian, Ayahku menangis sambil menceritakan hal itu kepada tetangga saat mengetahui hal itu, karena aku berhasil membuat burung bisa terbang lagi...

"Ayah, ayo bermain petak umpet!"

"Hahahaha, Ayah curang!"

"Aaaa, hiks hiks, Ayah, kaki ku sakit!"

"Wuaaahhh, sakitnya hilang. Terima kasih, Ayah!"

"Hill, lihat, Ibu memasak makanan kesukaanmu, kue bunga pini."

"Wow, enak sekali! Tapi, bukannya Ibu bilang bunga pini itu sulit didapatkan karena langka?"

"Ibu, aku tidak mengerti ini, dibacanya apa?"

"Ibu..."

"Hahahaha, Ibu."

"Ibu, tunggu aku."

"Ibu, itu geli, hahaha."

...Ada apa ini? Kenapa semuanya menjadi gelap?..

"Hill, hiduplah..."

Seketika Hill kaget dan terbangun dari tidurnya.

...Itu semua hanya mimpi. Kenapa di dunia ini ada perang? Jika itu tidak ada, saat ini Ayah dan Ibuku pasti berada di dekatku. Mereka akan mengelus kepalaku saat aku merasa ketakutan...

Hill yang sudah tertidur cukup lama, melihat hari sudah malam, tetapi Levia belum kembali. Hill sangat khawatir dengan Levia. Hill pun mulai berdiri dan berjalan.

...Levia bilang akan menyusul, tetapi sampai sekarang dia belum kembali. Apakah dia tidak tahu aku berada di mana? Mungkin saja saat ini dia sedang mencariku. Sebaiknya aku pergi dari sini dan mencari Levia...

Hill pun mulai berjalan keluar dari tempat istirahat ini, tetapi dia merasa takut karena hari sudah malam dan gelap.

...Jika aku pergi dari sini sekarang, pasti akan sangat gelap di luar sana karena tertutup pohon-pohon besar. Siang saja sudah gelap, apalagi malam hari. Di sini terasa terang oleh bintang dan bulan. Sebaiknya aku diam di sini sampai hari terang. Mungkin aku akan berteriak memanggil Levia di sini. Mungkin saja dia berada di sekitar sini...

"Leviaaaaa! Leviaaaa, kamu di mana? Leviaaaa, aku ada di sini! Kemarilah jika kamu mencari ku."

Hill duduk sambil berteriak, berharap Levia datang. Beberapa waktu kemudian, setelah cukup lama memanggil levia, tiba-tiba terdengar suara daun-daun yang seperti sedang disentuh di balik semak-semak yang ada di belakang Hill.

"Levia, apa itu kamu?"

Hill pun mulai berdiri dan mendekati semak-semak itu.

"Levia, apa itu kamu?"

...Sebaiknya aku harus mendekatinya lagi. Semakin aku dekat dengan semak-semak itu, semakin berisik suaraannya. Semak-semak itu terlihat jelas sedang bergerak, seperti ada sesuatu di baliknya...

"Levia?"

Seketika, tangan Hill mulai menyentuh semak-semak itu, lalu tiba-tiba...

...Tidak ada apa-apa di sini. Suaranya menghilang. Sebenarnya, apa itu tadi?

"Hahahaha."

Hill kaget, tiba-tiba mendengar suara tertawa. Banyak sekali suara itu, seperti sedang mengelilingi Hill.

...Siapa itu? Aku melihat sesuatu di balik pohon dan semak-semak. Mereka ada banyak. Apa itu? Mereka banyak sekali, mengelilingiku. Semakin aku perhatikan, semakin jelas aku bisa melihat mereka. Mereka ada banyak, berada lumayan jauh, di belakang dan sampingku. Aku melihatnya... Apa itu? Badan mereka kecil berwarna hijau, telinga mereka panjang, mereka seperti memegang pisau. Aku harus pergi dari sini...

Hill merasa dirinya terancam oleh makhluk-makhluk di sekitarnya yang jumlahnya banyak sekali. Di depan Hill adalah dinding dan pintu tempat dia memasuki tempat itu. Semakin lama dia diam, semakin dekat makhluk-makhluk itu. Tak lama kemudian, Hill pun langsung berlari keluar dari tempat itu.

...Lari, lari! Aku harus berlari! Oh tidak, mereka mengejarku, gawat! Aku harus lari ke mana? Gelap sekali, aku tidak bisa jelas melihat. Mereka tertawa sambil mengejarku, gawat-gawat, mereka semakin dekat! Tidak! Aduh...

Hill yang berlari di tengah hutan yang gelap di malam hari, tanpa sengaja menabrak pohon sehingga membuatnya terjatuh...

...Kepalaku sakit. Oh tidak, mereka tepat di depan ku. Apakah aku akan mati? Dia mengangkat pisau-nya. Aku tidak bisa melakukan apapun selain berlari. Levia benar, aku hanyalah seorang anak kecil biasa. Mustahil bagiku menyelamatkan ibuku sendirian. Tolong aku, Levia...

"Leeevvviiiaaaaaa, ttooollloonnggg!"

"Dengan memanggil roh-roh api, ku perintahkan kalian untuk menghancurkan mereka yang sudah mengacau di hutan ini! TORNADO API!"

Sebuah tornado api menyerang kumpulan makhluk hijau itu dan membakar mereka tanpa tersisa sedikit pun.

"Levia, cepat pergi. Biar aku yang urus sekarang."

"Baik, Ratu."

"Hill, Hill, Hill, syukurlah kamu baik-baik saja. Maafkan aku karena terlambat. Monster besar itu mengejarku sampai sore, tetapi tiba-tiba dia berhenti dan berjalan mengabaikanku. Syukurlah kamu baik-baik saja. Aku khawatir kepadamu."

"Levia, mungkin sekarang kamu adalah satu-satunya orang yang berharga bagi ku yang di dekat ku. Syukurlah kamu tidak apa-apa."

"Ya ampun, Hill, kok kamu menangis? Hahaha."

"Aku khawatir kepadamu. Aku tidak ingin kehilangan siapapun lagi."

"Hey, hey, kalian bukannya baru bertemu? Kok sudah sedekat itu sih? Itu lucu sekali! Hahahaha."

"Levia, siapa dia?"

"Oh, Hill, perkenalkan. Dia adalah Ratu ku, dia ratu peri yang ada di hutan ini."

"Halo, Hill. Selamat datang di Hutan Treeden. Untuk sekarang, mari kita pergi dari sini. Di sini berbahaya."

Mereka bertiga pergi dari tempat itu menuju tempat di mana Hill beristirahat sebelumnya.

"Tempat ini kan?"

"Tidak apa-apa. Aku memasang sihir pelindung sekarang."

Mereka pun diam di dekat sungai dan mulai berbicara.

"Hill, Levia akan memandumu. Meskipun begitu, dia sangat berguna meskipun kekuatannya sama sekali tidak berguna. Hahahaha."

"Ratu itu kejam sekali."

"Hill, Levia sudah menjelaskannya kepadamu. Jika kamu ingin pergi ke Kerajaan Yidh, kamu perlu mencari orang yang bisa melakukan sihir teleportasi. Tetapi itu tidak mudah karena Kerajaan Magi saat ini sedang berperang. Kenyataannya, mungkin mustahil bagimu untuk berteleportasi. Hal itu pasti akan ditolak. Jika kamu ke kota pun, mungkin kamu akan dibawa ke tempat pengungsian. Jika kamu dibawa, maka akan semakin sulit bagimu untuk menolong ibumu."

"Lalu bagaimana aku pergi ke Yidh?"

"Levia adalah pemandumu. Dia sudah menggunakan kekuatannya yang hanya bisa digunakan sekali, sedangkan cooldown-nya lama. Hahahaha."

"Aduh, dadaku sakit."

"Dia sudah melihat masa depanmu selama. Bukti dia bisa menemukanmu pun karena dia sudah tahu hal ini akan terjadi."

"Bukankah dia dan aku akan mati jika Levia memberitahu atau mengekspresikan masa depan ku?"

"Jika dia mengatakan kepada orang lain selain dirimu, itu tidak apa-apa. Jadi kamu tidak perlu tahu. Kamu cukup ikuti saja Levia. Anggap saja dia tidak melihat masa depanmu. Levia memberitahuku masa depanmu, tetapi jika aku memberitahumu, maka aku sendiri yang akan mati. Kekuatan dia seperti kutukan. Kutukan yang bisa diserahkan kepada orang lain. Hahahaha."

"Dadaku sakit."

"Hill, untuk berjalan ke kota lewat jalan utama, membutuhkan waktu 5 jam jika tanpa kereta kuda. Kamu waktu itu ke kota bersama orang tuamu naik kereta kuda sampai gerbang saja itu terasa sebentar, tetapi jika berjalan, itu perlu 5 jam. Sekarang situasi di luar sangat kacau, semakin waktu berlalu, semakin kacau dunia ini karena peperangan semakin besar. Jika kamu ke kota lewat jalan utama, itu sangat berbahaya."

"Apakah lewat hutan ini untuk pergi ke kota cukup jauh?"

"Memerlukan waktu 5 hari untuk sampai ke kota jika lewat hutan, karena hutan ini seperti kamu pergi lurus menjauh dari tempat tujuanmu, lalu belok dan kembali. Hutan ini sangat luas. Meskipun begitu, sekarang hutan ini sudah tidak aman. Sebelumnya hanya ada sedikit monster di sini dan tidak terlalu berbahaya, tetapi semenjak kemarin, peperangan terjadi, banyak monster asing yang masuk ke hutan. Sepertinya mereka bersembunyi dari kekacauan yang diakibatkan manusia saat ini. Banyak hutan di luar sana yang sudah tidak aman, ada juga monster kuat yang masuk hutan karena mereka ingin ikut mengacaukannya saja. Mereka tidak takut manusia. Mereka hanya ingin menghancurkan. Kalau begitu, Hill, sekarang pilihlah. Kamu akan melewati tempat terbuka yang sedang kacau, atau melewati hutan? Keduanya sangat berisiko bagi mu. Seperti yang kukatakan, semakin berjalan waktu, semakin kacau peperangan manusia. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah 5 hari kemudian. Apakah Kota Magi masih ada? Atau sudah hancur sepenuhnya?"

"Hill, keputusan yang kamu pilih, lewat jalan utama atau hutan, aku akan tetap mengikuti mu. Jadi pikirkan baik-baik, mari kita berjuang bersama demi bisa menolong ibumu."

...Apa yang harus aku pilih? Kedua-duanya sangat berbahaya. Jika aku lewat jalan utama, maka aku bisa mati dengan mudah karena tempatnya sangat terbuka. Mungkin mereka akan langsung membunuhku jika aku ketahuan. Tetapi untuk sampai ke kota, sangatlah cepat. Ratu peri bilang kita tidak tahu apakah Magi masih ada setelah 5 hari ke depan. Lalu apakah penyihir teleportasi masih hidup nanti? Aku membutuhkan jalan tercepat...

Setelah sekian lama berpikir, akhirnya Hill membuat keputusan.

"Bagaimana, Hill? Apakah kamu sudah memutuskan?"

"Sudah kutetapkan. Aku..."

...Ini demi Levia, aku harus memikirkan Levia juga. Aku tidak boleh egois dan mementingkan diriku sendiri.

"Aku akan lewat hutan."

"Hehehe, menarik. Bukankah akan lama sampai ke kota? Kenapa kamu memilih lewat hutan?"

"Aku tahu kedua pilihan itu berbahaya, tetapi jika aku memilih lewat jalan utama, jika sampai aku ketahuan dan orang-orang jahat mencoba membunuhku, Levia akan kesulitan untuk melarikan diri. Karena di tempat terbuka, orang-orang akan mudah menyerang Levia meskipun dia bisa terbang. Tetapi jika lewat hutan, meskipun tetap berbahaya, jika terjadi sesuatu, Levia bisa melarikan diri dengan mudah melewati pohon-pohon dan dia bisa bersembunyi di dalam pohon-pohon besar. Itu mungkin membuat Levia lebih aman."

"Astaga Hill, kenapa kamu malah memikirkan aku? Kamu kan harus mencari cara cepat agar bisa segera menolong ibumu. Kenapa kamu memikirkan aku?"

"Ini adalah keputusanku. Aku tidak ingin membuat orang yang membantu aku mati."

"Hill, tapi ini adalah perjalananmu. Aku pun tidak akan membiarkanmu mati. Jika suatu bahaya terjadi, akulah yang akan menolongmu."

"Jika Levia berpikir seperti itu, kalau begitu sudah kuputuskan, aku tidak akan ketakutan lagi dengan hal apapun. Aku tidak akan membuat Levia khawatir lagi padaku. Jadi mulai sekarang, kita akan menjadi rekan yang saling membantu."

"Oh, aku terharu. Levia dan Hill, sepertinya kalian cocok menjadi rekan. Hahaha. Lalu, Hill, di umurmu yang baru 10 tahun ini, sebelumnya kamu adalah anak periang yang manja, sekarang kamu terlihat seperti orang yang berani dan bijak. Aku bisa melihat keseriusan tekadmu di ekspresimu itu. Menarik. Baiklah, sudah diputuskan, kalau begitu Hill, kamu tidurlah agar besok bisa berangkat dengan badan yang segar. Aku akan mempersiapkan sesuatu, sehingga di perjalanan nanti kalian tidak kesulitan mencari makan dan minum."

"Ratu peri, apakah kamu akan ikut bersama kami?"

"Hill, aku ingin membantumu, tetapi maafkan aku, aku tidak bisa ikut. Aku perlu memantau dan menjaga setiap sudut hutan, karena saat ini banyak monster aneh dan asing yang datang."

"Hill, apakah kau tahu? Jika Ratu Peri ikut dengan kita, pasti perjalanan akan lebih mudah, karena dia itu sangat kuat. Hanya dengan satu jentikan jari saja, dia bisa membakar seluruh hutan besar ini."

"Itu sangat berbahaya."

"Hahahaha, sudah-sudah, Hill. Kamu tidurlah saja, tidak usah takut. Levia akan menjaga kamu."

"Baiklah, selamat malam."

bab 3. Dunia Semakin Kacau

"Oh, sepertinya hari sudah terang. Rasanya aku tertidur dengan lelap..."

"Selamat pagi, Hill."

"Selamat pagi, Levia. Ke mana Ratu Peri?"

"Dia sedang menyiapkan sesuatu untuk perjalanan kita. Mulai sekarang, kita harus benar-benar siap. Mungkin nanti kita akan bertemu monster jahat seperti goblin yang menyerang kita tadi malam. Hutan ini semakin tidak aman."

"Baiklah, kalau begitu aku akan membersihkan tubuhku dulu."

"Hill, apakah tubuhmu tidak apa-apa? Aku melihat banyak sekali luka di tubuhmu."

"Aku tidak apa-apa, ini hanya sedikit sakit saja. Aku mendapat luka saat terjatuh. Di perjalanan nanti, aku akan sekalian mencari bahan-bahan untuk obat lukaku."

Waktu pun berlalu, Ratu Peri pun datang membawa beberapa barang.

"Hey kalian, aku membawakan barang yang diperlukan untuk perjalanan kalian. Ini, aku membuatkan baju, celana panjang, dan sebuah jubah untuk Hill. Kamu memerlukannya agar tidak kedinginan. Lalu ini ada sebuah kantong air dan kantong sihir berukuran kecil. Kamu bisa memasukkan makanan dan kantong air ke sini. Kantong ini hanya bisa menyimpan 30 barang kecil atau besar, dan kamu bisa menyimpan kantong ini di dalam tas kelinci mu. Lalu Levia, aku akan memberikanmu kantong sihir kecil dan kalung kecil ini."

"Ratu, ini kan kalung yang berharga?"

"kalung itu mungkin akan membantu kalian nanti. Oh iya, satu lagi. Hill, ini adalah belati untukmu. Aku tidak tahu apakah kamu bisa menggunakannya atau tidak, tetapi kamu harus memberanikan diri untuk memakai belati ini untuk menjaga dirimu."

"Aku akan selalu memberanikan diriku, agar aku tidak membuat Levia khawatir. Saat dia melihatku ketakutan, dan aku merasa saat ini ayahku sedang melihatku di suatu tempat, aku tidak ingin membuat dia khawatir juga."

"Hmm hmm, semangat yang bagus di usia mu yang sekarang ini, hahaha. Baiklah, malam sudah berakhir, sudah saatnya kalian berangkat."

"Terima kasih, Ratu Peri. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu."

Mereka pun mulai berjalan, waktu terus berlalu.

"Levia, apakah kamu tahu tanaman yang bernama JATROPHA CURCAS?"

"Aku tahu itu, tetapi untuk apa?"

"Tanaman itu mengandung senyawa yang mampu mencegah infeksi pada luka, dengan membunuh bakteri dan mikroorganisme lainnya. Intinya, tanaman itu memiliki sifat antiseptik dan anti-inflamasi, sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka terbuka yang ada di tangan dan kakiku."

"Wow, kamu tahu banget tentang obat-obatan. Jarang sekali orang mengerti tentang itu di zaman sekarang. Kamu baru umur 10 tahun, tetapi sudah mengerti banyak, bahkan tiga tahun yang lalu kamu sudah bisa mengobati aku."

"Orang tuaku mengajarku tentang obat dan penyembuhan sejak umur 6 tahun, tetapi aku minta maaf, aku masih tidak ingat tentangmu."

"Hahaha, tidak apa-apa. Kalau begitu, kita harus segera mencari tanaman itu. Lukamu harus segera disembuhkan."

"Kita bisa mencarinya sambil berjalan, tidak ada waktu untuk berputar-putar sekarang."

"Tetapi aku khawatir..."

"Levia..."

"Hmm, baiklah."

Hill terus berjalan mengikuti Levia sebagai pemandunya.

...Levia mengetahui masa depan ku selama beberapa hari kedepan, apakah dia sudah tahu hal ini akan terjadi...

"Levia, kamu selalu menggunakan kain penutup mata, apakah itu untuk mencegah kekuatanmu? Bukankah kekuatanmu hanya bisa digunakan sekali setiap setahun? Lalu setelah digunakan, kenapa kamu masih menggunakannya? Apakah itu tidak menghalangi penglihatanmu?"

"Sebenarnya aku bisa mengontrol kekuatanku, jadi meskipun tanpa kain penutup mata, aku masih bisa melihat orang lain tanpa harus menggunakan kekuatanku."

"Lalu apa gunanya kain itu?"

"Oh, ini hanya sebuah gaya, agar aku terlihat keren saja."

"Oh, oke."

"Datar banget tanggapanmu, Hill. Ceria lah!"

"Levia, ini bukan waktu untuk membahas hal itu."

"Dingin banget deh."

Waktu pun berlalu, hari sudah siang, dan mereka sudah cukup jauh berjalan.

...Aduh, kaki ku mulai terasa sakit lagi...

"Hill, ada apa? Kenapa tiba-tiba diam?"

"Aku tidak apa-apa, ayo lanjut berjalan."

...Aku tidak boleh membuat Levia khawatir...

"Oh tidak, Hill, kakimu berdarah."

"Cuma segini tidak masalah, kita harus terus berjalan sambil mencari obat untuk kakiku."

"Hill, duduklah dulu di sini. Aku akan membawakanmu tanaman itu."

"Tapi kan..."

"Hill, kamu sudah berjanji tidak akan membuatku khawatir lagi kan?"

"Aku pergi dulu."

Hill menatap Levia yang terbang menjauh sebelum menghilang di balik pepohonan. Setelah itu, dia kembali fokus pada kakinya yang terluka.

...Untuk sekarang, aku memerlukan air untuk membersihkan luka kaki ku. Aku akan memakai sedikit air untuk minum...

Hill membuka tasnya dan mengeluarkan kantong sihir. Dia meneteskan sedikit air ke luka di kakinya, hati-hati agar tidak membuang-buang air.

...Sepertinya segini cukup, aku tidak bisa membuang-buang air. Aku harus menyimpan sisanya lagi...

Dengan hati-hati, Hill menyimpan kantong air kembali ke dalam tasnya. Kemudian dia duduk bersandar di bawah pohon besar, mencoba beristirahat sejenak.

Di tengah hutan yang gelap ini, Hill memfokuskan pandangannya ke depan.

...Sejauh mata ku memandang, yang ku lihat hanyalah pohon-pohon besar yang menutupi sinar matahari. Orang tuaku tidak banyak menceritakan hal-hal yang ada di dunia luar ini. Sudah tiga hari berlalu semenjak itu, aku sudah mengalami dan melihat banyak hal...

Tiba-tiba, pandangannya tertuju pada sesuatu di depan.

Eh, di depan sana, apa itu?

Setelah diamati lebih lanjut, Hill melihat sebuah pohon yang berbeda dari pohon-pohon yang pernah dia lihat sebelumnya. Pohon itu tidak terlalu besar, warnanya sangat hitam, dan bentuknya aneh sekali. Hill tidak tahu apa bentuknya, tetapi jelas bahwa itu berbeda dan terasa tidak biasa.

...Apa itu? Kenapa pohon itu berbeda?

Setelah 1 jam menunggu, Hill mulai merasa khawatir karena Levia belum kembali juga.

...Levia lama sekali, semoga tidak terjadi apa-apa...

Hill terus menunggu sambil memindahkan pandangannya ke kiri dan ke kanan, mencari tanda-tanda kedatangan Levia. Tanpa sadar, pandangannya melayang ke atas. Berpikir sejenak.

Aku penasaran, jika aku naik ke pohon tinggi ini, apa yang akan aku lihat dari atas sana? Bisakah aku melihat seluruh hutan ini? Sepertinya akan terlihat indah jika aku berada di atas sana.

Setelah berpikir seperti itu, Hill pun mulai memandang ke depan lagi.

..Levian lama sekali, eh, pohon aneh itu? Tunggu, apa aku salah lihat? Sepertinya hanya perasaanku saja, tapi... pohon itu... pohon aneh itu, sepertinya tadi tidak sedekat itu..

Hill terus memandang ke depan, tepat ke arah pohon aneh itu.

..Semakin lama aku perhatikan, pohon itu benar-benar seperti mendekat ke arahku. Apa ini nyata? Aku mulai merasa cemas. Pohon itu memang jadi terasa dekat, bukan hanya perasaanku. Tidak, pohon itu benar benar sedang mendekati ku, pohon itu semakin dekat... aku harus pergi dari sini!..

Hill mencoba berdiri, tetapi...

..Eh, tidak mungkin. Aku tidak bisa bergerak sedikit pun! Belati! Belati... aku harus mengeluarkan belati! Bahkan tanganku pun terasa kaku, aku tak bisa menggerakkannya. Apa yang terjadi? Pohon itu semakin mendekat, semakin dekat. Oh tidak, pohon itu kini tepat berada di depan wajahku! Pohon itu tiba-tiba berhenti tepat di depanku, dan aku tidak bisa bergerak sedikit pun. Aku harus mengeluarkan belati! Aku harus melakukan sesuatu...

"Makhluk apa kamu? Pergi dari sini!"

Tiba-tiba, pohon hitam yang aneh itu menghilang begitu saja, tanpa jejak sedikit pun.

..Ke mana pohon itu pergi?..

Hill tercengang. Pohon hitam yang sebelumnya ada di depannya kini lenyap, dan tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari bawah tanah, tepat di tempat Hill berdiri.

"Apa itu? Suara apa ini?"

Suasana hening sejenak, kemudian...

"Aaaaaaaaaaaaaaaaa!"

Sebuah pohon hitam dengan bentuk yang sangat aneh tiba-tiba muncul dari bawah tanah, merobek tanah di bawah Hill. Pohon itu semakin membesar dan terus menjulang tinggi. Hill yang terkejut, tanpa sadar terangkat ke udara, tubuhnya dibawa oleh pohon yang semakin tinggi itu. Ranting-ranting pohon itu melilit tubuh Hill, seolah menjaga agar dia tidak terjatuh.

Pohon itu terus tumbuh, semakin tinggi, hingga akhirnya Hill terus berteriak, dipaksa naik semakin tinggi. Akhirnya, pohon itu berhenti tumbuh. Hill, yang saat itu menutup matanya, mulai merasakan ketenangan dan membuka matanya.

"A-a-ap... apa ini?"

Ketika Hill membuka matanya, dia terkejut dengan apa yang dia lihat. Matanya terbuka lebar, seakan tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.

"...Ini... ini sangat menyeramkan."

Saat itu, wajah Hill langsung dipenuhi keringat dingin.

"Apa yang terjadi?" pikirnya.

Hill kini berada di puncak salah satu pohon yang sangat tinggi. Namun, pemandangan yang dia lihat bukanlah yang dia bayangkan. Dari sini, dia bisa melihat banyak pohon tinggi lainnya sekitar 30-45 meter, namun jika dia memandang lebih jauh ke depan, meskipun belum bisa melihat dengan jelas, dia tahu itu adalah ledakan-ledakan besar yang mirip dengan yang terjadi di desanya dulu, hanya saja ledakan kali ini jauh lebih besar.

Saat matanya bergerak ke atas, Hill akhirnya menyadari sesuatu yang lebih mengerikan. Ternyata, selama ini hutan yang gelap ini bukan disebabkan oleh pohon-pohon besar yang menutupi cahaya matahari, tetapi karena asap tebal yang memenuhi udara, hampir menutupi seluruh daratan. Pohon-pohon besar ini seolah berfungsi untuk menahan agar asap-asap itu tidak memasuki hutan. Hill baru menyadari bahwa jika pohon-pohon besar ini tidak ada, hutan ini pasti sudah dipenuhi asap yang menyesakkan.

"Ohok... ohok... ohok."

...Di sini terasa sangat panas, dan pernapasanku jadi tidak nyaman. Aku harus turun dari sini, tapi bagaimana caranya? Ranting pohon ini mengikatku...

Tak lama kemudian, setelah Hill berpikir untuk turun, tiba-tiba pohon aneh yang mengangkat tubuh Hill mulai menurun perlahan. Semakin lama, pohon itu semakin pendek.

...Pohon ini, apakah dia bisa membaca pikiranku? Dia menjadi lebih pendek perlahan, seolah-olah menjaga agar aku tidak terjatuh. Sekarang aku menyadarinya, semua pohon yang ada di hutan ini adalah makhluk yang baik...

Waktu pun berlalu, dan akhirnya Hill bisa menginjakkan kakinya lagi di daratan. Secara perlahan, ranting pohon itu melepaskan ikatannya. Semakin lama, pohon itu semakin mengecil. Hill, yang menyadari hal itu, memegang pohon tersebut dan berkata:

"Terima kasih, Tuan Pohon Aneh, maafkan aku karena mengira kamu adalah monster jahat."

Pohon itu kemudian mulai masuk ke dalam tanah, perlahan-lahan hingga akhirnya pohon itu menghilang tanpa meninggalkan jejak di tanah, seolah tidak terjadi apa-apa. Tak lama kemudian, Hill melihat ke tanah dan menemukan sesuatu.

...Ini? Apakah ini daun dari pohon tadi? Rasanya terlihat berbeda, tapi daun ini aneh. Sebaiknya aku simpan saja.

Di tanah terdapat tiga daun besar yang tiba-tiba muncul. Daun itu berbentuk seperti bintang dan berwarna merah. Hill pun mengambilnya dan memasukkan tiga daun itu ke dalam kantong sihirnya. Kemudian, Hill pun bersiap untuk pergi mencari Levia yang belum datang. Setelah Hill mulai berjalan, tak lama kemudian terdengar suara Levia yang memanggil Hill. Hill pun melihat Levia bergerak cepat menghampirinya.

"Hill, sudah ku bilang tunggu! Ya ampun!"

"Levia, apakah kamu menemukan obatnya?"

"Iya, tunggu sebentar."

Levia mengeluarkan kantong sihir miliknya dan mengeluarkan tujuh daun Jatropha Curcas.

"Terima kasih, aku harus segera mengobati luka di kaki dan tanganku."

"Bagaimana kamu membuatnya?"

"Pertama-tama, aku memerlukan kayu keras untuk menghancurkan daunnya."

"Ini dia, aku menemukan kayu keras."

"Terima kasih. Lalu aku akan menghancurkan daun ini. Sebenarnya, cara terbaiknya adalah dengan memproses daun ini menjadi minyak, tapi kita tidak ada waktu untuk itu. Aku hanya perlu menghancurkan daun ini sampai halus, lalu aku oleskan ke luka di kaki dan tanganku."

Waktu berlalu, Hill sudah selesai membuat obat itu, lalu Hill mengoleskannya ke lukanya. Setelah semuanya selesai, Hill langsung bergegas menuju kota.

"Hey, hey, Hill, tunggu dulu, cuma begitu saja?"

"Iya, begini saja cukup. Nanti juga sembuh. Dengan mengoleskan daunnya, lukaku akan cepat kering dan akhirnya sembuh."

"Bagus deh kalau begitu. Ngomong-ngomong, kenapa kamu buru-buru begitu, Hill?"

...mungkin saja, Levia mengetahui hal ini akan terjadi karena dia sudah melihat masa depanku. Mungkin dia hanya tidak ingin mengekspresikan penglihatannya, jadi dia tidak bertanya kepadaku.

"Kita harus cepat sampai ke kota dalam waktu empat hari. Kalau tidak, mungkin saja kota Magi sudah tidak ada lagi. Perang di luar sana semakin besar, dan kegelapan yang ada di hutan ini bukan karena pohon yang menghalangi sinar matahari, tetapi karena asap-asap yang disebabkan oleh peperangan."

"Bagaimana kamu bisa tahu itu?"

"Aku sudah melihatnya sendiri. Ngomong-ngomong, tempat kita dan Ratu Peri beristirahat semalam, kenapa tempat itu tidak gelap di siang hari? Tempat itu terbuka, tidak ada pohon besar dan tinggi. Seharusnya aku bisa melihat asap-asap itu dari sana."

"Para peri selalu melindungi di tempat itu, jadi peri lain yang menjaga tempat itu. Mereka menggunakan sihirnya untuk memantulkan asap itu."

Waktu berlalu, hari sudah hampir malam, Hill dan Levia pun mencari tempat untuk tidur.

"Hill, ada gua di sana, kita bisa tidur di sana malam ini."

"Baiklah, mari kita tidur di sana."

Setelah melihat gua, Hill dan Levia memasuki gua itu, dan Hill pun berbaring untuk tidur.

"Levia, sebaiknya kamu juga perlu tidur. Apakah terbang setiap saat tidak membuatmu lelah?"

"Tidak apa-apa, kamu tidak perlu memikirkan aku. Kamu tidur saja."

"Aku ingin kamu tidur di sampingku. Di sini gelap sekali, membuatku tidak nyaman."

"Baiklah, kalau itu maumu, hahahaha. Aku akan tidur di sampingmu, tapi jangan sampai badanmu menindihku ya, hahahaha."

"Levia, apakah kita tidak bisa membuat api?"

"Kita tidak bisa. Jika kita membuat penerangan, maka monster bisa saja melihat kita."

Hill pun mulai merasa mengantuk dan perlahan menutup matanya. Setelah Hill hampir tertidur, hal yang tidak terduga pun terjadi. Tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing mendekati Hill dan Levia.

"Levia, suara itu kan?"

"Sssttt, Hill, jangan berisik."

...Suara itu terdengar tidak asing. Aku mengetahuinya, suara menyeramkan ini. Suara ini adalah suara dari monster besar yang mengejar Levia kemarin. Suara itu semakin mendekat...

Seketika, Levia mulai berbicara dengan pelan.

"Hill, jangan takut. Jika sesuatu terjadi, aku akan melakukan hal yang sama seperti kemarin."

"Tidak apa-apa, Levia, aku tidak takut sama sekali. Kita cukup diam saja di sini, tidak akan terjadi apa-apa." Hill menyembunyikan rasa takut nya

...Suara itu semakin mendekat, dia tepat berada di atas gua ini...

Tak lama kemudian, tiba-tiba sebuah getaran sangat besat terjadi, membuat Hill dan Levia kaget. Mereka hampir berteriak.

...Monster itu sepertinya baru saja melompat. Suaranya seperti berada di depan gua sekarang ...

Di saat mereka mencoba untuk tetap tenang, tiba-tiba sebuah tangan muncul di depan gua itu.

...Oh tidak, sepertinya dia akan memasukkan tangannya, eh tunggu dulu, tangannya sudah tidak ada lagi...

Getaran mulai terjadi, suara monster itu terasa semakin menjauh.

"Levia, sepertinya monster itu sudah pergi."

"Syukurlah, mungkin dia hanya lewat saja. Wuaaahh, tadi itu menyeramkan sekali. Padahal aku sudah bersiap untuk memancing dia agar menjauh."

"Tolong jangan lakukan itu lagi."

...Syukurlah, tidak terjadi apa-apa. Saat ini aku merasa tenang.  Sebaiknya aku tidak perlu terlalu banyak berpikir. Aku harus segera tidur agar nanti tidak bangun siang...

"Levia, selamat malam."

"Selamat malam, Hill."

Waktu pun berlalu, malam sudah berakhir, pagi sudah tiba. Hill pun terbangun, tak lama kemudian Hill pergi keluar dari gua.

...Eehh, apa ini?

Setelah baru keluar gua, tiba-tiba Hill terkejut, lalu dia mencoba membangunkan Levia.

"Levia, cepat bangun, bangun! Lihat ini!"

"Ada apa, Hill?"

"Cepat kemari, lihat ini!"

Levia pun tergesa-gesa keluar dan melihat apa yang terjadi di luar. Seketika, Levia pun ikut terkejut dengan apa yang dia lihat.

"Woaaaahh, apa ini? Apakah ini jejak kaki? Besar sekali!"

"Sepertinya ini adalah jejak kaki monster semalam."

"Tapi itu kan monster yang waktu itu? Seingatku, dia tidak sebesar ini. Wuaaahh, jejak kakinya sangat besar, seperti ukuran rumah seorang bangsawan."

"Levia, sepertinya monster-monster di hutan ini sudah tidak normal. Monster yang semalam bukanlah monster yang kita temui waktu itu, ini adalah monster yang berbeda. Kita harus segera ke kota. Firasatku buruk jika kita terlalu lama berada di hutan ini. Dengarkan aku baik-baik, Levia, kita harus sampai cepat. Hari ini kita harus berjalan cepat, kita hanya perlu istirahat sebentar saja. Jika kita terus berada di hutan ini, mungkin kita akan mati oleh monster."

"Baiklah, Hill."

...Jika jejak kakinya saja sebesar ini, seberapa tinggi dan besar ukuran monster ini...

Setelah melakukan banyak persiapan, Hill dan Levia mulai melanjutkan perjalanan mereka menuju Kota Magi. Mereka bergerak cepat.

"Levia, menurutmu berapa lama lagi kita bisa sampai ke Magi?"

"Jika kita bergerak dengan normal dan melakukan istirahat dengan benar, mungkin dua hari lagi bisa sampai. Tetapi jika kita terus bergerak dan beristirahat secukupnya, kita bisa sampai Kota Magi besok."

Hill terus berjalan dengan cepat.

"Hill, tunggu! Kamu terlalu cepat."

"Levia, kita harus cepat. Kita harus memperkirakan juga pergerakan monster. Bisa saja mereka menyerang kita. Kamu pasti sudah tahu apa yang akan terjadi, jadi sebaiknya kamu diam saja."

Levia pun terdiam dan hanya bisa mengikuti Hill. Waktu terus berlalu, dan Levia memperhatikan Hill. Levia sudah menyadarinya, saat ini Hill sudah kelelahan.

"Hey, Levia, apakah kamu mendengarnya?"

"Ya, aku mendengarnya."

"Sudah mulai terdengar banyak ledakan. Kita sudah semakin dekat ke Kota Magi. Di sana perang semakin membesar. Mereka pasti saling menyerang dengan sihir api. Aku benci sihir api."

"Hill, sebaiknya kamu beristirahat dulu."

Setelah mendengar hal itu, Hill pun diam lalu duduk. Ia mengambil kantong sihir dari tasnya, lalu mengeluarkan buah dan air. Hill pun duduk dan mulai memakan buahnya.

"Hill?"

"Aku akan beristirahat sebentar, Levia. Aku tidak ingin membuatmu khawatir."

"Terima kasih, Hill."

Hill dan Levia pun beristirahat. Tak lama kemudian, hal yang tak terduga terjadi, suara yang tidak asing mulai terdengar. Seketika Hill dan Levia bergegas menjauh dari tempat itu.

...Monster besar itu muncul lagi. Aku harus bergegas. Suaranya semakin mendekat, tanah semakin bergetar, getarannya sangat besar. Aku kesulitan untuk berlari...

"Hill, kamu tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa, aku hanya hampir terjatuh. Cepat, kita harus mencari tempat bersembunyi. Kita tidak akan sempat menjauh darinya."

Hill dan Levia terus berlari hingga akhirnya...

"Hill, belok ke kiri, di sana ada jurang. Kita harus turun ke bawah."

"Tunggu dulu, aku tidak bisa."

"Sudah, ikuti saja aku. Oh sial, monster-nya sudah terlihat! Dia melihat kita! Tunggu dulu, itu monster yang mengejar aku waktu itu."

Hill dan Levia terus berlari hingga akhirnya mereka sampai di dekat jurang yang sangat curam.

"Bagaimana sekarang, aku tidak bisa loncat."

"Loncat saja, percayalah padaku."

Hill pun memberanikan diri dan melompat ke jurang itu.

"Aaaaaaaaaa!"

Tak lama kemudian, sesuatu terjadi.

...Eh tunggu dulu, apakah aku terbang?

"Hill, sudah kubilang tidak apa-apa kan? Hahahah."

"Levia, kamu terbang sambil mengangkatku. Apakah itu tidak berat?"

"Tidak apa-apa, aku masih bisa menahannya. Ini tidak lama, aku harus buru-buru mendarat."

"Ini curam sekali, bahkan daratannya terlihat masih jauh. Apakah kamu yakin bisa mengangkatku selama itu?"

"Jangan meremehkan kekuatan persahabatan!!!"

Waktu berlalu, Hill dan Levia pun akhirnya tiba di daratan. Tak lama kemudian, Levia tiba-tiba terjatuh. Hill pun segera mengangkat Levia dengan kedua tangannya.

"Levia, Levia, kamu tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa, aku hanya sedikit lelah. Biarkan aku tertidur di tanganmu."

"Baiklah."

...Dia terlihat tidak berdaya, ini semua karena dia menahan aku saat terbang...

"Terima kasih, Levia."

...Baiklah, sekarang di mana aku? Tempat ini berbeda dari atas. Aku saat ini berada di bawah jurang. Di sini tidak ada pohon-pohon raksasa, tetapi pohon-pohon di sini sangat banyak dan jaraknya sangat dekat satu sama lain, dan di sini tetap gelap...

Tak lama kemudian, Hill pun mulai berjalan ke depan dan memasuki hutan yang penuh dengan pohon-pohon itu.

...Eh tunggu, apakah semua pohon ini bergerak?..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!