NovelToon NovelToon

(Revisi)Sopir Bajaj Elite Yang Aku Sayang

Sopir bajaj yang membuat naik darah

Di pagi hari, di mana matahari mulai bersinar dengan cerah, seorang wanita berpakaian rapi dengan kemeja putih berlengan pendek dan rok span selutut berwarna hitam tengah berdiri di pinggir jalan mencari kendaraan umum. Sherin melambaikan tangan pada bajaj yang akan lewat. Bajaj itu berhenti tepat di depan sherin.

"Mau kemana Neng?" tanya pria yang tak lain adalah sopir bajaj.

"Ke Jalan Anggrek Indah, Pak," jawab Sherin ketika sudah berada di dalam bajaj sambil memposisikan duduknya dengan nyaman.

"Yeh, jangan panggil saya pak, panggil saya bang, saya ini masih muda loh Neng," kata pria itu sambil mulai melajukan bajajnya.

Sherin menghembuskan nafas kasar. Ia sama sekali tidak peduli dengan ucapan sopir bajaj itu. Sekarang yang ia inginkan adalah segera sampai ke kantor. Ini adalah hari pertamanya bekerja, ia tidak ingin terlambat. Memalukan sekali jika di hari pertama ia bekerja sudah terlambat.

Sungguh disayangkan jalanan di Jakarta sangat macet. Bunyi klakson kendaraan terdengar memekakkan telinga. Sherin mengipaskan tangan pada wajahnya karena merasa panas. Polusi di mana-mana, ditambah lagi dengan suara bajaj yang sekarang dia tumpangi.

"Pak, bisa cepat sedikit gak?" Sherin sudah merasa kesal.

"Neng, panggil saya bang dulu, baru saya bisa cepat," kata pria itu.

Sherin memutar bola matanya. "Heh Bang, jadi orang ngeselin banget sih. Cepat dong, saya hampir terlambat nih," gerutu Sherin.

"Memangnya Neng mau ke mana?" tanya pria itu.

"Ah, kepo banget sih. Saya mau ke kantor Citra Jaya, puas?" jawab Sherin ketus.

"Owh... pemiliknya itu adik kembaran saya loh Neng," kata pria itu dengan tawa terkekeh.

Mendengar ucapan dari pria itu membuat Sherin terkekeh. Bagaimana tidak, seorang sopir bajaj mengaku sebagai kakaknya seorang pemilik perusahaan Citra Jaya. Manalah mungkin seorang adik membiarkan kakaknya menjadi sopir bajaj sedang ia menikmati hidup yang enak menjadi pemilik perusahaan besar.

Jika dilihat dari wajah mungkin ada satu persen kemungkinan karena sopir bajaj itu memiliki wajah yang tampan, bahkan bisa dibilang sangat tampan. Tapi untuk Sherin itu tidaklah mungkin, apalagi sopir bajaj ini memang menyebalkan, sudah pasti ia sedang berbohong.

"Masa? Bang, jangan mimpi deh." Sherin tertawa.

"Eh..memangnya Neng gak lihat nih, saya ganteng begini. Memang saya gak sesukses adik saya itu, makanya saya jadi sopir bajaj. Hmmm, apa Neng gak mau berteman sama orang miskin seperti saya ya?" tanya pria itu dengan wajah yang menyedihkan.

"Kok malah pasang wajah menyedihkan gitu sih Bang? Saya bukan gak mau berteman sama orang miskin, tapi Abang yang ngeselin," jawab Sherin.

Sopir bajaj itu terdiam kemudian tersenyum lagi. Entah mengapa pria itu tidak pernah menghilangkan senyuman dari wajahnya. Mungkinkah ia sedang menarik perhatian Sherin? Mungkin saja itu benar karena Sherin memang memiliki wajah yang cantik. Walaupun tubuhnya tidak tinggi seperti seorang model, tapi ketika ia masih kuliah, banyak temannya yang mengatakan dirinya seperti seorang model.

Tak lama kemudian bajaj itu berhenti di depan gedung kantor Citra Jaya. Sepertinya sopir itu tahu jalan pintas ke Citra Jaya karena mereka bisa memangkas waktu 15 menit dari biasanya. Sherin turun dari bajaj sambil mengeluarkan uang dua puluh ribu dan memberikannya pada tukang bajaj tadi.

"Saya gak punya kembalian Neng, udah gak usah bayar," kata pria itu.

"Tapi Abang lebih membutuhkan uang dari pada saya. Ini, terima," kata Sherin sambil mengulurkan uangnya.

"Gak usah Neng, cukup dengan Neng sebut nama saya aja," kata pria itu.

"Iiih..ini orang memang nyebelin ya!" Sherin berteriak karena kesal.

"Ayo sebut dulu nama saya," perintah pria itu.

Pria itu sangat menyebalkan, bagaimana Sherin bisa menyebutkan namanya, sedangkan pria itu tidak memberitahukan namanya.

"Ya udah, Bang Poyok," kata Sherin sambil berpura-pura tersenyum manis.

"Enak aja nama saya diganti jadi Poyok, jelek banget namanya gak sesuai sama wajah ganteng saya. Jangan-jangan itu nama bapak Eneng ya?" kata pria itu.

"Kurang ajar ya! Pergi sana!" Sherin memukuli pria itu dari jendela bajaj.

"Ampun....Ok saya pergi."

Bajaj itu melesat meninggalkan halaman kantor Citra Jaya dengan cepat. Sherin menutup telinganya karena suara berisik dari bajaj itu. Setelah bajaj dan sopir itu pergi, Sherin menghembuskan nafas lega.

Akhirnya kekesalannya berhenti juga. Ia tidak menyangka hari pertama berangkat kerja sudah dihadapkan dengan sopir bajaj yang aneh itu. Baru kenal saja sudah berani menggarai dirinya. Mungkin karena sopir bajaj itu masih muda dan berwajah tampan sehingga ia dengan percaya diri menggoda Sherin.

Sherin berbalik badan dan memandangi gedung kantor Citra Jaya yang menjulang tinggi. Akhirnya setelah lulus kuliah di Universitas Indonesia ia langsung bisa bekerja. Dan yang lebih memuaskan lagi adalah perusahaan yang menjadi tempatnya bekerja sekarang adalah perusahaan besar seperti Citra Jaya.

Tidak sia-sia ia menempuh pendidikan di Universitas Indonesia. Seperti namanya, Citra Jaya berhasil membangun citra perusahaan sampai terkenal luas di Jakarta. Bahkan ada kabarnya bahwa Citra Jaya sudah bekerja sama dengan beberapa negara.

Sherin menarik nafas dalam, dengan kemantapan hati yang kuat, ia mengikrarkan janji. "Papah, Mamah, aku akan buktikan kalau aku ini juga bisa berguna."

Dengan percaya diri Sherin melangkahkan kaki memasuki gedung kantor. Ia menyapa security yang berjaga di depan pintu masuk utama. Setelah masuk, Sherin menuju ke meja resepsionis.

"Selamat pagi Mbak, ada yang bisa kami bantu?" sapa salah satu wanita yang berdiri menyambut Sherin dengan menggunakan bahasa formal.

"Saya karyawan baru di sini. Sebelumnya saya udah datang ke sini. Jadi saya mau nanya, apa bisa saya ke ruangan HRD?" tanya Sherin dengan senyum yang ramah.

Wanita di hadapannya itu mengecek sesuatu di layar komputernya. Beberapa saat kemudian, wanita itu tersenyum pada Sherin.

"Apakah Anda yang bernama Sherin Fajriana?"

"Iya betul," jawab Sherin.

"Anda sudah terdaftar sebagai karyawan di sini. Tunggu sebentar saya akan mengambil ID card Anda terlebih dahulu."

Tak butuh waktu lama, wanita itu sudah kembali ke meja resepsionis dengan sebuah kartu berwarna biru di tangannya. Ia menyerahkan kartu itu pada Sherin.

"Ini adalah kartu tanda anggota karyawan di Citra Jaya. Setiap kali Anda berangkat bekerja, Anda harus menscan ID card ini ke mesin scanner di sebelah sana," kata wanita itu sambil menunjuk sebuah tempat yang berjejer banyak mesin scanner menempel di dinding.

"Anda bisa menscan ID card ini di mesin scanner yang bertuliskan 'Employee Scanner'," tambah wanita itu lagi.

Sherin mengangguk mengerti kemudian ia mengikuti arahan wanita tadi untuk menscan ID cardnya terlebih dahulu.

Teman bule yang tampan

Sherin sudah mendapat ID card sebegai tanda ia adalah pegawai di kantor Citra Jaya. Sherin berjalan di lobby kantor menuju ruangan HRD yang kemarin ia datangi. Ruangan HRD itu berada di lantai dua.

Setelah sampai di depan pintu yang bertuliskan 'Andra Jifura, HRD', Sherin mengetuk pintu beberapa kali lalu pintu pun terbuka dengan sendirinya.

Sherin masuk ke dalam lalu mencari pria yang kemarin ia temui. Tapi di dalam ruangan itu hanya ada seorang wanita yang sedang duduk di bangku yang biasanya diduduki oleh Andra Jifura. Wanita itu adalah asisten Jura. Wanita itu tersenyum ramah pada Sherin yang mulai duduk di hadapannya.

"Oh...ternyata Sherin. Kamu yang kemarin datangkan?" tanya Rini yang sedang meletakan sebuah box ke laci meja.

"Iya, Bu. Pak Jura ke mana Bu?" tanya Sherin ramah.

"Tadi dia pergi untuk memfoto copy dokumen. Oh ya, saya baru ingat, saya belum kasih tahu ruang kerja kamu. Saya akan panggilkan Hendry kemari ya," kata Rini dengan senyum ramahnya.

Rini menghubungi orang yang ia maksud. Setelah berbicara, beberapa saat kemudian ia sudah menutup telepon.

"Boleh bertanya, Bu?" tanya Sherin ragu-ragu.

"Tanyakanlah," jawab Rini masih dengan wajah ramahnya.

"Apakah di sini gak ada apel masuk kerja? Soalnya saya gak lihat ada orang yang apel di lobby," tanya Sherin.

"Hahaha, Sherin. Di sini gak ada namanya apel kerja. Kamu kan udah dikasih ID card, nah itulah yang dipakai untuk absensi. Kalau jam 8.00 kamu belum masukkan ID cardmu, berarti kamu terhitung gak masuk kerja. Nah, setiap scanner ID card itu dibagi atas pekerjaannya. Tadi lihat kan ada banyak scanner yang berjejer di lobby?" jawab Rini menjelaskan.

"Sesuai pekerjaannya? Maksudnya gimana?" Sherin bingung.

"Misalkan manager, sekretaris, asisten, dan bendahara, mereka pakai scanner yang sama. OB, OG, pokoknya pekerja kebersihan, mereka pakai scanner yang sama, dan karyawan juga ada scannernya sendiri." Rini menjelaskan dengan sabar.

Ketika mereka berdua sedang berbincang- bincang, pintu diketuk dari luar, dan suara seorang pria terdengar meminta izin untuk masuk. Rini mengambil sebuah remot kecil dan menekan salah satu tombol, lalu pintu pun terbuka. Canggih sekali pikir Sherin.

Seorang pria mengenakan kemeja panjang dengan dasi terpasang di lehernya terlihat tersenyum pada Sherin. Pria itu memiliki wajah tampan, tubuh yang tinggi, mungkin kira-kira 178 cm. Pria itu juga memiliki kulit sangat putih, rambut pirang, hidung mancung, dan lensa mata berwarna coklat keabu-abuan. Terlihat mirip seperti seorang bule.

"Dia adalah pegawai yang udah kerja selama dua tahun di sini," kata Rini sambil menunjuk Hendry. "Hendry, ini Sherin, tolong ajak dia keliling kantor terus tunjukan ruang kerjanya ya," lanjutnya.

Hendry mengangguk lalu mengajak Sherin untuk ikut dengan nya.

* * * *

Sherin dan Hendry berkeliling gedung kantor Citra Jaya. Mereka berjalan di dalam gedung Citra Jaya yang memiliki dua belas lantai. Sherin takjub melihat kemewahan kantor itu, semuanya tertata rapi.

Ia melihat semua perabotan yang berada di setiap ruangan kerja para karyawan begitu berkelas. Ia berpikir, perabotan dan ruangan karyawan biasa saja sudah sangat mewah, apalagi di ruangan bosnya. Sampai pada akhirnya mereka kembali ke lantai empat. Di lantai empat itulah tempat Sherin melaksanakan semua pekerjaannya.

"Ini ruangan kita. Di sini cuma ada delapan karyawan," kata Hendry menjelaskan.

"Owh..jadi di lantai empat ini khusus untuk pekerjaan yang nulis surat untuk dikirim ke perusahaan luar negeri dan pekerja penerjemah bahasa," kata Sherin mencoba menebak.

"Iya, memang agak aneh sih penyusunan kerja di Citra Jaya. Tapi berkat keanehan itu, perusahaan ini malah jadi lebih maju," kata Hendry sambil tertawa.

"Di lantai sebelas adalah lantai ruangan para bos. Nah lantai dua belas itu adalah lantai serba guna yang biasanya dipakai kalau ada acara besar atau pesta," kata Hendry lagi.

"Tadi di lantai sebelas aku lihat ada ruangan yang pintunya beda sendiri, itu ruangan apa?" tanya Sherin penasaran.

"Oh itu, itu ruangannya bos besar. Ruangan itu yang paling mewah dan besar dari pada ruangan lainnya. Dia itu pemilik perusahaan ini. Kalau aku jadi dia aku pasti diem di rumah sambil uncang-uncang kaki nunggu duit datang sendiri. Tapi dia malah milih ikut campur tangan sama perusahaan ini. Tiap hari dia masuk ke kantor, ya dia jadi CEO," kata Hendry menjelaskan.

"Yang punya laki-laki apa perempuan?" tanya Sherin penasaran.

"Sebenarnya punya ibunya, tapi udah pindah tangan ke anak laki-lakinya. Tapi kamu harus sabar hadapin bos itu. Dia suka marah-marah, semua pekerjaannya harus perfect. Oh ya satu lagi, kami semua sering gosipin bos itu." Hendry tertawa di akhir ucapannya.

"Kenapa?" tanya Sherin penasaran.

"Dia itu gak pernah suka sama perempuan, makanya kami sering gosipin dia itu gay. Kakaknya sendiri yang bocorin kalau dia itu belum pernah suka sama perempuan," kata Hendry sambil terus tertawa.

"Iih..kalau gitu kamu harus hati-hati dong, nanti diembat sama dia," kata Sherin sambil bergidik ngeri dan jijik.

Setelah berbicara soal kantor,merekapun mulai berbicara soal hal-hal tentang diri mereka sendiri.

"Oh ya, kita belum kenalan. Namaku Dhil Hendry, aku tinggal di apartemen dekat daerah sini. Aku lahir di California, tapi besar di Indonesia. Umurku 26 tahun, kuliah di Universitas Indonesia jurusan bahasa Jepang." Hendry memperkenalkan diri dan identitas singkatnya.

"Namaku Sherin Fajriana. Biasa di panggil Sherin atau Rin aja. Aku tinggal di perumahan gang 10 jalan Ciranu Indah. Aku lahir di Bandung dan besar di sana. Aku juga kuliah di Universitas Indonesia jurusan bahasa Mandarin. Umurku 23 tahun," kata Sherin memperkenalkan dirinya juga.

"Wah....selain bahasa Mandarin apa lagi bahasa yang kamu bisa?" tanya Hendry berusaha mengenal Sherin lebih dekat.

"Inggris, Jawa, Sunda, Betawi, sama bahasa hati," jawab Sherin sambil tertawa.

"Wah kebetulan banget aku juga bisa bahasa hati, gimana kalau kita bicara dari hati ke hati?" canda Hendry.

"Iiih, apaan sih kamu." Sherin tertawa dengan lantang.

Sherin merasa bahwa Hendry bisa menjadi teman yang baik untuknya. Lagi pula ia merasa senang bisa berteman dengan orang bule. Walaupun wajah Hendry tidak terlalu pekat bulenya, tapi tetap saja ras baratnya terlihat jelas diwajah tampan itu.

"Oh ya, kok di sini cuma ada kita berdua? Yang lain gak kerja ya?" tanya Sherin ketika melihat tidak ada orang lain selain mereka di ruangan itu.

"Sebenarnya ada, tapi aku rasa mereka ada urusan. Oh ya, nanti aku kenalin temen-temenku ya. Di sini aku punya dua temen perempuan namanya Dita sama Filly. Mereka itu baik dan ramah, kamu pasti seneng kalau temenan sama mereka," kata Hendry dengan semangat.

"Kok perempuan, memangnya kamu gak ada teman laki-laki?" tanya Sherin.

"Punya sih, tapi gak terlalu akrab kayak aku sama Dita juga Filly. Mungkin temen laki-laki itu pada iri sama aku karena aku punya wajah yang ganteng banget," jawab Hendry penuh percaya diri.

Sherin dan Hendry berbincang-bincang dengan sesekali tertawa. Hendry adalah orang yang humoris dan menyenangkan. Jika wanita lain berada di posisi Sherin, pasti wanita itu sudah meleleh karena terpesona oleh Hendry.

Bertemu dengan pria itu lagi

Hari sudah sore, pukul 17.00, semua pegawai sudah mulai berhambur pulang karena jam kerja sudah selesai. Sherin menscan ID cardnya sebelum ia keluar dari gedung kantor. Hari pertamanya cukup bagus. Ia mendapat teman baru yaitu Filly dan Dita. Tapi yang paling membahagiakan adalah pertemanannya dengan Hendry, pria keturunan Indonesia-Amerika itu sangat ramah, baik dan menyenangkan.

Sherin berjalan menuju halaman dan akan keluar pagar. Tiba-tiba ia disapa seseorang dari belakang.

"Hai Rin," sapa Hendry dengan senyum yang menawan.

"Hai juga Hendry, kamu belum pulang?" tanya Sherin.

"Ini mau pulang. Hmm mau ku antar pulang?" tanya Hendry menawarkan.

"Makasih, aku bisa naik taksi kok." jawab Sherin menolak secara halus.

"Tapi ini udah sore, cari taksi di jam segini susah loh, soalnya orang lain juga baru pada pulang." kata Hendry masih dengan senyumnya.

"Iya sih, tapi aku gak mau ngerepotin kamu." Sherin tersenyum lebar.

Notifikasi pesan masuk membuat Hendry terburu-buru merogoh saku celananya. Ia membaca pesan itu, setelah itu ia memasukan kembali ponselnya ke dalam saku.

"Rin, maaf ya, aku gak bisa nganterin kamu. Tadi temenku sms katanya ada urusan penting. Besok lagi ya aku antarnya." kata Hendry menyesal.

"Iya gak apa-apa, ya udah sana, nanti ditungguin temen kamu loh." kata Sherin sambil melambaikan tangan.

Setelah Hendry pergi, Sherin keluar dari area kantor. Ia terus berjalan menuju jalan besar yang terlihat macet. Walau macet tapi beberapa kendaraan masih bisa melaju perlahan-lahan.

Sherin mencari taksi yang akan lewat, tapi sayangnya sampai setengah jam berdiri, tak ada satupun taksi yang kosong. Sherin merasa kakinya akan patah karena sudah sangat pegal dan sakit. Sepatu high heelsnya membuat ia semakin pegal.

"Aduh....mana sih taksi yang kosong? Gak lucukan kalau aku lumpuh gara-gara berdiri lama di pinggir jalan." gerutu Sherin sambil berdiri tidak diam.

Sherin melihat bajaj yang akan lewat. Sepertinya tidak ada kendaraan lain yang bisa menyelamatkan nya selain bajaj ini. Sherin melambaikan tangan, dan bajaj itupun berhenti tepat di hadapan Sherin.

"Eh...Neng lagi. Jodoh kali ya.".

Suara pria itu pernah terdengar di telinga Sherin. Sherin memonyongkan bibirnya ketika tahu bahwa sopir bajaj itu adalah orang yang sama dengan sopir yang menyebalkan tadi pagi. Bahkan pria itu masih memakai baju yang sama. Sherin berdiri tanpa ada niatan untuk naik ke bajaj itu. Matanya berusaha mencari kendaraan umum lainnya yang sekiranya bisa ia tumpangi.

Sopir bajaj itu tersenyum melihat Sherin yang sepertinya tidak ingin naik lagi ke bajajnya.

"Neng, mau naik apa enggak? Kalau Neng gak niat naik bajaj saya, saya pergi nih. Saya harus cari penumpang lain." kata pria itu sambil ancang-ancang menggas bajajnya.

"Ya udah sana pergi. Saya gak mau naik bajaj situ." kata Sherin dengan ketus.

"Udah mau magrib nih Neng, yakin gak mau naik bajaj saya? Biasanya di jam segini banyak preman keliaran loh." kata pria itu.

Sherin langsung panik ketika pria itu mengatakan hal yang menakutkan. Sherin melihat ke sekeliling, hari memang sudah mulai gelap. Di sekitar kantor mulai sepi. Hanya ada security yang menjaga kantor.

"Ya udah antar saya ke perumahan Cinaru Indah, Blok 10, nomor 35." kata Sherin dengan malas.

"Neng udah pikirkan nama saya belum?" tanya pria itu yang belum melajukan bajajnya.

"Heeeh! cepetan Bang! Ini udah mulai gelap loh." Sherin berbicara dengan nada tinggi.

"Widih.. cantik-cantik kok galak." kata pria itu lalu menjalankan bajajnya.

* * * *

Di tengah perjalanan, Sherin tidak berbicara apa-apa. Moodnya yang ceria selama di kantor tadi sudah dirusak oleh tukang sopir bajaj ini. Ia menghela nafas lalu menyandarkan punggungnya ke kursi.

"Neng udah tahu nama saya belum?" tanya Sopir bajaj memecahkan keheningan di bajaj itu.

"Ih..kenapa saya harus tahu sih. Gak penting! Lagian diem aja. Gak usah banyak ngomong. Saya lagi badmood nih." omel Sherin.

"Yeeeh...saya cuma mau memecahkan keheningan aja Neng." kata pria itu sambil terus tersenyum.

"Memecah keheningan katanya? Ni suara knalpot bajaj aja udah bikin kuping pecah, keheningan dari mananya?".

Pria itu malah tertawa, sepertinya ia sama sekali tidak marah dengan sikap ketus Sherin. Ia juga selalu tersenyum sembari sesekali melihat wajah Sherin dari kaca depan bajaj. Entah karena suka atau tidak, sopir bajaj itu sangat senang menggarai Sherin dengan cara membuat Sherin kesal dan cemberut seperti itu.

"Nama saya Calvin. Nah nama adik saya yang tadi pagi saya kasih tahu itu, namanya Ralvin." kata pria itu yang ternyata bernama Calvin.

"Idih..namanya keren amat." ejek Sherin.

"Kok ngejek sih Neng, nanti saya kasih tahu adik saya loh. Biar Neng dibuat susah selama di perusahaannya" ancam Calvin.

"Siapa yang percaya sih kalau dia itu adikmu." Sherin memutar matanya lalu tertawa.

"Lagian kalau dia adik Abang, lah kenapa kakaknya dibiarin jadi sopir bajaj?" tambah Sherin.

"Ya udah kalau gak percaya, nanti saya telepon dia. Saya aduin semua tentang Eneng." kata Calvin sambil tertawa.

Tak terasa mereka berdebat terus hingga tanpa sadar sudah di depan rumah Sherin. Sherin pun turun dari bajaj dan memberikan uang dua puluh ribu yang tadi pagi.

"Nih ambil. Kalau gak diambil saya merasa berdosa." kata Sherin sambil menyodorkan uang.

"Ya udah saya terima. Makasih ya. Oh ya satu lagi, ingat nama saya, Calvin." Calvin tersenyum lebar pada Sherin.

"Iya iya saya ingat kok. Poyok." kata Sherin sambil menjulurkan lidahnya.

Bukannya marah ataupun kesal, Calvin malah tertawa melihat Sherin. Ia sangat senang jika Sherin kesal padanya setiap kali mereka berdebat. Sherin berjalan masuk ke halaman rumahnya. Begitu Sherin sudah masuk ke dalam rumah, Calvin pun melajukan bajajnya.

* * * *

Hari sudah hampir gelap sempurna, Calvin memutuskan untuk langsung pulang karena ia sudah merasa sangat lelah. Ia mengambil ponselnya, lalu menelepon seseorang. Begitu sambungan telepon terhubung, Calvin terlihat berbicara serius dengan seseorang di seberang telepon. Saat sedang serius berbicara, tiba-tiba Calvin membelalakkan matanya ketika melihat seorang wanita yang tiba-tiba menyebrang jalan.

"Awas!....." teriak Calvin.

Calvin membanting setir ke kiri, sedangkan wanita tadi terjatuh ke aspal. Wanita itu sepertinya terluka karena ia sedang meringis kesakitan sambil memegangi tangan dan kakinya. Dengan cepat Calvin turun dari bajaj dan menghampiri wanita yang terjatuh tadi.

"Maaf ya Mbak, saya ga.." Calvin menghentikan perkataannya ketika melihat wajah wanita itu.

"Kamu...." suara Calvin tercekat di tenggorokannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!